BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah
|
|
- Fanny Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah kepada nasabahnya, tak jarang dalam pelaksanaanya terjadi suatu kondisi dimana nasabah mengalami kesulitan atau tidak mampu lagi melaksanakan kewajiban yang telah diperjanjikan. Dalam kondisi pembiayaan seperti ini Bank syariah akan melakukan upaya penyelamatan pembiayaan agar dana yang telah disalurkan dapat diterima kembali oleh bank syariah. Dalam upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah, bank syariah akan melakukan perubahan terhadap syarat-syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan al-musyarakah. Untuk perubahan terhadap syarat-syarat dan ketentuan Akad Pembiayaan yang sudah ditandatangani oleh Bank dan Nasabah diperlukan suatu cara yang disebut dengan Addendum. Istilah Addendum dalam perbankan syariah biasa digunakan untuk melakukan perubahan terhadap Akad Pembiayaan yang dimaksudkan untuk merubah syarat-syarat dan ketentuan terhadap akad pembiayaan yang sudah ditandatangani dan berlaku bagi para pihak didalamnya. Namun perubahan
2 yang dimaksud tersebut harus dilakukan secara tertulis dan dapat dilakukan dengan adanya kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Akad pembiayaan yang sudah ditandatangani oleh para pihak, dalam salah satu pasalnya para pihak sepakat untuk membuka kemungkinan terjadinya perubahan terhadap akad pembiayaanya dan apabila ada hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Akad, maka nasabah dan bank akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat kedalam suatu Addendum. Apabila klausula mengenai addendum tidak dicantumkan dalam Akad, hal tersebut tidak menyebabkan para pihak tidak dapat membuat addendum di kemudian hari saat akad berlangsung. Addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara pihak bank dan nasabah dalam akad, dengan tetap memperhatikan ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek (BW). Secara fisik, addendum terpisah dari akad/perjanjian pokoknya, namun secara hukum suatu addendum melekat dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari akad pembiayaan awal. Addendum merupakan solusi yang mudah untuk melakukan perubahan terhadap suatu akad/perjanjian. Perubahan yang dilakukan adalah pada pasal-pasal yang disepakati untuk dirubah sedangkan pasal-pasal yang tidak dirubah atau masih dipertahankan dinggap masih berlaku untuk para pihak di dalamnya.
3 Istilah Addendum dalam suatu akad/perjanjian dapat diartikan sebagai tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari akad/perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada akad/perjanjian pokoknya itu. Pada umumnya addendum berisi ketentuan yang merubah, memberbaiki, atau merinci lebih lanjut isi dari suatu perjanjian atau sebagai klausula tambahan dari sebuah perjanjian pokoknya. Addendum biasanya muncul karena adanya perubahan atau adanya hal-hal yang belum diatur dari suatu perjanjian pokoknya. Hubungan hukum yang terjadi dalam addendum akad pembiayan musyarakah ini adalah hubungan hukum berdasarkan akad pembiayan musyarakah. Keberadaan addendum ini adalah sebagai tambahan dari akad pembiayaan musyarakah awal, sehingga apa yang menjadi ketentuan dasar di dalam Akad pembiayaan musyarakah awal tetap diberlakukan sebagai syarat yang mengikat antara subjek hukum dalam hubungan hukumnya pada addendum akad pembiayaan musyarakah. Addendum akad pembiayaan musyarakah sangat tepat diterapkan dalam bank syariah, terutama ketika bank syariah melakukan penyelamatan pembiayaan bermasalah. Addendum disini dimaksudkan untuk melakukan perubahan sebagian dari isi klausula pembiayaan musyarakah. Addendum terhadap suatu perjanjian atau akad pembiayaan dapat dilakukan sebagai berikut: Akta addendum dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau dengan akta notaris. 67 Anak Agung Wahyu Anggara, Op. Cit, h. 64
4 7. Pasal-pasal dalam akta addendum adalah mengatur perubahan pasalpasal dalam perjanjian atau akad pembiayaan awal yang disepakati untuk dirubah. Sedangkan pasal atau syarat-syarat lainnya dalam akad pembiayaan awal yang tidak dirubah tetap dinyatakan untuk dipertahankan atau dinyatakan berlaku selama tidak dirubah atau bertentangan dengan addendumnya. 8. Pengisian komparisi pada akta addendum harus dilakukan secara benar seperti pada saat membuat akad pembiayaan awal. Harus dipelajari kembali mengenai Anggaran Dasar perusahaan nasabah apakah ada perubahan direksi dam komisaris atau peribahan isi anggaran dasar. Jadi, membuat addendum harus teliti dan cermat dari aspek hukum seperti saat membuat akad pembiayaan awal. 9. Dengan adanya addendum akad pembiayaan perlu diberitahukan kepada pihak terkait dengan akad pembiayaan, misalnya diberitahukan kepada penjamin hutang nasabah (borg). 10. Addendum yang dibuat dapat berbentuk: c. Lampiran atau tambahan yang merupakan kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari akad pembiayaan awal. Hal ini dapat dilakukan jika perubahannya tidak terlalu banyak dan hanya merubah sebagai kecil saja dari ini akad. d. Merubah seluruh akad pembiayaan awal. Hal ini terjadi jika perubahan menyangkut seluruh atau sebagaian besar dari isi dari akad pembiayaan awal. Perubahan menyeluruh dari akad pembiayaan awal perlu diperhatikan dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan yang eksistentinya berdasarkan pada akad pembiayaan awal. Sebelum melaksanakan addendum, bank syariah melakukan evaluasi terhadap pembiayaan yang dinilai bermasalah. Dari hasil evaluasi tersebut nantinya akan diadakan musyawarah dengan nasabah bilamana nasabah dinilai kooperatif dan usahanya masih mempunyai prospek baik, maka Selanjutnya akan diadakan proses revitalisasi. Proses revitalisasi meliputi: Rescheduling Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. 2. Reconditioning Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan. 3. Restructuring Perubahan sebagaian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan. 4. Batuan management 68 Geys, Op. Cit. h. 73
5 Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insane pada posisi management oleh bank, hal ini dilakukan bila: a. Permasalahan terjadi karena kesalahan management b. Sumber pengembalian masih potensial. Perubahan yang sering terjadi dalam praktik perbankan syariah, adalah perubahan terhadap isi dari akad pembiayaan musyarakah yang berupa perubahan obyektif. Perubahan obyektif menyangkut perubahan isi akad pembiayaan musyarakah, berarti perubahan syarat-syarat dan ketentuan yang meliputi jadwal pembayaran, jumlah angsuran dan jangka waktu. Sedangkan perubahan terhadap obyek kerjasama tidak diperbolehkan dikarenakan bentuk dari addendum yang diterapkan merupakan prinsip untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah. 2. Kedudukan Jaminan dalam Addendum Pembiayaan Musyarakah Sudah menjadi maklum adanya bahwa bank syariah bukanlah sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial. Namun bank sayariah juga merupakan suatu lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomiam umat. Sesuai dengan itu, maka dana yang dihimpun dari masyarakat haruslah disalurkan kembali dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu, para nasabah penabung pada bank syariah juga mengharapkan agar modal yang disetorkan dapat seefektif mungkin disalurkan dalam usaha investasi sehingga keuntungan yang optimal bisa dicapai dengan prinsip bagi hasil Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, UIN- Malang Prees, Malang, 2009, h.1.
6 Dalam perjalanan selanjutnya, tidak selamanya semua pembiayaan investasi yang dilakukan Bank syariah dengan menggunakan modal dana yang berasal dari nasabah penabung berjalan dengan sebagaimana diharapkan, demikian juga dengan keuntungan yang didapatkan menjadi sangat minim atau bahkan mengalami kerugian investasi, sehingga dalam hal ini nasbah sebagai bagian dari pihak investor bank syariah memerlukan adanya jaminan yang berkaitan dengan prospek keuntungan maupun penekanan terhadap risiko. 70 Jaminan dalam pembiayaan bank syariah mempunyai makna yang sangat penting, hal ini dikarenakan jaminan merupakan benteng terakhir ketika nasbah melakukan wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank syariah. Oleh karena itu, adanya jaminan dalam pembiayaan bank syariah dalam memberikan suatu tekanan psikologis terhadap untuk memenuhi kewajibannya, yaitu dengan mengelola dengan baik usaha investasinya, sehingga ketuntungan yang didapat bisa optimal dan risiko kerugian akibat dari kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah bisa berkurang. Jaminan juga merupakan sebuah kebijakan bank syariah untuk mengelola manajement pengawasan risiko dalam pembiayaan yang dilakukannya, sehingga kemungkinan kerugian maupun kegagalan investasi dapat diminimalkan dan pada akhirnya mampu menarik minat dan kepercayaaan masyarakat untuk menginvestasikan modalnya di bank syariah. 70 Ibid.
7 Suatu barang atau benda dapat diterima menjadi jaminan, apabila barang atau benda tersebut mempunyai nilai ekonomi dan memenuhi aspek yuridis dalam hal kepemilikannya. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi suatu masalah di kemudian hari misalnya ketika terjadi pembiayaan bermasalah, maka bank syariah tidak dalam posisi yang lemah karena bank syariah telah memiliki barang atau benda jaminan dari nasabah. Barang atau benda jaminan mempunyai nilai ekonomis bila memenuhi kreteria sebagai berikut: 1. Dapat diperjualbelikan atau dapat dipindahtangankan; 2. Jaminan tersebut bersifat marketable (laku dipasaran atai dapat diperjualbelikan); 3. Mempunyai nilai yang tetap dan diusahakan mempunyai tendensi meningkat; 4. Barang atau benda jaminan tidak gampang rusak atau cacat yang dapat mengurangi harga jual; dan 5. Nilai taksiran jaminan harus lebih besar dari fasilitas pembiayaan yang disetujui. Jaminan juga harus memenuhi aspek yuridis apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Barang atau benda jaminan harus Memiliki bukti kepemilikan yang sah; 2. Barang atau benda jaminan tidak dalam status sengketa; dan 3. Jaminan tidak dalam status dijaminkan ke bank atau pihak lain.
8 Dalam ketentuan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat dijadikan landasan hukum pembebanan jaminan dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang dinyatakan bahwa: 1. Bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas. 2. Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas. Dari ketentuan ayat 2 tersebut diatas, disebutkan bahwa dalam menyalurkan dananya Bank Syariah diwajibkan untuk melakukan penilaian terhadap calon nasabahnya dengan menggunakan prinsip The Five C s of Credit yaitu watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan keadaan (condition). Dari ini sudah jelas bahwa jaminan merupakan suatu hal yang harus ada dalam persyaratan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan dari Bank Syariah. Dalam pembiayaan musyarakah ketentuan mengenai pembebanan jaminan dapat ditemui pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dimana juga
9 merupakan pedoman pelaksanaan operasional dari Bank Syariah. Pada ketentuan nomor 3 huruf a butir 3 dinyatakan bahwa Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dapat meminta jaminan. Berdasarkan uraian diatas, bahwa hukum positif perbankan di Indonesia telah memberikan landasan hukum mengenai adanya pembebannan jaminan dalam pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil, termasuk didalamnya pembiayaan musyarakah. Oleh karena itu dalam praktik operasionalnya bank syariah selalu menyertakan dan membebankan jaminan kepada semua calon nasabahnya dalam pembiayaan-pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil. Eksistensi jaminan dalam pembiayaan bank syariah adalah suatu hal yang mutlak, dalam arti disini bahwa untuk mendapatkan pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah, nasabah harus dapat menyediakan jaminan. Nilai jaminan yang harus disediakan oleh nasabah adalah sebesar 125% dari jumlah pembiayaan yang akan diajukan. Apabila objek jaminan yang diserahkan oleh debitur dan telah disetujui oleh pihak Bank syariah, maka bank syariah harus segera melakukan pengikatan terhadap jaminan tersebut dalam suatu perjanjian Jaminan. Perjanjian jaminan adalah perjanjian accessoir, tambahan, atau ikutan. Perjanjian jaminan tidak bisa berdiri sendiri, karena perjanjian ini bersifat accessoir yang eksistensinya tergantung oleh ada atau hapusnya
10 perjanjian terdahulu atau perjanjian pokoknya. Dalam pembiayaan musyarakah, adanya perjanjian jaminan merupakan suatu perjanjian yang terpisah dari perjanjian pembiayaan musyarakah itu sendiri sebagai perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan walaupun merupakan perjanjian yang terpisah dari perjanjian pokoknya, akan tetapi eksistentinya tetap berkaitan dengan perjanjian pokoknya sampai perjanjian pokoknya hapus atau terjadi pelunasan. Sehingga, ketika dilakukan addendum terhadap Akad pembiayaan musyarakah, kedudukan perjanjian jaminan dalam akad pembiayaan musyarakah tersebut tetap berlaku. Hal ini dikarenakan keberadaan addendum adalah sebagai tambahan dari akad pembiayaan musyarakah awal, sehingga apa yang menjadi ketentuan dasar di dalam Akad pembiayaan musyarakah awal tetap diberlakukan sebagai syarat yang mengikat antara subjek hukum dalam hubungan hukumnya pada addendum akad pembiayaan musyarakah. Bentuk Perjanjian jaminan dalam dunia perbankan harus dilakukan dalam bentuk tertulis yang dilakukan dengan menggunakan akta autentik. Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwenang untuk itu, seperti notaris, dimana bentuk aktanya telah ditentukan oleh undang-undang. Apabila perjanjian jaminan tersebut tidak menggunakan akta autentik, maka perjanjian jamina tersebut batal demi hukum Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 86.
11 Pada praktik pembiayaan musyarakah, lembaga jaminan yang digunakan dalam pembebanan benda sebagai objek jaminan, yaitu sebagai berikut: 1. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan memberikan pengertian hak tanggungan sebagai berikut: Hak Tanggungan atas tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan tertentu, yang diberikan kedudukan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Selanjutnya dijelaskan juga dalam Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang menyatakan: Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain. Ciri-ciri dari Hak Tanggungan termuat dalam Penjelasan Umum angka 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu sebagai berikut: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference).
12 2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun objek itu berada (droit de suite). 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapay mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 11 ayat 1 dan Pasal 13 UUHT). 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. sebagai berikut: Sifat-sifat yang terdapat dalam Hak Tanggungan adalah 1. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar). 2. Perjanjian tambahan atau ikutan (accesoir). 3. Pembebanan objek Hak Tanggungan lebih dari satu kali. 4. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya (Parete Executie). Jadi, pada saat bank syariah memberikan fasilitas kepada nasabahnya dan nasabah tersebut memberikan jaminan hak atas tanah nasabah kepada bank syariah, maka bank syariah segara membenai hak atas tanah tersbut dengan lembaga jaminan Hak tanggungan. Dengan ada lembaga jamian hak tanggungan, bank syariah mendapatkan kepastian untuk pelunasan atas pembiayaannya dan mempunyai kedudukan yang diutamakan terhadap bank/kreditur lain. 2. Lembaga Jaminan Fidusia Fiduciare Eigendoms Overdracht atau lazim disebut fidusia berasal dari kata fides yang berarti kepercayaan. Pada dasarnya Fidusia adalah suatu perjanjian accessoir antara debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-bendfa bergerak milik debitur kepada kreditur namun
13 benda-benda tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan hanya untuk jaminan atas pembayaran kembal uang pinjaman. 72 Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Fidusia adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atsa benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dalam pelaksanaan Fidusia telah terjadi penyerahan atau pemindahan dalam hal kepemilikan suatu benda bergerak yang dilakukan dengan syarat bahwa benda bergerak yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia (bank), tetap dalam penguasaan pemilik benda atau pemberi fidusia (nasabah). Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan oleh nasabah kepada bank adalah hak kepemilikan atas 72 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan perdata: Hak-hak yang Memberi Keminmatan (Jilid 1), Ind-Hill.Co, Jakarta, 2002, h.43.
14 suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan atas benda tersebut secara yuridis beralih kepada pihak bank sebagai penerima fidusia. Sedangkan hak kepemilikan secara ekonomis atas benda tersebut tetap berada ditangan atau masih dalam penguasaan nasabah sebagai pemilik benda. Jaminan fidusia ini merupakan jaminan kebendaan. Oleh karena itu bank sebagai penerima fidusia diberikan hak yang diutamakan terhadap bank/kreditur lainnya. Hal ini dikarenakan fidusia mempunyai sifat Droit de Preference. Hak yang diutamakan kepada bank selaku penerima fidusia adalah hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jamina fidusia. Fidusia ini adalah akibat dari adanya akad pembiayaan antara bank dan nasabah yang terjadi lebih dulu. Sehingga fidusia ini hanya bersifat accessoir terhadap akad pembiayaan sebagai perjanjian pokoknya. Apabila nasabah telah memenuhi segala kewajiban yang ada pada akad pembiayaannya, maka jaminan fidusia ini hapus demi hukum. Bank syariah dalam kedudukannya sebagai penerima fidusia, mempunyai hak untuk menjual benda jaminan fidusia milik nasabahnya yang dijaminkan kepadanya, seakan-akan bank menjadi atau sebagai pemilik dari benda tersebut apabila nasabahnya melakukan wanprestasi. Selama nasabah belum melunasi hutangnya, maka selama itu pula bank mempunyai hak untuk menjual benda
15 jaminan fidusia yang di jaminkan kepadanya. Ini berati apabila hutang nasabah kepada bank telah lunas, maka hak kebendaan yang dijaminkan kepada bank tersebut akan diserahkan kembali oleh bank. Nasabah sebagai pihak yang memerlukan fasilitas dana dari Bank Syariah dan Bank Syariah juga sebagai pihak yang memberikan fasilitas pembiayaan, sudah semestinya mendapatkan perlindungan hukum melalui suatu lembaga hak jaminan sehingga memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Hak tanggungan digunakan dalam akad pembiayaan bank syariah adalah untuk memenuhi tujuan tersebut. Perlindungan khusus kepada pihak bank syariah yang diberikan oleh hak tanggungan adalah Bank syariah memperoleh pelunasan atas piutangnya terlebih dahulu atas pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Sehingga hak tanggungan dan jaminan fidusia dalam akad pembiayaan bank syariah memiliki kesamaan terkait dengan salah satu ciri hak tanggungan yaitu Droit de Preference.
BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan
1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak
Lebih terperinciPENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT
PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam
Lebih terperincipada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)
Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada
1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional suatu negara khususnya pembangunan ekonomi guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak
20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciKEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam meminjam telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pihak pemberi pinjaman yang
Lebih terperinciPERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang
BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah
Lebih terperinciPENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA
PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA Oleh : A. A. I. AG. ANDIKA ATMAJA I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D
TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang
Lebih terperinciHAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG
HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang
Lebih terperinciHak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2
1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi
Lebih terperinciBAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan landasan utama yang menopang kehidupan dari suatu negara. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam
Lebih terperinciMengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah
Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017
PENGIKATAN JAMINAN DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 1 Oleh : Adrian Alexander Posumah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis paparkan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan : 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan
Lebih terperinciII.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan
8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MOJOKERTO A. Analisis Mekanisme Penanganan Pembiayaan Macet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, dimana prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.
Lebih terperinciBAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN
87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai
Lebih terperinciBAB 4 ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENAMBAHAN FASILITAS KREDIT SEBAGAI ADENDUM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA
BAB 4 ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENAMBAHAN FASILITAS KREDIT SEBAGAI ADENDUM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA Kredit yang diberikan Bank kepada Debitur mengandung beberapa aspek. Seperti yang dijelaskan pada
Lebih terperinciPembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
Lebih terperinciHAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBUPATI PENAJAM PASER UTARA,
BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan
Lebih terperinciB AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam
1 B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia bisnis, setiap orang butuh modal untuk dapat melanjutkan kegiatan bisnis mereka. Modal merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang yang ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian dalam masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
Lebih terperinciBAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ
BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ MENURUT FATWA NOMOR 68/DSN-MUI/III/2008 Dalam bab ini, penulis akan menganalisis dan mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan Rakyat Pekanbaru Pelaksanaan pemberian kredit oleh pihak PT Bank Perkreditan Rakyat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciseperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri
seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
Lebih terperinciKUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR
LAMPIRAN I PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK PERKREDITAN
Lebih terperinciBenda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.
HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinci