Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI"

Transkripsi

1 PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2 A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi perdagangan bebas seperti saat ini, serta timbulnya blok-blok pasar bebas seperti Asean Free Trade Area (AFTA), North America Free Trade Area (NAFTA), dan Asian Pacific Economic Coorporation (APEC), persaingan ketat dalam perdagangan dalam berbagai komoditas termasuk komoditas pertanian semakin meningkat. Peningkatan efisiensi dan mutu dalam produksi merupakan kunci dalam persaingan tersebut. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu alternatif yang paling menentukan dalam peningkatan efisiensi dan mutu. Seiring dengan persaingan yang berkembang tersebut, perkembangan teknologi termasuk teknologi pertanian pun berjalan sangat cepat dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan pengguna. Teknologi sebagai keunggulan kompetitif sangat diandalkan dalam persaingan ini yang sebelumnya lebih mengandalkan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja murah. Bagi negara berkembang seperti Indonesia persaingan yang mengandalkan pada keunggulan kompetitif dengan penguasaan teknologi masih merupakan kendala besar. Kelembagaan penelitian dan pengembangan seperti Badan Litbang Pertanian sebagai salah satu sumber penghasil teknologi pertanian di Indonesia masih terbatas kemampuannya dalam mensuplai kebutuhan teknologi tersebut karena kendala dana, sumberdaya manusia dll. Badan Litbang Pertanian terus berupaya meningkatkan kinerjanya melalui restrukturisasi programprogram litbangnya dan membangun kerjasama dengan lembaga internasional dalam merespon tuntutan kebutuhan pengguna. Prioritas kerjasama diberikan kepada kegiatan kerjasama penelitian dengan negara/lembaga dimana Indonesia telah 2

3 memiliki payung kerjasama dengan negara/lembaga yang bersangkutan. B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud ditetapkannya Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri adalah sebagai pedoman kerja bagi penanganan kerjasama luar negeri di semua Unit Kerja (UK)/Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Tujuan ditetapkannya Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama Luar Negeri adalah untuk meningkatkan dan menyempurnakan penyelenggaraan kerjasama luar negeri, baik teknis maupun administratif, agar dapat: a. meningkatkan alih teknologi yang relevan yang telah dihasilkan oleh Lembaga-lembaga Penelitian Internasional; b. memperoleh metode/teknik/inovasi baru yang dihasilkan oleh lembaga penelitian internasional untuk mendukung kegiatan inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian; c. meningkatkan kompetensi peneliti Badan Litbang Pertanian di dunia internasional; d. mempromosikan hasil-hasil penelitian Badan Litbang Pertanian kepada dunia internasional; e. meningkatkan akses pemanfaatan sumberdaya dan sarana penelitian yang dimiliki oleh Lembaga Internasional; dan f. meningkatkan partisipasi peneliti Badan Litbang Pertanian dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional. 3

4 C. PRINSIP-PRINSIP KERJASAMA LUAR NEGERI 1. Kerjasama dilaksanakan melalui hubungan kelembagaan formal antara Badan Litbang dengan mitra kerjasama dengan tetap mengacu pada prioritas program penelitian dan pengembangan pertanian nasional. 2. Kerjasama dilaksanakan atas dasar persamaan kedudukan yang saling menguntungkan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Kerjasama dilaksanakan dengan sistem kontrol yang ketat terutama menyangkut : (a) ijin dari Instansi Pemerintah yang berwenang; (b) penggalian data/informasi diluar kontek perjanjian kerjasama penelitian; (c) penggunaan sumber plasma nutfah, peta dan lain lain yang dapat merugikan dan membahayakan kepentingan/keamanan nasional. D. RUANG LINGKUP KERJASAMA LUAR NEGRI Kerjasama Luar Negeri meliputi kerjasama dengan Lembaga Penelitian, Organisasi Internasional, Perguruan Tinggi, Swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Secara garis besar, kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Bilateral, Multilateral, dan Regional. 1. KERJASAMA BILATERAL Kerjasama ini dilakukan antara dua pemerintahan negara atau Government to Government (G to G) atau antara lembaga penelitian dari kedua negara. Untuk kerjasama 4

5 G to G mencakup berbagai aspek penelitian dan pengembangan pertanian. Kerjasama G to G dikoordinir langsung oleh Biro KLN, Departemen Pertanian, dimana pemrosesan MoU dan kegiatan-kegiatan teknis lainnya melibatkan instansti teknis terkait. Sementara kerjasama antara Lembaga Penelitian suatu negara dengan Badan Litbang dilaksanakan langsung oleh kedua belah pihak Kerjasama Bilateral yang dilakukan Badan Litbang Pertanian dengan lembaga penelitian suatu negara antara lain adalah kerjasama dengan ACIAR (Australia), JICA (Jepang), MARDI (Malaysia), JIRCAS (Jepang), dan lain lain. 2. KERJASAMA REGIONAL Kerjasama ini dilakukan oleh negara-negara dalam suatu kawasan atau dalam satu kepentingan. Contoh dari kerjasama ini antara lain kerjasama dengan ASEAN, APEC dan lain lain. 3. KERJASAMA MULTILATERAL Kerjasama ini dilakukan oleh lebih dari dua negara dan tidak dibatasi oleh suatu kawasan. Contoh dari kerjasama ini antara lain kerjasama dengan CGIAR, FAO dan lainlain. Selain ketiga bentuk kerjasama diatas, kerjasama dapat dilakukan dengan suatu LSM, dan perusahaan swasta. Contoh dari kerjasama ini antara lain: REI (Amerika), Mitsui Company (Jepang), dan lain lain. 5

6 E. PROSEDUR KERJASAMA LUAR NEGERI 1. Pengusulan Kerjasama Usulan kerjasama luar negeri dapat disiapkan oleh UK/UPT bersama Mitra untuk disampaikan kepada Badan Litbang Pertanian. Sedangkan usulan kerjasama dari pihak internasional yang ditawarkan kepada UK/UPT perlu dievaluasi oleh UK/UPT dan dilaporkan kepada Badan Litbang Pertanian. 2. Penyiapan dan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Konsep perjanjian disiapkan oleh UK/UPT beserta Mitra. Bentuk perjanjian kerjasama akan tergantung pada bentuk Lembaga Internasional dan negosiasi yang dilakukan. Beberapa bentuk perjanjian kerjasama adalah sebagai berikut : a. Kerjasama dengan suatu Lembaga Internasional formal atau bersifat kenegaraan seperti dengan FAO, APEC dll, maka bentuk perjanjian kerjasama harus mengikuti aturan atau format pada Lembaga Internasional tersebut, termasuk pejabat yang menandatanganinya. Pada umumnya proses pengurusan perjanjian kerjasama tersebut dilakukan melalui Biro KLN Deptan. Nama perjanjian kerjasama untuk kategori ini pada umumnya adalah Agreement atau MoU. b. Kerjasama dengan Lembaga Internasional yang mewajibkan Mitranya untuk mengikuti format perjanjian kerjasama yang berlaku di Lembaga 6

7 tersebut, maka format tersebut harus diikuti, contohnya adalah kerjasama dengan ACIAR. c. Kerjasama dengan Lembaga Internasional yang akan melibatkan penempatan tenaga ahli dalam jangka panjang, dan/atau pemberian peralatan dalam jumlah besar, bidang kerjasama yang memerlukan sistem kontrol yang ketat secara politis, Lembaga Internasional yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, maka format perjanjian kerjasama harus mengikuti format Sekretariat Negara RI. Disamping itu perjanjian kerjasama tersebut harus diproses melalui Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri (KTLN), Sekretariat Negara untuk terlebih dahulu mendapat Surat Persetujuan (SP) untuk penandatangannya. Pada umumnya nama perjanjian tersebut adalah Memorandum of Understanding (MoU). d. Kerjasama dengan Lembaga Internasional diluar butirbutir di atas, maka perjanjiannya dapat dilakukan oleh UK/UPT, dengan format sesuai kesepakatan seperti dalam bentuk Arrangement, Letter of Intent (LoI), Exchange of Notes, Technical Arrangement, dan lain lain, tetapi tidak memakai istilah Agreement atau MoU. 3. Persetujuan Kerjasama a. Kerjasama Luar Negeri di mana Badan Litbang Pertanian terikat komitmen dengan lembaga internasional (seperti ACIAR, CGIAR, FAO, ASEAN, APEC, JICA, JIRCAS, dan lain-lain) perlu mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan Litbang Pertanian. b. Bagi tenaga peneliti dari Badan Litbang Pertanian yang terlibat dalam kegiatan penelitian lembaga 7

8 internasional maka perlu mendapat persetujuan dari Kepala UK/UPT. c. Kerjasama Luar Negeri yang melibatkan tenaga ahli dari lembaga internasional dalam jangka panjang, memberikan hibah peralatan dalam jumlah besar, bidang kerjasama yang memerlukan sistem kontrol yang ketat secara politis atau Lembaga Internasional yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, perlu mendapat persetujuan Sekretariat Negara dan Departemen Luar Negeri. d. Kerjasama Luar Negeri yang memerlukan dana pendamping atau dengan sistem pembiayaan bersama (cost sharing) harus dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan Litbang Pertanian. F. MONITORING DAN EVALUASI Agar pelaksanaan kerjasama dapat mencapai sasaran sebagaimana tertuang dalam Kerangka Acuan, maka setiap Kepala UK/UPT wajib melakukan pengawasan dan pengendalian secara berkala selama pelaksanaan kegiatan kerjasama, dan menyampaikan laporan secara berkala seperti diatur dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama ini. Apabila diperlukan maka UK/UPT dapat membentuk Tim Monev kerjasama penelitian. Setiap UK/UPT wajib menyampaikan laporan tengah tahun yang disampaikan pada bulan Juni dan laporan akhir yang disampaikan pada bulan Desember sesuai dengan format pada Lampiran 1. Apabila UK/UPT tidak menyampaikan laporan seperti diatur dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Kerjasama ini, maka Badan Litbang Pertanian dapat 8

9 mengenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. G. LAIN - LAIN Setiap lembaga internasional mempunyai mekanisme kerjasama masing-masing, pemahaman terhadap mekanisme tersebut merupakan suatu hal yang penting dalam upaya menjalin kerjasama luar negeri. Dengan adanya pemahaman terhadap mekanisme kerjasama suatu lembaga internasional maka UK/ UPT Badan Litbang Pertanian dapat memanfaatkan peluang yang ada berupa sumberdaya yang ada dalam lembaga tersebut. Mekanisme kerjasama dari beberapa lembaga internasional dapat dilihat pada Lampiran 2. 9

10 LAMPIRAN 1 FORMULIR LAPORAN TENGAH TAHUN DAN LAPORAN AKHIR KERJASAMA LUAR NEGERI 10

11 Lampiran 1. FORMULIR LAPORAN TENGAH TAHUN KERJASAMA PENELITIAN DENGAN LEMBAGA INTERNASIONAL Unit Kerja/UPT : A. Data Umum Judul Kegiatan Kerjasama (dlm B. Inggris): Judul Kegiatan Kerjasama (dlm B. Indonesia): Nama Mitra Kerjasama : Alamat Mitra : Total Budget: US$ Tgl. Penandatanganan: Masa Pelaksanaan Proyek :s/d Institusi Pelaksana: Penanggung Jawab: Lokasi Kegiatan: Tujuan Kegiatan: 11

12 B. Uraikan Keluaran/Hasil yang telah dicapai Selama Pelaksanaan Kegiatan *): 1.Konstruksi/Bangunan 2.Peralatan dan Bahan 3.Tenaga Konsultan 4.Training/Workshop/Simposium 5.Penelitian 6.Lain-lain D. Hasil Kerjasama yang menonjol (bila ada), antara lain : - Data/Informasi, Teknologi, Rekomen : dasi dan Publikasi dengan judul - Seminar Hasil Kerjasama: (Judul dan Tanggal) - Bibit Unggul : - Peralatan : - Konstruksi : - Tenaga trampil bidang: - Lain-lain : C. Permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan (bila ada): 12

13 Mengetahui, Kepala Pusat/Puslitbang/BalaiPemimpin Proyek / Besar/Puslit/BalitPenanggung Jawab (...)( ) NIP. NIP. *) Sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan 13

14 FORMULIR LAPORAN AKHIR KERJASAMA PENELITIAN DENGAN LEMBAGA INTERNASIONAL Unit Kerja/UPT : I. DATA UMUM 1. Judul Kegiatan Kerjasama (dlm B. Inggris): Judul kegiatan kerjasama (dlm B. Indonesia): 2. Nomor dan Tanggal Naskah : Perjanjian Kerjasama 3. Kerjasama Dengan : 4. Instansi Pelaksana (Unit Kerja/UPT): 5. Lokasi Kegiatan : 6. Tujuan Kegiatan : 7. Jangka Waktu :... s/d.. 8. Penanggungjawab Kegiatan: II. DATA KEUANGAN 1. Anggaran: Anggaran dari Unit Kerja/UPT: US$ Anggaran dari Lembaga Internasional: US$ Jumlah : US$ 14

15 2. Pengelola Anggaran Kerjasama: **) (Unit Kerja/UPT atau Lembaga Internasional) III. KEMAJUAN PELAKSANAAN KERJASAMA 1. Biaya Yang Telah Dikeluarkan: US$ 2. Sisa Biaya : US$ 3. Hasil Kerjasama : ***) a. Fisik : - Data/Informasi, Teknologi, Rekomen : dasi dan Publikasi dengan judul - Seminar Hasil Kerjasama: (Judul dan Tanggal) - Bibit Unggul : - Peralatan : - Konstruksi : - Tenaga trampil bidang: - Lain-lain : b. Uang/Penerimaan Fungsional: US$ (kalau ada, lampirkan copy bukti setoran ke Kas Negara) 15

16 4. Kesimpulan hasil penelitian/kegiatan kerjasama: a. Tanggal Laporan : b. Diisi Oleh : c. Tanda tangan : Mengetahui, Kepala Pusat/Puslitbang/BalaiPemimpin Proyek / Besar/Puslit/Balit/BPTPPenanggung Jawab (...)( ) NIP. NIP. *) Laporan akhir supaya dikirimkan segera setelah kegiatan berakhir **) Pilih salah satu yang sesuai dan sebutkan ***) Pilih salah satu dan sebutkan. 16

17 LAMPIRAN 2 MEKANISME PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI 17

18 LAMPIRAN-2 MEKANISME PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI I. BILATERAL 1. ACIAR (Australian Center Institute for Agricultural Research) ACIAR merupakan salah satu lembaga penelitian di bawah Pemerintah Australia yang aktif melakukan kerjasama penelitian dengan Badan Litbang Pertanian. Ruang lingkup penelitian meliputi bidang pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, dan bidang sosial ekonomi pertanian. Proposal penelitian dapat disampaikan setiap waktu ke ACIAR representative Indonesia. Bentuk kerjasama dengan ACIAR ini biasanya berbentuk grant dengan jangka waktu 1-3 tahun dan anggaran disiapkan untuk setiap tahun. Topik proposal ditentukan pada pembahasan awal antara ACIAR dengan Unit Pelaksana teknis terkait. Pada awal pembahasan akan dilakukan oleh ACIAR In-House Review (IHR). IHR akan mengadakan serangkaian evaluasi dan pembahasan proposal. Masing-masing proposal akan diseleksi secara multi disiplin oleh tim pakar ACIAR. Proses seleksi proposal tergantung pada pembahasan oleh IHR dan ACIAR Board of Management (BOM). Beberapa klasifikasi proposal proyek ACIAR : Proyek Bilateral Skala Besar. Proyek ini mempunyai total dana lebih besar dari A$ 150,000 dan jangka waktu pelaksanaan 3-5 tahun dan membutuhkan waktu pembahasan kurang lebih 12 bulan. Proyek Bilateral Skala Menengah. Proyek ini mempunyai total anggaran antara A$150, ,000 dan jangka waktu pelaksanaan 2-3 tahun. 18

19 Mekanisme Pengusulan Proposal Proyek Kerjasama dengan ACIAR a) Mekanisme pengusulan proposal dengan ACIAR dalam bidang penelitian pertanian melalui satu pintu untuk Indonesia, yaitu Badan Litbang Pertanian. b) Secara informal unit kerja penelitian Indonesia dan Australia berkomunikasi untuk menyusun pra-proposal. Topik penelitian bisa berasal dari salah satu atau kedua belah pihak. c) Pra-proposal tersebut disampaikan ke ACIAR untuk mendapatkan persetujuan topik dan pendanaanya. d) Setelah pihak ACIAR menyetujui topik dan pendanaannya, maka usulan disampaikan ke Badan Litbang Pertanian untuk mendapat persetujuan. Persetujuan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja Teknis terkait dan Kepala Puslitbang. e) Setelah pra-proposal disetujui, unit kerja penelitian Indonesia dan Australia menyusun proposal lengkap dan membuat semacam Project Arrangement untuk ditandatangani oleh Kepala Badan Litbang Pertanian. Pada saat penandatanganan Project Arrangement harus dilampirkan proposal proyek yang sudah mendapat persetujuan Unit Pelaksana Teknis terkait dan Kepala Puslitbang. f) Tahap berikutnya adalah implementasi, monitoring evaluasi dan pelaporan. 2. JICA - Japan International Cooperation Agency JICA adalah badan resmi Pemerintah Jepang di Indonesia dengan fungsi utama untuk melaksanakan kerjasama teknik bagi negara yang sedang berkembang dibawah program kerjasama bilateral dalam bentuk hibah dan berdasarkan permohonan dari pihak pemerintah penerima bantuan. Jepang telah mengadakan kerjasama teknik di Indonesia sejak tahun 1968 dibawah Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA), sebelum dirubah menjadi JICA pada tahun 1974 dan merupakan salah satu kantor perwakilan terbesar dan tertua dari sekitar 70 kantor perwakilan JICA di dunia. 19

20 Prioritas bantuan yang diberikan JICA kepada Pemerintah Indonesia tahun adalah : pembangunan sosial dan pengentasan kemiskinan, pengembangan pola penyelenggara negara yang lebih baik, reformasi struktur ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi, peningkatan infrastruktur industri dan perlindungan terhadap lingkungan. Bentuk Kerjasama JICA Kerjasama Bilateral dengan JICA pada dasarnya di bagi 2, yaitu : 1. Kerjasama Teknik (Technical Cooperation) : a) Kerjasama Proyek Tipe kerjasama ini adalah suatu bantuan yang terintegrasi kepada negara penerima, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan mengkombinasikan tiga elemen pendukung (pengriman tenaga ahli asing, bantuan peralatan, dan pelatihan counterpart di Jepang) dalam satu paket bantuan. Jangka waktu pelaksanaan proyek adalah 2-5 tahun. Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi negara penerima dalam bentuk transfer teknologi secara langsung dari para tenaga ahli asing, bagi institusi pelaksana bisa memanfaatkan pelatihan-pelatihan di Jepang dan peralatan pendukungnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengembangan kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki. Ruang lingkup dari kerjasama proyek ini meliputi : Pembangunan sosial Kesehatan Pertanian dan perikanan Kehutanan dan lingkungan Pertambangan dan Industri 20

21 Jenis proyek kerjasama teknik adalah : merupakan bagian dari rencana pembangunan nasional, tidak membutuhkan modal yang besar untuk fasilitas, pembangunan infrastruktur atau peralatan, terdapat personel pendamping counterpart, dan tidak terkait dengan pembiayaan dari pihak lain. b) Program Pengiriman Tenaga Ahli (Expert Dispatch Program) Tujuan dari program ini adalah untuk saling bertukar pengalaman dan menyebarluaskan pengetahuan yang dibutuhkan oleh negara mitra. Tenaga ahli asing diharapkan mampu mentransfer pengetahuan yang dimiliki secara langsung melalui pendidikan dan pelatihan di lembaga-lembaga penelitian. Pengiriman tenaga ahli dibagi menjadi dua bagian berdasarkan jenis penugasannya, yaitu : tenaga ahli yang terkait dengan proyek kerjasama teknik, dan penugasan individu atas usulan suatu institusi. c) Program Pelatihan (Training Program) Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuna dan keahlian serta bertukar pengalaman bagi para ahli teknis, peneliti, dan tenaga administrasi dari negara berkembang untuk memberikan kontribusinya yang lebih besar bagi pembangunan bangsanya. Program pelatihan yang diselenggarakan oleh JICA dibagi 2, yaitu pelatihan di Jepang dan pelatihan di Indonesia. Untuk pelatihan di Jepang terdiri dari pelatihan group (pertanian, perikanan, SDM, dll), pelatihan counterpart, pelatihan khusus, dan beasiswa JICA. Untuk pelatihan di Indonesia terdiri dari pelatihan domestik dan pelatihan internasional. 21

22 d) Studi Pengembang (Development Study) Studi pengembangan dilaksanakan berdasarkan dokumen kesepakatan pelaksanaan studi yang rinci dalam bentuk Scope of Work yang telah disepkati oleh Pemerintah Jepang dan Indonesia. Studi ini dilakukan oleh team konsultan JICA bersama dengan ahli yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia. Hasil akhir studi berupa laporan akhir yang berisi rekomendasi sesuai dengan hal terkait. Alih teknologi dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan dalam proses penyusunan rencana. 2. Bantuan Hibah Finansial (Grant Aid) : Tujuan utama dari program ini adalah untuk menyediakan dana bagi pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi negara mitra. Tipe bantuan grant ini adalah : a) Grant aid untuk proyek-proyek umum (Ketahanan Pangan, Kesehatan Masyarakat, Pendidikan dan Penelitian) b) Grant aid untuk perikanan (Pusat Pelatihan Perikanan, Laboratorium dan fasilitas pelabuhan) c) Grant aid untuk peningkatan produksi pangan (pembelian pupuk, obat-obatan dan alsintan). Kontribusi JICA dalam program ini adalah nelakukan promosi dalam pelaksanaan proyek dengan melakukan studi desain dasar sebagai tahap awal dalam menentukan proyek bantuan hibah. 22

23 Mekanisme Pengajuan Proposal Proyek Kerjasama dengan JICA a) Pada bulan Maret pihak JICA akan mengadakan Survey Kebutuhan (Need Survey) mengenai jenis-jenis proyek yang dapat dikerjasamakan dengan membagikan form isian yang disebut Project Brief Information Sheet (PBIS) untuk dapat diisi dan diajukan oleh Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian. b) PBIS akan dikompilasi oleh Sekretariat Badan dan disampaikan ke Biro KLN Deptan untuk selanjutnya disampaikan ke pihak JICA. c) JICA akan mengkompilasi PBIS ini dari bulan April sampai pertengahan Mei, untuk selanjutnya meminta tanggapan ke Bappenas untuk menyeleksi PBIS yang masuk. d) Pada bulan Juni JICA akan memberikan application form kepada unit kerja terkait yang PBIS-nya diterima. Application Form ini berisi gambaran singkat dan ide dasar dari usulan proyek. e) Bulan Juli sampai pertengahan Juli akan diadakan evaluasi terhadap Application Form bersama dengan sektor-sektor terkaiat di Bappenas. f) Pertengahan Juli sampai Agustus diadakan pertemuan untuk finalisasi survey kebutuhan dengan menyerahkan usulan-usulan proyek yang lolos seleksi ke kantor pusat JICA dan Bappenas untuk diproses lebih lanjut. g) Bulan September sampai Desember dilakukan pembahasan di Tokyo mengenai usulan-usulan proyek yang masuk dan antara Januari- Februari akan diumumkan usulan proyek yang diterima untuk dapat dibiayai oleh JICA. h) Kriteria yang digunakan untuk menyeleksi proposal proyek diantarannya adalah : Titik berat terhadap kerjasama Jepang : Transfer teknologi Alih teknologi terhadap tenaga ahli Jepang Titik berat cakupan kerjasama Keamanan 23

24 Volume ruang lingkup proyek Batas dengan negara lain atau lembaga kerjasama lainnya Keragaan Proyek : Prioritas proyek Mitra kerjasama Anggaran Keakuratan data dan informasi proyek Pengaruh terhadap pemerintah Indonesia : Effektivitas Dampak sosial-ekonomi Aspek lingkungan 24

25 Diagram Proses Pengusulan Kerjasama JICA Kedutaan 1. Usulan resmi Pemerintah RI Usulan resmi Pemerintah 3. Pelaksanaan JICA Indonesia 3. Pelaksanaan Prosedur Rinci Pengusulan Kerjasama JICA Kedutaan Usulan resmi Bappenas Usulan Proyek Badan Litbang Usulan resmi Setneg Usulan tenaga ahli Pelatihan 25

26 II. REGIONAL 1. ASEAN (Association of South East Asian Nations) ASEAN merupakan organisasi regional bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok yang merupakan hasil "Deklarasi Bangkok". Secara formal ASEAN merupakan suatu organisasi yang mewadahi kerjasama ekonomi, sosial dan budaya. Akan tetapi aspirasi politik juga mendasari Deklarasi Bangkok dengan maksud untuk mengupayakan stabilitas regional yang dapat menunjang pembangunan nasional di segala bidang bagi negara-negara anggota ASEAN. Visi ASEAN untuk sektor pertanian adalah meningkatkan ketahanan pangan dan daya saing ditingkat internasional untuk produk-produk pangan, pertanian, dan kehutanan sehingga produsen bisa berada pada jajaran terdepan dan mempromosikan sektor tersebut sebagai model manajemen konservasi, dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Untuk mengimplementasikan visi tersebut, ASEAN mempunyai tujuh rencana aksi strategis untuk kerjasama ASEAN dibidang pangan, pertanian dan kehutanan periode 1999 sampai 2004, sebagai hasil pertemuan KTT ASEAN ke-6 di Hanoi, Vietnam Ketujuh prioritas tersebut adalah :1). Memperkuat kemampuan intelectual property (IP), 2). Meningkatkan kemampuan ASEAN IP administrasi, 3). Meningkatkan kemampuan peraturan ASEAN IP, 4). Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, 5). Mempromosikan kewaspadaan sumberdaya manusia, 6). Mempromosika kerjasama swasta dalam IP, dan 7). Mencari kemungkinan bentuk yang menjadi ciri khas ASEAN yang "trade mark 26

27 system". Prioritas tersebut digunakan dan berlaku sebagai payung untuk panduan kerjasama. Mekanisme Kerjasama ASEAN a) Kerjasama ASEAN dibidang pangan, pertanian, dan kehutanan dilaksanakan dalam kerangka ASEAN Ministry Agriculture and Forestry (AMAF) dan Senior Official Meeting (SOM-AMAF) b) SOM-AMAF membawahi beberapa Sectoral Working Group, Ad-hoc Working Group, dan Expert Working Group. c) Hasil pembahasan pada yang dilakukan oleh kelompok kerja pada butir b akan dilaporkan dan dibahas kembali pada Special SOM-AMAF untuk selanjutnya direkomendasikan kepada MAF untuk menjadi program kerjasama ASEAN. d) Sekretariat ASEAN bertindak sebagai koordinator dan memberikan bantuan yang diperlukan dalam berbagai aspek untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan proyek kerjasama. e) Sebagai realisasi kerjasama ASEAN telah dibentuk beberapa kerjasama ekonomi sub regional (KESR) yang meliputi kawasan segitiga pertumbuhan (Growth Triangle=GT), seperti : IMS-GT (Indonesia-Malaysia-singapore), IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand), dan BIMP-EAGA (Bruneia- Indonesia-Malaysia-Phillipina-East ASEAN Growth Area). Perkembangan dari masing-masing kerjasama ini dimonitor oleh komisi ekonomi yang berkedudukan di Brunei Darussalam. Prosedur dan Formulasi Pengajuan Proyek Kerjasama ASEAN a) Proposal Proyek dari Unit Kerja Badan Litbang Pertanian diserahkan ke Sekretariat ASEAN melalui Biro KLN Deptan untuk dikaji oleh Project Appraisal Committee (PAC). PAC 27

28 terdiri atas Sekretaris Jenderal ASEAN, Pembantu sekretaris Jenderal dan Direktur yang akan bertindak sebagai ASEAN Standing Committee (ASC) yang merupakan badan tertinggi untuk mengesahkan proyek ASEAN yang melibatkan pihak ketiga sebagai penyandang dana. b) PAC akan mengkaji proposal-proposal tersebut dengan menggunakan parameter keregionalan, konsistensi terhadap HPH dan prioritas sektoral serta kesesuaian strategi yang telah ditetapkan. c) Jika proposal tersebut telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan akan diserahkan kepada Senior Official Meeting Terkait untuk disyahkan. d) Setelah mendapat pengesahan, proposal selanjutnya diserahkan kepada ASC melalui Sekjen ASEAN untuk kemudian dapat dilaksanakan. e) Sumber pendanaan program kerjasama ASEAN diperoleh dari : Non-dialogue partners : ASEAN Foundation, ASEAN Fund Dialogue partner ASEAN : Australia, AS, China, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Kanada, Selandia Baru, dan UNDP. f) Implementasi proyek dalam hal mobilisasi sumberdaya, tanggung jawab manajerial dan finansial menjadi tanggung jawab pengusul proyek dan sektoral working group yang relevan. 28

29 Skema Proses Pengajuan Proposal : ASEAN Sekretariat ASEAN Sub Committee / Working Groups B i R o K J s m Unit Koordinator Program Project Appraisal Committee Dialogue Partner Biro KLN Deptan SOM /ASEAN Committee : SOM- AMAF, COSD Sekretaris Jendral Sekretariat Badan ASEAN Standing Committee Puslitbang/Balai Dialogue Partners III. MULTILATERAL 1. CGIAR (Consultative Group on International Agricultural Research) CGIAR berdiri pada tahun 1971 dan merupakan kumpulan dari organisasi-organisasi pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup dan pelestarian lingkungan. Misi dari CGIAR adalah turut berperan serta dalam ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan melalui kegiatan penelitian, kerjasama, dan peningkatan kapasitas organisasi. 29

30 Topik-topik yang menjadi prioritas dalam rangka kerjasama dengan CGIAR adalah : - peningkatan produktivitas - pelestarian sumber daya lingkungan - pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity) - peningkatan analisis kebijakan - meningkatkan kualitas penelitian nasional CGIAR merupakan organisasi multilateral yang terdiri dari berbagai negara anggota. Beberapa organisasi yang bernaung di bawah CGIAR antara lain : - IRRI (International Rice Research Institute) - IPGRI (International Plant Genetic Resources Research Institute), - CIMMYT (International Center for the Improvement of Maize and Wheat), - CIFOR (Center for International Forestry Research), - CIAT (Centro Internacional de Agricultura Tropical), - CIP (Center International Potato Center), - ICRAF (International Center for Research on Agroforestry) - ICRISAT (International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics), - IFPRI (International Food Policy Research Institute) - IITA (International Institute of Topical Agriculture) - ILRI (International Livestock Research Institute) - ISNAR (International Service for National Agricultural) - IWMI (International Water Management Institute) - WARDA (West Afric Rice Development Association) Keanggotaan CGIAR bersifat terbuka untuk semua organisasi international, lembaga pemerintah, ataupun swasta untuk mendukung misi CGIAR dalam mempengaruhi para penentu 30

31 kebijakan dan mendukung operasional organisasi-organisasi dibawah CGIAR. Mitra CGIAR terdiri dari 22 negara berkembang dan 21 negara industri maju, 3 organisasi swasta, dan 12 organisasi regional dan internasional yang akan menyediakan dana operasional, dukungan teknis, dan usulanusulan strategis. Prosedur Membangun Kerjasama dengan Lembaga Internasional dibawah CGIAR a) Pada prinsipnya cara membangun kerjasama dengan lembaga penelitian internasional dibawah CGIAR adalah sama, walaupun secara teknis terdapat perbedaan sesuai dengan ketentuan masing-masing organisasi. b) Pada tahap awal peneliti Indonesia diharapkan sudah mempunyai komunikasi awal denga pihak mitra untuk menentukan topik penelitian yang akan dikerjasamakan dan menyiapkan draft proposal penelitian. Proposal penelitian harus mendapat persetujuan dari Kepala Puslitbang dan Unit Pelaksana Teknis terkait. c) Sebelum tahap implementasi kedua belah pihak harus menyiapkan suatu perjanjian kerjasama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU), Agreement, Arrangement, ataupun bentuk perjanjian yang lain yang nantinya merupakan payung besar antara kedua organisasi. Dalam perjanjian tersebut dicantumkan topik yang ingin dikerjasamakan, tujuan penelitian, ruang lingkup, kontribusi masing-masing pihak, dan pengelolaan Intellectual Property Rights (IPR), serta dilampirkan pula rencana kerja penelitian. d) Beberapa organisasi CGIAR yang sudah mempunyai perjanjian kerjasama dengan Badan Litbang Pertanian adalah 31

32 : IRRI, ICRISAT, ISNAR, CIP, ILRI, IPGRI, CIMMYT, ICRAF dan IWMI. e) Setelah perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, dan oleh pihak mitra, tahap selanjutnya adalah implementasi, monitoring dan evaluasi. Gambar Prosedur Membangun Kerjasama Penelitian dengan Organisasi CGIAR : Setneg Biro KLN Surat Persetujuan Sekretariat Badan Litbang Puslitbang / UPT MOU Proposal Organisasi CGIAR Koordinasi 32

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DALAM NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DALAM NEGERI 11 2012, No.180 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 6 Pebruari 2012 PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN. Pasal 1

MEMUTUSKAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN. Pasal 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 53/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMDA DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012

BENTUK-BENTUK KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMDA DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012 BENTUK-BENTUK KERJASAMA LUAR NEGERI OLEH PEMDA DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012 KERJASAMA KOTA / PROVINSI KEMBAR 2 KERJASAMA KOTA/PROVINSI KEMBAR Kerjasama antara Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN TEKNIS (Kerja Sama)

PENJELASAN TEKNIS (Kerja Sama) PENJELASAN TEKNIS (Kerja Sama) 1. Balitbangtan memerlukan kerja sama penelitian untuk mengoptimalisasi penggunaan sumber daya, menghindari tumpang-tindih penelitian, meningkatkan kualitas penelitian, mengefektifkan

Lebih terperinci

Petunjuk Pelaksanaan KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN SWASTA

Petunjuk Pelaksanaan KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN SWASTA Petunjuk Pelaksanaan KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN SWASTA Pendahuluan Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Hak dan Kewajiban Hasil Kerjasama Pembinaan dan Pengendalian Penutup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

Kerja Sama Penelitian

Kerja Sama Penelitian Kerja Sama Penelitian Mandat Badan Litbang Pertanian dalam era pembangunan yang makin kompetitif adalah penciptaan teknologi pertanian terapan (applied technologies), teknologi pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR LEMBAGA I. PENDAHULUAN A. UMUM PEDOMAN KERJASAMA ANTAR LEMBAGA 1. Sesuai Pasal 34 Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Litbang dengan Instansi Pemerintah

Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Litbang dengan Instansi Pemerintah Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Litbang dengan Instansi Pemerintah Pendahuluan Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Hak dan Kewajiban Hasil Kerjasama Pembinaan dan Pengendalian Penutup Model-1 P Model-2

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN Oleh DR (IPB) H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS.* SOSIALISASI UU NO 4 TH 2006 Tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai

Lebih terperinci

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta Oleh: Satoto E. Nayono Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan - Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo 1, Yogyakarta

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 10/M/Kp/I/2003 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 10/M/Kp/I/2003 TENTANG MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 10/M/Kp/I/2003 TENTANG TATA CARA PENYIAPAN RANCANGAN NASKAH PERJANJIAN SERTA KEWENANGAN PEJABAT PENANDATANGAN

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

PEDOMAN 3 POLA KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR. Oleh : Tim LPM UNJ

PEDOMAN 3 POLA KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR. Oleh : Tim LPM UNJ PEDOMAN 3 POLA KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR Oleh : Tim LPM UNJ LEMBAGA PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2014 LEMBAR PENGESAHAN Tim Penyusun Ketua Anggota : Dr. Etin Solihatin, M.Pd : Drs.

Lebih terperinci

PANDUAN OPERASIONAL BAKU (POB) BIDANG KERJASAMA DALAM NEGERI

PANDUAN OPERASIONAL BAKU (POB) BIDANG KERJASAMA DALAM NEGERI A. Tujuan PANDUAN OPERASIONAL BAKU (POB) BIDANG KERJASAMA DALAM NEGERI Panduan Operasional Baku ini ditujukan sebagai panduan serta acuan bagi setiap unit kerja yang berada di lingkungan civitas akademika

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.09/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.09/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.09/MEN/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan oleh LSM nasional dan LSM lokal yang meliputi

Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan oleh LSM nasional dan LSM lokal yang meliputi Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, yaitu: mobilisasi kelompok tani dan perencanaan desa, pengembangan kelembagaan, dan investasi fasilitas umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Pemerintah telah melakukan perubahan atas

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Badan Litbang Pertanian Tahun 2014 BAB V. PENUTUP

Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Badan Litbang Pertanian Tahun 2014 BAB V. PENUTUP BAB V. PENUTUP Sekretariat Badan Litbang Pertanian sesuai tugas pokok dan fungsinya untuk memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur Badan Litbang Pertanian, pada tahun 2014 mengimplementasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM REKTOR UNIVERSITAS MATARAM, Menimbang: a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kerjasama Daerah merupakan sarana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK SPESIES LIAR DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN ATAS PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG Mengingat : PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN LEMBAGA ASING NONPEMERINTAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN LEMBAGA ASING NONPEMERINTAH PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN LEMBAGA ASING NONPEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB VI KEMITRAAN DAN KERJASAMA PERKUMPULAN

BAB VI KEMITRAAN DAN KERJASAMA PERKUMPULAN BAB VI KEMITRAAN DAN KERJASAMA PERKUMPULAN A. Dasar Pemikiran Pilar utama Perkumpulan adalah kemitraan dengan multi pihak yang tidak bersinggungan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung atau belum

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN PENUGASAN PENUGASAN WAKIL PRESIDEN KEPPRES NO. 1 TAHUN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN ABSTRAK : - bahwa untuk menjaga lancarnya pelaksanaan pemerintahan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Peraturan Penelitian dan Publikasi Ilmiah

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Peraturan Penelitian dan Publikasi Ilmiah KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Peraturan Penelitian dan Publikasi Ilmiah (1) Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Peraturan Penelitian dan Publikasi Ilmiah adalah seperangkat aturan mengenai

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006

Lebih terperinci

MENGAKUI pentingnya upaya peningkatan pembangunan pendidikan di Indonesia; MEMPERTIMBANGKAN bahwa PASIAD sebagai suatu lembaga nirlaba Turki yang

MENGAKUI pentingnya upaya peningkatan pembangunan pendidikan di Indonesia; MEMPERTIMBANGKAN bahwa PASIAD sebagai suatu lembaga nirlaba Turki yang MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA DAN PACIFIC COUNTRIES SOCIAL AND ECONOMICAL SOLIDARITY ASSOCIATION TENTANG KERJA SAMA DI BIDANG PENDIDIKAN Kementerian

Lebih terperinci

Kerjasama Penelitian dan Pengembangan dengan Kooperator

Kerjasama Penelitian dan Pengembangan dengan Kooperator Kerjasama Penelitian dan Pengembangan dengan Kooperator Pendahuluan Hak dan Kewajiban Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Hasil Kerjasama Pembinaan dan Pengendalian Penutup Lampiran 1 Lampiran 2

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN NOMOR : 517.1/Kpts/KP.340/H/12/2016

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN NOMOR : 517.1/Kpts/KP.340/H/12/2016 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN NOMOR : 517.1/Kpts/KP.340/H/12/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN JANGKA PENDEK LINGKUP BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1780, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Perjanjian Internasional. Penyusunan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA - 1097 -

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA - 1097 - - 1097 - c. Standar Pelayanan Penanganan Administrasi Pemberian Fasilitas Kerja Sama Teknik Bidang Perpajakan kepada Mitra Kerja Sama Asing STANDAR PELAYANAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERIAN FASILITAS

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN TRIWULAN II TA.

LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN TRIWULAN II TA. LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN TRIWULAN II TA. 2013 Ringkasan Eksekutif Dengan berakhirnya Triwulan II 2013, Pusat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) merupakan lembaga penelitian di bawah Kementerian Pertanian RI yang khusus melakukan riset bidang pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 60 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 60 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 60 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2018 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG TATA KELOLA PEMERINTAHAN BERBASIS SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sukabumi, 21 Januari 2016 Rektor, Dr. Sakti Alamsyah, M.Pd.

KATA PENGANTAR. Sukabumi, 21 Januari 2016 Rektor, Dr. Sakti Alamsyah, M.Pd. 21 Januari 2016 ii KATA PENGANTAR Pedoman ini disusun merujuk pada ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Permendikbud no 14 th 2014 tentang Perguruan Tinggi. Disamping itu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, INSPEKTORAT, DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PANDUAN HIBAH KONSORSIUM KEILMUAN TAHUN 2017

PANDUAN HIBAH KONSORSIUM KEILMUAN TAHUN 2017 PANDUAN HIBAH KONSORSIUM KEILMUAN TAHUN 2017 A. LATAR BELAKANG Di Indonesia saat ini hanya terdapat 45 Pusat Unggulan Iptek (PUI), yang berada di 7 (tujuh) Lembaga Litbang Kementerian, 12 (dua belas) Lembaga

Lebih terperinci

The 4 th Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture Tahun 2011;

The 4 th Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture Tahun 2011; KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PERTEMUAN TINGKAT MENTERI NEGARA-NEGARA ANGGOTA FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION (FAO) DALAM RANGKA SIDANG KEEMPAT BADAN PENGATUR PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 391/P/SK/HT/2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA INSTITUSIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 391/P/SK/HT/2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA INSTITUSIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 391/P/SK/HT/2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA INSTITUSIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan administrasi

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH Menimbang

Lebih terperinci

JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL

JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL JURNAL PERJANJIAN INTERNATIONAL EDISI KHUSUS KUNJUNGAN RAJA ARAB SAUDI 1 9 MARET 2017 Treaty Journal diterbitkan oleh Ditjen HPI cq Setditjen HPI secara berkala (kuartal) dan memuat perjanjian internasional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1874, 2014 LIPI. Kerja Sama. Pedoman PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG KERJA SAMA DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional SS Indikator Target 2015 Terwujudnya

Lebih terperinci

Industri global adalah industri di mana posisi-posisi strategis pesaing dalam pasar geografis atau nasional utama pada dasarnya dipengaruhi posisi

Industri global adalah industri di mana posisi-posisi strategis pesaing dalam pasar geografis atau nasional utama pada dasarnya dipengaruhi posisi Industri global adalah industri di mana posisi-posisi strategis pesaing dalam pasar geografis atau nasional utama pada dasarnya dipengaruhi posisi globalnya secara keseluruhan. Perusahaan global adalah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : /Kep.245-PMKSM/2017

GUBERNUR JAWA BARAT. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : /Kep.245-PMKSM/2017 GUBERNUR JAWA BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 119.05/Kep.245-PMKSM/2017 Menimbang TENTANG TIM KOORDINASI KERJA SAMA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT : a. bahwa untuk mempersiapkan dan mengkoordinasikan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PENUGASAN TENAGA ASING DALAM KERANGKA KERJA SAMA TEKNIK LUAR NEGERI

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PENUGASAN TENAGA ASING DALAM KERANGKA KERJA SAMA TEKNIK LUAR NEGERI PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PENUGASAN TENAGA ASING DALAM KERANGKA KERJA SAMA TEKNIK LUAR NEGERI SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA 2008 PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci