P U T U S A N Perkara Nomor 24/KPPU-I/2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "P U T U S A N Perkara Nomor 24/KPPU-I/2009"

Transkripsi

1 P U T U S A N Perkara Nomor 24/KPPU-I/29 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11 Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia, yang dilakukan oleh: Terlapor I : PT Multimas Nabati Asahan, dengan alamat kantor di B & G Tower, Jl. Putri Hijau No. 1 Medan 2111; Terlapor II : PT Sinar Alam Permai, dengan alamat kantor di B & G Tower, Jl. Putri Hijau No. 1 Medan 2111; Terlapor III : PT Wilmar Nabati Indonesia, dengan alamat kantor di Jl. Datuk Laksamana Areal Pelabuhan Dumai- Riau; Terlapor IV : PT Multi Nabati Sulawesi, dengan alamat kantor di B & G Tower, Jl. Putri Hijau No. 1 Medan 2111; Terlapor V : PT Agrindo Indah Persada, dengan alamat kantor di Jl. Panglima Polim 89 KISARAN Sumatera Utara; Terlapor VI : PT Musim Mas, dengan alamat kantor di Jl. K.L. Yos Sudarso Km 7,8 Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Sumatera Utara; Terlapor VII : PT Intibenua Perkasatama, dengan alamat kantor di Spring Tower 2-21, Jl. K.L. Yos Sudarso Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara; Terlapor VIII : PT Megasurya Mas, dengan alamat kantor di Jl. Tambak Sawah 32, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur; Terlapor IX : PT Agro Makmur Raya, dengan alamat kantor di Jl. Soekarno No. 1 Samping Pelabuhan Samudera Bitung Sulawesi Utara 95521; Terlapor X : PT Mikie Oleo Nabati Industri, dengan alamat kantor di Jl. Raya Narogong Km. 9, Bojong Mente Rawa Lumbu Bekasi 17133; Terlapor XI : PT Indo Karya Internusa, dengan alamat kantor di Spring Tower 3-33, Jl. K.L. Yos Sudarso Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara 2241; Terlapor XII : PT Permata Hijau Sawit, dengan alamat kantor di Jl. Iskandar Muda No. 17, Medan 2154; Terlapor XIII : PT Nagamas Palmoil Lestari, dengan alamat kantor di Jl. Iskandar Muda No. 17, Medan 2154;

2 14. Terlapor XIV : PT Nubika Jaya, dengan alamat kantor di Jl. Iskandar Muda No. 17, Medan 2154; Terlapor XV : PT Smart, Tbk, dengan alamat kantor di BII Plaza Tower II, Lt. 2, Jl. M.H. Thamrin No. 51 Jakarta 135; Terlapor XVI : PT Salim Ivomas Pratama, dengan alamat kantor di Sudirman Plaza Indofood Tower Lt. 22 Jl. Jend. Sudirman Kav Jakarta 1291; Terlapor XVII : PT Bina Karya Prima, dengan alamat kantor di Focus Bldg. Comp Mitra Sunter Blok B1-B4, Jl. Yos Sudarso Kav. 89, Sunter, Jakarta Utara 1435; Terlapor XVIII : PT Tunas Baru Lampung, Tbk, dengan alamat kantor di Wisma Budi Lt. 9, Jl. H. Rasuna Said Kav. C-6, Jakarta - Selatan; Terlapor XIX : PT Berlian Eka Sakti Tangguh, dengan alamat kantor di Jl. K. L. Yos Sudarso No. 15, Km. 6, Medan 2116; Terlapor XX : PT Pacific Palmindo Industri, dengan alamat kantor di Jl. Pulau Bawean Kawasan Industri Medan II, Mabar, Medan 2242; Terlapor XXI : PT Asian Agro Agung Jaya, dengan alamat kantor di Jl. Semarang Blok A-6/1, KBN Marunda Cilincing, Jakarta Utara 1415; telah mengambil Putusan sebagai berikut: Majelis Komisi: Setelah membaca surat-surat dan dokumen-dokumen dalam perkara ini; Setelah membaca keterangan para Terlapor; Setelah membaca keterangan para Saksi; Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan; Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut BAP); Setelah membaca Pembelaan/Tanggapan para Terlapor; TENTANG DUDUK PERKARA 1. Menimbang bahwa Sekretariat Komisi telah melakukan monitoring terhadap pelaku usaha di bidang industri minyak goreng dan berdasarkan hasil rapat komisi tanggal 15 September 29 diputuskan perlu ditindaklanjuti ke tahap Pemeriksaan Pendahuluan; Menimbang selanjutnya, Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 117/KPPU/PEN/IX/29 tanggal 28 September 29 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/29, untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan terhitung sejak tanggal 28 September 29 sampai dengan 6 November 29 (vide bukti A1);

3 3. Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menyimpulkan terdapat bukti awal yang cukup adanya dugaan pelanggaran Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 sehingga Tim Pemeriksa merekomendasikan untuk dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A79);- 4. Menimbang bahwa atas dasar rekomendasi Tim Pemeriksa, Komisi menyetujui dan menerbitkan Penetapan Komisi Nomor: 135/KPPU/PEN/XI/29 tanggal 9 November 29 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 24/KPPU-I/29 terhitung sejak tanggal 9 November 29 sampai dengan tanggal 5 Februari 21 (vide bukti A8);-- 5. Menimbang bahwa selanjutnya, Tim Pemeriksa menilai perlu untuk melakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan. Untuk itu Komisi menerbitkan Keputusan Nomor: 58/KPPU/KEP/II/21 tanggal 8 Februari 21 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/29 terhitung sejak 8 Februari 21 sampai dengan tanggal 23 Maret 21 (vide A181); Menimbang bahwa dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa telah mendengar keterangan dari para Terlapor dan para Saksi serta instansi pemerintah (vide bukti B1 B62). Selanjutnya setelah melakukan serangkaian proses pemeriksaan, Tim Pemeriksa membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan tertanggal 23 Maret 21 (vide A244); Menimbang bahwa selanjutnya, Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor: 61/KPPU/PEN/III/21 tanggal 23 Maret 21 tentang Sidang Majelis Komisi Perkara Nomor 24/KPPU-I/29 dalam jangka waktu selambatlambatnya 3 (tiga puluh) hari kerja terhitung mulai tanggal 23 Maret sampai dengan 4 Mei 21 (vide bukti A241); Menimbang bahwa Majelis Komisi telah mempelajari Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan selanjutnya menilai uraian duduk perkara dan dugaan pelanggaran pada pokoknya sebagai berikut: Duduk Perkara & Dugaan Pelanggaran; Industri minyak goreng merupakan industri yang memiliki nilai strategis karena berfungsi sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Perkembangan industri minyak goreng di Indonesia telah menempatkan minyak goreng dengan bahan baku kelapa sawit sebagai komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat saat ini. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya ketersediaan bahan baku lain selain kelapa sawit. Selain itu, karakteristik kelapa sawit yang memiliki berbagai macam produk turunan juga telah perkembangan industri-industri yang terkait dengan kelapa sawit dan turunannya termasuk diantaranya adalah industri minyak goreng sawit (selanjutnya disebut Minyak Goreng ). Namun demikian, struktur pasar industri minyak goreng yang 3

4 oligopoli telah mendorong perilaku beberapa pelaku usaha produsen minyak goreng untuk menentukan harga sehingga pergerakan harganya tidak responsif dengan pergerakan harga CPO padahal CPO merupakan bahan baku utama dari minyak goreng. Hal tersebut tercermin dari periode waktu tahun 27 hingga tahun 29. Atas dasar hal tersebut, Tim Pemeriksa menduga adanya indikasi pelanggaran Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999; Fakta; Industri Kelapa Sawit dan Pengolahannya; Kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat potensial karena memiliki banyak produk turunan dan/atau sampingan yang bernilai komersial sebagaimana terlihat pada bagan sebagai berikut: Berikut alur proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO adalah sebagai berikut: TBS STERILISASI BANTINGAN TANDAN KOSONG BUAH SAWIT PENGEPRESAN CPO KOTOR BUIH SAWIT SERAT PENJERNIHAN LIMBAH PUPUK CPO BERSIH PALM KERNEL BAHAN BAKAR BOILER 4

5 Karakteristik geografis Indonesia sangat mendukung budi daya tanaman perkebunan seperti kelapa sawit sehingga industri agribisnis tersebut berkembang dan menempatkan Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia. Penyebaran perkebunan kelapa sawit mengalami perluasan hampir di seluruh daerah di Indonesia; Peta Wilayah Penyebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit Daerah Luas Lahan (Ha) Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung 17.7 Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Irianjaya Barat Papua Nasional Sumber: BKPM Perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit tersebut sangat terlihat apabila dibandingkan dengan beberapa dasa warsa sebelumnya dimana pada tahun 198 sebesar Ha, tahun 199 sebesar Ha, tahun 2 sebesar Ha dan tahun 25 sebesar Ha;

6 Perkembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Ha Sumber: BKPM, KPPU (Evaluasi Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit) Berdasarkan gambaran perkembangan lahan perkebunan kelapa sawit tersebut maka terlihat adanya pertumbuhan lahan perdasawarsa sekitar 25% bahkan pada dasawarsa terakhir terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu 67%. Pertumbuhan ketersediaan lahan perkebunan kelapa sawit tersebut sangat memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan komoditi yang terkait dengan kelapa sawit terutama CPO yang tingkat produksinya terus mengalami peningkatan baik secara internasional maupun domestik/nasional sebagaimana terlihat pada tabel atau grafik berikut: Perkembangan Produksi CPO Internasional 25, 2, 1 Ton 15, 1, 5, Indonesia EU China, P.R. Malaysia USA Argentina India Brazil CIS Canada Japan Philippines Pakistan Sumber: Oil World Annual Perbandingan Produksi dan Konsumsi CPO Nasional 25, 2, 16,9 19,2 2,9 1 Ton 15, 1, 5, 4,115 4,52 4, Produksi Konsumsi Sumber: PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara 6

7 Perbandingan Ekspor dan Konsumsi CPO Nasional 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Ekspor, 12,785 Ekspor, 14,698 Ekspor, 15,957 Konsumsi, 4,115 Konsumsi, 4,52 Konsumsi, 4, Sumber: PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, diolah Selanjutnya berdasarkan keterangan dan informasi selama proses pemeriksaan, Tim Pemeriksa memperoleh fakta bahwa terdapat beberapa referensi harga CPO yang digunakan oleh para pelaku usaha sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan transaksi CPO bahkan transaksi minyak goreng di Indonesia. Referensi harga yang digunakan tersebut adalah: (1) harga CPO Rotterdam; (2) harga CPO Malaysia (3) harga tender Kantor Pemasaran Bersama/KPB (sekarang PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara); (4) harga tender PT Astra Agro Lestari, Tbk; Adapun perkembangan harga CPO dari beberapa sumber tersebut dapat terlihat pada grafik sebagai berikut: US$/Ton Pergerakan Harga CPO (CIF Rotterdam) Sumber: Departemen Perdagangan RI Pergerakan Harga CPO dan RBD Olein Malaysia US$/Ton CPO RBD Olein Sumber: Departemen Perdagangan RI, PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, diolah 7

8 Pergerakan Harga Tender KPB Rp/Kg 1, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Sumber: PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Pergerakan Harga Tender PT Astra Agro Lestari Rp/Kg Sumber: PT Astra Agro Lestari Berdasarkan grafik pergerakan harga CPO tersebut terlihat adanya kenaikan harga CPO yang diawali pada bulan Februari 27 hingga bulan Maret 28, namun pada bulan Agustus 28 hingga bulan Desember 28 terjadi penurunan yang cukup tajam. Selanjutnya pasca tahun 28 harga CPO mulai mengalami kenaikan kembali Industri Minyak Goreng Keterkaitan erat antara industri kelapa sawit dengan minyak goreng menjadi latar belakang kedua industri tersebut cenderung terintegrasi guna mencapai efisiensi dan efektifitas terutama dalam hal kepastian/keamanan pasokan bahan bakunya. Dari sisi peraturan atau regulasi, pemerintah juga memberikan peluang terciptanya industri terintegrasi dari hulu (perkebunan kelapa sawit) hingga hilir (produksi minyak goreng) Perbandingan integrasi dan non-integrasi industri kelapa sawit terintegrasi 68% tidak terintegrasi 32% Sumber: KPPU (Evaluasi Kebijakan Perkebunan Kelapa Sawit) 8

9 Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa minyak goreng merupakan produk turunan dari kelapa sawit. Apabila diuraikan proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng maka dapat dilihat sebagai berikut: Alur Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit CPO BERSIH PEMBUANGAN GETAH PENJERNIHAN PENYARINGAN PENGHILANGAN BAU PFAD PFAD PEMECAHAN PENYARINGAN RDB STEARIN OLEIN/MINYAK GORENG Secara umum sebagaimana digambarkan dalam alur tersebut, proses penyulingan CPO tersebut menghasilkan olein, stearin, PFAD (Palm Fatty Acid Destillate) dengan komposisi sebagai berikut: olein 73% buangan.5% PFAD 5% stearin 21% Sumber: Departemen Perindustrian RI Akan tetapi dalam implementasinya, terjadi perbedaan dari komposisi hasil pengolahan dan penyulingan CPO tersebut dimana komposisi olein yang dihasilkan dari proses penyulingan CPO berkisar antara 73% sampai dengan 75% untuk minyak goreng curah dan 45% sampai dengan 65% untuk minyak goreng kemasan (bermerek)

10 Karakteristik masyarakat Indonesia sebagai konsumen makanan hasil proses pemanasan dengan minyak goreng menjadi latar belakang utama yang menjadikan minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat atau rumah tangga sehingga tingkat permintaannya terus mengalami pertumbuhan. Apabila mencermati perkembangan kebutuhan minyak goreng di Indonesia maka dapat dilihat pada grafik sebagai berikut: Ton 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, CURAH KEMASAN Sumber: Departemen Perindustrian RI Pelaku Usaha (Terlapor Perkara Nomor 24/KPPU-I/29) dan Perilakunya; Kelompok Usaha Wilmar (Wilmar Group); Wilmar Group merupakan kelompok perusahaan yang memiliki induk perusahaan bernama Wilmar International Ltd. Wilmar Group ini memiliki kegiatan usaha agribisnis terintegrasi mulai dari perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Malaysia dan Indonesia hingga pengolahan kelapa sawit dan memproduksi produk-produk turunan kelapa sawit termasuk minyak goreng; Integrated Agribusiness Model Wilmar International Limited didirikan pada tahun 1991 dan beroperasi di lebih dari 2 negara termasuk Indonesia. Dalam prakteknya dan direlevansikan dengan perkara ini, kelompok usaha Wilmar ini memiliki beberapa perusahaan yang terkait dengan industri minyak goreng berbahan baku kelapa sawit sebagai berikut:

11 (1) PT Multimas Nabati Asahan merupakan perusahaan (pelaku usaha) yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Sania dan Fortune; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/kg Jul Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/Kg Jul-9 Curah Kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, Kg 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, - 8,, 7,, 6,, 5,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) Kg 4,, 3,, 2,, 1,, - Jul-9 11

12 (2) PT Sinar Alam Permai merupakan merupakan perusahaan (pelaku usaha) yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Sania dan Fortune; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/Kg Jul-9 8,, 7,, Curah Kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 6,, 5,, Kg 4,, 3,, 2,, 1,, Jul-9 Perkembangan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 2,5, 2,, Kg 1,5, 1,, 5, - Jul-9 12

13 (3) PT Wilmar Nabati Indonesia merupakan merupakan perusahaan (pelaku usaha) yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) 12 1 Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12, 1, Rp/Kg 8, 6, 4, 2, - Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, Kg 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, - Jul-9 (4) PT Multi Nabati Sulawesi merupakan merupakan perusahaan (pelaku usaha) yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Sania dan Fortune; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 13

14 Pergerakan Harga Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/kg Jul-9 Curah Kemasan 14,, 12,, 1,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg 8,, 6,, 4,, 2,, Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) Kg Jul-9 (5) PT Agrindo Indah Persada merupakan merupakan perusahaan (pelaku usaha) yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 14

15 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) Rp/kg Jul-9 6,, 5,, 4,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 3,, 2,, 1,, - Kg Jul Kelompok Usaha Musim Mas (Musim Mas Group) Musim Mas Group merupakan kelompok perusahaan yang memiliki kegiatan usaha agribisnis di kelapa sawit dan turunannya yang terintegrasi mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga pengolahan kelapa sawit serta memproduksi produk-produk turunan kelapa sawit termasuk minyak goreng. Dalam prakteknya dan direlevansikan dengan perkara ini, Musim Mas Group ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang saling memiliki kaitan (terafiliasi) dengan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha utama memproduksi dan menjual minyak goreng dengan bahan baku kelapa sawit. Perusahaanperusahaan tersebut adalah sebagai berikut: (1) PT Musim Mas merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dengan lokasi pabrik di Sumatera Utara Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg

16 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12, 1, 8, Rp/kg 6, 4, 2, - Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 16,, 14,, 12,, 1,, Kg 8,, 6,, 4,, 2,, - Jul-9 (2) PT Intibenua Perkasatama merupakan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dengan lokasi pabrik di Tanjung Mulia; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) Rp/Kg Jul-9 16

17 6,, 5,, 4,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 3,, 2,, 1,, - Kg Jul-9 (3) PT Megasurya Mas merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dengan lokasi pabrik di Jawa Timur; Pergerakan Harga CPO (bahan baku) 1, 9, 8, 7, Rp/kg 6, 5, 4, 3, 2, 1, Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/kg Jul-9 Curah kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Jul-9 17

18 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 1,, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Kg Jul-9 (4) PT Agro Makmur Raya merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 8,, 7,, 6,, 5,, Kg 4,, 3,, 2,, 1,, Jul-9 18

19 (5) PT Mikie Oleo Nabati Industri merupakan perusahaan berlokasi pabrik di Bekasi Jawa Barat, yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Sunco; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) 12 1 Rp/Kg Jul Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/Kg Jul-9 Curah kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 18,, 16,, 14,, 12,, Kg 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 4,5, 4,, 3,5, 3,, Kg 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, Jul-9 19

20 (6) PT Indo Karya Internusa merupakan perusahaan berlokasi pabrik di Palembang, yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Jul-9 Rp/Kg 25,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 2,, 15,, 1,, 5,, Jul-9 Kg Kelompok Usaha Permata Hijau (Permata Hijau Group) Permata Hijau Group merupakan suatu perusahaan yang terintegrasi di agribisnis kelapa sawit dengan kegiatan usaha antara lain perkebunan kelapa sawit, pengolahan minyak goreng sawit (refinery), kernel crushing, biodiesel, dan lauric oil. Secara rinci produk yang dihasilkan oleh Permata Hijau Group meliputi: Palm Oil Lauric Oil CPO, PFAD, RBD Stearin, RBD Olein CPKO, PKFAD, RBDPKO 2

21 Biodiesel USP Glycerine, PME Fatty Acid Oleo USP Glycerine, Soap Noodles, Stearic Acid, Fractionated Fatty Acid Adapun perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permata Hijau Group ini adalah sebagai berikut: (1) PT Permata Hijau Sawit merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12 1 Rp/Kg Jul-9 35,, 3,, 25,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg 2,, 15,, 1,, 5,, Jul-9 (2) PT Nagamas Palmoil Lestari merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah;

22 (Majelis Komisi menilai tidak perlu menampilkan fakta pergerakan harga maupun volume karena mempertimbangkan relevansi dimana PT Nagamas Palmoil Lestari memiliki kegiatan usaha yang berorientasi ekspor sebagaimana diuraikan pada butir 1.1 Bagian Tentang Hukum) (3) PT Nubika Jaya merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah; Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12 1 Rp/kg Jul-9 3,, 2,5, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 2,, 1,5, 1,, 5, Jul-9 Kg Kelompok Usaha Sinar Mas (Sinar Mas Group) Sinar Mas Group merupakan suatu kelompok perusahaan yang memiliki perusahaan khusus untuk mengelola kegiatan usaha utama di bidang agribisnis kelapa sawit dengan nama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology, Tbk (PT Smart, Tbk). PT Smart, Tbk ini 22

23 merupakan perusahaan publik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir dengan kegiatan utama meliputi usaha perkebunan sawit, pengolahan tandan buah segar menjadi minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (PK) serta penyulingan CPO menjadi produk bernilai tambah seperti minyak goreng, margarin, dan shortening. Dalam prakteknya dan direlevansikan dengan perkara ini, PT Smart, Tbk melakukan produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Filma, Kunci Mas Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) Rp/Kg Jul-9 Curah kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 35,, 3,, 25,, Kg 2,, 15,, 1,, 5,, Jul-9 23

24 14,, 12,, 1,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) Kg 8,, 6,, 4,, 2,, Jul Kelompok Usaha Salim (Salim Group) Salim Group merupakan kelompok perusahaan yang antara lain melakukan kegiatan usaha agribisnis mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga pengolahan minyak kelapa sawit serta memproduksi dan menjual minyak goreng sawit. Dalam kaitannya dengan perkara ini, PT Salim Ivomas Pratama merupakan produsen minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Bimoli, Delima dan Mahakam Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Kemasan) Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 45,, 4,, 35,, 3,, Kg 25,, 2,, 15,, 1,, 5,, Jul-9 24

25 PT Bina Karya Prima, dimana merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit (refinery) dan secara faktual memiliki kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Tropical; - Pergerakan Harga Minyak Goreng Kemasan PT Bina Karya Prima Jul-9 Rp/ltr Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng Kemasan PT Bina Karya Prima 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, liter Jul-9 selama proses pemeriksaan PT Bina Karya Prima tidak kooperatif dalam hal penyampaian data dan/atau dokumen Kelompok Usaha Sungai Budi (Sungai Budi Group) Sungai Budi Group merupakan kelompok perusahaan yang memiliki kegiatan usaha pokok di bidang agrikultur yang terintegrasi mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga pengolahan minyak kelapa sawit bahkan hingga distribusi atau pemasarannya. Dalam prakteknya, Sungai Budi Group memiliki perusahaan bernama PT Tunas Baru Lampung, Tbk yang khusus bergerak di bidang produksi minyak goreng curah dan kemasan dengan merek Rose Brand Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) Rp/Kg Jul-9 25

26 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - Jul-9 Rp/Kg Curah Kemasan 6,, 5,, 4,, Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg 3,, 2,, 1,, Jul-9 25 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 2 Kg Jul PT Berlian Eka Sakti Tangguh, dimana merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit (refinery) dan secara faktual memiliki kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) 12 1 Rp/Kg Jul-9 26

27 Pergerakan Harga Minyak Goreng (bahan baku) 12 1 Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Jul PT Pacific Palmindo Industri, dimana merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit (refinery) dan secara faktual memiliki kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah) 12 1 Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) Kg Jul-9 27

28 PT Asian Agro Agung Jaya, dimana merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit (refinery) dan secara faktual memiliki kegiatan usaha antara lain produksi dan penjualan minyak goreng curah dan kemasan dengan merk Camar dan Harumas Pergerakan Harga Pembelian CPO (bahan baku) 12 1 Rp/Kg Jul-9 Pergerakan Harga Minyak Goreng (Curah dan Kemasan) Rp/Kg Jul-9 Curah Kemasan Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Curah) 18,, 16,, 14,, 12,, Kg 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Jul-9 Pergerakan Volume Penjualan Minyak Goreng (Kemasan) 9, 8, 7, 6, Kg 5, 4, 3, 2, 1, Jul-9 28

29 8.2.4 Sistem Pemasaran Minyak Goreng; Sistem pemasaran dalam minyak goreng dapat dilihat dari jenis minyak goreng yang dipasarkan dimana untuk minyak goreng kemasan (bermerek), produsen menunjuk satu perusahaan sebagai distributor untuk melakukan distribusi ke seluruh wilayah pemasarannya termasuk namun tidak terbatas ke seluruh retail modern. Pemilihan distributor tersebut dapat dilakukan terhadap perusahaan yang merupakan afiliasinya maupun perusahaan lain yang sama sekali tidak memiliki afiliasi. Berdasarkan pemeriksaan diperoleh informasi bahwa kontrol produsen terhadap harga minyak goreng kemasan (bermerek) hanya sampai distributornya saja dimana distributor mendapatkan marketing fee berkisar 5%. Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi pada sistem pemasaran minyak goreng curah, sebagian besar produsen tidak menunjuk distributor dan melakukan penjualan secara langsung. Hal tersebut terkait dengan karakteristik produk itu sendiri yang sangat berfluktuasi harganya dan daya tahan produk yang tidak terlalu lama. Produsen biasanya hanya melayani pembelian dalam jumlah besar kepada konsumen antara (pembeli besar) dengan sistem jual beli putus. Oleh karena itu, produsen tidak memiliki kontrol harga di tingkat konsumen akhir. Kontrol harga dilakukan produsen minyak goreng curah hanya pada harga jual langsung pada saat minyak goreng akan dijual dan dikeluarkan dari gudang produsen Fakta Lain: Program Pemerintah MINYAKITA; Kebijakan pemerintah terkait dengan perdagangan minyak goreng di Indonesia dilakukan dengan membuat program bernama MINYAKITA dilakukan melalui regulasi pemerintah (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 2/M-DAG/PER/1/29 tentang Minyak Goreng Kemasan Sederhana). Program MINYAKITA ini dibuat oleh pemerintah dengan tujuan menstabilkan harga minyak goreng dan untuk meningkatkan kualitas konsumsi minyak goreng masyarakat dimana secara faktual sebagian besar yaitu sekitar 8% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi minyak goreng curah. Produk MINYAKITA dibuat sebagai realisasi kerja sama antara pemerintah dengan produsen minyak goreng guna menyediakan kebutuhan minyak goreng yang lebih higienis dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, MINYAKITA diproduksi oleh produsen dengan kualitas yang lebih tinggi dari minyak goreng curah namun masih di bawah standar 29

30 kualitas minyak goreng kemasan (bermerek). Dalam rangka mendukung program tersebut, pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 8..., (delapan ratus miliar rupiah) untuk tahun 29 dan Rp 24..., (dua ratus empat puluh miliar rupiah) untuk tahun 21 sebagai subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produsen yang ikut berpartisipasi dalam program tersebut. Setiap perusahaan yang mengikuti program pemerintah tersebut harus memenuhi prosedur dan ketentuan yang terkait dengan design dan spesifikasi produk. Secara prosedur, perusahaan yang akan ikut berpartisipasi dalam program tersebut harus mendaftarkan diri secara langsung atau dapat melalui asosiasi, dalam hal ini GIMNI atau AIMMI. MINYAKITA yang akan dipasarkan harus mendapat ijin edar dari BPOM setelah mendapat rekomendasi dari Departemen Perdagangan. Selanjutnya dalam melakukan penjualan MINYAKITA, ditetapkan 2 (dua) mekanisme penjualan yaitu: Penjualan langsung melalui program Kepedulian Sosial Perusahaan (KSP), dimana mekanisme penjualan dilakukan oleh produsen identik dengan operasi pasar. Dalam implementasinya penjualan melalui mekanisme ini dilakukan di bawah koordinasi pemerintah agar sesuai dengan target masyarakat yang dituju Penjualan secara komersial, dimana mekanisme penjualannya dilakukan melalui distributor atau pengecer besar. Lokasi penjualan harus sesuai dengan rencana wilayah pemasaran yang telah dilaporkan kepada pemerintah Terkait dengan harga, pemerintah mengharapkan agar harga jual MINYAKITA di tingkat konsumen diharapkan sebesar Rp. 8.5, (delapan ribu lima ratus rupiah) per liter; Kerangka Teori; Indikator Identifikasi Kartel; Secara teori, ada beberapa faktor yang dapat mendorong atau memfasilitasi terjadinya kartel baik faktor struktural maupun perilaku. Sebagian atau seluruh faktor tersebut dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan identifikasi eksistensi sebuah kartel pada sektor bisnis tertentu. Beberapa diantara faktor-faktor tersebut akan diuraikan di bawah ini: Faktor struktural: (1) Tingkat konsentrasi dan jumlah perusahaan

31 Secara prinsip, kartel akan lebih mudah jika jumlah perusahaan tidak banyak. Dalam hal ini indikator tingkat konsentrasi pasar seperti misalnya CR4 (jumlah pangsa pasar empat perusahaan terbesar) dan HHI (Herfindahl-Hirschman Index) merupakan indikator yang baik untuk melihat apakah secara struktur, pasar tertentu mendorong ekseistensi kartel (2) Ukuran perusahaan Kartel akan lebih mudah terbentuk jika pendiri atau pelopornya adalah beberapa perusahaan yang mempunyai ukuran setara. Dengan demikian pembagian kuota produksi atau tingkat harga yang disepakati dapat dicapai dengan lebih mudah dikarenakan kapasitas produksi dan tingkat biaya produksi semua perusahaan tersebut tidak berbeda jauh (3) Homogenitas produk Produk yang homogen, baik berupa barang atau jasa, menyebabkan preferensi konsumen terhadap seluruh produk tidak berbeda jauh. Hal ini menjadikan persaingan harga sebagai satusatunya variabel persaingan yang efektif. Dengan demikian dorongan para pengusaha untuk bersepakat membentuk kartel akan semakin kuat untuk menghindari perang harga yang menghancurkan tingkat laba mereka. KPPU dapat melakukan survey kepada pelanggan produk tertentu untuk mengetahui tingkat preferensi pelanggan dan menyimpulkan tingkat homogenitas produk tersebut (4) Persediaan dan kapasitas produksi Persediaan yang berlebihan di pasar menunjukkan telah terjadi kelebihan penawaran (overstock). Begitu pula kapasitas terpasang yang berada di atas permintaan menunjukkan kemampuan pasokan berada di atas tingkat permintaan saat ini. Untuk mencegah persaingan harga yang merugikan pengusaha, pada kondisi ini para pelaku usaha akan mudah terperangkap dalam perilaku kartel harga, yaitu menyepakati harga tertentu atau harga minimum. Selain itu, kelebihan pasokan ini mencegah anggota kartel untuk menyimpang mengingat pasokan yang tersedia cukup banyak untuk menghukum mereka yang menyimpang dengan membanjiri pasar sehingga harga akan jatuh dan pengusaha akan kesulitan memasarkan produknya. Data akan 31

32 persediaan dan kapasitas produksi dapat dijadikan indikator awal untuk mengindentifikasi kartel (5) Keterkaitan kepemilikan Keterkaitan kepemilikan baik minoritas terlebih lagi mayoritas mendorong pengusaha untuk mengoptimalkan laba melalui keselarasan perilaku di antara perusahaan yang mereka kendalikan. Pemegang saham dua atau lebih perusahaan yang semestinya bersaing cenderung memanfaatkan kepemilikan silang ini untuk memperkuat kartel dalam rangka mengoptimalkan keuntungan. Berbagai pengaturan kartel akan berlangsung lebih mudah dengan adanya kepemilikan silang ini (6) Kemudahan masuk pasar Tingginya entry barrier sebagai hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk pasar akan memperkuat keberadaan suatu kartel. Peluang pendatang baru untuk mengisi kekosongan pasar akibat harga kartel yang tinggi agak tertutup. Dengan demikian kartel akan dapat bertahan dari persaingan pendatang baru (7) Karakter permintaan: keteraturan, elastisitas dan perubahan Permintaan yang teratur dan inelastis dengan pertumbuhan yang stabil akan memfasilitasi berdirinya kartel. Hal ini terjadi karena adanya kemudahan bagi para peserta kartel untuk memprediksi dan menghitung tingkat produksi serta tingkat harga yang dapat mengoptimalkan keuntungan mereka. Sebaliknya jika permintaan sangat fluktuatif, elastis dan tidak teratur akan menyulitkan terbentuknya kartel. Para peserta akan berebut order pada saat permintaan tinggi dan terpaksa bersaing menurunkan harga mengingat sifat permintaan yang elastis. KPPU dapat mengukur karakter permintaan ini baik melalui survey dan penelitian pasar maupun informasi dari para produsen Faktor Perilaku (1) Transparansi dan Pertukaran Informasi Kartel akan mudah terbentuk jika para pelaku usaha terbiasa dengan pertukaran informasi dan transparansi diantara mereka. Peran asosiasi yang kuat seringkali terlihat sebagai media pertukaran ini. Data produksi dan harga jual yang dikirimkan ke asosiasi secara periodik dapat digunakan sebagai sarana pengendalian kepatuhan terhadap kesepakatan kartel. Terlebih lagi jika ditemukan terjadinya pertukaran informasi harga dan 32

33 data produksi tanpa melalui asosiasi, yang mana akan terlihat janggal jika sesama pelaku usaha saling memberikan harga dan data produksi diantara mereka tanpa tujuan tertentu sehinga kecurigaan akan eksistensi kartel akan menguat (2) Peraturan Harga dan Kontrak Beberapa perilaku pengaturan harga dan kontrak dapat memperkuat dugaan adanya kartel di suatu industri. Misalnya kebijakan one price policy dimana kesamaan harga di berbagai daerah akan menjadi alat monitoring yang efektif antar anggota kartel terhadap kesepakatan harga kartel. Begitu pula keharusan memperoleh harga yang sama seperti klausul MFN (Most Favored Nations) atau meet the competition dalam suatu kontrak akan memudahkan kontrol terhadap anggota kartel yang menyimpang. Oleh karena itu, walaupun bukan merupakan syarat perlu maupun cukup dalam mengidentifikasi kartel, perilaku pengaturan harga dan kontrak patut dicermati oleh KPPU sebagai bagian upaya identifikasi eksistensi kartel Analisa; Pasar Bersangkutan UU Nomor 5 Tahun 1999 mendefinisaikan pasar bersangkutan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dengan menyatakan: pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut Berdasarkan ketentuan tersebut maka Tim Pemeriksa perlu menguraikan hal-hal sebagai berikut: Pasar produk, dimana berkaitan dengan pasar produk ini dapat dilihat dari aspek sebagai berikut: a. Fungsi atau Kegunaan Secara umum saat ini masyarakat membagi produk minyak goreng yang ada di pasar menjadi 2 (dua) macam yaitu minyak goreng curah dan kemasan (bermerek). Meskipun demikian atas kedua produk tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai komponen pendukung dalam pembuatan makanan b. Karakteristik Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh informasi bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara minyak goreng curah dengan minyak 33

34 goreng kemasan (bermerek) yang antara lain dapat dilihat dari sisi bentuk pengemasan dalam memasarkan produk, kualitas, tingkat kejernihan, serta sistem pemasarannya Minyak goreng curah biasanya dipasarkan oleh para produsen secara jual putus dalam bentuk bulk/drum/tangki karena produsen hanya melayani pembelian dalam jumlah atau volume yang besar. Kualitas minyak curah ini relatif cukup rendah karena dihasilkan dari CPO dengan komposisi 75% (tujuh puluh lima persen) sehingga karena memiliki kualitas rendah maka apabila dilihat dari sisi kejernihan produk maka relatif tidak sejernih minyak goreng kemasan (bermerek). Selain itu, ketahanan waktu penyimpanan minyak curah ini tidak terlalu lama yaitu sekitar 1 (satu) minggu dimana sehingga sebagian besar hanya melayani penjualan di gudang milik produsen Selanjutnya, untuk minyak kemasan atau bermerek biasanya dipasarkan melalui distributor yang ditunjuk oleh produsen dengan sistem komisi yang besarannya berkisar 5% (lima persen). Secara umum, produsen mendistribusikan atau memasarkan dalam bentuk kemasan khusus dengan kantong plastik 1 liter, 2 liter atau dengan jerigen. Kualitas minyak goreng kemasan (bermerek) ini lebih tinggi dibandingkan minyak goreng curah karena dihasilkan dari CPO dengan komposisi 45% (empat puluh lima persen) hingga 65% (enam puluh lima persen) setelah melalui beberapa kali proses penyaringan sehingga menghasilkan minyak goreng yang lebih jernih dan kadar olein yang tinggi. Oleh karena itu, minyak goreng kemasan (bermerek) ini memiliki ketahanan waktu simpan yang cukup lama yaitu sekitar 1 (satu) hingga 2 (dua) bulan. c. Harga Salah satu komponen penting dari suatu produk yang akan sangat mempengaruhi apakah suatu produk merupakan suatu substitusi attaukah tidak adalah harga. Perbedaan tingkat harga yang ditetapkan oleh produsen tentu akan mempengaruhi segmentasi konsumen sebagimana yang terjadi pada minyak goreng sawit. Apabila mencermati perbedaan tingkat harga yang ditetapkan produsen minyak goreng sawit maka terjadi perbedaan dimana harga minyak goreng curah ditetapkan dengan harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga minyak goreng kemasan (bermerek). Perbedaan penetapan harga tersebut dikarenakan oleh perbedaan dalam struktur biaya produksi dimana minyak goreng kemasan (bermerek) dilakukan proses lanjutan berupa proses penyaringan 34

35 berulang sehingga hanya mendapatkan komposisi olein sekitar 45% (empat puluh lima persen) hingga 65% (enam puluh lima persen). Selain itu, berdasarkan keterangan para Terlapor diperoleh keterangan bahwa perbedaan tingkat harga minyak goreng kemasan (bermerek) dilakukan dalam rangka menjaga citra produk (brand image). Selan itu, segmentasi yang dituju untuk masing masing produk tersebut memang berbeda dimana minyak goreng curah ditujukan untuk segmen menengah ke bawah (middle to low) sedangkan minyak goreng kemasan (bermerek) ditujukan untuk segmen menengah ke atas (middle to up) Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki fungsi atau kegunaan yang sama namun minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) memiliki karakteristik dan tingkat harga yang berbeda sehingga tidak dalam pasar bersangkutan yang sama Pasar geografis, dimana pasar geografis ini direlevansikan dengan jangkauan atau daerah pemasaran minyak goreng baik curah maupun kemasan (bermerek). Secara umum pemasaran minyak goreng baik curah maupun kemasan (bermerek) mencakup seluruh wilayah Indonesia tanpa adanya hambatan regulasi. Selain itu kebijakan harga yang dilakukan para Terlapor dilakukan secara sentralistik manajemen masing masing untuk diimplementasi ke seluruh wilayah pemasarannya Tingkat Konsentrasi Pasar Minyak Goreng Secara umum jumlah pelaku usaha yang ada pada suatu pasar akan menentukan tingkat konsentrasi pada pasar tersebut. Sedikitnya jumlah pelaku usaha yang ada dalam suatu pasar akan meningkatkan konsentrasinya pada pasar tersebut. Meskipun demikian, ketika suatu pasar terdapat banyak pelaku usaha namun penguasaan pasar hanya dilakukan oleh beberapa pelaku usaha maka pasar tersebut juga memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Atas dasar tersebut, tingkat konsentrasi pasar minyak goreng curah dan kemasan dapat dilihat sebagai berikut:

36 Minyak Goreng Curah Struktur pasar minyak goreng curah di Indonesia sangat terkonsentrasi, hal ini bisa dilihat pada grafik perkembangan rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar yang relatif stabil dengan interval 86,46% - 97,57%. Secara umum Musim Mas Group dan Wilmar Group merupakan perusahaan dengan pangsa pasar terbesar di pasar minyak goreng curah. Selanjutnya pangsa pasar minyak goreng curah kedua kelompok usaha tersebut diikuti oleh PT Smart, Tbk, dan Permata Hijau Group Minyak Goreng Kemasan Struktur pasar minyak goreng kemasan di Indonesia sangat terkonsentrasi. Perkembangan rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar dari bulan Januari tahun 27 sampai dengan bulan Agustus 29 relatif stabil berada di interval 94,8% - 98,67%. PT Salim Ivomas, Wilmar Group, PT Smart, Tbk dan PT Bina Karya Prima merupakan perusahaan dengan pangsa pasar terbesar di pasar minyak goreng kemasan Pada umumnya, perusahaan yang mempunyai pangsa pasar yang besar mempunyai kekuatan pasar sehingga dapat menentukan tingkat harga yang terjadi dipasar (price maker). Sedangkan perusahaan dengan 36

37 pangsa pasar yang kecil akan mempunyai kecenderungan untuk tidak bersaing secara langsung dengan mengikuti harga yang ditetapkan oleh perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar (price follower) Ukuran Perusahaan Produsen Minyak Goreng Sawit Untuk melihat ukuran perusahaan dalam suatu pasar bersangkutan dapat dilakukan dengan membandingkan kapasitas produksi masingmasing perusahaan yang merupakan pesaing. Apabila dilihat kapasitas terpasang para Terlapor maka dapat dilihat sebagai berikut: Kapasitas No Pelaku Usaha (Ton/Th) 1. Wilmar Group Musim Mas Group Permata Hijau Group Sinar Mas Group/PT Smart, Tbk Salim Group/PT Salim Ivomas Pratama PT Bina Karya Prima Sungai Budi Group/PT Tunas Baru Lampung BEST Group PT Pacific Palmindo Industri PT Asian Agro Agung Jaya Secara faktual terdapat perbedaan kapasitas produksi antara perusahaan yang menjadi market leader dengan perusahaan yang menjadi follower pada masing-masing segmen produk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan Pada segmen minyak goreng curah, kapasitas produksi rata-rata pertahun antara Musim Mas Group dan Wilmar Group selaku market leader relatif sama yang produknya tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pada segmen minyak goreng kemasan, kapasitas produksi rata-rata pertahun PT Salim Ivomas Pratama, Wilmar Group, PT Smart, Tbk dan PT Bina Karya Prima selaku market leader relatif sama. Besaran produksi tersebut terpisah antara perusahaan yang menjadi market leader tidak akan dianalisis sama dengan perusahaan yang menjadi market follower. Sehingga analisis untuk perusahaan market leader akan berbeda terhadap perusahaan yang menjadi market follower. Hal ini didukung dari keterangan perusahaan follower yang menyatakan bahwa kebijakan harga akan selalu mengikuti kebijakan harga perusahaan market leader. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan minyak goreng relatif setara/sama pada di tingkat sesama perusahaan market leader mempermudah terjadinya kartel antar 37

BAB I PENGANTAR. penting yang mempengaruhi ketersediaan (supply) minyak goreng di pasar

BAB I PENGANTAR. penting yang mempengaruhi ketersediaan (supply) minyak goreng di pasar BAB I PENGANTAR 1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari barang kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia 1. Sebagai salah satu dari barang kebutuhan pokok, ketersediaan (supply) minyak

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS KARTEL MINYAK GORENG DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR 24/KPPU-1/2009) JURNAL ILMIAH

KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS KARTEL MINYAK GORENG DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR 24/KPPU-1/2009) JURNAL ILMIAH KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS KARTEL MINYAK GORENG DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR 24/KPPU-1/2009) JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Minyak goreng (cooking oil), sebagai salah satu dari 9 (sembilan) bahan pokok 1,

Bab I Pendahuluan. Minyak goreng (cooking oil), sebagai salah satu dari 9 (sembilan) bahan pokok 1, Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Minyak goreng (cooking oil), sebagai salah satu dari 9 (sembilan) bahan pokok 1, merupakan komoditi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisa dalam bab - bab sebelumnya, maka kesimpulan kesimpulan berikut ini dapat ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian: a. Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan 1 yang dimilki setiap individu dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi perdagangan dipasar. Persaingan usaha diyakini

Lebih terperinci

Oleh : Ni Luh Gede Putu Dian Arya Patni I Made Sarjana Marwanto Bagian Hukum PerdataFakultasHukumUniversitasUdayana ABSTRACT

Oleh : Ni Luh Gede Putu Dian Arya Patni I Made Sarjana Marwanto Bagian Hukum PerdataFakultasHukumUniversitasUdayana ABSTRACT AKIBAT HUKUM PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 24/KPPU-I/2009TERHADAP PELAKU USAHA YANG TERGABUNG DALAM ORGANISASI INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA Oleh : Ni Luh Gede Putu Dian Arya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG PASOKAN CRUDE PALM OIL (CPO) UNTUK KEBUTUHAN DALAM NEGERI GUNA STABILISASI HARGA MINYAK GORENG CURAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN. Apakah ada rencana ekspansi pabrik kelapa sawit ke depannya?

NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN. Apakah ada rencana ekspansi pabrik kelapa sawit ke depannya? DAFTAR PERTANYAAN & JAWABAN PUBLIC EXPOSE Tahun 2017 PADA ACARA PUBLIC EXPOSE MARATHON 2017 PT SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk ( SIMP ) Rabu, 9 Agustus 2017 NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN 1. Ferdiansyah Investor

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL BERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA

PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL BERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL BERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA Anna Maria Tri Anggraini 1 ABSTRAK Kartel merupakan tindakan anti persaingan yang membawa dampak paling signifikan, baik terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari kebutuhan manusia yang beraneka ragam, perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari kebutuhan manusia yang beraneka ragam, perusahaanperusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari kebutuhan manusia yang beraneka ragam, perusahaanperusahaan mencoba memproduksi dan menawarkan produk-produknya, sehingga tingkat persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20110 TENTANG PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) PT BANK AGRONIAGA, TBK OLEH PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) I. LATAR BELAKANG 1.1 Pada tanggal 13 Oktober 2010,

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 02/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 02/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 02/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN SAHAM (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT NUSARAYA PERMAI, PT ALAM PERMAI DAN PT NAKAU OLEH PT

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANUGERAH PALM INDONESIA OLEH PT USAHA AGRO INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan maka jawaban atas permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 5.1.1 Bahwa perilaku concerted action

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak Goreng adalah salah satu komoditi dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil sebagai bahan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Dalam bahan pangan, minyak goreng berfungsi sebagai media penghantar panas, menambah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1205, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN Perdagangan. Harga Patokan. Ekspor. Produk Pertanian. Kehutanan. Penetapan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

Paparan Publik PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk) 2 Juni 2016

Paparan Publik PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk) 2 Juni 2016 Paparan Publik PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk) 2 Juni 2016 Gambaran Umum Terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 1992 Produsen produk berbasis kelapa sawit yang terintegrasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 19/KPPU/PDPT/VI/2014 TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 19/KPPU/PDPT/VI/2014 TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 19/KPPU/PDPT/VI/2014 TENTANG PEMBERITAHUAN PENYERTAAN SAHAM DALAM PT MENTARI PERTIWI MAKMUR OLEH PT SALIM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA thanks KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA GEDUNG R. M. NOTOHAMIPRODJO LANTAI 6, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA 10710 Telepon (021) 3840151,3842542;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT 5.1. Perkebunan Kelapa Sawit Luas Area Kelapa Sawit di Indonesia senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Perk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 09/PMK.011/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 09/PMK.011/2008 TENTANG SALINAN NOMOR 09/PMK.011/2008 TENTANG NOMOR: 92/PMK.02/2005 TENTANG TERTENTU DAN BESARAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kebutuhan bahan baku industri minyak goreng dan menjaga stabilitas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lanjutan. Keterangan : *) sementara **) sangat sementara. Sumber : Ditjenbun dan PPKS, 2006

Lampiran 1. Lanjutan. Keterangan : *) sementara **) sangat sementara. Sumber : Ditjenbun dan PPKS, 2006 Lampiran. Lanjutan LUAS AREA (HA) PRODUKSI CPO (TON) PRODUKSI PKO (TON) TAHUN PR PBN PBS JUMLAH PR PBN PBS JUMLAH PR PBN PBS 990 29,338 372,246 463,093,26,677 376,950,247,56 788,506 2,42,62 75,390 249,43

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN tentang K A R T E L

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN tentang K A R T E L PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2010 tentang K A R T E L copyright@kppu.2011 DILARANG MENCETAK DAN MEMPERBANYAK ISI BUKU INI TANPA SEIJIN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan banyak perusahaan produsen minyak goreng di Indonesia lebih

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan banyak perusahaan produsen minyak goreng di Indonesia lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia secara langsung berdampak pada pola perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia (minyak goreng) menyebabkan banyak perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A20112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT INDO SUKSES LESTARI MAKMUR OLEH PT MINAMAS GEMILANG LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG VERIFIKASI PENGANGKUTAN ANTAR PULAU KOMODITAS KELAPA SAWIT DAN PRODUK TURUNANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 Ignatius Ery Kurniawan PT. MITRA MEDIA NUSANTARA 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2015 KEMEN ESDM. Bahan Bakar Nabati Pembiayaan Badan Pengelola. Kelapa Sawit. Pemanfaatan. Penyediaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 22/KPPU-Pat/VIII/2016 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 22/KPPU-Pat/VIII/2016 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 22/KPPU-Pat/VIII/2016 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT GRAHA CIPTA KHARISMA OLEH PT AGUNG PODOMORO LAND TBK I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/M-DAG/PER/9/2011/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 17/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan IX. IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA 9.1. Industri Sawit Indonesia Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan memberlakukan pajak ekspor dengan ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN

GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS MEDAN A. Sejarah Dan Perkembangan PT. SOCI Mas 1. Sejarah Perusahaan Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari besarnya peluang dalam mengembangkan industri turunan kelapa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.675, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Harga Ekspor. Pertanian. Kehutanan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.893, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Badan Layanan Umum. Pengelola Dana Kelapa Sawit. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/PMK.05/2015 TENTANG TARIF LAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 03/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 03/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG VERSI PUBLIK PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 03/KPPU/PDPT/II/2013 TENTANG PENILAIAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT HUTAN KETAPANG INDUSTRI OLEH PT SUNGAI MENANG I. LATAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 05/KPPU/PDPT/III/2013 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANDALAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 25 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Area Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia secara berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001 dan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT SARANA INTI PERSADA, DAN PT PLATINUM TEKNOLOGI OLEH PT SOLUSI TUNAS PRATAMA Tbk LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT MULTI TAMBANGJAYA UTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.511, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pupuk Bersubsidi. Pengadaan. Penyaluran. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-DAG/PER/4/2013 TENTANG PENGADAAN

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT.

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. BAB. PENDAHULUAN - BAB PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. Sungai Budi Group. PT. Sungai Budi Group memulai kegiatan usahanya pada

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012

P U T U S A N. Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 P U T U S A N Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 tentang dugaan pelanggaran Pasal 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci