BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan, dengan demikian, dasar dari suatu kredit adalah kepercayaan. Secara umum kredit diartikan sebagai fasilitas meminjam uang berdasarkan persetujuan pinjam meminjam (Jamal Wiwoho, 2011: 87). Pasal 1 butir (11) UU Perbankan menyebutkan bahwa: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis KUH Perdata) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian menurut Salim HS adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati (Salim HS, 2005: 15-17). Perjanjian kredit adalah pinjam meminjam dengan mana pihak yang satu memberikan pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang habis dalam pemakaian, dengan syarat pihak yang belakangan akan mengembalikan sejumlah yang sama dan macam serta keadaan yang sama pula (Pasal 1754 KUH Perdata). 1

2 2 b. Bentuk Perjanjian Kredit Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Hal tersebut berarti bank dalam memberikan kredit wajib menggunakan perjanjian tertulis. Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena apabila ada wanprestasi/cidera janji yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian, bukti dalam perjanjian tertulis merupakan bukti yang kuat dan jelas. Secara yuridis formal terdapat 2 (dua) perjanjian kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya, yaitu: 1) Akta/Perjanjian kredit bawah tangan Perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabah yang hanya dibuat diantara debitur dan kreditur tanpa notaris. 2) Akta/Perjanjiana kredit notariil Perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabah dibuat secara notariil yaitu dibuat dihadapan notaris. c. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kredit Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/4/PBI/2007 tentang pencabutan beberapa surat keputusan Direksi Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-hatian Perbankan menjelaskan bahwa kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1) Kepercayaan Kepercayaan merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau

3 3 jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu. 2) Jangka Waktu Waktu merupakan suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. 3) Tingkat risiko (degree of risk) Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagih/ macetnya pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya, begitu sebaliknya. 4) Prestasi atau objek kredit Objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat dalam bentuk barang atau jasa. Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. (Jamal Wiwoho, 2011: 89-90). 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Diundangkannya UUHT pada 9 April 1996 adalah sebuah langkah pembaharuan hukum. UUHT lahir dengan harapan permasalahan jaminan kebendaan hak atas tanah dapat teratasi dengan lebih baik. Dimana yang harus menjadi perhatian dalam pembaharuan hukum itu, adalah sarana yang dapat mempelancar jalannya perekonomian. Menurut studi yang dilakukan Burg s mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu stabilitas (stability), prediksi (preditability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus dari sarjana hukum ( the special development abilities of the lawyer ) (Leonard J. Theberge, 2003: 232).

4 4 a. Definisi Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUHT adalah : berikut: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lain. Menurut Salim HS, Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri sebagai 1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau didahulukan kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference,; 2) Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada atau disebut droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT bahwa walaupun objek Hak Tanggungan sudah dipindahtangankan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum apabila debitur cidera janji; 3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan; 4) Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya atau memberikan kemudahan bagi kreditur dalam pelaksanaan eksekusi (Salim HS, 2005: 98). b. Asas-asas Hak Tanggungan Salim HS menyebutkan bahwa asas-asas Hak Tanggungan yang tercantum didalam UUHT yaitu:

5 5 1) Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) UUHT); 2) Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) UUHT); 3) Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) UUHT); 4) Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari (Pasal 4 ayat (4) UUHT); 5) Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accesoir) (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996), Pasal 18 ayat (1) UUHT); 6) Dapat dijaminkan pada utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1) UUHT); 7) Dapat dijaminkan lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) Undang- UUHT); 8) Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada (Pasal 7 UUHT); 9) Tidak dapat dikenakan sita oleh Pengadilan; 10) Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) UUHT); 11) Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkiatan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) UUHT); 12) Wajib didaftarkan (Pasal 13 UUHT); 13) Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti; 14) Dapat dibebankan disertai dengan janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) UUHT) (Salim HS, 2005: 103). UUHT juga menentukan bahwa objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan bila pemberi Hak Tanggungan cidera janji. Apabila dicantumkan maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semua perjanjian itu dianggap tidak ada karena bertentangan dengan substansi UUHT.

6 6 c. Subjek dan Objek Hak Tanggungan 1) Subjek Hak Tanggungan Subjek Hak Tanggungan di dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT adalah : a) Pemberi Hak Tanggungan, dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan; b) Pemegang Hak Tanggungan, terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 2) Objek Hak Tanggungan Tidak setiap hak atas tanah dapat djadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat: a) Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang; b) Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas; c) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cdra janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual dimuka umum; d) Memerlukan penunjukan dengan undang-undang. Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT, telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang. Ada lima jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan, yaitu : (1) Hak milik; (2) Hak Guna Usaha; (3) Hak Guna Bangunan; (4) Hak Pakai, baik Hak Milik maupun hak atas negara; (5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu

7 7 kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan didalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. d. Pembebanan Hak Tanggungan Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang-piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Perjanjian Hak Tanggungan dengan kata lain adalah perjanjian yang bersifat accesoir. (St.Remy Sjahdeini, 1999: 28). Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan dengan pembuatan akta dihadapan PPAT. Tahap pemberian Hak Tanggungan dengan didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin, lalu dibuatkan APHT oleh PPAT yang berwenang. APHT mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitur kepada kreditur sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur yang bersangkutan (kreditur preferen) daripada Kreditur lain (kreditur konkuren). Pendaftaran APHT diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 14 UUHT, yaitu : 1) Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan; 2) PPAT dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah ditandatangani pemberian Hak Tanggungan wajib mengirimkan APHT dan warkah lainnya kepada Kantor; 3) Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada

8 8 sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan berbentuk akta yang disebut APHT; 4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, apabila hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya; 5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan dibuatkan; 6) Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (Salim HS, 2005: ). Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya ditulis PP 24/1997): Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milk atas rumah susun yang ditentukan dengan Peraturan Perundang-undangan, dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Syarat sahnya pembebanan Hak Tanggungan yaitu: 1) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 10 ayat (2) UUHT) 2) Pemberi Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialisasi (Pasal 11 ayat (1) UUHT) yang meliputi: a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; b) Domisili para pihak, pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; c) Penunjukan secara jelas hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan;

9 9 d) Nilai Tanggungan; e) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan. 3. Tinjauan Tentang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Pemberian Kuasa Pemberian kuasa atau lastgeving adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Sedangkan kuasa atau volmacht merupakan tindakan hukum sepihak yang memberi wewenang kepada penerima kuasa untuk mewakili pemberi kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu (Herlien Budiono, 2008: 53). b. Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Bentuk surat kuasa adalah bebas, yang berarti dapat dalam bentuk lisan ataupun tertulis (Pasal 1793 KUH Perdata), kecuali Undang-undang menentukan lain. Kuasa dalam bentuk tertulis dikenal akta kuasa dibawah tangan dan akta kuasa otentik. Pasal 15 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya ditulis SKMHT) wajib dibuat dengan akta Notaris/akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tidak memuat kuasa untk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; 2) Tidak memuat kuasa substitusi; 3) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang, nama, dan identitas kreditur, serta nama identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan (CST Kansil & Christine S.T Kansil, 2006: 272) Dari persyaratan yang diharuskan untuk pembuatan SKMHT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 (ayat) (1) UUHT dapat diketahi bahwa SKMHT tidak dapat dibuat dalam surat kuasa umum tetapi haruslah dibuat dalam suatu surat kuasa khusus. Sehingga

10 10 pembuatannya haruslah terpisah dari akta-akta lainnya misalnya tidak memuat kuasa menjual, menyewakan objek Hak Tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah tersebut (Remy Sjahdeni, 1999: 104) c. Sifat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf c UUHT, Hak Tanggungan bersifat accesoir maka perjanjian utang piutangnya harus ada lebih dahulu dan wajib disebutkan dalam APHT/SKMHT. SKMHT yang dibuat dengan akta PPAT/Notaris harus memuat hal hal yang disebutkan Pasal 15 ayat (1) UUHT artinya perjanjian pemberian kuasa Hak Tanggungan mempunyai sifat memaksa, dalam arti para pihak tidak bebas untuk menentukan sendiri, baik bentuk maupun isi perjanjian pembuatan SKMHT. Akibat tidak dilakukannya pembuatan SKMHT sesuai dengan ketentuan tersebut maka SKMHT batal demi hukum. 4. Tinjauan Tentang Hak Milik a. Pengertian Hak Milik Pengertian Hak Milik diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA: Hak Milik adalah hak turun-temurun. Terkuat, dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. b. Subjek Hak Milik Menurut Pasal 21 UUPA menyebutkan pihak-pihak yang dapat memperoleh Hak Milik adalah: 1) Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik; 2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya; 3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga

11 11 negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut Hak Milik itu dilepaskan, maka hal tersebut hapus karena hukum dan tanahnya kembali pada negara, dengan ketentuan bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung; 4) Selama seseorang disamping kewarganegaraanya Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing maka ia dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dengan ketentuan yang disebutkan selanjutnya dalam UUPA tersebut. c. Terjadinya Hak Milik Pasal 22 UUPA menyebutkan terjadinya Hak Milik atas tanah melalui beberapa cara yaitu: 1) Terjadinya Hak Milik karena hukum adat selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 2) Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 3) Ketentuan Undang-undang. Pasal 23 UUPA menjelaskan bahwa setiap peralihan, hapus, pembebanan Hak Milik harus didaftarkan menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 24 UUPA menjelaskan bahwa penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan Peraturan Perundang-undangan. Kemudian Pasal 25 UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. d. Hapusnya Hak Milik Hak Milik hapus karena suatu sebab: 1) Tanahnya jatuh kepada negara karena: a) Pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;

12 12 b) Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; c) Ditelantarkan; d) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2) UUPA. 2) Tanahnya musnah (Pasal 27 UUPA). 5. Tinjauan Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT adalah pejabat yang berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan (Effendi Perangin, 1986: 3). b. Tugas Pokok dan Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 mengatur tentang Tugas Pokok dan Kewajiban PPAT adalah sebagai berikut: 1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu; 2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud adalah: a) Jual Beli; b) Tukar Menukar; c) Hibah; d) Pemasukan ke dalam perusahaan; e) Pembagian Harta Hak Bersama; f) Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak Milik; g) Pemberian Hak Tanggungan; h) Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

13 13 PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus mandiri dan tidak memihak kepada salah satu pihak, jadi jabatan PPAT merupakan suatu profesi yang mandiri, karena mempunyai fungsi sebagai pejabat umum yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan mendapat kewenangan dari pemerintah melalui Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk membuat akta pemindahan hak dan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah sebagai alat bukti otentik (Irawan Soerodjo, 2003: ). c. Sanksi Administratif Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 23 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa apabila PPAT melanggar atau lalai memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) UUHT dapat dikenai sanksi administratif, berupa: 1) Teguran lisan; 2) Terguran tertulis; 3) Pemberhentian sementara dari jabatan; 4) Pemberhentian dari jabatan. 6. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Hakim Perdata Pengertian hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim (pengadilan). (Bambang Sugeng dan Sujayadi, 2012: 2). Dengan kata lain bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara menjamin/ menegakkan pelaksanaan hukum perdata materiil. Hakim ketua sidang yang didampingi oleh hakim anggota dan panitera, membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Terhadap asas terbuka untuk umum ini ada pengecualiannya yaitu, apabila undang-undang menentukan lain atau berdasarkan alasan-alasan penting menurut hakim yang dimuat dalam berita acara atas perintahnya. Dalam hal ini maka pemeriksaan dilakukan dengan pintu tertutup. (Nur Rasaid, 2003: 34).

14 14 Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, maka ke dua belah pihak, Penggugat dan Tergugat dipanggil masuk. Pemeriksaan perkara harus berlangsung dengan hadirnya kedua belah pihak. Kedua belah pihak harus didengar bersama, kedua belah pihak harus diperlakukan sama (audi et alteram partem), apabila pihak sebelumnya tidak menguasakan kepada seorang wakil, maka hal tersebut disebut di muka sidang pertama. Mereka dapat menguasakan secara lisan kepada seorang wakil, hal mana harus dicatat di dalam berita acara. Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya ditulis HIR) tidak mewajibkan kepada para pihak untuk beracara dengan diwakili oleh seorang kuasa (Sudikno Mertokusumo, 2002 :121). 7. Tinjauan Tentang Putusan Hakim Perdata a. Pengertian Putusan Putusan hakim atau pengadilan adalah pernyataan hakim karena jabatannya yang diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum dalam bentuk tertulis sebagai hasil dari pemeriksaan perkara perdata yang dimaksudkan mengakhiri perkara (Djamanat Samosir, 2011: 271). Dalam putusan yang bersifat perdata, Pasal 178 ayat (2) HIR mewajibkan para hakim untuk mengadili semua tuntutan sebagaimana tersebut dalam surat gugatan. Hakim dilarang menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut sebagaimana tersebut dalam Pasal 178 ayat (3) HIR. b. Kekuatan Putusan Putusan mempunyai 3 macam kekuatan, yaitu: 1) Kekuatan Mengikat Putusan Hakim mempunyai kekuatan mengikat artinya mengikat kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat (Pasal 1917, 1920 KUH Perdata), demikian pula termasuk pihak ketiga yang ikut beracara dalam vrijwaring/voeging/tussenkomst atau pihak

15 15 yang diwakili dalam proses dan juga seseorang yang kemudian mendapat hak dari pihak yang kalah. 2) Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau pelaksanaanya. 3) Kekuatan Eksekutorial Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan juga realisasi atau pelaksanaannya (eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan itu tidak dapat direalisir atau dilaksanakan. Oleh karena putusan itu menetapkan dengan tegas hak atau hukumnya untuk kemudian direalisir, maka putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yng ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Bahwa kata-kata Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa memberi kekuatan eksekutorial bagi putusan-putusan pengadilan di Indonesia. c. Eksekusi Putusan Hakim Perdata Eksekusi adalah pelaksanaan dari putusan. Perihal eksekusi diatur dalam bagian kelima mulai Pasal 195 sampai 224 HIR atau Stbl (Staatsblad) 1941 Nomor 44 yang berlaku di pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah luar pulau Jawa dan Madura digunakan bagian keempat Pasal 206 sampai 225 RBG atau Stbl 1927 Nomor 227, serta diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1975 perihal gijzeling (penyanderaan). Peraturan itu

16 16 tidak hanya mengatur tentang menjalankan eksekusi putusan pengadilan saja, melainkan juga memuat pengaturan tentang upaya paksa dalam eksekusi yakni sita eksekusi, upaya lain berupa perlawanan (verzet) serta akta otentik yang memiliki alasan eksekusi yang dipersamakan dengan putusan yakni grosse akta hipotik dan surat hutang dengan kepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dan keseluruhan proses hukum antara perdata dan acara. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang terkandung dalam HIR atau Rbg. (M.Yahya Harahap. 2006: 1).

17 17 B. Kerangka Pemikiran Penjual/ Debitur Pembeli PPAT Kredit Hak Tanggungan Peralihan Hak Atas Tanah/ Balik Nama Bank/ Kreditur Kesesuaian Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan terhadap Peraturan Perundangundangan Akibat Hukum Bagan 1. Alur Kerangka Pemikiran Keterangan: Salah satu fungsi bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Fasilitas kredit diberikan kreditur/bank kepada debitur yang dituangkan dalam perjanjian kredit. Dalam menjalankan fungsinya bank berdasarkan pada prinsip kehati-hatian. Prinsip ini diterapkan dalam penilaian

18 18 kredit berdasarkan 5C. Sesuai dengan prinsip Collateral atau jaminan, pembelian fasilitas kredit melalui perjanjian kredit memuat klausul jaminan. Jaminan kredit dapat berupa jaminan kebendaan dan perorangan, salah satu jaminan kebendaan adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada hak atas tanah yaitu Hak Milik. Permasalahan yang muncul adalah ketika tanah Hak Milik yang menjadi objek Hak Tanggungan sedang dalam proses peralihan kepemilikan. Dalam kasus ini debitur juga bertindak sebagai penjual atas tanah yang sama. Penjual/debitur menjual tanahnya kepada pembeli dan telah dibuatkan Akta Jual Beli dihadapan Notaris. Tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilkan ini kemudian dibebani Hak Tanggungan oleh penjual/debitur sebagai akibat perjanjian kredit dengan bank, sedangkan Notaris/PPAT yang bertindak sebagai pemberi APHT adalah orang yang sama dengan yang membuatkan Akta Jual Beli. UUHT tidak mengatur mengenai Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan. UUHT dalam Penjelasan Umum Angka 7 hanya mengatur mengenai proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu: 1. Tahap pemberian Hak Tanggungan dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin; 2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Terhadap pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan melalui APHT yang dibuat oleh PPAT, oleh Kantor Pertanahan telah diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan. Didaftarkannya Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan menyebabkan timbulnya akibat hukum bagi pihak-pihak terkait.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan adalah dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Pendahuluan : (oleh H.SARWOHADI,S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram).

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI perdata. 2 Menurut pengertian yang lazim bagi aparat Pengadilan, eksekusi adalah 1 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1 Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI (

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Secara umum, kuasa diatur dalam bab ke-16, Buku III Kitab Undang-

BAB II TINJAUAN UMUM. Secara umum, kuasa diatur dalam bab ke-16, Buku III Kitab Undang- BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pemberian Kuasa Secara umum, kuasa diatur dalam bab ke-16, Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan secara khusus diatur dalam hukum acara perdata. Pasal 1792 KUHPerdata

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan PPAT yang Meliputi Tugas dan Kewenangan dalam Proses Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK 1 TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN Alves Simao L.F.S, Bernina Larasati, Demitha Marsha Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta berninalarasati@gmail.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT 1.1 Akta Pemberian Hak Tanggungan 2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Dan Sertipikat Hak Tanggungan Hak tanggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia terkait dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia di setiap tahunnya, maka berbagai

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 Moh. Anwar Dosen Fakultas Hukum Unversitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK kredit

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Milik 2.1.1 Pengertian Hak Milik Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa Hak milik adalah hak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH MEITA DJOHAN OELANGAN Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Jl.ZA Pagar Alam No.26, Bandar Lampung Abstract The Mortgage is important as one of the security

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Pernyataan tersebut termaktub dalam salah satu pasal di Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai warga negara Indonesia

Lebih terperinci