ANALISIS PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KOTA PONTIANAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KOTA PONTIANAK"

Transkripsi

1 ANALISIS PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KOTA PONTIANAK Disusun Oleh: ( Tim Peneliti) KOTA PONTIANAK 2015

2 SUSUNAN TIM PENELITI Peneliti: 1. Hasymi Rinaldi (Ketua Peneliti) 2. Gusti Charma Husada (Anggota Peneliti) 3. Rudini (Anggota Peneliti) 4. Fitriyanti (Anggota Peneliti) 5. KPU Kota Pontianak Reviewer 1. Faisal Riza i

3 KATA PENGANTAR Laporan penelitian ini berhasil disusun atas berkat Tuhan YME dan bantuan secara langsungdari tim penyusun. Tak lupa pula diucapkan terima kasih kepada KPU Kota Pontianak dan Staf yang memiliki kontribusi sangat besar dalam penyelesaian penelitian. Khususnya dalam menyediakan data dasar yang mendukung proses analisis dan kajian. Penelitian ini berupaya melihat kecenderungan memilih masyarakat dalam tiap pemilu. Setidaknya terdapat dua tujuan utama yang dijawab dalam penelitian ini, yaitu (1) mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, serta mendeskripsikan proses prilaku sosial dalam mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat, dan (2) mengidentifikasi prilaku politik masyarakat, serta mendeskripsikan bagaimana prilaku politik dapat mendorong ataupun menghambat tingkat partisipasi pemilih.diharapkan, hasil yang telah disusun dapat berkontribusi secara praktis dalam meningkatkan kwalitas dari hasil pemilu.meskipun memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi hasil analisa dan kajian, namun setidaknya dua tujuan utama dalam penelitian dapat terjawab. Pontianak, 3 Juli 2014 (Tim Peneliti) ii

4 ABSTRAK Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan ataupun terlibat maupun tidak terlibat dalam pemilu. Secara teoritis, banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa prilaku memilih masyarakat menunjukkan prilaku politik masyarakat. Faktor utama yang mempengaruhi prilaku politik masyarakat, salah satunya, adalah prilaku sosial. Untuk mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, penelitian ini melakukan kajian interaksi individu dalam keluarga dan lingkungan sekitar individu, termasuklah tempat kerja. Melalui identifikasi tersebut, penelitian ini berupaya melihat karakteristik individu dan melihat pengaruh interaksi tersebut dalam prilaku politik individu. Penelitian yang dilakukan bersifat kwalitatif dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu berupaya mengidentifikasi realita yang terbentuk, tidak hanya berdasarkan data yang diperoleh langsung melalui sumber data primer. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya relasi antara prilaku sosial, prilaku politik, dan prilaku memilih individu. Kata Kunci: Pemilu, Partisipasi, Prilaku Politik, Prilaku Sosial iii

5 DAFTAR ISI SUSUNAN TIM PENELITI...I KATA SAMBUTAN KETUA KPU KOTA PONTIANAK...ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. KATA PENGANTAR... II ABSTRAK...III DAFTAR ISI...IV DAFTAR GAMBAR...VI DAFTAR TABEL... VII BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. RUMUSAN MASALAH... 2 C. TUJUAN PENELITIAN... 2 D. MANFAAT PENELITIAN... 2 E. KERANGKA KONSEP... 3 E.1. Relasi antara Prilaku Politik dengan Prilaku Sosial... 3 E.2. Partisipasi Politik dan Partisipasi Memilih dalam Pemilu... 5 F. METODOLOGI PENELITIAN... 7 F.1. Jenis dan Sifat Penelitian... 7 F.2. Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian... 8 F.3. Metode Pengumpulan Data... 9 F.4. Pendekatan/Model Analisis BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. WILAYAH B. KEPENDUDUKAN C. PENDIDIKAN D. PEREKONOMIAN E. PARTISIPASI PEMILIH F. PEMILU LEGISLATIF G. PEMILU PRESIDEN BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PRILAKU SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK MASYARAKAT A.1. Prilaku Sosial A.2. Pengaruh Prilaku Sosial terhadap Pemahaman dan Prilaku Politik. 40 B. PENGARUH PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK TERHADAP PARTISIPASI MEMILIH DALAM PEMILU BAB IV. KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN.. 55 iv

6 A. KESIMPULAN B. SARAN C. REKOMENDASI KEBIJAKAN DAFTAR PUSTAKA...VIII LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN...X LAMPIRAN 2. JADWAL PENELITIAN...XI LAMPIRAN 3. DOKUMENTASI LAPANGAN...XIII v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Gambar 2. Salah satu informan di Kelurahan Batu Layang... xiv Gambar 3. Salah satu tempat berkumpul warga kelurahan Batu Layang... xv Gambar 4. Salah satu tempat berkumpul warga kelurahan Batu Layang... xvi Gambar 5. Salah satu aktivitas rutin warga kelurahan Batu Layang... xvii Gambar 6. Salah satu informan di Kelurahan Bansir Laut... xviii Gambar 7. Salah satu informan di Kelurahan Bansir Laut... xviii Gambar 8. Kondisi lingkungan disalah satu tempat di Kelurahan Bansir Laut... xix Gambar 9. Kondisi lingkungan disalah satu tempat di Kelurahan Bansir Laut... xix Gambar 10. Salah satu kantin yang menjadi tempat berkumpul warga di Bansir Laut... xx Gambar 11. Kondisi perumahan disalah satu tempat di Kelurahan Sui. Bangkong... xx Gambar 12. Keadaan Lingkungan di salah satu tempat di Kelurahan Sui. Bangkong... xxi Gambar 13. Salah satu tempat publik di kelurahan Sui. Bangkong... xxi vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Batas Wilayah Administratif Tabel 2. Luas Wilayah Administratif per Kecamatan Tabel 3. Luas dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Tabel 4. Laju Pertumbuhan Penduduk per Kecamatan Tabel 5. Komposisi Jenis Kelamin per Kecamatan Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Partisipasi Sekolah Tabel 7. Pertumbuhan PDRB per Sektor Tabel 8. Angka Partisipasi Pemilih Tabel 9.Tingkat Partisipasi Pemilih Perkelurahan Tabel 10. Daerah Pemilihan pada Pemilu Tabel 11. Jumlah Perolehan Kursi per Dapil Tabel 12. Perolehan Suara Sah per Dapil Tabel 13. Perolehan Suara Sah pada Pemilihan Presiden vii

9 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Relatif tingginya pemilih yang tidak menggunakan hak pilih dapat diakibatkan oleh banyak faktor, semisal dampak yang dihasilkan pemilu tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, perbaikan dan peningkatan kesejahteraan yang terjadi sebelum dan paska pemilu tidak terjadi secara signifikan, ataupun tidak aksesibelnya perangkat pemungutan suara. Beranjak dari pemahaman tersebut, maka rendahnya partisipasi pemilih tidak dapat dianggap sebagai wujud dari rendahnya kedewasaan berpolitik masyarakat. Masyarakat tidak secara otomatis menarik diri dari isu-isu politik dan mengabaikan segala hal yang bernuansa politik pemerintahan. Pada banyak hal, prilaku politik masyarakat masih berlangsung dan bahkan mungkin mengalami peningkatan. Namun, prilaku politik yang ditunjukkan tidak lagi melalui saluransaluran yang disediakan oleh pemerintah. Semisal terbentuknya serikat tani dibeberapa desa, masih berlangsungnya kelompok-kelompok majelis taklim, pengakuan terhadap keberadaan perempuan dalam jabatan-jabatan strategis sebuah organisasi, dan banyak hal lainnya. Kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir tersebut terbentuk secara mandiri dalam menghadapi isu tertentu. Muncul kesadaran ditingkat masyarakat bahwa terdapat ancaman yang hanya dapat diatasi ketika jalur-jalur partisipasi politik yang tersedia tidak dapat sepenuhnya diandalkan. Akibatnya, masyarakat cenderung untuk mengandalkan cara-cara unkonvensional (Munroe 2002, 4). 1

10 B. Rumusan Masalah Beranjak dari fenomena yang melatar belakangi permasalahan penelitian diatas, maka beberapa pertanyaan mendasar yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Bagaimana prilaku sosial masyarakat mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat? 2. Bagaimana prilaku politik masyarakat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan kedua rumusan masalah tersebut, maka tujuan yangingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, serta mendeskripsikan proses prilaku sosial dalam mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat. 2. Mengidentifikasi prilaku politik masyarakat, serta mendeskripsikan bagaimana prilaku politik dapat mendorong ataupun menghambat tingkat partisipasi pemilih. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui hasil penelitian ini adalah: 1. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan program dalam meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu. 2

11 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan keilmuan dan kajian politik, khususnya prilaku politik masyarakat E. Kerangka Konsep E.1. Relasi antara Prilaku Politik dengan Prilaku Sosial Prilaku politik didefinisikan oleh Munroe (2002, 3) sebagai segala tindakan yang terkait dengan kekuasaan pada umumnya, ataupun pemerintahan pada khususnya. Kekuasaan yang dimaksud dapat muncul dalam banyak bentuk, namun akan lebih mudah teridentifikasi sebagai kekuasaan pemerintahan. Mengacu pada definisi tersebut, maka prilaku politik akan muncul ketika masyarakat melakukan sesuatu yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan pemerintah diberbagai lini. Beranjak dari pemahaman tersebut, tiap individu tidak dapat menghindari ataupun menyembunyikan prilaku politik dalam kesehariannya. Terlebih, ketika Munroe (2002, 3) menambahkan bahwa prilaku politik bukan merupakan variabel bebas. Prilaku politik memiliki keterkaitan dengan prilaku ekonomi dan prilaku sosial. Prilaku sosial muncul ketika individu berinteraksi dengan pihak lain yang tidak mencerminkan prilaku ekonomi maupun prilaku politik (Munroe 2002, 3). Keterkaitan antar prilaku tersebut menunjukkan bahwa prilaku politik individu tidak terlepas dari peristiwa yang ada disekitarnya. Seperti halnya yang dikatakan oleh Zuckerman (2005, 8) bahwa manusia saling bergantung satu sama lain, dan terdapat hubungan yang cukup rumit antar individu, komunitas, dan kelompok yang lebih luas. Herbert Simon (dalam 3

12 Zuckerman 2005, 10) juga menjelaskan bahwa lingkungan sosial merupakan sumber awal dari pilihan politik seseorang. Hasil studi Festinger (dalam Zuckerman 2005, 9) menjelaskan bahwa seseorang yang berada dalam satu kelompok yang sama cenderung menghasilkan perubahan dan sikap yang mengarahkan pada keseragaman dalam group. Dalam hal ini Festinger menegaskan bahwa seseorang cenderung menyesuaikan prilakunya berdasarkan nilai-nilai yang diterima oleh kelompok masyarakat disekitarnya. Kondisi yang digambarkan Festinger tersebut hanya terjadi pada masyarakat yang homogen dan cenderung tertutup. Masyarakat cenderung mengkonsumsi jenis informasi yang sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati dalam kelompok tersebut. Informasi yang beredar ditingkat masyarakat tersebut saling mendukung satu sama lain dan sangat jarang sekali muncul bantahan terhadap informasi yang dianggap sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati. Keadaan tersebut mengakibatkan sulitnya terjadi perubahan pandangan politik. Keadaan tersebut tidak dapat disamakan ketika kelompok masyarakat bersifat terbuka dan heterogen. Kondisi tersebut sangat memungkinkan terjadinya perubahan prilaku politik. Mc Phee (dalam Huckfeldt, Johnson dan Sprague 2005, 21) menjelaskan bahwa ketidaksepakatan dalam politik memberi peluang terhadap perubahan politik. Penjelasan tersebut mengindikasikanbahwa semakin heterogen dan terbukanya sebuah komunitas, maka semakinbesar perubahan prilaku individu yang ada dalam kelompok tersebut. 4

13 Dari beragam penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prilaku politik seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial disekitarnya. Munroe (2002, 25) menjelaskan bahwa prilaku politik seseorang dipengaruhi oleh beberapa lapisan. Pada lapisan pertama terdiri dari dua agen yaitu keluarga dan teman. Selanjutnya, pada lapisan kedua terdiri dari tiga agen yaitu lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, media massa, partai politik. E.2. Partisipasi Politik dan Partisipasi Memilih dalam Pemilu Rosanvallon (2008, 20) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilihan telah memenuhi seluruh dimensi demokrasi, yaitu ekspresi, keterlibatan, dan intervensi. Dalam pemilihan umum, masyarakat bersepakat melalui pemungutan suara untuk mencapai keinginan bersama, dan keinginan tersebut terpenuhi oleh suara terbanyak. Jika penyelenggaraan pemilu berlangsung sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, maka tidak akan muncul alternatif lain dalam melakukan partisipasi politik selain menggunakan jalur-jalur yang telah disediakan oleh negara. Dalam pemilihan umum, Masyarakat cenderung memilih partai yang reliabel, artinya partai yang dianggap dapat mengusung kepentingan masyarakat dan prilaku partai dapat diprediksi dalam mengusung isu tertentu (Stokes 2004, 7-8). Permasalahannya, sikap partai yang cenderung mengalami perubahan akibat kepentingan tertentu mengakibatkan sulitnya menentukan partai yang reliabel. Perubahan yang terjadi ditingkat elit politik mendorong terjadinya perubahan ditingkat masyarakat. Perubahan sosial berkontribusi dalam meningkatkan kecurigaan satu sama lain ditingkat masyarakat (Rosanvallon 2008, 10-5

14 11).Kecurigaan interpersonal, dipertegas oleh Rosanvallon, juga dipengaruhi oleh rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap manfaat saluran partisipasi yang telah disediakan oleh pemerintah, termasuklah pemilu. Menurunnya partisipasi pemilih menunjukkan adanya ketidak percayaan masyarakat terhadap institusi-institusi politik. Pemilu yang telah dilaksanakan tidak menghasilkan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Namun, menurunnya partisipasi pemilih bukan menunjukkan bahwa masyarakat memiliki sikap apatis terhadap politik, ketika disisi lain masyarakat menggunakan cara-cara yang unkonvensional dalam berpartisipasi (Rosanvallon 2008, 19). Fenomena munculnya banyak kelompok masyarakat sipil yang terorganisir membantah bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum mengindikasikan ketidakdewasaan berpolitik, ataupun rendahnya pemahaman terhadap politik. Rosanvalon (2008, 19) menjelaskan bahwa terjadi perubahan bentuk dalam kepedulian terhadap politik. Masyarakat memiliki cara-cara unkonvesional yang menunjukkan tingkat partisipasi politik cukup tinggi disaat partisipasi memilih mengalami penurunan. Dalam hal ini, Munroe (2002, 4) membagi partisipasi politik menjadi dua, yaitu partisipasi politik konvensional dan unkonvensional. Dijelaskan oleh Munroe bahwa partisipasi politik konvensional terjadi ketika masyarakat melakukan rutinitas dan kebiasaan dalam sistem politik sebuah negara. Masyarakat menggunakan saluran yang sudah disediakan oleh negara dalam berpartisipasi. Sedangkan yang dimaksud dengan partisipasi politik 6

15 unkonvensional terjadi ketika masyarakat secara mandiri menggunakan cara-cara yang dinilainya efektif dan tidak mengandalkan jalur yang disediakan pemerintah. Beranjak dari definisi yang dijelaskan oleh Munroe, partisipasi pemilih dalam pemilihan umum dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik konvensional. Masyarakat menggunakan jalur yang disediakan negara dalam memenuhi seluruh dimensi demokrasi sebagaimana halnya yang dijelaskan Stokes. Permasalahannya, menurut Munroe (2002, 6) partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik unkonvensional berbanding terbalik. Ketika partisipasi politik konvensional mengalami peningkatan, maka secara otomatis partisipasi politik unkonvensional mengalami penurunan. Dan kondisi tersebut berlaku sebaliknya. F. Metodologi Penelitian F.1. Jenis dan Sifat Penelitian penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi dan memetakan prilaku masyarakat, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah kwalitatif. Disamping itu, menurut Snape dan Spencer (2003, 4), bahwa penelitian kwalitatif memiliki perspektif antara lain mengamati kehidupan sosial sebagai sebuah proses, bukan kejadian yang statis, dan menyediakan perspektif yang menyeluruh sesuai dengan konteks penelitian. Beranjak dari pertimbangan tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan berupaya mencapai tujuan sesuai dengan yang dijelaskan oleh Snape dan Spencer. 7

16 Mengacu pada tujuan penelitian yang berupaya menjawab prilaku sosial, prilakupolitik, dan partisipasi memilih, maka penelitian ini bersifat explanatory research. Menurut Ritchie (2003, 28) menjawab permasalahan mengapa sebuah fenomena terjadi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi fenomena tersebut. Ritchie memperjelas bahwa dalam explanatory research dapat mengidentifikasi input dan output dari sebuah fenomena dan pengaruh terhadap fenomena lainnya sesuai dengan konteks penelitian. F.2. Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang menjadi penduduk Kota Pontianak, sedangkan yang dijadikan sampel adalah masyarakat pada kecamatan yang dianggap dapat mewakili konteks penelitian. Pemilihan sampel bersifat non-probability sampling mengingat jenis penelitian bersifat kwalitatif. Dalam pemilihan sampel berbasiskan kriteria, artinya sampel yang dipilih memiliki karakteristik tertentu yang dianggap dapat menjawab tujuan penelitian. Karakteristik sampel berbasiskan pada kelurahan, dan kriteria kelurahan terpilih adalah: 1. Satu kelurahan pada kecamatan yang memiliki tingkat partisipasi pemilih terendah pada pemilu dengan tingkat partisipasi pemilih terendah pada pemilu Satu kelurahan pada kecamatan yang memiliki tingkat partisipasi pemilih tertinggi pada pemilu dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi pemilu

17 3. Satu kelurahan yang sama dengan perguruan tinggi negeri 4. Satu kelurahan yang memiliki jarak terjauh dengan perguruan tinggi negeri. Tingkat partisipasi tertinggi dan terendah yang dimaksud pada kategori 1 dan 2, merupakan persentase tertinggi dan terendah dari pemilih yang berpartisipasi di kelurahan tertentu terhadap jumlah populasi pemilih di Kota Pontianak.Sehingga, meskipun pada kelurahan tertentu tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi, namun dapat menjadi rendah ketika angka partisipasi pemilih pada kelurahan tersebut dihadapkan dengan jumlah populasi pemilih di Kota Pontianak. Pertimbangan yang dilakukan dengan menggunakan metode ini mengingat tidak adanya data tentang individu-individu yang berpartisipasi dalam pemilu ataupun tidak dikarenakan informasi tersebut bersifat rahasia. Sehingga, untuk mempermudah proses memperoleh sampel yang diinginkan (individu yang berpartisipasi dan tidak berpartisipasi dalam pemilu), maka persentase pemilih terbanyak dan terkecil dalam kelurahan tertentu terhadap jumlah populasi pemilih dijadikan sebagai basis data untuk memperoleh sampel. Berdasarkan keempat kategori tersebut, terangkum tiga titik yang menjadi sampel, yaitukelurahan Bansir Laut (kategori 1 dan 3), Kelurahan Batu Layang (kategori 4), dan Kelurahan Sui Bangkong (kategori 2). Dari masing-masing sampel tersebut, subjek penelitian yang dipilih adalah Ketua RT setempat, Aktivis Lokal, dan masyarakat yang cenderung apatis dalam aktivitas sosial dan politik ditingkat lokal. F.3. Metode Pengumpulan Data 9

18 Data akan dikumpulkan melalui tiga cara, yaitu observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Observasi akan difokuskan pada rutinitas masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial dan politik pada beberapa tempat yang dijadikan sampel. Sedangkan wawancara mendalam akan ditujukan pada masing-masing subjek penelitian. Studi dokumentasi merupakan pendukung terhadap data-data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Studi dokumentasi akan difokuskan pada dokumen-dokumen yang dimiliki desa yang menjelaskan tentang prilaku sosial dan prilaku politik masyarakat setempat. Disamping itu, studi dokumentasi pun akan dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang telah dipublikasikan olehmedia massa setempat terkait dengan tujuan penelitian pada wilayah-wilayah yang menjadi sampel penelitian. F.4. Pendekatan/Model Analisis Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah konstruktivisme, yaitu dengan menampilkan realitas yang terkonstruksi melalui proses pencarian data (Snape dan Spencer 2003, 12). Data yang diperoleh tidak hanya berasal dari satu sumber dan beranjak dari satu fenomena, namun terkonstruksi berdasarkan rangkaian peristiwa yanghadir sesuai dengan konteks penelitian. Informasi yang diterima dari subjek penelitian. Sedangkan pendekatan dalam melakukan analisa adalah pendekatan induktif dengan tidak memberlakukan hipotesis sebelum penelitian dilaksanakan.data yang diperoleh tidak dikelompokkan secara baku berdasarkan kategori yang telah ditentukan sebelum penelitian, namun dapat mengalami perubahan dan 10

19 perkembangan sesuai dengan informasi yang diperoleh ketika penelitian berlangsung. 11

20 BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Wilayah Kota Pontianak merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah Km 2 dan berada pada posisi LU LS dan BT BT(LKPJ Walikota Pontianak 2014). Secara administratif, Kota Pontianak berbatasan dengan Kabupaten Kubu Raya (pada bagian selatan, barat, dan timur) dan Kabupaten Mempawah (pada bagian utara).rincian batas wilayah administratif Kota Pontianak dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 1. Batas Wilayah Administratif No Uraian Batas Wilayah 1 Sebelah Utara 2 Sebelah Selatan 3 Sebelah Timur 4 Sebelah Barat 5 Sebelah Tenggara Berbatasan dengan Kecamatan Siantan (Desa Wajok Hulu) Kecamatan Sungai Ambawang (Desa Kuala Ambawang, Desa Mega Timur & Desa Jawa Tengah) Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap (Desa Punggur Kecil), dankecamatan Sungai Raya Kab. Kubu Raya Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang (Mega Timur dan Ambawang Kuala) dan Sungai Raya (Kapur dan Sungai Raya) Kab. Kubu Raya Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap (Sungai Rengas) Kab. Kubu Raya dan Siantan (Wajok Hulu) Kab. Pontianak Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap dan Sungai Raya(Desa Punggur Kecil) Kab Kubu Raya, Kecamatan Pontianak Timur dan Selatan Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Pontianak Tahun Anggaran 2014 Secara administratif, wilayah Kota Pontianak terbagi menjadi 6 kecamatan, dengan wilayah terluas berada pada kecamatan Pontianak Utara dan kecamatan tersempit adalah kecamatan Pontianak Timur. Rincian tentang luas wilayah administratif kecamatan di Kota Pontianak dapat dilihat pada tabel berikut: 12

21 Tabel 2. Luas Wilayah Administratif per Kecamatan No Kecamatan Luas Km2 % 1 Pontianak Selatan % 2 Pontianak Tenggara % 3 Pontianak Timur % 4 Pontianak Barat % 5 Pontianak Kota % 6 Pontianak Utara % TOTAL % Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Pontianak Tahun Anggaran 2014 B. Kependudukan Jumlahpopulasi di Kota Pontianak sebanyak jiwadengan tingkat kepadatan rata-rata jiwa per km 2 (Badan Pusat Statistik 2014).Untuk lebih jelas tentang disteribusi penduduk per kecamatan dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 3. Luas dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan No Kecmatan Penduduk Km2 % Jumlah % (orang/km2) 1 Pontianak Selatan ,720 2 Pontianak Tenggara Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara Sumber: Kota Pontianak Dalam Angka 2014 Jika melihat tabel 3 diatas, dapat terlihat bahwa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi berada dikecamatan Pontianak Timur dengan tingkat kepadatan Meskipun bukan merupakan kecamatan dengan populasi tertinggi, namun sempitnya wilayah mengakibatkan tingkat kepadatan yang tinggi. Sedangkan populasi terbanyak berada pada kecamatan Pontianak Barat 13

22 dengan angka , atau sebanyak 22% lebih dari total penduduk di Kota Pontianak. Namun, jika dilihat dari trend pertumbuhan penduduk, terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi pada kecamata Pontianak Kota. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2014), laju pertumbuhan selama 10 tahun ( )di kecamatan PontianakKota mencapai tingkat 4,2%. Untuk lebih jelas tentang laju pertumbuhan penduduk, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah. Tabel 4. Laju Pertumbuhan Penduduk per Kecamatan Laju Jumlah Penduduk Kecamatan Pertumbuhan Pontianak Selatan Pontianak Tenggara Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara Sumber: Kota Pontianak Dalam Angka 2014 Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 4 diatas, dapat terlihat kecamatan Pontianak Kota mengalami laju pertumbuhan tertinggi. Sedangkan laju pertumbuhan terendah berada pada Pontianak Utara. Jika dibandingkan antara data pada tabel 3 dan tabel 4, maka dapat terlihat pada kecamatan Pontianak Utara, bahwa akan terjadi tingkat kepadatan yang sangat rendah, mengingat secara geografis, wilayah Pontianak Utara merupakan kecamatan dengan luas tertinggi. Sedangkan Pontianak Timur, meskipun berada pada urutan kedua untuk laju pertumbuhan, namu mengingat terbatasnya luas wilayah akan berakibat pada peningkatan kepadatan penduduk per km persegi. 14

23 Sedangkan untuk komposisi jenis kelamin perkelurahan, sebaran ditiap kecamatan cenderung merata. Detail komposisi jenis kelamin per kecamatan dapat dilihat pada tabel 5 dibawah: Tabel 5. Komposisi Jenis Kelamin per Kecamatan No Kecamatan Jenis Kelamin Rasio L P Total L P 1 Pontianak Selatan Pontianak Tenggara Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara TOTAL Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Pontianak Tahun Anggaran 2014 Pada tabel 5 diatas dapat terlihat bahwa secara keseluruhan di Kota Pontianak, komposisi antara laki-laki dan perempuan berimbang hingga ketingkat kecamatan. Meskipun tidak memperoleh angka 50:50, namun selisih angka tidak terlalu signifikan, yaitu hanya sebesar 1%. C. Pendidikan Dari sebanyak jiwa jumlah populasi, sebanyak 98% penduduk yang berusia 7-12 tahun mengikuti jenjang pendidikan pada fasilitas pendidikan (negeri maupun swasta) di Kota Pontianak. Sedangkan untuk yang berusia tahun, sebesar 89% merupakan penduduk yang berpartisipasi dalam mengikuti pendidikan yang tersedia. Untuk lebih jelas tentang gambaran tingkat partisipasi sekolah di Kota Pontianak, dapat dilihat pada tabel 6 dibawah: Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Partisipasi Sekolah Tahun Angka Melek Huruf Angka Partisipasi Sekolah Th Th 7-12 Th Th Sumber: Kota Pontianak Dalam Angka

24 Seperti yang terlihat pada tabel 6 diatas, meskipun angka yang ditampilkan pada tahun 2013 cukup tinggi tentang jumlah jiwa yang berpartisipasi dalam pendidikan formal, namun untuk penduduk yang berusia 7-12 tahun menunjukkan adanya penurunan. Dari sebelumnya sebanyak 100% penduduk menjadi 97.82%. Kondisi yang sama juga ditunjukkan pada penduduk usia tahun. Angka yang ditampilkan pada tahun 2013 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. D. Perekonomian Berdasarkan data yang diperoleh dari LKPJ Walikota (2014) terjadi peningkatan perekonomian dari tahun 2013 ke tahun 2014, meskipun tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan. Tingkat pertumbuhan perekonomian ditahun 2013 yaitu sebesar 6,92%, dan terjadi peningkatan ditahun 2014, yaitu sebesar6,52%.tiga sektor tertinggi yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah (1) pengangkutan dan komunikasi, (2) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (3) Bangunan. 16

25 Jasa-jasa Keuangan, Persewaan & jasa Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, Restoran Bangunan Listrik dan Air Minum Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian 0,03 0,22 0,00 0,06 0,65 0,64 1,35 1,67 1,89 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 Gambar 1. Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Anggaran 2014 Pontianak Tahun Seperti yang ditampilkan pada gambar 1 diatas, dapat terlihat kontribusi tiga sektor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak. Selisih kontribusi dari tiga sektor utama tersebut cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontribusi dari lima sektor lainnya. Kontribusi dari masing-masing sektor seperti yang ditampilkan pada diagram 1 mempengaruhi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ditahun 2014 yang mencapai 21,17 Trilyun Rupiah. Terjadi peningkatan sebesar sebesar 3,08 Trilyun Rupiah sejak tahun Untuk lebih jelas tentang pertumbuhan nilai PDRB Kota Pontianak dapat dilihat pada tabel dibawah: 17

26 Tabel 7. Pertumbuhan PDRB per Sektor Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Pontianak Tahun Anggaran 2014 E. Partisipasi Pemilih Pada 2014, terdapat dua kali pemilu yang telah diselenggarakan, yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden. Pada dua kali pemilihan tersebut, pemilih yang berpartisipasi pada dua pemilu tersebut berada pada angka lebih dari 70%. Angka tersebut menunjukkan peningkatan pada pemilu sebelumnya (pemilihan walikota 2013) yang memiliki tingkat partisipasi sebesar 64%.Untuk lebih jelas tentang tingkat partisipasi pemilih pada pemilu ditahun 2013 dan 2014, dapat dilihat pada tabel 8 dibawah: Nilau PDRB Kota Pontianak Tahun Atas Dasar Harga Berlaku ( Juta Rp) Sektor *** (1) (2) (3) (4) (5) -6 (8) 1. Pertanian , , , , , ,58 2. Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan , , , , , ,07 4. Listrik dan Air Bersih , , , , , ,43 5. Bangunan , , , , , ,76 6. Perdag, Hotel & Restoran , , , , , ,11 7. Pengangkutan & Kom , , , , , ,13 8. Keu. Prswaan, & Jasa Persh , , , , , ,46 9. Jasa Jasa , , , , , ,94 PDRB , , , , , ,48 18

27 Tabel 8. Angka Partisipasi Pemilih PILWAKO 2013 PILEG 2014 PILPRES 2014 Kecamatan Partisipasi Partisipasi Partisipasi DPT DPT DPT Jml % Jml % Jml % Pontianak Selatan 60,898 37,117 9% 60,902 41,239 10% 61,160 44,680 11% Pontianak Tenggara 31,460 18,922 5% 31,215 21,636 5% 31,546 22,546 5% Pontianak Timur 59,789 39,677 10% 59,710 45,499 11% 60,749 43,435 10% Pontianak Barat 91,423 59,645 14% 91,007 69,354 17% 92,148 67,114 16% Pontianak Utara 86,914 56,780 14% 86,777 66,367 16% 87,881 62,500 15% Pontianak Kota 84,434 52,031 13% 83,461 60,905 15% 83,249 60,682 15% 414, ,172 64% 413, ,999 74% 416, ,956 72% Sumber: KPU Kota Pontianak Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 8 diatas dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan partisipasi pemilih pada pemilu 2013 dan Terlepas dari karakteristik masing-masing pemilu yang berbeda, angka yang ditampilkan menunjukkan bahwa partisipasi pemilih pada pemilu 2014 masih relatif tinggi, yaitu berada pada angka 70%. Namun, dari data yang ditampilkan, bahwa tingkat partisipasi terendah, secara konsisten berada pada kecamatan Pontianak Tenggara, yaitu hanya sebesar 5%. Sebaliknya, tingkat partisipasi tertinggi, secara konsisten ditunjukkan pada kecamatan Pontianak Barat. Untuk lebih jelas tentang partisipasi pemilih di Kota Pontianak per kelurahan, dapat dilihat pada tabel 9 dibawah. 19

28 Tabel 9.Tingkat Partisipasi Pemilih Perkelurahan PILEG 2014 PILPRES 2014 No Kecamatan Daftar Daftar Pemilih Partisipasi Pemilih Tetap Partisipasi Tetap (DPT) (DPT) PONTIANAK SELATAN 60, % 61, % 1 Parit Tokaya 11, % 11, % 2 Benua Melayu Darat 20, % 20, % 3 Benua Melayu Laut 7, % 6, % 4 Akcaya 11, % 11, % 5 Kota Baru 9, % 10, % PONTIANAK TENGGARA 31, % 31, % 6 Bangka Belitung Darat 8, % 8, % 7 Bangka Belitung Laut 10, % 10, % 8 Bansir Darat 5, % 5, % 9 Bansir Laut 7, % 7, % PONTIANAK TIMUR 59, % 60, % 10 Tanjung Hulu 12, % 12, % 11 Tanjung Hilir 7, % 7, % 12 Saigon 10, % 11, % 13 Banjar Serasan 7, % 7, % 14 Tambelan Sampit 5, % 5, % 15 Dalam Bugis 12, % 13, % 16 Parit Mayor 3, % 3, % PONTIANAK BARAT 91, % 92, % 17 Pal Lima 8, % 8, % 18 Sui Jawi Dalam 21, % 21, % 19 Sui Jawi Luar 27, % 27, % 20 Sui Beliung 33, % 33, % PONTIANAK UTARA 86, % 87, % 21 Siantan Hilir 20, % 20, % 22 Siantan Tengah 25, % 24, % 23 Siantan Hulu 27, % 28, % 24 Batu Layang 13, % 14, % PONTIANAK KOTA 83, % 83, % 25 Sui Bangkong 35, % 34, % 26 Darat Sekip 8, % 8, % 27 Tengah 6, % 6, % 28 Mariana 6, % 6, % 29 Sui Jawi 26, % 26, % 413, ,733 20

29 Sumber: KPU Kota Pontianak 2014 Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 9 diatas dapat terlihat bahwa pada pemilu 2014, tingkat partisipasi pemilih sesungguhnya cukup tinggi, yaitu diatas angka 70%. Dari data diatas, dapat terlihat bahwa kecamatan dengan tingkat partisipasi terendah adalah kecamatan Pontianak Selatan, khususnya pada kelurahan Benua Melayu Darat. Sedangkan kecamatan dengan tingkat partisipasi tertinggi adalah kecamatan Pontianak Utara untuk pemilihan legislatif 2014, khususnya pada kelurahan Batu Layang, dan Kecamatan Pontianak Selatan untuk pemilihan presiden 2014, khususnya pada Kelurahan Akcaya 1. F. Pemilu Legislatif 2014 Sebanyak 6 kecamatan yang ada di Kota Pontianak terbagi menjadi 5 daerah pemilihan (dapil) dengan susunan sebagaimana yang ditampilkan pada tabel 10 dibawah. Tabel 10. Daerah Pemilihan pada Pemilu 2014 No Kecamatan Daerah Pemilihan Jumlah Kursi 1 Pontianak Kota Kota Pontianak Pontianak Barat Kota Pontianak Pontianak Utara Kota Pontianak Pontianak Timur Kota Pontianak Pontianak Selatan Kota Pontianak Pontianak Tenggara JUMLAH KURSI 45 Berdasarkan tabel 10 diatas, dapat terlihat bahwa terdapat dua kecamatan yang digabung menjadi satu daerah pemilihan, yaitu Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara. Jumlah total kursi dari keseluruhan dapil sebanyak 45 1 Data tingkat partisipasi dalam pemilihan sampel tidak mengacu pada persentase tingkat partisipasi pemilih perkelurahan terhadap jumlah populasi dikelurahan bersangkutan, namun mengacu pada persentase kelurahan terhadap jumlah populasi pemilih di Kota Pontianak (lihat metode pemilihan sampel). 21

30 dengan distribusi kursi pada masing-masing dapil dapat dilihat pada tabel 10 diatas. Dari masing-masing dapil yang tersebar di 6 kecamatan, jumlah kursi terbanyak dimiliki oleh Parta Nasdem dan PDI Perjuangan, yaitu masing-masing 6 kursi. Untuk lebih jelas tentang perolehan kursi dari masing-masing dapil yang dimiliki oleh peserta pemilu legislatif 2014, dapat dilihat pada tabel 11 dibawah. Tabel 11. Jumlah Perolehan Kursi per Dapil JUMLAH PEROLEHAN KURSI PER DAPIL Dapil I Dapil II Dapil III Dapil IV Dapil V Jumlah 1 Partai Nasdem Partai Kebangkitan Bangsa Partai Keadilan Sejahtera PDI-Perjuangan Partai Golongan Karya Partai Gerindra Partai Demokrat Partai Amanat Nasional Partai Persatuan Pembangunan Partai Hati Nurani Rakyat Partai Bulan Bintang Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia JUMLAH Sumber: KPU Kota Pontianak Dari masing-masing kursi per dapil, jumlah suara sah terbanyak berada pada Dapil II, yaitu Kecamatan Pontianak Barat dengan jumlah suara sah yaitu sebesar 68,514. Sedangkan untuk dapil dengan suara sah terkecil adalah dapil IV, yaitu sebesar 45,089. Untuk lebih jelas tentang jumlah perolehan suara sah per dapil dapat dilihat pada tabel 12 dibawah. 22

31 Tabel 12. Perolehan Suara Sah per Dapil No Partai Dapil I Dapil II Dapil III Dapil IV Dapil V Jumlah 1 Partai Nasdem 6,370 4,895 10,287 7,467 4,747 33,766 2 Partai Kebangkitan Bangsa 6,072 5,708 7,401 4,971 3,298 27,400 3 Partai Keadilan Sejahtera 3,335 3,025 3,101 2,404 3,044 14,909 4 PDI-Perjuangan 7,430 5,698 6,987 5,315 9,442 34,872 5 Partai Golongan Karya 5,832 7,308 7,912 6,081 6,078 33,211 6 Partai Gerindra 5,228 7,087 4,281 2,838 5,198 24,632 7 Partai Demokrat 3,456 3,080 3,438 1,419 8,573 19,966 8 Partai Amanat Nasional 6,711 6,827 3,617 6,272 6,828 30,255 9 Partai Persatuan Pembangunan 3,895 6,548 3,239 3,685 5,540 22, Partai Hati Nurani Rakyat 2,836 7,317 6,609 2,423 5,212 24, Partai Bulan Bintang 1,031 6,564 5, ,419 15, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 7,334 4,457 3,204 1,502 3,165 19,662 JUMLAH 59,530 68,514 65,567 45,089 62, ,244 Sumber: KPU Kota Pontianak G. Pemilu Presiden 2014 Pada pemilu presiden 2014 lalu, terdapat dua pasangan calon yang menjadi peserta pemilu, yaitu pasangan H.Prabowo Subianto dan Ir.H.M.Hata Rajasa dengan nomor urut 1, dan pasangan Ir.H.Joko Widodo dan Drs.H.M. Yusuf Kalla dengan nomor urut 2. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pasangan nomor urut 1 merupakan pasangan pemenang pemilu di Kota Pontianak dengan perolehan suara sebesar 59.12%. Untuk lebih jelas tentang perolehan suara pada pemilu presiden 2014 lalu, dapat dilihat pada tabel 13 dibawah. 23

32 No Kecamatan Tabel 13. Perolehan Suara Sah pada Pemilihan Presiden 2014 No. Urut 1 H.Prabowo Subianto dan Ir.H.M.Hata Rajasa Suara % No. Urut 2 Ir.H.Joko Widodo dan Drs.H.M. Yusuf Kalla Suara % Jumlah Suara Sah Sah Sah 1 Pontianak Kota 37, , ,534 2 Pontianak Barat 45, , ,555 3 Pontianak Utara 34, , ,534 4 Pontianak Timur 31, , ,221 5 Pontianak Selatan 19, , ,449 6 Pontianak Tenggara 14, , ,636 JUMLAH 182, , ,929 Sumber: KPU Kota Pontianak Berdasarkan data pada tabel 13 diatas, masyarakat pada kelurahan Pontianak Timur memiliki dukungan tertinggi pada pasangan nomor urut 1 sebagai pemenang pemilu di Kota Pontianak. Meskipun berdasarkan persentase per kelurahan, sebanyak 71,19%, namun kontribusi terbesar dalam memenangkan pasangan nomor urut 1 adalah dari kecamatan Pontianak Barat, dengan jumlah suara sebesar 45,640 suara sah. 24

33 BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prilaku Sosial dan Pengaruhnya terhadap Pemahaman dan Prilaku Politik Masyarakat A.1. Prilaku Sosial Untuk melihat karakteristik pemahaman dan prilaku politik masyarakat, penting untuk dikaji terlebih dahulu prilaku sosial masyarakat. Seperti halnya yang dikemukakan Munroe (2002, 3) bahwa prilaku politik bukanlah merupakan variabel mandiri, namun dapat dipengaruhi oleh prilaku sosial dan ekonomi masyarakat. Pernyataan Munroe bukannya tak berdasar, banyak fenomena serupa yang ditunjukkan oleh banyak ilmuwan sosial lainnya, seperti Zuckerman (2005), Festinger (dalam Zuckerman 2005), Huckfeldt, Johnson dan Sprague (2005). Sesungguhnya, untuk melihat prilaku sosial masyarakat dapat dipengaruhi oleh banyak hal, semisal pekerjaan, identitas, dan variabel pengaruh lainnya. Namun, dalam riset ini, prilaku sosial hanya dipahami sebagai interaksi antar individu ataupun kelompok individu yang tidak mencerminkan prilaku ekonomi dan prilaku politik (Munroe 2002, 3). Untuk melihat prilaku sosial masyarakat yang berpotensi mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat, dilihat dari interaksi dengan keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dilingkungan tempat tinggal, dan masyarakat diluar lingkungan tempat tinggal. A.1.1. Interaksi di Keluarga Interaksi dengan keluarga inti dapat dikatakan sebagai faktor utama dalam mempengaruhi prilaku sosial individu dengan mempertimbangkan bahwa waktu terbanyak dihabiskan ketika seseorang berada dirumah. Seperti halnya yang 25

34 dikemukakan oleh Munroe (2002, 25) bahwa agen primer yang mempengaruhi prilaku seseorang adalah keluarga ataupun unit rumah tangga. Permasalahannnya, perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola interaksi seseorang dengan mengubah kontak fisik melalui berbagai media yang ditawarkan, ataupun menawarkan beragam perangkat yang menghindari seseorang untuk melakukan komunikasi. Resikonya, anggota keluarga berpotensi tidak melakukan komunikasi meskipun dalam berada dalam ruang yang sama. Bagi masyarakat Kota Pontianak, akses untuk memperoleh beragam perangkat teknologi tersebut cukup terjangkau. Setidaknya, keseluruhan informan yang diwawancarai memiliki perangkat teknologi seperti televisi dan telepon seluler. Perangkat tersebut dianggap sebagai hal yang primer dan dianggap sebagai kebutuhan dalam menunjang kehidupan keluarga. Meskipun waktu terbanyak yang dimiliki seseorang adalah berada dirumah (selain ditempat kerja), namun pengaruh keluarga relatif kecil ketika banyak individu yang menghabiskan waktunya bersama perangkat teknologi tersebut. Keberadaan perangkat teknologi mempengaruhi intensitas komunikasi antar anggota keluarga, namun sebagian besar informan mengakui bahwa waktu terbanyak yang digunakan ketika berada didalam rumah adalah berkomunikasi dengan anggota keluarga. Meskipun individu bersangkutan tidak menyadari bahwa komunikasi yang dilakukan dengan anggota keluarga mempengaruhi prilaku, namun setidaknya sebagian besar individu beranggapan bahwa ada nilainilai yang harus ditumbuhkan dalam rumah tangga. Nilai-nilai tersebut diharapkan 26

35 dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya, khususnya penerus/anak dalam keluarga. Kondisi ini teridentifikasi ketika sebagian besar informan mengakui bahwa waktu terbanyak dihabiskan bersama dengan anak dengan beragam tujuan/kepentingan. Sebagian beranggapan bahwa dengan melakukan komunikasi dengan tujuan untuk membentuk karakter anak dengan cara yang dinilai tepat secara subjektif. Sebagian lagi melakukan komunikasi dengan anak tanpa tujuan dimana interaksi terjadi secara otomatis tanpa mengetahui siapa yang memulai. Informan hanya merasa nyaman dan dapat menghilangkan kekhawatiran ketika melakukan interaksi bersama anak. Meskipun komunikasi merupakan waktu terbanyak yang dimanfaatkan seseorang dalam rumah tangga, namun komunikasi yang dilakukan dengan anak belum dapat mempengaruhi pandangan dan prilaku seseorang. Kondisi ini mempertimbangkan kultur masyarakat yang cenderung beranggapan bahwa anak adalah objek pasif yang hanya menerima nilai yang dikirimkan oleh orang tua. Gambaran tentang proses interaksi yang berlangsung didalamkeluarga dapat dilihat pada skema dibawah: Komunikator Intensitas tatap muka Komunikan Rasa aman dannyaman Kesediaanmasingmasingpihakdalamme mbangunkomunikasi Anak Pasangan KOMUNIKASI (cenderungsearah) 27

36 Skema 1. Proses interaksi dalam keluarga Seperti yang ditampilkan pada skema 1 diatas, dapat terlihat bahwa peluang melakukan interaksi terbesar adalah antara orang tua dengan anak. Setidaknya terdapat 3 hal yang mendorong terjadinya interaksi, yaitu (1) intensitas tatap muka, (2) rasa aman dan nyaman, (3) kesediaan dari salah satu pelaku untuk membangun komunikasi. Dari ketiga hal tersebut, komunikasi bersama dengan anak lebih memiliki peluang dalam mendorong terjadnya interaksididalam rumah tangga, dibandingkan dengan komunikasi bersama pasangan. Namun, gambaran tersebut tidak dapat diartikan bahwa tidak terjadi komunikasi antara suami dan isteri. Disamping anak, anggota keluarga lain yang cukup dekat adalah pasangan (suami/isteri). Potensi kedekatan pasangan terhadap informan setidaknya mempengaruhi pemahaman dan prilaku individu. Stoker dan Jennings (2005, 51) menjelaskan bahwa pasangan hidup merupakan rekan yang paling dekat dan menonjol dalam percakapan. Namun asumsi tersebut belum tentu terjadi ketika waktu terbanyak yang dimanfaatkan dalam berinteraksi adalah dengan anak, disamping melakukan aktivitas individual, seperti menonton televisi, mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain sebagainya. Sebagian informan beranggapan bahwa pasangan hidup merupakan pihak yang tepat dalam memecahkan permasalahan dengan anggapan bahwa pasangan merupakan individu dewasa dan telah memiliki penilaian tertentu. Menariknya, anggapan tersebut justru berasal dari pria yang menempatkan pasangan perempuannya (isteri) sebagai pihak yang tepat dalam memecahkan masalah, atau 28

37 setidaknya tempat yang nyaman untuk berbagi permasalahan. Meskipun tidak semua permasalahan dapat dipecahkan melalui proses berbagi informasi tersebut, namun setidaknya beban yang dimiliki berkurang. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan perempuan dalam rumah tangga dianggap memiliki posisi strategis oleh pasangannya. Berbeda halnya dengan perempuan yang cenderung untuk menyimpan beberapa permasalahantertentu dan merasa lebih nyaman untuk berbicara dengan pihak lain (seperti halnya saudara kandung, teman akrab, orang tua). Keadaan tersebut bukannya menunjukkan bahwa perempuan mengabaikan keberadaan pasangannya (suami) dengan asumsi bahwa suami tidak memiliki kapasitas dalam menyelesaikan permasalahan yang dimiliki. Kondisi ini lebih diakibatkan kekhawatiran isteri akan semakin dipojokkan akibat masalah yang telah ditimbulkan. Disamping itu, isteri cukup sulit mengidentifikasi waktu yang tepat dalam berbagi masalah dengan pasangan. Namun, untuk hal-hal yang tidak terlalu sensitif (seperti kondisi rumah, lingkungan, tetangga, dan lain sebagainya), isteri lebih memilih suami sebagai lawan bicara dibandingkan orang lain didalam maupun diluar rumah. Meskipun terdapat ruang komunikasi antara suami-isteri, namun ruang tersebut tidak sepenuhnya dimanfaatkan. Antara pasangan dan anak, individu memberikan ruang yang lebih besar dalam membangun komunikasi dengan anak. Meskipun intensitas komunikasi dengan anak relatif besar dibandingkan dengan pasangan, namun efektifitas komunikasi terjadi dengan pasangan. 29

38 Sedangkan antara suami dan isteri, keberadaan isterimemiliki posisi yang lebih strategis dalam mempengaruhi nilai-nilai yang ditumbuhkan dalam keluarga. Hal tersebut berdasarkan bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh suami dapat dipengaruhi isteri melalui interaksi yang dibangun dalam kondisi tertentu (dalam masalah ataupun pertimbangan dalam pengambilan keputusan tertentu). Sedangkan isteri tidak melakukan hal serupa, sehingga nilai-nilai tertentu yang diperoleh isteri sangat bergantung dengan interaksi yang dibangun bersama dengan pihak lain diluar rumah tangga.untuk lebih jelas tentang gambaran interaksi antara suami isteri dalam rumah tangga, dapat dilihat pada skema 2 berikut: Pihak Lain Keputusan/Permasalaha TransaksiNil ai Suami TransaksiNilai Isteri Anak Skema 2. Interaksi antara Suami Isteri dalam Rumah Tangga Skema 2 diatas menunjukkan bahwa prilaku suami terhadap isteri, berbeda dengan prilaku isteri terhadap suami. Peluang isteri untuk dilibatkan dalam komunikasi tertentu (khususnya dalam hal permasalahan tertentu, ataupun keputusan tertentu) lebih besar dibandingkan isteri terhadap suami. Akibatnya dengan besarnya peluang untuk dilibatkan dalam komunikasi dirumah tangga mengkondisikan keberadaan isteri lebih strategis dalam mempengaruhi nilai-nilai 30

39 dalam keluarga. Nilai-nilai yang muncul dalam keluarga dapat sebagai nilai baru hasil interaksi, ataupun nilai-nilai dari pihak tertentu yang mendominasi komunikasi. Meskipun keputusan akhir dapat berada ditangan suami, namun setidaknya pertimbangan dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh komunikasi yang dibangun dengan isteri. A.1.2. Interaksi dengan Lingkungan Masing-masing informan mengakui bahwa waktu terbanyak dihabiskan didalam rumah tangganya, namun interaksi yang terjadi dalam rumah tangga tidak berimbang, khususnya antara suami dan isteri. Keberadaan suami memiliki kontribusi terbesar dalam mempengaruhi prilaku tiap individu dalam rumah tangga (dengan mengabaikankeberadaan keluarga dengan oran g tua tunggal). Permasalahannya, nilai-nilai yang mempengaruhi prilaku suami dalam rumah tangga, meskipun dapat dipengaruhi oleh pasangan ataupun hasil interaksi dalam keluarga, namun nilai-nilai tersebut dapat terbentuk melalui interaksi diluar rumah tangga. Untuk melihat prilaku sosial masyarakat, disamping interaksi dalam keluarga, penting juga untuk melihat interaksi masyarakat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Berdasarkan data yang diperoleh, karakteristik masyarakat sangat beragam dilihat dari interaksi dengan masyarakat disekitar tempat tinggal, kepekaan terhadap masalah lingkungan, dan kecenderungan dalam membangun interaksi. Keberagaman data tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, semisal 31

40 lingkungan tempat tinggal, termasuklah nilai-nilai yang diusung, mata pencaharian dominan, tingkat pendidikan dominan, dan banyak hal lainnya. Secara umum, pola interaksi yang berlangsung sangat beragam. Jika mengacu pada pola interaksi yang paling sering terjadi, kelompok individu dapat dikatakan cukup pasif, dimana tiap individu melakukan interaksi yang sifatnya kebetulan dan tanpa perencanaan. Komunikasi tersebut biasanya berlangsung cukup singkat. Meskipun demikian, terdapat kecenderungan untuk menjaga hubungan baik dengan pihak lain disekitar tempat tinggalnya. Tiap individu mengupayakan dirinya merespon aksi yang diberikan pihak lain, meskipun mengetahui bahwa aksi dan reaksi yang muncul tidak akan berdampak apapun bagi dirinya maupun lawan bicara. Aksi tersebut biasanya dalambentuk sapaan nama, pertanyaan singkat, dan lain sebagainya. Namun, respon tersebut dianggap sebagai sebuah keharusan karena dapat menimbulkan resiko jika dengan sengaja tidak merespon aksi yang diberikan pihak lain. Aksi dan reaksi tersebut dapat dimulai oleh siapapun yang berlangsung secara alamiah. Meskipun demikian, keberadaan individu tidak dapat dianggap dengan sengaja menghindari interaksi yang intensif. Pada beberapa tempat, masyarakat dapat membangun komunikasi intensif, meskipun hanya pada orang-orang tertentu. Keadaan tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing individu. Untuk mempermudah analisa, kelompok individu dibedakan menjadi kelompok aktivis dan non-aktivis. Kelompok aktivis merupakan kelompok yang dianggap memiliki tingkat kepekaan cukup tinggi dengan permasalahan yang terjadi dilingkungan sekitar tempat tinggalnya. Hal ini dapat dilihat dengan 32

Disusun Oleh: Tim Peneliti JARI Indonesia Borneo Barat

Disusun Oleh: Tim Peneliti JARI Indonesia Borneo Barat ANALISIS PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KABUPATEN KUBU RAYA Disusun Oleh: Tim Peneliti JARI Indonesia Borneo Barat Kabupaten

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Kota Pontianak berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72 persen per

Jumlah Penduduk Kota Pontianak berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72 persen per Jumlah Penduduk Kota Pontianak berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak 550.304 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KELURAHAN KOTA BARU, KELURAHAN AKCAYA, KELURAHAN BANSIR LAUT, KELURAHAN BANSIR DARAT, KELURAHAN BANGKA BELITUNG LAUT DAN KELURAHAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas pada saat ini. Beraneka ragam partai politik yang bersaing

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan masyarakat yang memiliki kebebasan berekspresi dan berkehendak, serta menyampaikan hak nya sebagai

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014

PENGHITUNGAN PEROLEHAN KURSI PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA TAHUN 2014 1 Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik : 104.690 2 Alokasi Kursi : 9 3 Angka Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP) : 11.632 PENGHITUNGAN PARTAI POLITIK -1 SISA 1 PARTAI NASDEM 3.447 5 3.447 0 2 PARTAI KEBANGKITAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MODEL C 1 DPR UKURAN PLANO

MODEL C 1 DPR UKURAN PLANO MODEL C 1 DPR UKURAN PLANO CATATAN PENGHITUNGAN SUARA TIAP PARTAI POLITIK DAN CALON ANGGOTA DPR DALAM PEMILU TAHUN 2014 DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA Tempat Pemungutan Suara (TPS).. Desa/Kelurahan *). Kecamatan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari masa ke masa. Pembangunan merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Selain itu akan dijelaskan pula tentang pemerintahan, visi-misi Kabupaten Luwu BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kabupaten Luwu Utara Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan wilayah penelitian dimana wilayah penelitian ini berada di Kabupaten Luwu Utara Provinsi

Lebih terperinci

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta dan Kampanye Negatif Geliat partai politik dan capres menggalang koalisi telah usai. Aneka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daer

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daer No. 1283, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kota Pontianak dengan Kabupaten Mempawah. Provinsi Kalbar. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi dan tuntutan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 31/08/31/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat, BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 33/Kpts/KPU-Kab-019.964931/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN CALON YANG DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya 5.1.1. Pemetaan Area Beresiko Tinggi di Kota Pontianak Area Beresiko tinggi dan bermasalah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen No. 26/05/75/Th. VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen PDRB Gorontalo pada triwulan I tahun 2012 naik sebesar 3,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Analisis regresi menjadi salah satu bagian statistika yang paling banyak aplikasinya. Analisis regresi memberikan keleluasaan untuk menyusun model hubungan atau pengaruh

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

Mempawah, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak. Firmansyah, SE

Mempawah, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak. Firmansyah, SE Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010 (Population

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 BPS KABUPATEN DELI SERDANG No. 01/07/1212/Th. XIV, 8 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 1 Rebutan dukungan di 5 Kantong Suara Terbesar (NU, Muhammadiyah, Petani, Buruh, dan Ibu Rumah Tangga) Empat puluh hari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci