KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

3 Judul Penelitian : Karakteristik Kromosom Ikan Manvis (Pterophyllum scalare) Nama NRP Program Studi : Wesly Kurniadi Siagian : C : Ilmu Perairan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir.Odang Carman, M.Sc. Ketua Prof. Dr. Komar Sumantadinata, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Chairul Muluk, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 29 Desember 2005 Tanggal Lulus : 7 Maret 2006

4 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Kromosom Ikan Manvis adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2006 Wesly Kurniadi Siagian NRP. C

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 April 1978 dari ayah S. Siagian dan Ibu P.N. Napitupulu. Penulis merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Rantau Prapat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNRI melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Managemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah bekerja pada Keramba Inti Rakyat di Danau Toba Sumatera Utara pada tahun Kemudian diterima bekerja pada PT. Aquafarm Nusantara Toba Grouwth Project Sumatera Utara dari tahun 2000 sampai dengan 2002.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kapada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah Karakteristik Kromosom Ikan Manvis, Pterophyllum scalare. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangsih pikiran dan ide selama penelitian ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lina selaku laboran yang telah banyak membantu selama penelitian. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Februari 2006 Wesly Kurniadi Siagian

7 ABSTRAK Wesly Kurniadi Siagian. Karakteristik Kromosom Ikan Manvis, Pterophyllum scalare. Dibimbing oleh Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. Keragaman varietas ikan manvis cukup banyak, hal ini dapat dilihat dari bentuk sirip dan pola warna yang ada pada tubuh. Untuk melihat keragaman suatu spesies atau varietas dapat dilihat melalui aspek genetik, salah satunya melalui pengamatan kromosom. Dalam penelitian ini difokuskan untuk membedakan keenam varietas ikan manvis berdasarkan karakteristik kromosomnya yang selanjutnya dapat bermanfaat sebagai informasi dasar dalam membedakan keenam varietas pada ikan manvis yang diamati serta dalam merancang suatu perbaikan mutu ikan manvis berdasarkan rekayasa tingkat kromosom. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2005, bertempat di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Sampel yang digunakan terdiri dari enam varietas ikan manvis (golden marble, white slayer,zebra, black angel, black slayer dan zebra slayer), yang diperoleh dari Laboratorium Teaching Farm Fakultas Perikanan IPB, Bogor dan importir ikan hias yang ada di Kotamadya Bogor. Pembuatan preparat kromosom menggunakan teknik jaringan padat dengan mengambil jaringan insang dan sirip. Hasil penenlitian yang didapat menjelaskan bahwa ada beberapa persamaan dan perbedaan dari ke-enam varietas ikan manvis yang diamati. Ikan manvis varietas golden marble, white slayer dan black slayer memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 2n = 48 ; manvis black angel, zebra dan zebra slayer memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 2n = 46. Selanjutnya susunan karyotipe untuk masing-masing varietas adalah berbeda, datanya adalah sebagai berikut: manvis golden marble (2M + 14SM + 8ST + 24T), white slayer (2M + 7SM + 10ST + 29T), black slayer (2M + 9SM + 6ST + 31T), zebra (2M + 7SM + 8ST + 29T), black angel (2M + 13SM + 6ST + 25T) dan zebra slayer (2M + 17SM + 6ST + 21T). Berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil bahwa ke-enam varietas yang diamati tidak berbeda nyata atau masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk ikan manvis jantan diduga kromosom kelaminnya bersifat heterogametik.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan dan Pendekatan Masalah... 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Manvis... 4 Genotipe Manvis... 5 Kromosom... 7 Pewarisan Kromosom Mutasi Kromosom BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Pemeliharaan Ikan Uji Perendaman Ikan uji dengan kolkisin Pembuatan Preparat Pewarnaan Preparat Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Manvis Golden Marble Manvis White Slayer Manvis Zebra Manvis Black Angel Manvis Black Slayer Manvis Zebra Slayer Pembahasan SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Genotipe beberapa jenis ikan manvis Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer Gen ikan manvis yang mengalami mutasi menurut karakteristik grup Beberapa jenis sirip yang mengalami mutasi Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble Karakteristik kromosom ikan manvis golden marble Distribusi jumlah kromosom ikan manvis white slayer Karakteristik kromosom ikan manvis white slayer Distribusi jumlah kromosom ikan manvis zebra Karakteristik kromosom ikan manvis zebra Distribusi jumlah kromosom ikan manvis black angel Karakteristik kromosom ikan manvis black angel Distribusi jumlah kromosom ikan manvis black slayer Karakteristik kromosom ikan manvis black slayer Distribusi jumlah kromosom ikan manvis zebra slayer Karakteristik kromosom ikan manvis zebra slayer Perbandingan karyotipe ikan manvis jenis golden marble, white slayer, black slayer, black angel, zebra dan zebra slayer vi

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagian-bagian dari kromosom Bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer Tahapan-tahapan perkembangan pembelahan kromosom Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis golden marble Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis white slayer Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis zebra Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis black angel Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis black slayer Sebaran kromosom dan susunan karyotipe ikan manvis zebra slayer Dendogram similiarity masing-masing varietas ikan manvis berdasarkan analisis Cluster vii

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Beberapa jenis ikan manvis hasil proses mutasi Beberapa jenis ikan manvis yang bermutasi pada sirip Sampel ikan manvis yang diamati kromosomnya Uji perbandingan kromosom berdasarkan nilai Numeric Value Centromer (NVC) Gambaran histologi gonad ikan manvis yang diamati viii

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan ratusan jenis ikan hias di Indonesia bukanlah merupakan ikan asli alam Indonesia (endemik), dimana sebagian besar ikan-ikan hias tersebut merupakan hasil introduksi dari luar negeri yang didatangkan oleh para importir dan kemudian dikembangbiakkan dengan sangat banyak di Indonesia. Seiring dengan permintaan akan ikan hias oleh para penggemar ikan hias mendorong para petani budidaya ikan hias untuk mempoduksi ikan dalam jumlah banyak dan dengan mutu yang baik pula. Ikan manvis (angel fish) merupakan salah satu jenis ikan hias yang didatangkan dari luar negeri dan telah mampu untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Jenis ikan ini merupakan salah satu jenis ikan hias yang banyak digemari oleh penggemar ikan hias baik di dalam maupun di luar negeri. Jenis ikan manvis yang ada di Indonesia sudah cukup beragam, ini merupakan hasil pengembangan oleh pelaku budidaya ikan hias melalui persilangan dari varietas yang ada. Keragaman varietas ikan manvis ini dapat dilihat dari perbedaan mofologi (fenotipe). Perbedaan morfologi ini dengan jelas terlihat pada bentuk sirip dan pola warna tubuh. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai keragaman jenis suatu spesies dapat dilihat melalui aspek genetisnya, salah satunya melalui pengamatan kromosom (Yatim, 1983). Informasi tentang sifat dasar genetik suatu spesies ikan sangat dibutuhkan dalam upaya menunjang perbaikan genetik serta untuk kegiatan identifikasi ikan secara jelas. Selain itu melalui informasi mengenai karakteristik kromosom suatu spesies ikan dapat dipakai untuk menganalisa perubahan genetik yang terjadi pada suatu spesies atau lebih jauh pada tingkat populasi. 1

13 Perumusan dan Pendekatan Masalah Informasi mengenai identifikasi suatu spesies secara utuh dan lengkap diperlukan dalam menganalisa potensi suatu spesies serta dapat digunakan sebagai dasar pembanding dengan spesies lainnya. Dalam mengidentifikasi suatu spesies ikan, dapat dilakukan dengan melihat karakter fenotipe (morfologi) maupun secara genotipe. Untuk identifikasi berdasarkan karakter fenotipe kurang lengkap dalam menentukan sifat suatu spesies secara utuh sehingga diperlukan adanya pengamatan karakter genotipe berdasarkan gen-nya. Langkah awal untuk pengamatan tersebut dilakukan dengan menganalisa karakteristik kromosom spesies ikan tersebut. Analisa dengan pengamatan kromosom ini lebih mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan teknik PCR atau melalui analisa biokimia (Hartono, 2003). Selain itu melalui pengamatan karakteristik kromosom ini kita dapat membedakan genotipe hasil persilangan, sitogenetik yang meliputi: evolusi, sistematika, mutagenesis, penentuan jenis kelamin (Kligerman dan Bloom, 1977 ; Eldridge, 1985 ; Gold dan Amemiya, 1987), penyebab terjadinya penyakit, untuk mengetahui hubungan kekerabatan suatu spesies (Yatim, 1983) dan untuk mengidentifikasi tingkat ploidi suatu organisme (Carman, 1990 ; Liu et al., 1999). Selanjutnya analisa karakteristik kromosom ini dapat bermanfaat di dalam menganalisa hubungan kekerabatan suatu spesies, semakin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme maka semakin besar pula perbedaan di dalam jumlah, bentuk dan susunan kromosomnya (Denton, 1973 ; Yatim, 1983 ; Gold dan Amemiya, 1987 ; Thiriot-Quievreux et al., 1987). Sehingga dengan adanya informasi mengenai karakteristik kromosom ini dapat disusun suatu strategi dalam usaha perbaikan mutu genetik suatu spesies ikan, strategi yang dapat ditempuh untuk usaha perbaikan tersebut adalah ditentukan oleh hubungan kekerabatan yaitu dengan membandingkan karakteristik kromosomnya. 2

14 Informasi mengenai karakteristik kromosom pada ikan-ikan hias di Indonesia, khususnya ikan manvis belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini sangat berguna dan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi varietas ikan manvis yang ada di Indonesia sehingga dimasa mendatang dapat dirancang suatu kegiatan perbaikan mutu genetik ikan manvis yang lebih efektif dan efesien. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kromosom enam varietas ikan manvis sebagai informasi dasar dalam proses identifikasi karakteristik varietas pada ikan manvis. Selanjutnya manfaat hasil penelitian ini dapat digunakan dalam merancang perbaikan mutu ikan manvis berdasarkan rekayasa pada tingkat kromosom. 3

15 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Manvis Menurut McDonald (1996) dan Verhoef-Verhallam (2000), Ikan manvis atau ikan bidadari (angel fish) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo : Perciformes Famili : Cichilidae (Cichlid) Genus : Pterophyllum Spesies : Pterophyllum scalare Pterophyllum altum Varietas : Spotted scalare, Veiltailed scalare, Original form with fry, Black spotted, Golden, Marbel, Albino. Selanjutnya dijelaskan bahwa ikan manvis berasal dari perairan Amerika Selatan, khususnya di sungai Amazon, Ocho Rios dan sungai Rio Negro yang terkenal memiliki banyak vegetasi tanaman air (McDonald, 1996); memiliki panjang tubuh kurang lebih 25 cm, bersifat aktif dan kadang-kadang bersifat kanibal, hidup pada kisaran suhu o C dengan ph air 6 6.5, meletakkan telurnya pada substrat dan memeliharanya (parental care) serta bersifat omnivora (Verhoef-Verhallam, 2000). Ikan manvis pertama kali dicoba dibudidayakan sejak tahun 1950, yaitu menggunakan jenis wild-type (silver) selanjutnya jenis ini mengalami mutasi pada pigmen warna yang mengakibatkan muncul corak warna baru seperti: black lace, black ghost, blushing, smokey, marble, chocolate, zebra dan beberapa warna emas (Norton 1982a). Mutasi pigmen warna ini pertama kali diketahui pada ikan manvis black lace pada tahun 1955, dimana jenisnya mirip dengan wild-type tetapi memiliki intensitas warna hitam yang lebih banyak. Selanjutnya didapatkan jenis-jenis baru lainnya (white ghost, 1961; blushing, 1965; marble, 1969; smokey, 1971; zebra, sekitar tahun 1970-an, chocolate, 1973), seperti yang terlihat pada Lampiran 1 (Norton, 1982a). Warna hitam pada ikan manvis bersifat incomplete dominant dimana warna hitam yang bersifat single dose dapat dilihat pada ikan manvis black lace sedangkan pada ikan black angle warna hitam yang dihasilkan bersifat double

16 dose (Norton, 1971 dalam Norton, 1982a). Selanjutnya pada ikan manvis marble, warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh warna hitam dan putih. Dari perpaduan warna tersebut akan muncul dua jenis karakter yang penting yaitu: marble dengan corak hitam yang lebih sedikit dan marble dengan corak hitam yang banyak (Norton, 1982b). Stripeless (corak bergaris) pada ikan mavis juga bersifat incomplete dominant, pada ikan manvis ghost bersifat single dose (pada tubuh tidak dijumpai adanya corak garis melintang) dan pada ikan manvis blushing, stripless yang muncul adalah double dose (Norton, 1982b). Warna asli pada ikan manvis marble adalah warna gray (abu-abu) dan hitam (bersifat heterozigot), sedangkan pada ikan manvis marble yang bersifat homozigot warna hitam akan lebih dominan menutupi permukaan tubuh dibandingkan dengan warna putih (persentase warna hitam muncul lebih sedikit). Selanjutnya dijelaskan bahwa ikan manvis marbel yang bersifat homozigot tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan jenis heterozigot (Norton, 1982a). Di Indonesia sendiri perkembangan budidaya ikan manvis sudah cukup berkembang, ini terbukti dengan banyaknya jenis atau corak warna yang dihasilkan. Corak warna yang ada tersebut merupakan hasil persilangan dari jenis manvis yang ada. Menurut (Daelami, 2001) jenis ikan manvis yang umum digunakan pada persilangan tersebut adalah: 1. Veiltail scalare : manvis yang mempunyai sirip yang sangat panjang 2. Black sclare: berwarna hitam mulus 3. Marble (pualam) : mempunyai corak bernoda-noda yang tidak teratur di atas dasar keperakan 4. Manvis albino (bulai) Genotipe Manvis Genotipe adalah bentuk atau susunan genetis (gen) suatu karakter yang dikandung suatu individu. Karakter genotipe ini dapat kita lihat atau tercermin melalui karakter fenotipe (Yatim, 1983). Interaksi antara genotipe maupun fenotipe dipengaruhi oleh: sifat suatu lokus dan interaksi alel antar lokus (Jusuf, 2001). Lokus adalah suatu istilah yang menunjukkan posisi gen pada kromosom

17 yang mengendalikan suatu sifat tertentu, sedangkan alel adalah istilah digunakan untuk menunjukan perbedaan gen yang berada pada satu lokus. Norton (1982b) mengemukakan bahwa warna pada ikan manvis dipengaruhi oleh gen-gen yang terdapat pada empat loci, dimana diketahui bahwa ada tujuh buah gen yang bersifat mutan, yaitu: a) Locus #1: Hongkong gold (hg), bersifat resesif terhadap wild-type b) Locus #2: Smokey (Sm), bersifat dominan terhadap wild-type c) Locus #3: Stripeless (S), dominan terhadap wild-type; Zebra (Sze) dominan terhadap jenis wild-type d) Locus #4: Dark (D), dominan terhadap jenis wild-type; marble (Dm), dominan terhadap wild-type; new gold (dng), resesif terhadap jenis wildtype. e) Locus #5: Half-black (h), resesif terhadap jenis wild type f) Locus #6: Pearl (p), resesif terhadap jenis wild type g) Locus #7: Streaked/corak garis (St), dominan oleh modifikasi warna hitam Selanjutnya dijelaskan bahwa genotipe pada ikan manvis marbel terbagi atas tiga jenis, yaitu: 1. Two dose of marble (Dm/Dm) 2. One dose of marble (Dm/d+) 3. One dose of marble dan one doses of new gold (Dm/dng). Genotipe dari beberapa jenis ikan manvis menurut Norton (1982a) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Genotipe beberapa jenis ikan manvis Jenis Ikan Manvis Hongkong gold Smokey Chocolate Stripeless (ghost) Blushing Zebra Zebra dengan satu stripe True black Black lace Marble lace (Black) New gold-dark (balck) Light marble Dark marble Marble dengan jet black pattern New gold Zebra lace Genotipe hg/hg Sm/sm+ Sm/Sm S/s+ S/S Sze/Sze atau Sze/s+ Sze/S D/D D/d+ D/Dm D/dng Dm/d+ Dm/Dm Dm/Dng dng/dng Sze/- atau D/d+

18 Kromosom Kromosom adalah materi genetik yang terdiri dari kumpulan gen, berperanan penting dalam pewarisan sifat tetua kepada anakannya (Yatim, 1983; Tave, 1986). Sedangkan gen adalah unit bahan genetis yang terdiri dari DNA (deoxyribo nucleic acid). Kromosom terletak di dalam inti sel dan hanya dapat dilihat pada saat sel sedang membelah, yaitu pada tingkat metafase (kromosom terdiri atas 2 kromatid dan bersusun dibidang ekuator) (Yatim, 1983; Purdom, 1993). Seluruh organisme memiliki kromosom, akan tetapi untuk organisme prokaryot memiliki perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kromosom yang dimiliki organisme eukaryot serta untuk setiap spesiesnya memiliki kromosom yang khas. Kekhasan ini meliputi ukuran, bentuk dan jumlah dari kromosom yang dimilikinya (Eldridge, 1985; Purdom, 1993). Jumlah kromosom di dalam sel tubuh secara normal terdapat dua set kromosom, satu set berasal dari telur dan satu set lagi berasal dari sperma sehingga sering digambarkan sebagai dipolid (2n) (Purdom, 1993). Selanjutnya kromosom itu sendiri terdiri atas 2 bagian, yaitu: sentromer (kinetochore) dan lengan. Sentromer merupakan bagian kepala kromosom, ketika terjadi pembelahan kromosom menggantung pada serat gelondong di sentromer sehingga bagian ini tidak mengandung kromonema dan gen. Sedangkan lengan ialah badan kromosom itu sendiri yang mengandung kromonema dan gen, selanjutnya lengan itu sendiri memiliki tiga bagian, yaitu: selaput (lapisan tipis yang meliputi badang kromosom), kandung (matrix; bagian yang mengisi seluruh lengan yang terdiri dari cairan bening) dan kromonema (Yatim, 1983), seperti yang terlihat pada Gambar 1A. Melihat pada perbedaan banyaknya menghisap zat warna, kromatin (kromosom yang sedang giat membelah) dibagi atas 2 daerah, yaitu: heterokromatin dan eukromatin. Heterokromatin yaitu daerah yang relatif lebih banyak dan lebih mudah menghisap zat warna dan banyak mengandung gen-gen yang tidak aktif (gen-gen tidur), sedangkan eukromatin ialah daerah kromatin yang terang dan mengandung gen-gen aktif. Selanjutnya bahwa eukromatin sewaktu-waktu dapat berubah menjadi heterokromatin pada saat gen-gennya sedang tidur atau tidak sedang aktif (Yatim, 1983), yang dapat dilihat pada Gambar 1B.

19 A B Gambar 1. Bagian-bagian dari kromosom (Yatim,1983 dan Purdom,1993) Bagian yang menentukan bentuk dari kromosom adalah sentromer, yang merupakan bagian yang menyempit dan menjadi gelondongan pembelahan pada kromosom. Jumlah sentromer pada setiap kromosom bisa berbeda, yaitu: bisa satu (monosentrik) dan dua buah atau lebih (polisentrik). Berdasarkan posisi sentromer, bentuk kromosom dibagi atas tiga bagian yaitu: metasentrik (bentuk V), akrosentrik (bentuk J atau L) dan telosentrik (bentuk batang atau I). Sedangkan berdasarkan kepada panjang lengannya maka kromosom dibagi atas empat macam, yaitu: metasentrik, sub-metasentrik, akrosentrik dan telosentrik (Yatim, 1983; Eldridge, 1985; Jusuf, 2001). Selanjutnya dari panjang dan posisi sentromer ini dapat dihitung nilai kromosom yaitu: indeks sentromer, rasio lengan dan panjang relatif kromosom (McGregor dan Varly, 1983), dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan tipe kromosom beradasarkan nilai selang indeks sentromer dapat dilihat pada Tabel 2. Indeks sentromer adalah rasio dari lengan yang lebih pendek dengan panjang total kromosom (McGregor dan Varley, 1983) Tabel 2. Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer (McGregor dan Valley,1983) Posisi Terminologi Simbol Selang indeks sentromer (%) sentromer alternative Median Metasentrik M Sub-median Sub metasentrik (Lebih metasentrik) SM Sub-median Sub metasentrik (kurang metasentrik) SM Sub-terminal Akrosentrik ST Sub-terminal Akrosentrik T >15

20 Gambar 2.Bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer (Eldridge, 1985) Jumlah kromosom untuk beberapa spesies mungkin sama, akan tetapi bila dilihat dari bentuk, ukuran dan komposisinya adalah berbeda. Makin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme maka semakin besar kemungkinan perbedaan jumlah, bentuk serta susunan kromosomnya (Yatim, 1983; Sharma dan Sharma, 1983; Lesley, 1963). Penelitian tentang sitogenetik pada beberapa jenis ikan diketahui bahwa ada beberapa spesies yang sama memiliki jumlah set kromosom yang berbeda seperti pada ikan rainbow trout dimana jumlah kromosom berkisar antara 2n = (Colihueque et al., 2000), pada spesies crab 2n = (Lee et al., 2004). Selanjutnya untuk melihat gambaran lengkap dari kromosom yang disusun secara teratur menurut pasanganpasangannya pada suatu karyotipe dapat dilihat pada saat kromosom mengalami metafase (Eldridge, 1985). Untuk mengetahui dan mendapatkan bentuk, ukuran serta susunan kromosom dilakukan dengan membuat preparat kromosom terlebih dahulu. Pembuatan preparat kromosom ini secara umum dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1)membuat preparat kromosom dengan langsung mengambil organ-organ dari tubuh ikan (teknik jaringan padat) dan 2) melalui kultur jaringan atau kultur sel (Carman, 1990). Untuk cara yang pertama ini memiliki keunggulan, dimana ini relatif mudah dan murah dilakukan, sedangkan cara kedua lebih susah pengerjaannya dan memerlukan biaya yang relatif lebih mahal akan tetapi untuk mendapatkan kromosom pada saat metafase lebih baik hasilnya. Adapun langkahlangkah dalam pengamatan kromosom pada cara pertama adalah: perlakuan perendaman dengan kolkisin, perlakuan hipotonik, fiksasi jaringan, pewarnaan dan pengamatan mikroskopis (Cook, 1978). Pada perlakuan perendaman dengan kolkisin adalah untuk menghentikan pembelahan sel saat metafase karena pada tahap ini kromosom berkontraksi maksimum dan tampak lebih jelas. Agar sel membesar dan kromosom menyebar letaknya maka dapat dilanjutkan melalui

21 perlakuan perendaman di dalam larutan hipotonik (Denton, 1973; Sharma, 1976). Proses selanjutnya adalah fiksasi, yaitu proses untuk menjaga bentuk dan keutuhan dari kromosom (Sharma, 1976). Pewarnaan dilakukan agar kromosom tampak lebih jelas atau lebih mudah terlihat di bawah mikroskop. Pewarnaan umum yang digunakan pada pengamatan kromosom adalah giemsa, dimana kromosom akan berwarna ungu. Sedangkan untuk menghasilkan tampilan kromosom yang berbeda-beda, maka dapat dilakukan beberapa teknik pewarnaan yang merupakan modifikasi dari prosedur pewarnaan giemsa yang lebih dikenal dengan nama teknik banding (Sharma, 1976). Beberapa teknik banding kromosom tersebut adalah: C-banding, G- banding, Q-banding, dan R-banding (McGregor dan Varley, 1983). C-banding adalah teknik pewarnaan pada daerah sentromer heterokromatin, yaknik bagian tertentu pada DNA constitutive heterochromatin ditandai dengan warna yang lebih gelap pada kromosom selama interfase dan propase; sedangkan pada saat metafase akan tampak lebih terang dan lebih jelas (Eldridge, 1985). Untuk pewarnaan kromosom kelamin dalam hal ini kromosom Y, dengan teknik C-banding akan tampak lebih jelas terlihat apabila dibandingkan dengan kromosom X (Eldridge, 1985). Teknik C-banding pertama kali diperkenalkan oleh Pardue dan Gall pada tahun 1970, yang mengamati kromosom tikus dengan menggunakan sodium hidroksida (NaOH) (Eldridge, 1985). Teknik G-banding adalah teknik pewarnaan yang lebih detail apabila dibandingkan dengan teknik C-banding, dimana pada teknik G-banding biasanya kromosom diberi perlakuan awal dengan tripsin, urea dan protease (Seabright, 1971). Dengan menggunakan teknik G-banding ini maka band yang terbentuk akan tampak lebih permanen dan preparat dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama dan memberikan hasil yang sama baiknya apabila difoto langsung atau disimpan dalam kurung waktu yang lama (Eldridge, 1985). Selanjutnya apabila ditambahkan perlakuan Q dan R-banding secara bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih menyakinkan tentang struktur kromosom terutama pada saat penyusunan karyotipe. Prosedur teknik Q-banding pertama kali diperkenalkan oleh Caspersson et al. (1970), yaitu mengembangkan bahan pengalkil yang secara khusus mengikat

22 atom N7 residuguanin dan berpotensial digunakan untuk mendeteksi perbedaan komposisi dasar dari DNA selama metafase dalam mitosis. Selanjutnya dijelaskan bahwa bahan ini dapat berpasangan dengan fluorochrom sehingga perbedaan komposisi dasar dari kromosom dapat dideteksi dengan memeriksa pola pendarnya. Teknik R-banding merupakan kebalikan dari teknik G-banding dalam hal menampilkan warna kromosom, yaitu warna terang dalam G-banding dan warna gelap pada R-banding (McGregor dan Varley, 1983). Pada pembuatan kromosom, sampel yang akan digunakan sebaiknya berasal dari jaringan atau sel yang aktif membelah, seperti: ginjal, insang, sirip; sedangkan untuk sel yang tidak aktif membelah dapat dilakukan dengan mengkultur jaringan tersebut secara in vitro untuk merangsang agar sel tersebut lebih sering membelah, seperti kultur darah (Sharma, 1976). Selanjutnya keberhasilan teknik kultur darah ini sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya kontaminan di dalam kultur tersebut. Kontaminan tersebut dapat berupa bakteri, jamur, mikroplasma dan virus yang berasal dari jaringan atau sel kultur (McGarrity, 1994). Kromosom yang menyebar dengan baik, lengkap dan jelas bentuknya difoto dan hasil foto tersebut kemudian digunting menurut bentuk dan ukuran, selanjutnya disusun berdasarkan ke-homologkannya (Eldridge, 1985). Dalam membandingkan karyotipe dari suatu spesies yang berbeda, ada beberapa kriteria yang diamati, yaitu: variasi ukuran kromosom, variasi posisi sentromer, variasi ukuran relatif kromosom, variasi jumlah dasar kromosom (basic number), indeks sentromer (centromer indeks), rasio lengan (arm ratio) dan panjang relatif kromosom (relative length) (Eldridge, 1985). Berdasarkan hal di atas diketahui bahwa jumlah kromosom pada ikan manvis adalah 2n = 48, dengan susunan karyotipe-nya 4M SM + 44ST T serta AN = 52 (Fuji dan Ojima, 1983) Pewarisan Kromosom Sistem pewarisan kromosom pada eukaryot lebih rumit dibandingkan dengan sistem yang dimiliki bakteri, pada bakteri setiap pembelahan sel akan menghasilkan sel baru yang sekaligus menjadi organisme baru sedangkan organisme tingkat tinggi (eukaryot) perbanyakan berjalan melalui sistem yang lebih kompleks yaitu dapat terjadi secara akseksual atau seksual (Jusuf, 2001).

23 Jusuf (2001) menjelaskan bahwa di dalam pewarisan kromosom kepada anakannya, terjadi dua sistem pembelahan sel yaitu: mitosis dan meiosis. Pembelahan secara mitosis dapat berlangsung di semua organ dan jumlah kromosom yang dihasilkan sama dengan jumlah kromosom semula, sedangkan pembelahan meiosis hanya terjadi di jaringan organ seks dan berfungsi mereduksi jumlah kromosom menjadi separuhnya (Gambar 3A dan B). Mitosis Meiosis B Gambar 3. Tahapan-tahapan perkembangan pembelahan kromosom (Jusuf,2001) Yatim (1983) menyatakan bahwa di dalam pelaksanaan membawa sifat keturunan kepada anakan, prosesnya adalah sebagai berikut: 1. Gametogonium dalam gonad individu dewasa mengalami perbanyakan membentuk gametosit. 2. Jumlah kromosom gametosit direduksi menjadi separuh, terbentuk gamet. 3. Gamet jantan dan betina membuahi, terbentuk zigot

24 4. Zigot tumbuh menjadi embrio, sampai menjadi individu dewasa dan gonadnya mampu menghasilkan gamet. Mutasi Kromosom Perubahan organisme terjadi akibat adanya perubahan bahan genetik yang disebut dengan mutasi. Mutasi pada tingkat kromosom secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu: perubahan struktur atau penataan kembali kromosom, dan perubahan jumlah kromosom. Perubahan struktur kromosom dipengaruhi oleh adanya proses pindah silang kromosom, delesi, duplikasi, inversi, translokasi dan pengaruh posisi terhadap ekspresi gen (Jusuf, 2001). Papeschi (1987) menemukan bahwa mekanisme proses inversi dan translokasi berperanan penting dalam proses evolusi kromosom, peristiwa ini berpengaruh terhadap penambahan jumlah maupun morfologi kromosom itu sendiri. Selanjutnya ditambahkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara proses inversi dengan ukuran dan jumlah kromosom dalam suatu tingkat spesies. Mutasi tingkat gen secara umum tidak menyebabkan terbentuknya spesies baru. Pembentukan spesies baru akan terjadi bila mutasi menyentuh sistem reproduksi yang menyebabkan munculnya penghalang biologis untuk terbentuknya hibrid antara spesies dengan mutan. Akumulasi dari berbagai mutasi gen mungkin saja dapat memunculkan penghalang biologis, akan tetapi prosesnya dalam waktu yang cukup lama dan terjadi isolasi geografi, yang biasa disebut dengan spesiasi alopatri (Jusuf, 2001). Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan mutasi tersebut seperti bahan-bahan kimia, radiasi, perubahan lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Pada ikan manvis tingkat kestabilan materi genetik terhadap adanya perubahan faktor tekanan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya mutasi, dimana gen yang sering mengalami mutasi adalah pada gen pembawa sifat warna. Pengaruh tekanan lingkungan yang besar dapat menyebabkan terjadinya perubahan di dalam menampilkan warna yang muncul seperti pada ikan manvis gold, smokey, albino dan gold marble. Warna yang muncul pada jenis ikan manvis ini dipengaruhi oleh spektrum cahaya. Akan tetapi untuk manvis zebra, half-black dan pearscale pengaruh tekanan lingkungan berupa spektrum cahaya tidak begitu berpengaruh (Rybicki, 2000). Perubahan yang terjadi pada gen

25 termutasi tersebut tercermin pada ekspresi fonotip (warna tubuh) yang pada akhirnya menyebabkan munculnya varietas baru. Norton (1982a) menyebutkan bahwa pemunculan jenis baru yang terjadi pada ikan manvis ini menghasilkan beberapa varietas yang dibedakan atas pola warna pada tubuh. Selanjutnya Melograna (2003) menambahkan bahwa penentuan varietas ikan manvis ini dibagi atas tujuh bagian berdasarkan sebelas gen yang mengalami mutasi, seperti dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Gen ikan manvis yang mengalami mutasi menurut karakteristik grup No Karakteristik grup Gen mutasi (simbol) 1 Warna marble (M), black (B), gold (g), gold marble (gm) 2 Stripes (bergaris) stripeless (S), zebra (Z) 3 fintype (tipe sirip) veiltail (V) 4 Half-black half-black (h) 5 Smokey smokey (S m ) 6 Pearscale pearscale (p) 7 Albino albino (a) Selanjutnya Saunders dalam Angel West (2004) menyatakan bahwa sirip pada ikan manvis juga telah mengalami adanya mutasi pada tingkat gen, dimana gen-gen yang mengalami mutasi tersebut diberi beberapa simbol untuk memudahkan identifikasi (Tabel 4). Beberapa contoh jenis ikan manvis yang mengalami mutasi berdasarkan bentuk sirip dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4. Beberapa jenis sirip yang mengalami mutasi Jenis sirip Simbol Standar +/+ Veil V/+ Super veil V/V Longfin n/+ Longfin n/n Veil longfin V/+ n/+ Combtail V/+ n/n Super veil longfin V/V n/+ Super combtail V/V n/n

26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2005 bertempat di Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Sampel ikan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam varietas ikan manvis yaitu: golden marble, white slayer, zebra, black angel, black slayer dan zebra slayer (Lampiran 3). Jumlah sampel yang digunakan untuk tiap varietas sebanyak 5 ekor, berumur kurang lebih 2,5 bulan diperoleh dari Laboratorium Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan importir ikan hias yang ada di Kotamadya Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat preparat kromosom adalah: larutan kolkisin 0,007% w/v (C 22 H 25 NO 6 ; Lot M9R3025, Nacalai Tesque.INC, Kyoto.Japan), etanol (C 2 H 5 OH), kalium klorida (KCl), asam asetat glasial (CH 3 COOH), giemsa 20% dan akuades. Sedangkan alat yang digunakan selama penelitian adalah: botol sampel, akuarium ukuran 15 x 10 x 15 cm lengkap dengan aerasinya, separangkat alat bedah, objek gelas (cekung dan datar), pipet tetes, hot plate, timbangan digital, kertas tissu, mikroskop binokuler dan kamera digital. Prosedur Penelitian Pemeliharaan Ikan Uji Ikan manvis yang berhasil dikumpulkan kemudian dipelihara di dalam akuarium lengkap dengan aerasi selama lebih kurang 1 minggu dan diberi makan pakan alami (cacing merah) sebanyak 2 kali sehari. Penyifonan air dilakukan setiap hari dengan mengganti air sebanyak 100% setiap hari. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas air media selama ikan dipelihara tetap terjaga dengan baik.

27 Perendaman Ikan Uji dengan Kolkisin dan Pengawetan Jaringan Sebelum ikan direndam dalam larutan kolkisin terlebih dahulu ikan uji dipuasakan selama 24 jam, hal ini dilakukan agar ikan tidak banyak mengeluarkan feces serta untuk mengurangi stres selama perendaman di dalam kolkisin. Setelah itu ikan direndam di dalam larutan kolkisin 0,007% w/v selama lebih kurang 6 9 jam. Selama perendaman ini ikan dibiarkan berenang dalam wadah dengan aerasi yang baik dan setelah itu ikan dibunuh. Larutan kolkisin 0,007% w/v dibuat dengan melarutkan 70 mg kolkisin dalam 1 liter air. Ikan uji dibunuh dengan menusukkan jarum pada bagian hipothalamus, selanjutnya diambil jaringan sirip dan insangnya. Jaringan tadi kemudian dipotong-potong kecil dan selanjutnya direndam dalam larutan hipotonik (KCl 0,075 M) selama 60 menit pada suhu ruang. Selama perendaman, larutan hipotonik ini diganti setiap 30 menit dengan volume lebih kurang 20 kali volume jaringan. Larutan hipotonik 0,075 M dibuat dengan melarutkan 5,6 gram KCl dalam 1 liter akuades. Setelah direndam pada larutan hipotonik selama 60 menit, kemudian dilanjutkan dengan merendam jaringan tersebut ke dalam larutan fiksatif (larutan Carnoy) selama 60 menit (2 x 30 menit). Larutan Carnoy ini dibuat dengan mencampurkan asam asetat glasial dan etanol (perbandingannya 1 : 3). Setelah difiksasi dapat dilanjutkan pembuatan preparat langsung atau bila diperlukan jaringan yang telah difiksasi tadi dapat disimpan dalam refrigerator selama 2 3 minggu. Pembuatan Preparat Jaringan yang telah difiksasi diambil menggunakan pinset dan selanjutnya disentuhkan pada kertas tissue untuk menghilangkan larutan fiksatif. Kemudian jaringan tersebut diletakkan di atas objek gelas cekung serta ditambahkan 3 4 tetes asam asetat 50%, selanjutnya digerak-gerakan secara perlahan-lahan menggunakan tusuk gigi atau ujung pisau bedah agar sel lepas dari jaringan pengikatnya. Sebelum objek glas digunakan terlebih dahulu objek gelas direndam dalam larutan alkohol 70% selama lebih kurang 2 jam. Hasil dari perlakuan tersebut akan menghasilkan suspensi. Suspensi yang terbentuk ditandai dengan larutan menjadi keruh. Selanjutnya suspensi tadi

28 disedot menggunakan pipet tetes secara hati-hati sehingga tidak terbentuk gelembung udara. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya penumpukan sel sehingga kromosom lebih jelas terlihat. Suspensi yang telah disedot tersebut kemudian diteteskan di atas objek gelas yang ditempatkan di atas hot plate dengan kisaran suhu o C, dan selanjutnya diisap kembali setelah terbentuk lingkaran (ring) berdiameter 1 1,5 cm. Pada setiap objek gelas dibuat 3 hingga 4 buah lingkaran. Untuk objek glas ini juga direndam terlebih dahulu di dalam larutan alkohol 70% untuk menghilangkan hal-hal lain yang dapat merusak preparat. Setelah lingkaran terbentuk selanjutnya objek gelas dikering-udarakan pada suhu ruang sebelum dilakukan pewarnaan preparat. Pewarnaan Preparat Setelah preparat kering, selanjutnya diwarnai menggunakan larutan giemsa 20%, yaitu mencampurkan giemsa dan akuades dengan perbandingan 2 : 8. Preparat tersebut direndam dalam larutan giemsa selama kurang lebih 30 menit pada suhu ruang. Selanjutnya preparat dibilas menggunakan akuades, kemudian objek gelas tersebut dikeringkan pada suhu ruang, kemudian preparat siap diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100, 400 dan 1000 kali untuk dihitung jumlah kromosom serta diamati bentuk dan ukurannya. Seberan kromosom yang baik dan jumlahnya lengkap kemudian difoto, hasilnya digunakan dalam penyusunan karyotipe untuk masing-masing varietas ikan manvis. Analisa Data Variabel yang diukur pada penelitian ini antara lain: panjang kromosom, panjang lengan (pendek dan panjang); sedangkan variabel yang dihitung antara lain: rasio lengan (arm ratio), panjang relatif dan nilai Numeric value centromer (NVC) (Levan et al., 1964; McGregor dan Varley, 1983). Rasio lengan (arm ratio) didefinisikan sebagai lengan pendek dibagi lengan panjang kromosom. Nilai yang dihasilkan selalu lebih besar dari satu. Arm ratio = Lengan pendek Lengan panjang

29 Panjang relatif didefinisikan sebagai panjang kromosom dibagi dengan total panjang seluruh kromosom dalam set haploid dan dikalikan 100 %. Panjang relatif = Panjang kromosom Panjang kromosom dalam set haploid X 100% Setelah itu dilakukan perhitungan terhadap nilai numerik letak sentromer (Numeric value of centromer =NVC). Hasil perhitungan NVC dijadikan dasar dalam penentuan tipe kromosom dan penyusunan kariotipe masing-masing varietas ikan manvis. Perhitungan nilai numerik letak sentromer berdasarkan Levan et al. (1964): NVC = Lengan pendek Panjang kromosom x 100% Untuk membandingkan kromosom dari masing-masing varietas ikan manvis yang diamati dilakukan analisa secara statistik menggunakan software Minitab maupun secara deskriptif terhadap kariotipe yang diperoleh serta data lainnya. Analisa statistik dilakukan dengan membandingkan data NVC pada setiap varietas ikan manvis.

30 Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan dan pengukuran kromosom didapatkan hasil bahwa ada beberapa persamaan dan perbedaan untuk masing-masing varietas ikan manvis yang diamati. Data hasil pengamatan dan pengukurannya adalah sebagai berikut. Manvis Golden Marble Dari hasil pengamatan kromosom ikan manvis golden marble diketahui bahwa bentuk dan ukuran kromosom yang ditemukan dalam satu preparat cukup beragam, demikian pula dengan jumlah kromosom dimana didapatkan ada kromosom yang tidak lengkap (kurang dari modus) atau jumlah kromosom lebih dari modus. Untuk penyebaran kromosom didapatkan hasil yang relatif baik sehingga pengamatan dapat dilakukan terhadap jumlah dan bentuk dari setiap kromosom. Jumlah kromosom untuk setiap individu yang diteliti sangat beragam mulai dari 40 hingga 49. Dari 5 preparat yang diamati didapatkan 66 sel kromosom dengan modus 48, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kromosom ikan manvis golden marble adalah 2N = 48 (Tabel 5). Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble No Ikan Preparat Jumlah kromosom/sel Total sel 1 A A A A B B B B B B Total sel teramati Ukuran dan bentuk kromosom ikan manvis golden marble yang didapat sangat bervariasi. Ukuran panjang kromosom terkecil sebesar 0,450 µm dan kromosom terbesar yaitu 2,615 µm. Berdasarkan nilai panjang kromosom tersebut maka ikan manvis goden marble memiliki dua jenis ukuran, yaitu: kromosom besar dan kecil. Untuk kromosom yang panjang kromosomnya lebih dari 1µm dikategorikan sebagai kromosom berukuran besar dan lebih kecil dari nilai tersebut dikategorikan sebagai kromosom berukuran kecil (King dalam Titrawani, 1996). Selanjutnya berdasarkan nilai NVC, bahwa ikan manvis golden marble memiliki 23 pasang kromosom yang homolog (sebagai kromosom somatik) dan 1 pasang kromosom tidak homolog yang diduga sebagai kromosom kelamin. Dari 23 pasangan kromosom somatik tersebut diketahui terdiri dari 4 tipe, yaitu:

31 metasentrik, sub-metasentrik, sub-telosentrik dan telosentrik; sedangkan untuk kromosom kelamin terdiri atas tipe kromosom sub-metasentrik (Tabel 6). Dari data ukuran panjang setiap pasang kromosom disusun karyotipe berdasarkan ukuran panjang kromosom mulai dari ukuran yang paling besar sampai yang terkecil (Gambar 4B). Dari hasil penyusunan kariotipe ikan manvis golden marble, berdasarkan tipe-tipe kromosom seperti yang tersebut diatas, maka tipe metasentrik terdapat pada pasangan kromosom no 3; tipe sub-metasentrik terdapat pada pasangan kromosom no 1, 2, 4, 9, 11 dan 20; tipe sub-telosentrik terdapat pada pasangan kromosom no 6, 7, 8 dan 16; tipe telosentrik terdapat pada pasangan kromosom no 5, 10, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 21, 22 dan 23. Sehingga dari komposisi, kromosom ikan manvis golden marble berdasarkan letak sentromernya terdiri dari: 1 pasang metasentrik, 6 sub-metasentrik, 4 sub-telosentrik dan 12 telosentrik, serta 1 pasang kromosom kelamin yang memiliki tipe sub-metasentrik (2M + 14SM + 8ST + 24T), dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik kromosom ikan manvis golden marble. Rata-rata Rata-rata Panjang Arm panjang NVC No lengan pendek Relatif Ratio kromosom (%) kromosom (µm) (%) (%) (µm) Tipe Kromosom ± ± ,063 0,698 41,11 SM ± ± ,170 0,551 35,54 SM ± ± ,820 0,881 46,83 M ± ± ,634 0,507 33,63 SM ± ± ,439 0,000 0,00 T ± ± ,331 0,271 20,00 ST ± ± ,253 0,349 25,86 ST ± ± ,199 0,329 24,73 ST ± ± ,043 0,443 30,80 SM ± ± ,942 0,000 0,00 T ± ± ,903 0,400 28,57 SM ± ± ,771 0,000 0,00 T ± ± ,732 0,000 0,00 T ± ± ,631 0,000 0,00 T ± ± ,631 0,000 0,00 T ± ± ,631 0,313 23,81 ST ± ± ,554 0,000 0,00 T ± ± ,499 0,149 12,95 T ± ± ,476 0,000 0,00 T ± ± ,468 0,465 31,75 SM ± ± ,336 0,000 0,00 T ± ± ,196 0,000 0,00 T ± ± ,119 0,000 0,00 T X ± ± ,699 0,452 31,11 SM Y ± ± ,461 0,541 35,11 SM

32 A : manvis golden marble B : sebaran kromosom C : susunan karyotipe 4μm Gambar 4. Sebaran kromosom dan susunan kariotipe ikan manvis golden marble 4µm A : manvis white slayer B : sebaran kromosom C : susunan karyotipe 4μm Gambar 5. Sebaran kromosom dan susunan kariotipe ikan manvis white slayer

33 Manvis White Slayer Penyebaran kromosom ikan manvis white slayer relatif sudah merata sehingga pengamatan terhadap jumlah dan bentuk kromosom dapat dilakukan, seperti yang terlihat pada Gambar 5B. Pada beberapa preparat kromosom yang diamati, bentuk kromosom dalam satu preparat menunjukkan hasil beragam, serta penyebaran jumlah kromosom di setiap sel tidak selalu sama. Jumlah kromosom ikan manvis white slayer pada setiap sel cukup bervariasi mulai dari 42 hingga 48. Dari 6 preparat yang diperoleh didapatkan 48 sel, penyebaran tertinggi diperoleh 48 kromosom sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kromosom ikan manvis white slayer berjumlah 2N= 48 (Tabel7). Tabel 7. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis white slayer No Ikan Preparat Jumlah kromosom/sel Total sel 1 A A A A B B B B C C C C Total sel teramati Ukuran dan bentuk kromosom ikan manvis white slayer yang di dapat cukup bervariasi. Ukuran panjang kromosom terkecil sebesar 0,425 µm dan terbesar yaitu 1,610 µm. Berdasarkan panjang kromosom bahwa pada ikan manvis white slayer memiliki 2 jenis ukuran kromosom yaitu ukuran besar dan ukuran kecil, seperti yang terlihat pada Tabel 8. Berdasarkan nilai NVC, kromosom ikan manvis white slayer memiliki 23 pasang kromosom yang homolog dan 1 pasang kromosom tidak homolog (diduga sebagai kromosom kelamin) Adapun 23 pasang kromosom tersebut terdiri atas 4 tipe kromosom, yaitu: metasentrik, sub-metasentrik, sub-telosentrik, telosentrik; serta 1 pasang kromosom kelamin yang terdiri atas tipe sub-metasentrik dan telosentrik.

34 Tabel 8. Karakteristik kromosom ikan manvis white slayer. No Rata-rata lengan pendek kromosom (µm) Rata-rata panjang kromosom(µm) Panjang Relatif (%) Arm Ratio (%) NVC (%) Tipe Kromosom ± ± ,448 0,519 34,16 SM ± ± ,730 1,000 50,20 M ± ± ,602 0,000 0,00 T ± ± ,473 0,481 32,47 SM ± ± ,398 0,389 28,13 SM ± ± ,388 0,274 21,52 ST ± ± ,259 0,000 0,00 T ± ± ,238 0,215 17,70 ST ± ± ,141 0,000 0,00 T ± ± ,141 0,000 0,00 T ± ± ,066 0,313 23,83 ST ± ± ,013 0,000 0,00 T ± ± ,863 0,243 19,54 ST ± ± ,777 0,000 0,00 T ± ± ,660 0,000 0,00 T ± ± ,606 0,000 0,00 T ± ± ,574 0,000 0,00 T ± ± ,563 0,270 21,23 ST ± ± ,520 0,000 0,00 T ± ± ,499 0,000 0,00 T ± ± ,392 0,000 0,00 T ± ± ,178 0,000 0,00 T ± ± ,910 0,000 0,00 T X ± ± ,317 0,363 26,83 SM Y ± ± ,199 0,000 0,00 T Penyusunan pasangan kromosom homolog dilakukan berdasarkan ukuran panjang kromosom mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Berdasarkan tipe kromosomnya, ikan manvis white slayer terdiri atas 4 tipe, yaitu: tipe metasentrik terdapat pada kromosom no 2; tipe sub-metasentrik terdapat pada kromosom no 1, 4 dan 5; tipe sub-telosentrik terdapat pada kromosom no 6, 8, 11, 13 dan 18; tipe telosentrik terdapat pada kromosom no 3, 7, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22 dan 23; serta kromosom kelamin yang terdiri dari tipe submetasentrik dan telosentrik (Gambar 5C). Komposisi karyotipe ikan manvis white slayer berdasarkan nilai numerik posisi sentromer terdiri dari 2 metasentrik, 7 sub-metasentrik, 10 sub-telosentrik, 29 telosentrik (2M + 7SM + 10ST + 29T).

35 Manvis Zebra Penyebaran kromosom ikan manvis zebra cukup beragam, akan tetapi pengamatan terhadap jumlah dan bentuk kromosom masih dapat dilakukan. Dari beberapa preparat kromosom yang diamati bahwa bentuk kromosom yang ditemukan dalam satu preparat menunjukkan hasil beragam, seperti yang terlihat pada Tabel 9 dibawah ini. Tabel 9. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis zebra Jumlah Kromosom/sel No Ikan Preparat Total sel 1 1 1A B C A B A Total sel teramati Jumlah kromosom ikan manvis zebra yang ditemukan bervariasi mulai 40 hinga 50. Dari 6 preparat didapatkan penyebaran tertinggi adalah 46 sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kromosom ikan manvis zebra berjumlah 2N= 46. Adapun data penyebaran jumlah kromosom yang ditemukan adalah sebagai berikut: 40 (6 sel), 42 (5 sel), 43 (1 sel), 44 (3 sel), 46 (17 sel), 47 (2 sel), 48 (5 sel) dan 50 (3 sel). Ukuran dan bentuk kromosom ikan manvis zebra adalah cukup bervariasi. Ukuran panjang kromosom terkecil adalah 0,480 µm dan terbesar yaitu: 1,545 µm. Berdasarkan panjang kromosom menunjukkan bahwa ikan manvis zebra memiliki 2 jenis ukuran kromosom yaitu: kromosom ukuran besar dan kromosom ukuran kecil (Tabel 10). Selanjutnya ukuran panjang total dari setiap kromosom tadi dijadikan dasar dalam penyusunan kariotipe ikan manvis zebra. Berdasarkan nilai NVC, kromosom ikan manvis zebra memiliki 22 pasang kromosom homolog (somatik) dan 1 pasang kromosom tidak homolog yang diduga sebagai kromosom kelamin. Dari 22 pasang kromosom yang homolog tersebut terdiri dari 4 tipe yaitu: metasentrik, sub-metasentrik, sub-telosentrik dan telosentrik ; sedangkan untuk kromosom kelamin terdiri dari 2 tipe, yaitu: submetasentrik dan telosentrik.

36 Tabel 10. Karakteristik kromosom ikan manvis zebra No Rata-rata lengan pandek kromosom (µm) Rata-rata panjang Kromosom (µm) Panjang Relatif (%) Arm Ratio (%) NVC (%) Tipe Kromosom ± ± ,845 0,856 46,28 M ± ± ,725 0,505 33,56 SM ± ± ,385 0,438 30,60 SM ± ± ,278 0,313 23,83 ST ± ± ,254 0,313 23,81 ST ± ± ,194 0,282 22,00 ST ± ± ,170 0,380 27,55 SM ± ± ,134 0,000 0,00 T ± ± ,110 0,248 19,89 ST ± ± ,075 0,000 0,00 T ± ± ,057 0,000 0,00 T ± ± ,039 0,000 0,00 T ± ± ,009 0,000 0,00 T ± ± ,991 0,000 0,00 T ± ± ,943 0,000 0,00 T ± ± ,919 0,000 0,00 T ± ± ,890 0,000 0,00 T ± ± ,872 0,000 0,00 T ± ± ,848 0,000 0,00 T ± ± ,800 0,000 0,00 T ± ± ,722 0,000 0,00 T ± ± ,621 0,000 0,00 T X ± ± ,573 0,548 35,42 SM Y ± ± ,579 0,000 0,00 T Penyusunan pasangan kromosom yang homolog ini dilakukan berdasarkan ukuran panjang kromosom dengan melakukan pengurutan panjang mulai dari kromosom terbesar hinga yang terkecil. Berdasarkan dari penyusunan kariotipe menurut ukuran panjang maka untuk kromosom somatik didapatkan data sebagai berikut: untuk tipe metasentrik terdapat pada pasangan kromosom no 1; tipe submetasentrik terdapat pada pasangan kromosom no 2, 3 dan 7; tipe sub-telosentrik terdapat pada pasangan kromosom no 4, 5, 6 dan 9; sedangkan untuk tipe telosentrik terdapat pada pasangan kromosom no 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Manvis

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Manvis TINJAUAN PUSTAKA Ikan Manvis Menurut McDonald (1996) dan Verhoef-Verhallam (2000), Ikan manvis atau ikan bidadari (angel fish) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo : Perciformes Famili : Cichilidae

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN

KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY KURNIADI SIAGIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KARAKTERISTIK KROMOSOM IKAN MANVIS (Pterophyllum scalare) WESLY

Lebih terperinci

Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble

Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari hasil pengamatan dan pengukuran kromosom didapatkan hasil bahwa ada beberapa persamaan dan perbedaan untuk masing-masing varietas ikan manvis yang diamati. Data hasil pengamatan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM HEWAN DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Amemiya, C.T., J.W.

Lebih terperinci

Pada keadaan demikian, kromosom lebih mudah menyerap zat warna, misalnya sudan III, hematoksilin, methylen blue, dan kalium iodida.

Pada keadaan demikian, kromosom lebih mudah menyerap zat warna, misalnya sudan III, hematoksilin, methylen blue, dan kalium iodida. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gen yang menentukan sifat suatu makhluk hidup dibawa oleh struktur pembawa gen yang mirip benang dan terdapat di dalam inti sel (nukleus). Kromosom hanya dapat diamati

Lebih terperinci

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2014/2015 Pokok Bahasan : Genetika Jani Master, M.Si.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan

Pendahuluan. Pendahuluan. GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 08 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2017, selama 80 hari, 40 hari proses triploidisasi di ruang karantinainstalasi Budidaya

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

JUMLAH KROMOSOM DAN ANAK INTI IKAN TAWES DIPLOID (Puntius gonionotus Blkr.)

JUMLAH KROMOSOM DAN ANAK INTI IKAN TAWES DIPLOID (Puntius gonionotus Blkr.) Jumlah Kromosom dan Anak Inti Ikan Tawes Diploid (Puntius gonionotus Blkr.) (Sukaya Sastrawibawa) JUMLAH KROMOSOM DAN ANAK INTI IKAN TAWES DIPLOID (Puntius gonionotus Blkr.) Sukaya Sastrawibawa Fakultas

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI KROMOSOM

MAKALAH BIOLOGI KROMOSOM MAKALAH BIOLOGI KROMOSOM OLEH: Annisa Tria Apriliani 1413100004 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR TABEL... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 1

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(2): (2004) 13

Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(2): (2004) 13 Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(2): 13-18 (2004) 13 KARIOTIP IKAN HIAS ENDEMIK RAINBOW SULAWESI (Telmatherina ladigesi) DARI SUNGAI MAROS, SULAWESI SELATAN The Caryotipe of Endemic Ornamental Fish Celebes

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial dengan permintaan semakin meningkat baik di dalam maupun di luar negri (Dewontoro, 2001). Keindahan

Lebih terperinci

II. Bagaimana sifat diwariskan

II. Bagaimana sifat diwariskan II. Bagaimana sifat diwariskan Gen-gen letaknya pada kromosom ( inti sel). Kromosom dan gen-gennya gennya diwariskan saat fertilisasi. Pada gonad pembentukan sel kelamin ( meiosis) Contoh; Kromosom dalam

Lebih terperinci

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN 1 ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN Latar Belakang Stadium haploid dari siklus seksual dihasilkan dari proses pembelahan inti yang disebut meiosis. Meiosis berlangsung pada sel-sel yang terdapat di dalam jaringan

Lebih terperinci

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat A. Siklus sel dan siklus hidup organisme B. Prinsip dasar reproduksi dan pewarisan material genetik: mitosis, meiosis dan fertilisasi C.Pola pewarisan sifat:

Lebih terperinci

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Anggrek alam merupakan salah satu tanaman yang perlu di lestarikan populasinya. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya serta banyaknya perburuan liar menjadi

Lebih terperinci

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD Nama : Angga Rio Pratama Kelas : S1 TI 2C NIM : 10.11.3699 Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Peluang Usaha Pengembangbiakan Love Bird (

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. MATERI GENETIK Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. PENDAHULUAN Berbagai macam sifat fisik makhluk hidup merupakan hasil dari manifestasi sifat genetik yang dapat diturunkan pada keturunannya Sifat

Lebih terperinci

PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA. OLEH Dr. Hasnar Hasjim

PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA. OLEH Dr. Hasnar Hasjim PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA OLEH Dr. Hasnar Hasjim 1.PENGANTAR GENETIKA Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat keturunan yang diwariskan kepada anak cucu dan variasi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA OLEH: IR. SUPRIYANTA, MP. JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004 Topik 1 Pendahuluan Dalam bidang biologi, kita mengenal suatu organisme

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

LABORATORIUM GENETIKA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2010

LABORATORIUM GENETIKA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2010 LABORATORIUM GENETIKA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2010 1. Mengetahui dan memahami struktur kromosom politen Drosophila melanogaster. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ). HEREDITAS Hubungan antara gen, DNA, Kromosom & Hereditas Pengertian hereditas? Melalui apa sifat diturunkan? Apa itu gen? Bagaimana hubungan antara gen dengan DNA? Bagaimana hubungan antara gen dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

MUTASI. Rita Wijayanti SMA Negeri 9 Yogyakarta

MUTASI. Rita Wijayanti SMA Negeri 9 Yogyakarta MUTASI Rita Wijayanti SMA Negeri 9 Yogyakarta Standar Kompetensi: 3. Memahami konsep dasar dan prinsipprinsip hereditas serta implikasinya pada salingtemas. 3.5 Menjelaskan peristiwa mutasi dan implikasinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER KROMOSOM KELENJAR LUDAH Chironomus

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER KROMOSOM KELENJAR LUDAH Chironomus LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER KROMOSOM KELENJAR LUDAH Chironomus Disusun oleh: Iyus Abdusyakir (1110016100007) Bayu Purnomo (1110016100031) Ditya Ambarwati (1110016100024) Ria Rista Agustina

Lebih terperinci

Topik 5 DNA : Organisasi Dalam Kromosom

Topik 5 DNA : Organisasi Dalam Kromosom Topik 5 DNA : Organisasi Dalam Kromosom Material genetik suatu sel tersusun dalam suatu organisasi secara fisik yang khusus yang sebut kromosom. Kromosom organisme eukariot jauh Iebih kompleks dibanding

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2) : (2014) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2) : (2014) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2) : 125-134 (2014) ISSN : 2303-2960 PERBEDAAN JUMLAH KROMOSOM IKAN TOMAN (Channa micropeltes) DENGAN IKAN SERANDANG (Channa pleuropthalmus) The Difference of Chromosome

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Gen Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Kromosom. GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Kromosom. GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Kromosom Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN PENCATATAN SEJARAH IKAN Supaya kegiatan budidaya ikan yang kita jalani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa hal yang harus

Lebih terperinci

Definisi Genetika. Genetika Sebelum Mendel. GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel

Definisi Genetika. Genetika Sebelum Mendel. GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel Definisi Genetika GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca)

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALYSIS OF C-BANDING CHROMOSOMES OF MALE AND FEMALE SALAK (Salacca zalacca var. zalacca) Parjanto Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Aristya, G.R., Daryono,

Lebih terperinci

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Andri Rizki Aminulloh 13506033 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Betta splendensregan Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Betta splendensregan Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Betta splendensregan Menurut Hoedeman (1972), klasifikasi ikan cupang sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Superkelas Kelas Subkelas Superordo Ordo Subordo Famili Subfamili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA Genetika merupakan salah satu bidang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat atau karakter dari orang tua kepada anaknya. Ilmu genetika modern meliputi beberapa

Lebih terperinci

GENETIKA. Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN. ajs

GENETIKA. Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN. ajs GENETIKA Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN BAGAIMANA DENGAN GOLONGAN TUMBUHAN? Indikator : 1. Mesdeskripsikan materi genetis yang bertanggungjawab dalam pewarisan sifat 2. Membedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

MODUL IV REPRODUKSI SEL

MODUL IV REPRODUKSI SEL 24 MODUL IV REPRODUKSI SEL TUJUAN mitosis. Memahami terjadinya proses dan fase-fase pembelahan sel, terutama secara TEORI Terdapat dua tipe sel yaitu prokariota dan eukariota.sel prokariota umumnya berukuran

Lebih terperinci

57 konsentrasi pada profil sitogenetik kromosom Y penderita. Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran abnormalitas kr

57 konsentrasi pada profil sitogenetik kromosom Y penderita. Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran abnormalitas kr 56 BAB 6 RINGKASAN Ambigus genitalia adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya organ genitalia eksterna yang tidak jelas lakilaki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis kelamin. Kelainan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN 1. MATERI GENETIK, DISTRIBUSI GEN DAN PEMBELAHAN SEL

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN 1. MATERI GENETIK, DISTRIBUSI GEN DAN PEMBELAHAN SEL MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN 1. MATERI GENETIK, DISTRIBUSI GEN DAN PEMBELAHAN SEL NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN :. :. :. :. I. MATERI GENETIK Suatu molekul pembawa informasi genetik harus berupa (1) molekul

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. PREPARASI KROMOSOM IKAN BATAK Tor soro DENGAN TEKNIK JARINGAN PADAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. PREPARASI KROMOSOM IKAN BATAK Tor soro DENGAN TEKNIK JARINGAN PADAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PREPARASI KROMOSOM IKAN BATAK Tor soro DENGAN TEKNIK JARINGAN PADAT BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan oleh: Ika Rahmawaty C14070020 2007 Darmawan Setia Budi C14063502 2006

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Bagian-bagian kromosom

Bagian-bagian kromosom BAB3: SUBSTANSI GENETIKA KROMOSOM Bagian-bagian kromosom 1. kromatid. 2. senrtomer. 3. lengan pendek. 4. lengan panjang. SUBSTANSI GENETIKA Seluruh peristiwa kimia (metabolisme) diatur oleh suatu master

Lebih terperinci

BAB IV PEWARISAN SIFAT

BAB IV PEWARISAN SIFAT BAB IV PEWARISAN SIFAT Apa yang akan dipelajari? Apakah gen dan kromosom itu? Bagaimanakah bunyi Hukum Mendel? Apa yang dimaksud dengan sifat resesif, dominan, dan intermediat? Faktor-faktor apakah yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kottelat et al, (1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan Batak adalah Tor sp. dan jenis yang lainnya yang mirip dan hidup di Danau Toba adalah Neolissochilus sp. Ikan batak terdiri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex *Alel Ganda *Sebuah gen memiliki alel lebih dari satu *Golongan darah : *gen I A, I B, I O *Warna Kelinci :

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis 2. PEWARISAN SIFAT A. SEJARAH PEWARISAN SIFAT Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia adalah orang yang pertama kali melakukan mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS)

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) 04 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) Pembelahan sel dibedakan menjadi secara langsung (amitosis) dan tidak langsung (mitosis dan meiosis).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 2006/2013 Kelas XII biologi PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Mengetahui jenis-jenis penyimpangan

Lebih terperinci

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Apabila kita mengawinkan sapi Bali, maka anaknya yang diharapkan adalah sapi Bali bukan sapi madura. Demikian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA )

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA ) LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : 1506050090 KELOMPOK : III ( TIGA ) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

PEMBELAHAN SEL Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

PEMBELAHAN SEL Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. PEMBELAHAN SEL Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami mengenai posisi sel, kromosom, dan DNA dalam dalam kaitannya dengan organisme Mahasiswa memahami jenis-jenis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Pewarisan Sifat. meliputi

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Pewarisan Sifat. meliputi Bab 5 Pewarisan Sifat Banyak sifat yang dimiliki makhluk hidup yang menurun dari induk kepada keturunannya, sehingga sifat orang tua dapat muncul pada anaknya atau bahkan sifat-sifat tersebut muncul pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Hukum Mendel. Dr. Pratika Yuhyi Hernanda

Hukum Mendel. Dr. Pratika Yuhyi Hernanda Hukum Mendel Dr. Pratika Yuhyi Hernanda Gregory Mendel The father of genetics Mengajar di Brunn Modern School, Vienna, Austria Bagaimana pewarisan sifat itu bekerja? Apa yang sebenarnya diturunkan dari

Lebih terperinci

PERBEDAAN MITOSIS DAN MEIOSIS Sel yang aktif membelah melewati suatu siklus yang berlangsung secara teratur dikenal sebagai siklus sel. Siklus sel dibedakan atas dua stadia, yaitu stadium istirahat (interfase)

Lebih terperinci

Dan lain-lainnya hanya di

Dan lain-lainnya hanya di PEMBELAHAN SEL Disusun oleh: Theresia retno kristanti (131434029) Wida hening sukma C (131434014) Anna maria (131434024) Vera yosefita (131434 Siwi saptarani (131434026) Stevani Widha (131434010) Tia ariana

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Hukum Mendel yang sering dikonotasikan dengan hukum pewarisan didasarkan pada prinsip-prinsip segregasi (Hk.Mendel I) dan penggabungan kembali (Hk. Mendel II) gen-gen

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA

LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA KELOMPOK DIHIBRID 1. AGUSTINA ADHI SURYANI 4401412055 2. AMALIA TRISTIANA 4401412063 3. DINULLAH ALHAQ 4401412126 ROMBEL 01 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci