BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lain-lain) (USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium merupakan logam yang cukup reaktif. Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya. Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abuabu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan tembaga. Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat. Aluminium murni 100% tidak

2 memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium foil. Pada aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn, 2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg. Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn, dan 0,1% Cu Magnesium Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelahbelah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih yang menakjubkan. Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of

3 magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran.magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas. Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah.logam magnesium ini mempunyai temperatur 650 C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1. Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi. Gambar 2.1 Diagram fasa magnesium 2.3. Paduan Aluminium-Magnesium Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan

4 mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 o C hingga 450 o C. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60 o C. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150 C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi Logam Busa (Metal Foam) Solid foam didefenisikan sebagai material koloid dengan adanya fasa gas yang terdispersi kedalam fasa padat. Jenis-jenis koloid yang dapat tebentuk dari dua fasa seperti terlihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 : Diagram klasifikasi koloid berdasarkan fasa-fasa pembentuknya foam (John Banhart, Advance Material; 1999)

5 Solid foam sering kali juga disebut dengan celullar foam karena fasa gas yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi sel seperti pada gambar 2.3. jika solid foam berasal dari materi logam (metal) maka dinamakan dengan metalic foam.metal foam dibedakan dari logam berpori (posors metal) melalui nilai densitasnya yang lebih kecil dan jumlah % fasa gas sebesar % vol. Gambar 2.3 : Struktur dalam Metal Foam (Alporas TM ) Untuk menghasilkan aluminium busa (Aluminium foam), serbuk aluminium perlu dicampur dengan gas pada temperatur tinggi sehingga aluminium bisa mengembang dan mengandung pori-pori udara. Sesudah itu campuran aluminium dan gas dikeluarkan dari dapur dan didinginkan, sehingga aluminium foam akan membeku sesuai dengan bentuk cetakannya. Hasil dari metode ini adalah sel tertutup aluminium busa yang menunjukkan kulit seperti pengecoran yang tipis pada bagian permukaannya. Gas yang biasa digunakan untuk membuat pori-pori pada logam bisa berasal dari tiga hal, yaitu gas dari luar yang disuntikkan ke dalam logam cair, blowing agent atau pun gas-gas yang terlarut. Pada gambar 2.4 menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan untuk membuat metal foam. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa secara umum metal foam dapat dibuat dari logam yang berbentuk lelehan (melt) dan serbuk (powder).

6 Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam (John Banhart, Advance Material; 1999) Pada umumnya gelembung gas yang terbentuk di dalam lelehan logam akan cenderung naik ke atas permukaan lelehan logam karena adanya gaya tekan ke atas oleh zat cair. Namun gaya tekan terhadap gelembung udara ini dapat dikurangi dengan cara meningkatkan kekentalan lelehan logam, penambahan serbuk keramik atau penambahan unsur pemadu yang akan menjadi partikelpartikel penstabil. Adapun metode-metode yang umum digunakan untuk membuat metal foam adalah : 1. Penambahan gas secara langsung (Hydro/Alcan) 2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (Alporas) 3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar) 4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent (Foaminal/Alulight) 5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents (Formgrip/Foamcast) Penambahan Gas Secara Langsung Pertama kali metode ini digunakan untuk membuat aluminium foam oleh perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium Corporation di Kanada. Skema yang dilakukan pada metode ini seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.

7 Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung Untuk mempertinggi kekentalan lelehan aluminium biasanya digunakan partikel penguat seperti silicon-carbide, aluminium-oxide atau magnesium-oxide sehingga kecenderungan naiknya gelembung gas ke permukaan lelehan logam dapat dihambat. Pada metode ini, pertama kali disiapkan lelehan logam aluminium yang mengandung salah satu partikel penguat tersebut di atas sehingga campuran ini juga bisa disebut sebagai metal matrix composite. Namun dengan cara ini, untuk memperoleh distribusi partikel yang merata di dalam lelehan aluminium sangat sulit sehingga biasanya digunakan aluminium yang sudah dipadukan. Fraksi volum dari partikel penguat adalah 10-20% dengan ukuran partikel rata-rata 5µm 20µm. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh karena itu ukuran dan fraksi volum partikel penguat harus berada pada rentang yang diperbolehkan sebagaimana pada gambar 2.6.

8 Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkan untuk metal foam Langkah kedua yaitu penyuntikan gas (udara, nitrogen atau argon) dengan menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzle yang akan membantu pemerataan gelembung gas di dalam lelehan aluminium. Campuran lelehan aluminum dan gelembung gas akan mengapung di bagian atas aluminium cair kemudian akan mengalami pembekuan. Densitas aluminium foam yang dihasilkan gr/cm 3 0,54 gr/cm 3, ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3mm sampai 25mm dan ketebalan aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50µm (L.D. Kenny, Mater. Sci. Forum, 1996). Parameter yang mempengaruhi proses ini adalah kecepatan aliran gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Adanya gaya gravitasi berpengaruh selama proses pengeringan sehingga akan mempengaruhi produk akhir metal foam. Produk ini cenderung memiliki gardien pada densitas, ukuran pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation) Metode pemanfaatan Blowing Agent (Alporas TM ) Di pasaran, metode ini disebut Alporas. Pada metode ini digunakan blowing agent sebagai pengganti dari udara yang disuntikkan pada metode pertama. Blowing agent akan terurai dan menghasilkan gas akibat proses pemanasan. Skema metode pembuatan metal foam dengan metode ini ditunjukkan pada gambar 2.7.

9 Gambar 2.7 : Skema Proses foaming secara langsung dengan penambahan gasreleasing powders. Pada metode ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu penambahan 15% wt kalsium (Ca) ke dalam lelehan aluminium 680 o C kemudian diaduk selama beberapa menit. Selama proses pengadukan, kekentalan lelehan aluminium akan meningkat sampai 5 kali karena pembentukan calcium-oxide (CaO), calciumaluminium-oxide (CaAl2O4) atau pun Al4Ca intermetalic. Pada proses ini sangat penting untuk menjaga lelehan logam yang sedang mengembang agar tidak runtuh, oleh karena itu sebelumnya aluminium ditambahkan Ca dan pada saat proses disuntikkan udara agar terbentuk CaO dan CaAlO4 untuk meningkatkan viskositas dari lelehan. Dengan metode ini dapat dihasilkan produk sekitar dengan ukuran rongga 2-10 mm. metode ini memiliki keterbatasan terhadap bentuk. Karena memerlukan pengadukan pada saat penambahan senyawa penghasil gas maka metode ini tidak dapat membentuk benda yang kompleks Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar) Metode ini dikembangkan sejak beberapa dekade lalu dengan berdasar pada teori bahwa beberapa jenis logam cair memiliki sistem eutectic bersama dengan gas hidrogen. Apabila salah satu logam ini dilelehkan pada lingkungan mengandung hidrogen dan tekanan tinggi (sampai 50 atm) akan diperoleh lelehan logam dan hidrogen yang homogen. Apabila temperatur diturunkan, lelehan logam akan mengalam transisi eutectic menjadi lelehan yang memiliki fasa heterogen terdiri dari padatan dan gas (solid+gas). Apabila komposis sisem ini mendekati komposis pada titik eutectic, maka proses segregasi akan terjadi pada satu temperatur. Pada saat lelehan logam membeku, gas-gas akan berusaha keluar

10 dari lelehan namun terperangkap di dalam lelehan sehingga diperoleh logam padat yang mengandung pori-pori berisi gas hidrogen. Metode ini menghasilkan produk dengan pori-pori antara 10µm sampai 10mm dengan panjang pori-pori antara 100µm sampai 300µm dan derajat porositas 5% sampai 75%. Pada umumnya, bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah pembekuan. Kata Gasar sendiri tercipta dari akronim rusia yang berarti gasreinforced. Saat ini metode ini telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan lotus-structure karena menyerupai akar lotus (teratai). Gambar 2.8 menunjukkan rute proses gasar dan hasil proses. Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas; dan hasil proses Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent Aluminium foam juga bisa diperoleh dari serbuk aluminium yang dicampur dengan blowing agent kemudian dikompaksi menjadi semi-finish product (precursor) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.9. Metode kompaksi yang bisa dilakukan dengan pembebanan uni-axial atau isostatic compression, misalnya rod extruder atau powder rolling. Metode ini diawali dengan pencampuran serbuk aluminium (aluminium murni, aluminium paduan atau serbuk campuran aluminium dengan logam lain) dengan Langkah selanjutnya adalah pemanasan precursor pada temperatur lebur aluminium sehingga blowing agent akan terurai dan menghasilkan gas hidrogen. Lelehan precursor akan mengembang dan menghasilkan struktur yang memiliki banyak pori. Waktu yang diperlukan untuk mencapai ekspansi maksimum dari lelehan logam tergantung pada temperatur dan ukuran precursor. Contoh metode kompaksi yang lazim

11 digunakan adalah dengan uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling. Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent Foaming of Ingots Containing Blowing Agents (Formgrip) Metode ini dikembangkan dengan menggunakan bahan dasar ingot aluminium agar tidak perlu menggunakan serbuk logam dalam pembuatan aluminium foam. Material precursor juga dapat dibuat dengan mencampurkan partikel titanium hydride (TiH2) kedalam logam cair, sesaat setelah cairan logam akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya dapat diproses dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus dilakukan dengan cepat atau menggunakan blowing agent yang dipasifkan sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk hidrida diinjeksikan kedalam cetakan (die) bersamaan dengan logam cair.

12 Gambar 2.10 : Rute Proses Formgrip dan penampang melintang dari produknya 2.5. Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent) Blowing agent atau foaming agent adalah zat yang dapat memproduksi suatu struktur cellular melalui proses foaming pada berbagai material yang telah mengeras atau pada fase transisi, contohnya plastic, polymer dan metal. Blowing agent dicampurkan pada saat material parent dalam keadaan cair. Struktur seluler pada matriks akan mengurangi kepadatan, meningkatkan panas dan penyerapan akustik, serta meningkatkan kekakuan yang relatif lebih baik dari material aslinya. Dalam pembuatan metal foam digunakan jenis blowing agent yang merupakan senyawa penghasil gas. Dimana senyawa tersebut adalah suatu zat yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas apabila dipanaskan. Contoh dari senyawa penghasil gas adalah TiH2 yang telah secara komersil digunakan. Senyawa penghasil gas akan melepaskan gas akan melepaskan gas pada temperature dekomposisinya ( o C) gas inilah yang akan mempuat cairan logam mengembang. Senyawa logam termasuk hidrida, oksida, nitride, sulfide dan karbonat juga cocok digunakan. Persayaratan umum dari senyawa penghasil gas yang dapat digunakan sebagai blowing agent adalah temperature dekomposisinya secara termodinamika sesuai dengan temperatur dimana logam tersebut meleleh. Jika temperature dekomposisi terlalu rendah maka reaksi akan berlangsung secara cepat sehingga

13 tidak cukup waktu untuk senyawa penghasil gas terdispersi secara merata pada lelehan logam. Jika temperaturnya terlalu tinggi maka foam akan runtuh sebelum pembekuan, selain itu secara ekonomi juga tidak menguntungkan. Kenetika dan reaksi dekomposisi juga penting, foaming harus terjadi secara cepat agar didapatkan ukuran rongga yang diinginkan sebelum foam runtuh atau gelembung keluar dari lelehan. Volume dari gas yang dihasilkan dari gas yang dihasilkan oleh senyawa penghasil gas juga merupakan hal yang penting, senyawa penghasil gas dengan kemampuan menghasilkan gas yang tinggi membutuhkan pengadukan yang lebih sedikit. Senyawa penghasil gas haru memiliki densitas yang relative sama dengan lelehan agar senyawa penghasil gas dapt terdispersi secara merata Titanium Hidrida (TiH 2 ) Titanium Hidrida merupakan jenis senyawa penghasil gas yang termasuk dalam kategori chemical blowing. TiH2 adalah senyawa kimia dari titanium dan hidrogen, dengan hidrida yang sangat reaktif. TiH2 merupakan senyawa penghasil gas yang telah digunakan secara komersil dan telah banyak digunakan dalam industri. Titanium hidrida merupakan senyawa penghasil gas yang baik dan telah teruji dapat mengasilkan foam yang bagus untuk metal foam, namun kekurangannya adalah senyawa ini sangat mahal dan sangat tidak efektif jika hanya digunakan untuk produksi skala kecil Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan umumnya sering djumpai pada batu kapur, kalsit, marmer, dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat juga banyak dijumpai pada skalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar pegunungan. Karbonat yang terdapat pada skalaktit dan stalagmit berasal dari tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Seperti namanya, kalsium karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen. Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatan ini ikatannya lebih longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang dinamakan calsium oksida (CaO).

14 Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar 2710 kg m 3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca selain itu jika terjadi pengurangan pco2, reaksi akan menjadi lebih rendah sehingga dekomposisi dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Jadi jika kita dapat mengurangi tekanan parsial CO2 didalam rongga maka kita dapat melakukan foaming pada temperatur yang lebih rendah. Hal-hal inilah yang merupakan peluang penggunaan kalsium karbonat sebagai senyawa penghasil gas. Kalsium karbonat merupakan senyawa penghasil gas yang memiliki potensi yang bagus karena murah dan ketersediannya yang banyak. Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar 2710 kg m -3 (Andri Agusta : 2009) sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca Dolomite (CaMg(CO 3 ) 2 ) Dolomite atau yang dikenal juga Kalsium Magnesium Karbonat, dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Sama halnya seperti CaCO3 dolomit merupakan senyawa penghasil gas dan memiliki potensi yang bagus karena harga yang ekonomis dan ketersediaan yang banyak Zirkonium Hidrida (ZrH 2 ) Merupakan senyawa kimia campuran antara hidrida dan zirconium. Dipasaran biasanya berupa serbuk berwana abu-abu kehitaman dan bersifat mudah terbakar. Sering digunakan dalam metalurgi serbuk sebagai hidrogen katalis dan sebagai reducing agent, vacum tube getter, dan foaming agent pada produksi busa metal. ZrH2 juga digunakan sebagai neutron moderator pada thermal-spectrum di reaktor nuklir. Kegunaan lainnya adalah senyawa ini bertindak sebagai bahan bakar dalam komposisi piroteknik. Dalam pembuatan aluminium foam ZrH2 bubuk dengan jumlah 0.6% - 1.4% ditambahkan pada aluminium cair, saat foaming pada temperatur antara K

15 2.6. Tahapan pembentukan struktur foam Pertumbuhan Sel Struktur sel umumnya terbangun melalui tahapan yang diperlihatkan pada gambar Bentuk sel pada umumnya hanya dikontrol oleh tegangan permukaan, lalu membentuk pori bulat. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan bentuk pori menjadi bertambah angular. Dikarenakan pergerakan gelembnung relatif dengan gelembung lainnya menjadi sulit, maka akhirnya membentuk jaringan 3 dimensi dari sel polihedral. Terminologi yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur sel polyhedral dijelaskan melalui gambar Gambar 2.11 :Skema pertumbuhan struktur sel berkurang selama logam cair dengan menggunakan foaming agent yang terdispersi. Gambar 2.12 : Terminologi dan notasi struktur sel

16 2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Struktur Foam Difusi Gas Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang berbeda akan menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Otswald Rippening. Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan berbanding terbalik dengan radius lengkungan selnya. Difusi yang terjadi, akan tetapi dibatasi oleh tingkat difusivitas dan kelarutan berbagai macam gas seringkali dapat diabaikan, kecuali H2 yang mempunyai kelarutan signifikan dalam aluminium cair. Gambar 2.13 menunjukkan grafik kelarutan gas yang dapat dikurangi secara signifikan dengan tambahan paduan Si. Dikarenakan, pada proses foaming. Gelembung akan dipertahankan dalam keadaan cair untuk waktu yang sebentar, maka dapat diasumsikan bahwa efek dari difusi gas pada struktur sel dapat diabaikan. Gambar 2.13 : Kelarutan H 2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi Si Pengaturan Sel Jika dikomposisi pada sel yang berdekatan menunjukkan perbedaan tekanan yang jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat mengatur kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan kembali. Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan permukaan yang rendah dapat melengkung.

17 Viskositas Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus dapat ditahan didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain, kecepatan pergerakan naiknya gelembung dapat dikurangi. Pengaruh ukuran gelembung dan tingkat viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung gas pada logam cair dapat diperoleh dengan menyeimbangkan kemampuan apung gelembung dengan tahanan logam cair karena viskositas Tegangan Permukaan Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan bentuk sel dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal ini diperlihatkan pada gambar Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan logam cair dari permukaan sel ke batas datar sel. Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi antar permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan sel ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel Oksidasi Pada Aluminium Aluminium memiliki reaktifitas yang tinggi untuk membentuk lapisan oksida sesuai dengan reaksi : 2Al(l) + 3 /2O2(g) Al2O3(s) Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signifikan mengganggu fluiditas dari aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan permukaan. Permukaan aluminium solid dapat teroksidasi secara cepat, meskipun laju oksidasi akan turun atau diabaikan saat mencapai batas ketebalan oksida pada

18 permukaan. Batas ini dikenal sebagai Mott thickness dengan nilai 2 nm pada temperatur kamar, dan relative tidak sensitive terhadap tekanan parsial oksigen. Diatas 200 o C lapisan oksida akan tumbuh secara cepat dengan sekala waktu harian sehingga ketebalan akan menebal secara signifikan Karakteristik Mekanik Aluminium Foam Tingkat Skala Metal foam dapat dikarakterisasi melalui 3 skala tingkatan, tingkat pertama, metal foam dapat diperlakukan sebagai material teknik yang utuh (bulk material), yaitu mengabaikan keberadaan porositas. Sifat material yang menjadi perhatian adalah kekakuan, kekuatan, ketangguhan dan densitasnya. Sifat-sifat tersbut merupakan fenomena pada material foam ketika berdeformasi plastis dan mengalami strain hardening. Sifat-sifat ini menjadi parameter yang disesuaikan dengan persyaratan untuk beberapa tipe produk foam komersil tertentu. Pada tingkat kedua, metal foam dapat dilihat sebagai bagian sel-sel yang dirangkaikan. Sifat yang diperhatikan, termasuk didalamnya adalah kisaran dan distribusi dari ukuran sel pada sesimen tertentu; bentuk sel dan kelakuan ketika sel tersebut di rangkaikan terhadap sel yang lain; ketebalan; dan profil permukaan penampang melintang sel. Dalam usaha mengoptimalkan sifat mekanik dari metal foam, maka saat ini telah terdapat penelitian yang mencari hubungan diantara aspek struktur sel dengan sifat material teknik yang utuh (bulk material). Pada tingkat ketiga, struktur mikro dari logam matriks foam menjadi hal yang signifikan. Seperti halnya struktur sel, maka gambaran distribusi fasa dapat menentukan sifat metal foam. Proses produksi dari metal foam seringkali memerlukan partikel atau fasa tambahan yang berperan sebagai penstabil atau surfactant yang juga berefek pada performa mekaniknya. Pada tingkat ini, hubungan antara struktur mikro dan sifat meterial utuh, masih menjadi bahan penelitian lanjutan Deformasi Tekan dan Tarik Sifat elastik dari beberapa metal foam komersial saat ini telah dipelajari secara luas. Secara umum, sifat tersebut memperlihatkan kesamaan kelakuan pada deformasi tarik dan tekan, terutama untuk regangan yang kecil.

19 Sifat utama yang diinginkan dari metal foam adalah kemampuan untuk menyerap energi tekan plastis pada jumlah yang besar, kemudian mentransmisikan beban yang rendah secara konstan. Oleh karena itu, saat ini deformasi tekan pada metal foam telah dipelajari secara mendalam dibandingkan dengan deformasi tarik (menggunakan softwere Ansys 14,0). Evaluasi terhadap penentuan sifat tarik (menggunakan softwere Ansys 14,0) saat ini masih sulit untuk disimpulkan. Deformasi plastis pada pembebanan tarik, hanya memperlihatkan modus kegagalan dari foam saja. Kekuatan luluh tarik pada metal foam biasanya sama atau lebih kecil daripada kekuatan luluh tekan. Semisal, beberapa penelitian menemukan bahwa kekuatan luluh tarik dan tekan dari metal foam Alporas TM, menunjukkan angka yang mirip Defomasi Metal Foam Pada Pembebanan Tekan Sifat Pada Regangan Rendah Karakteristik yang menonjol adalah tidak adanya daerah yang memperlihatkan deformasi kembali pada keadaan semula. Modulus tangensial pada awal kurva pembebanannya cukup rendah daripada pembebanan yang terekam saat metal foam dilepaskan pembebanannya. Selain itu, pada siklus pembebanan-pelepasan beban, seringkali terlihat adanya kurva histersis. Gambar 2.15, memperlihatkan skema kurva tegangan-regangan dari metal foam (closed-cell) pada pembebanan tekan. Dimana. Pembebanan dilakukan dengan 2 siklus, sehingga memperlihatkan tegangan luluh, modulus elastisitas pada saat pembebanan dan modulus elastisitas saat pelepasan beban. Gambar 2. 15: Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk metal foam dengan pori tertutup

20 Perlu diperhatikan, bahwa deformasi elastis yang terlokalisasi muncul sebagai akibat dari tidak seragamnya bentuk foam. Pada metal foam (open-cell) yang mempunyai struktur sel seragam, tidak terdapat perbedaan diantara modulus pembebanan dan pelepasan beban. Modulus elastis tetap menjadi sifat yang paling penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi konstruksi Keluluhan & Plastisitas Metal Foam Deformasi plastis pada skala besar dari closed-cell, umumnya dimulai oleh kegagalan dari sebuah pita sel pada penampang melintang spesimen. Kegagalan ini muncul pada salah satu pita yang mengalami konsentrasi deformasi lokal. Konsentrasi ini terbentuk selama tahap deformasi elastis (dalam skala utuh), juga seringkali muncul di daerah yang mempunyai densitas lokal terendah. Deformasi yang terjadi pada pita tersebut, selanjutnya akan menyebabkan pemadatan lokal, dimana deformasi plastis (pada skala utuh) terjadi saat adanya kegagalan pada sel yang lain. Pembentukan pita yang gagal ini, ditandai oleh turunnya beban yang diterima oleh foam, proses ini digambarkan secara skematis pada gambar Daerah pada metal foam, yang telah mengalami kegagalan plastis akan selalu berdampingan dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Ketika regangan plastis makro yang besar, peluluhan akan terjadi dengan cara menggagalkan sel yang belum terdeformasi, sehingga memberikan tegangan datar yang konstan (plateau stress): ditunjukkan pada tahap 2 dari skema kurva tegangan-regangan pada gambar Gambar 2.16 : Tiga tahapan pada kurva tegangan-regangan untuk metal foam Kegagalan plastis, seringkali terjadi melalui penjalaran pita pertama yang telah mengalami kegagalan sepanjang bidang spesimen. Pada sturuktur sel yang

21 tidak seragam, akan terkesan bahwa terdapat banyaknya keberadaan pita yang gagal. Hal ini, adalah konsekuensi dari daerah yang mempunyai densitas lokal tinggi pada struktur sel, yang mencegah penjalaran lanjutan, sehingga mendorong terjadinya kegagalan plastis secara acak. Ketika kegagalan pada pita sel berlanjut, terdapat satu titik dimana tidak ada lagi ruang tersisa untuk berdeformasi dengan buckling. Hal ini digambarkan melalui kenaikan secara tajam pada kurva tegangan-regangan, sebagai fungsi dari kekuatan (tahap 3 pada gambar 2.16). Possion's ratio, umumnya mempunyai harga mendekati nol, dikarenakan tidak adanya peregangan lateral, yang biasanya terjadi saat deformasi plastis. Dengan adanya ruang bebas yang luas, berarti pita deformasi dapat mengikuti jejak dimana resistansinya paling kecil, dan seringkali terdapat pada sudut 450 atau lebih pada arah penekanan. Kekuatan luluh hidrostatik, mempunyai kemiripan dengan kekuatan luluh uniaksial Modus Kegagalan Getas dan Ulet Modus kegagalan metal foam (closed cell) dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu modus kegagalan getas dan ulet. Modus kegagalan ulet ditandai oleh daerah plateau stress yang relatif halus pada kurva tegangan-regangan, diiringi dengan kenaikan tegangan sebagai akibat dari strain hardening atau pemadatan. Sedangakan modus kegagalan getas ditandai dengan adanya penurunan (drop) setelah kekuatan tekan awal, dilanjutkan dengan kurva tegangan-regangan yang bergerigi (naik-turun), memperlihatkan adanya foam yang pecah. Karakteristik kurva tegangan-regangan pada dua tipe kegagalan diperlihatkan pada gambar Strain hardening dapat memberikan kenaikan yang halus pada kurva tegangan-regangan. Akan tetapi, fenomena ini hanya terjdi pada metal foam yang mengalami modus kegagalan ulet dan mempunyai kandungan paduan.

22 Gambar 2. 17: Kurva tegangan-regangan tekan untuk spesimen kubus dari spesimen Alulight TM (ulet) dan Alcan TM (getas) Modus Kegagalan untuk Energy Absorber Ketika mempertimbangkan kegunaan metal foam sebagai material penyerap energi, terdapat 2 parameter kunci, yaitu: energi yang terserap per unit massa ketika penekanan, dan tegangan dimana energi tersebut terserap. Parameter pertama, ditunjukkan pada area dibawah kurva tegangan-regangan metal foam. Berdasarkan aplikasi, bentuk kurva sebelum tegangan melampaui nilai kritis, σe, adalah penting. seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.17, penurunan tegangan setelah luluh, atau kenaikan strain hardening yang tinggi, dapat saja terjadi. pada umumnya, hal ini tidak diinginkan. plateau stress (σplateau), dapat juga direkayasa agar cocok dengan tegangan kompresi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, sekalipun dengan cara mengurangi densification strain. Gambar 2.18: Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas. Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu sebelum mencapai pembebebanan tekan kritis σe.

23 Aplikasi-Aplikasi Aluminium Foam Secara umum sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam (kekakuan, densitas, ketangguhan, dan lain sebagainya) terdapat juga pada material-material lainya, namun keunggulan dari metal foam secara umum dan aluminium foam secara khusus adalah kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang tidak dapat di miliki oleh material lain. Aluminium foam memiliki sifat : a) Kekuatan (10 Mpa) dan Kekakuan (1 Gpa) struktur yang cukup tinggi. b) Densitas yang rendah (sekitar 1/5 dari aluminium padatan). c) Kemampuan untuk menyerap energi mekanik, panas, dan getaran yang besar. d) Secara khusus untuk jalur indirect foaming aluminium foam juga dapat membentuk struktur yang kompleks seperti pada gambar 2.18 Gambar 2.19: Struktur Kompleks dari Aluminium Foam Kombinasi sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam tersebut menjadikannya cocok untuk beberapa aplikasi seperti konstruksi ringan, alat penyerap energi mekanik, akustik serta termal yang relevan dengan industri otomotif. Aluminium foam juga berpotensi digunakan untuk aplikasi lain seperti perkapalan, penerbangan serta teknik sipil. Diagram untuk beberapa aplikasi didalam dunia otomotif serta sifat aluminium foam yang berhubungan ditunjukkan pada gambar 2.19.

24 Gambar 2.20 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam Aplikasi struktur ringan Foam secara intrinsik menggabungkan sifat kekakuan yang tinggi dengan densitas yang rendah dibanding material bulk. Perlu di perhatikan bahwa jika hanya kekuatan langsung yang diperhitungkan maka aluminium foam akan memiliki performa yang sama atau bahkan sedikit lebih buruk dibanding material bulk pada berat yang sama. Keuntungan sebenarnya dari foam adalah ketika memperhitungkan beban bending yang dapat diterima suatu struktur sebagai fungsi dari berat. Massa yang terdistribusi pada struktur rongga akan meningkatkan momen inersia material secara keseluruhan sehingga akan memberikan nilai kekakuan dan kekuatan terhadap beban bending yang lebih tinggi dibanding bulk material untuk berat yang sama. Hal ini menjadikan foam berguna sebagai komponen penahan beban yang memiliki kekuatan yang tinggi serta densitas yang rendah pada aplikasi di otomotif maupun penerbangan. Aluminium foam dapat digunakan sebagai komponen penahan beban secara langsung namun yang paling banyak digunakan adalah sebagai bagian dari struktur yang saling berikatan (Gambar 2.20). Foam dapat digunakan sebagai elemen pengisi bagian tengah sebuah struktur dari pelat logam seperti foam yang mengisi struktur pipa atau batang untuk meningkatkan kekakuan tanpa menambah berat secara signifikan.

25 Gambar 2.21 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW Penyerap Energi Mekanik (impak) Kategori dari aplikasi aluminium foam yang lain adalah pemanfaatan sifat menyerap energi dari aluminium foam. Ketika ditekan foam menunjukkan hanya sedikit deformasi elastis sebelum akhirnya runtuh. Pada sebagian besar foam runtuhnya foam melibatkan deformasi plastis yang besar pada dinding rongga yang runtuh yang merambat pada rongga-rongga yang lain akibat pemberian tegangan yang kecil dan hampir konstan. Pergerakan dislokasi pada logam akan menyebabkan jumlah energi yang dapat diserap semakin besar. Hal ini memungkinkan aplikasi material yang dapat menyerap tumbukan, ringan, dan murah. Contoh aplikasi ini adalah badan mobil atau kereta api untuk mengurangi beban tumbukan namun tetap ringan dan telah secara komersil diproduksi. Gambar 2.22 : Prototipe Crash Absorber

26 Pengontrol panas Aluminium memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan beberapa bentuk serangan kimia. Jika hal ini dikombinasikan dengan luas permukaaan yang besar serta konduktifitas termal yang baik dari dinding rongga maka foam dengan rongga terbuka cocok untuk aplikasi material penukar panas. Sebaliknya foam dengan rongga tertutup dan secara intrinsik memiliki konduktivitas termal yang rendah karena struktur rongganya dan memiliki ketahanan terhadap panas yang tinggi dibanding logam penyusunya sebagai akibat terbentuknya lapisan oksida pada permukaan aluminium cocok untuk aplikasi pelindung panas. Gambar 2.22 memperlihatkan contoh aplikasi metal foam sebagai pengontrol panas. Gambar 2.23 : Dua jenis Heat Exchanger yang Terbuat dari Open Cell Foam (gambar diambil dari ERG Aerospace) Uji Kekerasan (Hardness Test) Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan

27 melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : 1. Brinnel (HB / BHN) 2. Rockwell (HR / RHN) 3. Vikers (HV / VHN) 4. Micro Hardness (knoop hardness) Brinnel (HB / BHN) Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan. Pada gambar 2. menunjukkan set up dalam pengujian brinnel. Gambar 2.24 : Pengujian Brinnel dan perumusan untuk pengujian Brinnel

28 Berdasarkan gambar di atas maka dalam pengujian brinnel hal utama yang akan diperhatikan adalah : D = Diameter bola (mm) d = impression diameter (mm) F = Load (beban) (kgf) HB = Brinell result (HB) Rockwell (HR / RHN) Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Gambar 2.25 : Pengujian Rockwell Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2., yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.. Gambar 2.26 : Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

29 Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1. Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell. HR = E - e Dimana : F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf) F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf) F = Total beban (kgf) e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan mm E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1 HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness Tabel 2.1 menunjukkan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan range uji dalam skala Rockwell. Scale Indentor F0 F1 F E (kgf) (kgf) (kgf) Jenis Material Uji A Diamond cone Exremely hard materials, tugsen carbides, dll B 1/16" steel ball Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll C Diamond cone Hardened steels, hardened and tempered alloys D Diamond cone Annealed kuningan dan tembaga E 1/8" steel ball Berrylium copper,phosphor bronze, dll F 1/16" steel ball Alumunium sheet G 1/16" steel ball Cast iron, alumunium alloys H 1/8" steel ball Plastik dan soft metals seperti timah K 1/8" steel ball Sama dengan H scale L 1/4" steel ball Sama dengan H scale M 1/4" steel ball Sama dengan H scale P 1/4" steel ball Sama dengan H scale

30 R 1/2" steel ball Sama dengan H scale S 1/2" steel ball Sama dengan H scale V 1/2" steel ball Sama dengan H scale Vikers (HV / VHN) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136 /2). Gambar 2.27 : Pengujian Vickers dan bentuk indentor Vickers (Callister, 2011) Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers adalah :.(1). (2)

31 .(3) Dimana, HV = Angka kekerasan Vickers F = Beban (kgf) d = diagonal (mm) Micro Hardness (knoop hardness) Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik. Gambar 2.28 : Bentuk indentor Knoop ( Callister, 2001) Sedangkan rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode micro hardness adalah : Dimana : HK = Angka kekerasan Knoop F = Beban (kgf) l = Panjang dari indentor (mm)

32 2.7.6 ANSYS Secara Umum ANSYS, Inc adalah simulasi rekayasa perangkat lunak penyedia didirikan oleh perangkat lunak insinyur John Swanson. Ini mengembangkan tujuan umum analisis elemen hingga dan perangkat lunak dinamika fluida komputasional. Sementara ANSYS telah mengembangkan berbagai dibantu komputer (CAE) produk rekayasa, itu adalah mungkin paling dikenal karena produk-produk ANSYS Multiphysics Mekanikal dan ANSYS. ANSYS Mekanikal dan software. ANSYS Multiphysics adalah alat analisis non ekspor menggabungkan prapengolahan (penciptaan geometri, meshing), pemecah dan pengolahan pasca modul dalam antarmuka pengguna grafis. Ini adalah tujuan umum paket pemodelan elemen hingga untuk menyelesaikan masalah numerik mekanis, termasuk statis / dinamis analisis struktur (baik linear dan non-linier), perpindahan panas dan masalah cairan, serta masalah akustik dan elektro-magnetik. Teknologi ANSYS Teknik menggabungkan kedua struktural dan bahan non-linearities.

Hardness testing. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan : Material Teknik 2 nd session Page 1

Hardness testing. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan : Material Teknik 2 nd session Page 1 Hardness testing Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya

Lebih terperinci

SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0

SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0 SIMULASI PERILAKU MEKANIS KEKUATAN TARIK MATERIAL PADUAN ALUMINIUM MAGNESIUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS 14.0 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

Jurnal Teknik Mesin UMY 1 PENGARUH PENAMBAHAN BLOWING AGENT CaCO 3 TERHADAP POROSITAS DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINUM FOAM DENGAN CARA MELT ROUTE PROCESS Dhani Setya Pambudi Nugroho 1, Aris Widyo Nugroho 2, Budi Nur Rahman 3 Program

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang aluminum foam dengan blowing agent CaCO 3 sudah pernah dilakukan dari mulai meneliti tentang pengaruh penambahan magnesium, pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA

Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA DATA DAN ANALISA IV.1 Data dan Analisa Produk Alumnium Foam Utuh IV.1.1 Variasi Temperatur Proses Terhadap Densitas Produk Tabel IV. 1 Data densitas aluminium foam terhadap rasio pencampuran Tahap I :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM ALLOY FOAMYANG MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAIBLOWING AGENT

PENGARUH KADAR MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM ALLOY FOAMYANG MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAIBLOWING AGENT PENGARUH KADAR MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM ALLOY FOAMYANG MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAIBLOWING AGENT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah unsur kimia dengan nomor atom 13 dan massa atom 26, 9815. Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 dapat meluruhkan sinar

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT Wicahya Indra Agustian 1, Ikhwansyah Isranuri 2, Suprianto

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para pengambil keputusan dan para ahli produksi

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Proses Melting Route Aluminum foam Jika semua tahapan proses pembuatan aluminum foam dengan metode melt route dilakukan, maka dihasilkan produk aluminum foam utuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12 D.20. Analisa Pengaruh Pengecoran Ulang terhadap Sifat Mekanik... (Samsudi Raharjo) ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12 Samsudi Raharjo, Fuad Abdillah dan Yugohindra

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR CLAY PADA KOMPOSIT SERBUK AL-SI/CLAY

PENGARUH KADAR CLAY PADA KOMPOSIT SERBUK AL-SI/CLAY PENGARUH KADAR CLAY PADA KOMPOSIT SERBUK AL-SI/CLAY Nanang Endriatno Staf Pengajar Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, Kendari Kampus Hijau Bumi Tridarma Andounohu Kendari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Komposisi Bahan Hasil uji komposisi menunjukan bahwa material piston bekas mempunyai unsur paduan utama 81,60% Al dan 13,0910% Si. Adapun hasil lengkap pengujian

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH C.6 PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH Agus Dwi Iskandar *1, Suyitno 1, Muhamad 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) 14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Produk Aluminum Foam Setelah proses pembuatan Aluminum foam dengan metode melt route process telah dilakukan maka didapat produk alumunium berupa bulk material seperti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. boehmite, diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan Aluminium murni di

I. PENDAHULUAN. boehmite, diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan Aluminium murni di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumunium merupakan logam berwarna putih keperakan yang lunak. Aluminium juga merupakan logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah

Lebih terperinci

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

BAB V KERAMIK (CERAMIC) BAB V KERAMIK (CERAMIC) Keramik adalah material non organik dan non logam. Mereka adalah campuran antara elemen logam dan non logam yang tersusun oleh ikatan ikatan ion. Istilah keramik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar III. KEGIATAN BELAJAR 3 SIFAT-SIFAT BAHAN TEKNIK A. Sub Kompetensi Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN KERAMIK. Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam

BAB III BAHAN KERAMIK. Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam BAB III BAHAN KERAMIK Bahan keramik merupakan senyawa inorganik dan merupakan bahan bukan logam (non metallic material). Keramik tersusun dari unsur logam (metallic) dan non logam (non metallic) dengan

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Sampel Pada proses preparasi sampel terdapat tiga tahapan utama, yaitu proses rheomix, crushing, dan juga pembentukan spesimen. Dari hasil pencampuran dengan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN bawah ini. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada kedua bagan di Gambar 3.1 Proses Pembuatan bahan matriks Komposit Matrik Logam Al5Cu 27 28 Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian adalah cara yang dipakai dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA II.1 Metal Foam II.1.1 Definisi Metal Foam [16] Istilah solid foam (busa padat) dapat dijelaskan melalui gambar II.1. Gambar tersebut memperlihatkan jenis-jenis koloid yang dapat terbentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian tahapan proses agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, penelitian di awali dengan kajian pustaka yang dapat mendukung dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material aluminium tinggal 8% di kerak bumi. Permintaan di seluruh dunia untuk aluminium berkembang 29 juta ton per tahun. 22 juta ton adalah aluminium baru dan 7 juta

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT SIFAT MEKANIS LOGAM DAN PADUAN MECHANICAL TESTING. Pengujian untuk menentukan sifat mekanis, yaitu sifat terhadap beban atau gaya mekanis seperti tarik, tekan, tekuk,

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 LOGAM BUSA Logam busa atau material selular merupakan suatu material yang memiliki banyak struktur sel dan pori di dalamnya. Porositas dalam aplikasi keteknikan dapat menjadi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci