RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 369 dan Pasal 390 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kerja Sama dan Inovasi Daerah; : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH.

2 2 BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Otonom. 2. Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintahan Daerah, dimana untuk Daerah Provinsi disebut Gubernur, untuk Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Daerah Kota disebut Wali Kota. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Kerja Sama Daerah adalah Kerja Sama antara Daerah dengan Daerah lain dan/atau antara Daerah dengan pihak ketiga, dan/atau antara Daerah dengan lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. 5. Daerah adalah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. 6. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. 8. Kesepakatan Bersama adalah penyelerasan suatu keinginan atau harapan yang timbul untuk melaksanakan suatu kegiatan atau urusan tertentu dalam bentuk kesepakatan diantara para pihak tanpa merinci hak dan kewajiban para pihak 9. Perjanjian Kerja Sama adalah perbuatan hukum para pihak yang merupakan tindak lanjut Kesepakatan Bersama antar Daerah dan Kerja Sama antara Pusat dan Daerah, di dalamnya mengatur hak dan kewajiban serta menimbulkan akibat hukum. 10. Kontrak Kerja Sama adalah perbuatan hukum para pihak yang merupakan tindak lanjut Kesepakatan Bersama antara Daerah dengan pihak ketiga, di dalamnya mengatur hak dan kewajiban serta menimbulkan akibat hukum. 11. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

3 12. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah capaian atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak. 13. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. 14. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Wali Kota. 15. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada Instansi Pemerintah. 16. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang. 18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda. 19. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang/jasa dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 20. Anggota Masyarakat adalah individu warga negara Indonesia atau warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 21. Mitra Kerja Sama adalah Daerah lain, pihak ketiga, lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri yang ditetapkan sebagai mitra setelah melalui proses yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. 22. Pihak Ketiga adalah pihak swasta termasuk swasta asing, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga non Pemerintah lainnya. 23. Lembaga di luar negeri adalah lembaga pemerintah dan non pemerintah. 24. Pemerintah Daerah di Luar Negeri adalah pemerintah daerah yang menjadi bagian dari negara lain yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Pemerintah Republik Indonesia. 25. Kerja Sama Wajib adalah Kerja Sama antar-daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang memiliki eksternalitas lintas Daerah, dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama. 26. Kerja Sama Sukarela adalah Kerja Sama antar-daerah yang berbatasan atau tidak berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, namun dipandang lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan dengan bekerjasama. 3

4 4 27. Sekretariat Kerja Sama adalah lembaga nonstruktural yang dibentuk untuk memfasilitasi Perangkat Daerah dalam melaksanakan kegiatan Kerja Sama antar-daerah. 28. Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah yang selanjutnya disingkat TKKSD adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk memfasilitasi penyelenggaraan Kerja Sama Daerah. 29. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 30. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 31. Menteri Teknis/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian adalah Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren. 32. Hibah Pemerintah yang selanjutnya disebut Hibah adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, meliputi : a. Kerja Sama Daerah, meliputi : 1. Kerja Sama antar-daerah, terdiri atas: a) Kerja Sama antar Daerah Provinsi; b) Kerja Sama antara Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayahnya; c) Kerja Sama antara Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dari Provinsi yang berbeda; d) Kerja Sama antar Daerah Kabupaten/Kota dari Daerah Provinsi yang berbeda; dan e) Kerja Sama antar Daerah Kabupaten/Kota dalam satu Daerah Provinsi. 2. Kerja Sama antara Daerah dengan Pihak Ketiga, terdiri atas: a) Kerja Sama antara Daerah Provinsi dengan Pihak Ketiga; dan b) Kerja Sama antara Daerah Kabupaten/Kota dengan Pihak Ketiga. 3. Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri, terdiri atas: a) Kerja Sama antara Daerah Provinsi dengan lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri; dan b) Kerja Sama antara Daerah Kabupaten/Kota dengan lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri. b. Inovasi Daerah, meliputi: 1. bentuk dan kriteria Inovasi Daerah; 2. pengusulan dan penetapan Inovasi Daerah;

5 5 3. uji coba Inovasi Daerah; 4. penerapan, penilaian dan pemberian penghargaan Inovasi Daerah; 5. diseminasi dan pemanfaatan Inovasi Daerah; 6. pendanaan; 7. perlindungan hukum; 8. informasi Inovasi Daerah; 9. penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa); dan 10. pembinaan dan pengawasan. Bagian Ketiga Tujuan dan Prinsip Paragraf 1 Kerja Sama Daerah Pasal 3 (1) Pelaksanaan Kerja Sama Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan percepatan pemenuhan pelayanan publik. (2) Kerja Sama Daerah dilakukan dengan prinsip: a. efisiensi; b. efektivitas; c. sinergi; d. saling menguntungkan; e. kesepakatan; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. persamaan kedudukan; i. transparansi; j. keadilan; dan k. kepastian hukum. Paragraf 2 Inovasi Daerah Pasal 4 (1) Inovasi Daerah bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (2) Inovasi Daerah mengacu pada prinsip: a. peningkatan efisiensi; b. perbaikan efektivitas; c. perbaikan kualitas pelayanan; d. tidak ada konflik kepentingan; e. berorientasi kepada kepentingan umum dan tidak bersifat diskriminatif; f. dilakukan secara terbuka;

6 6 g. memiliki nilai-nilai kepatutan; dan h. dapat dipertanggungjawabkan hasilnya dan tidak untuk kepentingan diri sendiri. BAB II KERJA SAMA ANTAR DAERAH Bagian Kesatu Kategori Pasal 5 Kerja Sama Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 1, dikategorikan menjadi Kerja Sama Wajib dan Kerja Sama Sukarela. Bagian Kedua Persyaratan Pasal 6 Daerah yang melaksanakan Kerja Sama antar-daerah adalah Daerah Otonom, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Paragraf 1 Kerja Sama Wajib Pasal 7 (1) Kerja Sama Wajib merupakan Kerja Sama antar-daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan: a. yang memiliki eksternalitas lintas Daerah; dan b. penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama. (2) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang memiliki eksternalitas lintas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan Urusan Pemerintahan yang pelaksanaannya menimbulkan dampak/akibat lintas Daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. (3) Masing-masing Daerah yang berbatasan melakukan pemetaan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai potensi dan karakteristik wilayah, yang lebih efisien jika dikelola bersama, untuk memperluas jangkauan pelayanan. (4) Pemetaan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas dan disepakati bersama oleh Pemerintah Daerah yang berbatasan, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. (5) Pemerintah Pusat melakukan pemetaan pelayanan publik Daerah Provinsi, yang berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah, lebih efisien apabila dikelola bersama, untuk memperluas jangkauan pelayanan.

7 7 (6) Pemetaan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibahas dan disepakati bersama oleh Pemerintah Daerah yang berbatasan, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional. (7) Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan pemetaan pelayanan publik Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, yang berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah, lebih efisien apabila dikelola bersama, untuk memperluas jangkauan pelayanan. (8) Pemetaan pelayanan publik Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibahas dan disepakati bersama oleh Pemerintah Daerah yang berbatasan, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi. (9) Dalam hal kondisi darurat yang penanganannya lebih efisien apabila dilaksanakan secara bersama, Daerah yang berbatasan dapat melaksanakan Kerja Sama Wajib di luar bidang pelayanan publik yang telah dipetakan. (10) Kerja Sama antar-daerah yang bersifat wajib, dapat dilaksanakan oleh 2 (dua) atau lebih Daerah Otonom yang berbatasan. (11) Pemerintah Pusat dapat memberikan bantuan dana untuk melaksanakan Kerja Sama Wajib antar-daerah melalui APBN yang dialokasikan di Kementerian Teknis atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian. (12) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan dana kepada Pemerintah Daerah lainnya untuk melaksanakan Kerja Sama wajib antar-daerah, berupa Bantuan Keuangan. (13) Pemberian bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dan ayat (12), berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Dalam hal Kerja Sama Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak dilaksanakan oleh Daerah Provinsi, Pemerintah Pusat mengambilalih pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang dikerjasamakan. (2) Dalam hal Kerja Sama Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat mengambilalih pelaksanaannya. (3) Biaya pelaksanaan Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperhitungkan dari APBD masing-masing Daerah yang bersangkutan. (4) Pengambilalihan pelaksanaan Kerja Sama Wajib dan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Menteri, setelah berkoordinasi dengan Menteri Teknis.

8 8 Pasal 9 (1) Pengambilalihan pelaksanaan Kerja Sama Wajib Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : a. konsultasi Daerah Provinsi kepada Menteri Teknis dan Menteri; b. pembinaan yang dilakukan oleh Menteri Teknis, berkoordinasi dengan Menteri; c. supervisi yang dilakukan oleh Menteri Teknis dan Menteri; d. evaluasi yang dilakukan oleh Menteri, atas rekomendasi Menteri Teknis. (2) Pengambilalihan pelaksanaan Kerja Sama Wajib Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : a. konsultasi Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur; b. pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur; c. supervisi yang dilakukan oleh Gubernur; d. evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur; e. rekomendasi Gubernur kepada Menteri dan Menteri Teknis. Paragraf 2 Kerja Sama Sukarela Pasal 10 (1) Kerja Sama Sukarela dilaksanakan oleh Daerah yang berbatasan atau tidak berbatasan untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, yang dipandang lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan dengan bekerjasama. (2) Dalam melaksanakan Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing Daerah melakukan pemetaan Kerja Sama Daerah yang menjadi kewenangan Daerah sesuai potensi dan karakteristik Daerah. (3) Pemerintah Pusat melakukan pemetaan Kerja Sama penyelenggaraan Urusan Pemerintahan antar-daerah Provinsi, yang berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah, lebih efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan bekerjasama. (4) Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan pemetaan Kerja Sama penyelenggaraan Urusan Pemerintahan antar-daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, yang berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah, lebih efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan bekerjasama. (5) Daerah dapat melakukan Kerja Sama Sukarela di luar Kerja Sama Daerah yang telah dipetakan, apabila dipandang perlu. (6) Kerja Sama antar-daerah yang bersifat sukarela, dapat dilaksanakan oleh 2 (dua) atau lebih Daerah Otonom. (7) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan dana kepada Pemerintah Daerah lainnya untuk melaksanakan Kerja Sama Sukarela antar-daerah dalam bentuk Bantuan Keuangan.

9 9 Bagian Keempat Subjek, Objek, Dokumen dan Jenis Kerjasama Paragraf 1 Subjek Pasal 11 (1) Para pihak yang menjadi subjek dalam Kerja Sama antar-daerah, meliputi: a. Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Provinsi; b. Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayahnya; c. Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dari Provinsi yang berbeda; d. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dari Daerah Provinsi yang berbeda; dan e. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam satu Daerah Provinsi. (2) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah diwakili oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota, yang bertindak untuk dan atas nama Daerah. (3) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Gubernur atau Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat memberikan kuasa kepada Kepala Perangkat Daerah untuk menandatangani dokumen Perjanjian Kerja Sama. Paragraf 2 Objek Kerja Sama antar-daerah Pasal 12 (1) Objek Kerja Sama antar-daerah meliputi urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan Daerah Otonom dan penyediaan pelayanan publik. (2) Daerah menetapkan prioritas objek Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). (3) Daerah dapat melaksanakan Kerja Sama antar-daerah yang objeknya belum tercantum dalam RPJMD dan/atau RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan ketentuan: a. untuk mengatasi kondisi darurat; b. bersifat strategis; dan/atau c. untuk menyelesaikan permasalahan Daerah dan masyarakat.

10 10 Paragraf 3 Dokumen Kerja Sama antar-daerah Pasal 13 Dokumen Kerja Sama Wajib dan Kerja Sama Sukarela, dituangkan dalam Kesepakatan Bersama yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama. Pasal 14 (1) Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. maksud dan tujuan; c. objek; d. ruang lingkup; e. bentuk Kerja Sama; f. sumber biaya; g. jangka waktu Kesepakatan Bersama; dan h. rencana kerja. (2) Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. subjek Kerja Sama; c. maksud dan tujuan; d. objek Kerja Sama; e. ruang lingkup Kerja Sama; f. bentuk Kerja Sama; g. hak dan kewajiban; h. sumber biaya; i. jangka waktu Kerja Sama; j. risiko; k. keadaan memaksa (force majeure); l. penyelesaian perselisihan; m. evaluasi; n. pengakhiran Kerja Sama; dan o. penutup. Paragraf 4 Jenis Kerja Sama antar-daerah Pasal 15 Jenis Kerja Sama antar-daerah, meliputi: a. Kerja Sama Pelayanan Bersama; b. Kerja Sama Pelayanan antar-daerah; c. Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia; d. Kerja Sama Pelayanan dengan Pembayaran Retribusi; e. Kerja Sama Perencanaan dan Pengurusan; f. Kerja Sama Pertukaran Layanan;

11 11 g. Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan; dan h. Kerja Sama lainnya sesuai dengan kebutuhan. Bagian Kelima Kelembagaan Kerja Sama antar-daerah Paragraf 1 Sekretariat Kerja Sama Pasal 16 (1) Dalam melaksanakan Kerja Sama Wajib, Daerah yang berbatasan dapat membentuk Sekretariat Kerja Sama. (2) Sekretariat Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh Kepala Sekretariat. (3) Pendanaan Sekretariat Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebankan pada APBD masing-masing Daerah yang bekerjasama melalui iuran. (4) Pembentukan, uraian tugas, fungsi dan struktur organisasi Sekretariat Kerja Sama, ditetapkan dengan Peraturan Bersama Gubernur dan/atau Bupati/Wali Kota. Paragraf 2 Asosiasi Pasal 17 (1) Daerah dapat membentuk Asosiasi untuk mendukung Kerja Sama Wajib dan Kerja Sama Sukarela. (2) Pendanaan Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebankan pada APBD masing-masing Daerah yang bekerjasama melalui iuran. Paragraf 3 Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) Pasal 18 (1) Gubernur, Bupati dan Wali Kota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) dalam penyiapan pelaksanaan Kerja Sama Daerah, termasuk Kerjasama antar-daerah di wilayahnya. (2) Tugas, fungsi dan keanggotaan TKKSD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Bagian Keenam Tahapan Kerja Sama antar-daerah Paragraf 1 Umum Pasal 19 Tata cara pelaksanaan Kerja Sama Wajib dan Kerja Sama Sukarela dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

12 12 a. tahap persiapan; b. tahap penawaran; c. tahap penyiapan Kesepakatan Bersama; d. tahap penandatanganan Kesepakatan Bersama; e. tahap persetujuan DPRD; f. tahap penyiapan Perjanjian Kerja Sama; g. tahap penandatanganan Perjanjian Kerja Sama; dan h. tahap pelaksanaan. Paragraf 2 Tahap Persiapan Pasal 20 Dalam tahap persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, TKKSD melakukan penyiapan Kerja Sama antar-daerah. Paragraf 3 Tahap Penawaran Pasal 21 Dalam tahap penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, TKKSD menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan, memilih dan menentukan Daerah sebagai mitra Kerja Sama, dan selanjutnya Gubernur atau Bupati/Wali Kota menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran. Paragraf 4 Tahap Penyiapan Kesepakatan Bersama Pasal 22 (1) Dalam tahap penyiapan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, setelah Daerah mitra Kerja Sama menerima tawaran objek yang akan dikerjasamakan, selanjutnya TKKSD masing-masing Daerah yang akan bekerjasama membahas dan menyiapkan rancangan dokumen Kesepakatan Bersama. (2) Format Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Pedoman yang ditetapkan Menteri. Paragraf 5 Tahap Penandatanganan Kesepakatan Bersama Pasal 23 Dalam tahap penandatanganan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, dilakukan penandatanganan dokumen Kesepakatan Bersama oleh masing-masing Gubernur dan/atau Bupati/Wali Kota yang bekerjasama.

13 13 Paragraf 6 Tahap Persetujuan DPRD Pasal 24 (1) Rencana Kerja Sama antar-daerah yang membebani Daerah dan masyarakat, harus mendapat persetujuan DPRD. (2) Yang dimaksud dengan membebani Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu biaya Kerja Sama belum teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan. (3) Yang dimaksud dengan membebani masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu dalam hal pelayanan publik yang dihasilkan dari Kerja Sama antar-daerah dibebani tarif tertentu. Pasal 25 Kerja Sama antar-daerah yang tidak memerlukan persetujuan DPRD adalah Kerja Sama antar-daerah yang biayanya sudah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan. Pasal 26 Untuk mendapatkan persetujuan DPRD terhadap Kerja Sama antar- Daerah yang membebani Daerah dan masyarakat, Gubernur/ Bupati/Wali Kota menyampaikan surat dengan melampirkan Rencana Kerja Sama kepada DPRD, serta penjelasan mengenai: a. tujuan Kerja Sama; b. objek yang akan dikerjasamakan; c. hak dan kewajiban; d. besarnya kontribusi APBD yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Kerja Sama; e. keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa; f. jangka waktu Kerja Sama; dan g. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. Pasal 27 (1) Rencana Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikaji oleh DPRD paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima, untuk memperoleh persetujuan. (2) Tata cara pembahasan Rencana Kerja Sama antar-daerah dan bentuk persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam pembahasan Rencana Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dimungkinkan dilakukan pembahasan gabungan antara DPRD dari Daerah yang bekerjasama. (4) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Rencana Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPRD belum memberikan tanggapan, maka DPRD dianggap telah memberikan persetujuan.

14 14 Paragraf 7 Tahap Penyiapan Perjanjian Kerja Sama Pasal 28 (1) Berdasarkan persetujuan DPRD terhadap Rencana Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, TKKSD masing-masing Daerah menyiapkan rancangan dokumen Perjanjian Kerja Sama. (2) Khusus untuk Kerja Sama antar-daerah yang tidak memerlukan persetujuan DPRD, setelah dokumen Kesepakatan Bersama ditandatangani oleh masing-masing Gubernur dan/atau Bupati/Wali Kota, selanjutnya TKKSD masing-masing Daerah menyiapkan rancangan dokumen Perjanjian Kerja Sama. (3) Setelah masing-masing Daerah yang bekerjasama menyepakati substansi Kerja Sama, TKKSD menyiapkan rancangan akhir dokumen Perjanjian Kerja Sama. (4) Format Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Pedoman yang ditetapkan Menteri. Paragraf 8 Tahap Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pasal 29 (1) Dalam tahap penandatanganan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf g, dilakukan penandatanganan dokumen Perjanjian Kerja Sama oleh masingmasing Gubernur dan Bupati/Wali Kota yang bekerjasama. (2) Gubernur, Bupati dan Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menguasakan penandatangan dokumen Perjanjian Kerja Sama kepada Pejabat yang ditunjuk. Paragraf 9 Tahap Pelaksanaan Pasal 30 (1) Dalam tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf h, masing-masing pihak harus memperhatikan rencana kerja yang telah disepakati. (2) Tahapan pelaksanaan Kerja Sama wajib dan Kerja Sama sukarela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketujuh Hasil Kerja Sama antar-daerah Pasal 31 (1) Hasil Kerja Sama antar-daerah dapat berupa uang, surat berharga, aset, dan nonmaterial.

15 15 (2) Hasil Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadi hak Daerah berupa uang, disetorkan ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Hasil Kerja Sama antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadi hak Daerah berupa barang, dicatat sebagai aset Pemerintah Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 32 Hasil Kerjasama antar-daerah yang dianggap berhasil, dapat dijadikan sebagai Inovasi Daerah. Bagian Kedelapan Penyelesaian Perselisihan Pasal 33 (1) Apabila dalam pelaksanaan Kerja Sama antara Daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi terjadi perselisihan, diselesaikan dengan tahapan sebagai berikut: a. musyawarah; b. mediasi; dan c. penyelesaian oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat, yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (2) Dalam hal Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat tidak dapat menyelesaikan perselisihan Kerja Sama Daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penanganannya dilakukan oleh Menteri. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersifat final dan mengikat terhadap para pihak. Pasal 34 (1) Apabila dalam Kerja Sama antara Daerah Provinsi dengan Provinsi lain atau antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi atau antara Daerah Kabupaten/Kota dengan Daerah Kabupaten atau Daerah Kota dari Provinsi yang berbeda terjadi perselisihan, diselesaikan dengan tahapan sebagai berikut: a. musyawarah; b. mediasi; dan c. penyelesaian oleh Menteri, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bersifat final dan mengikat terhadap para pihak.

16 16 Bagian Kesembilan Perubahan Kerja Sama antar-daerah Pasal 35 (1) Para pihak dapat melakukan perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama. (2) Perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama dituangkan dalam Addendum dokumen Kerja Sama Daerah yang setingkat dengan dokumen Kerja Sama antar-daerah induknya. (3) Addendum Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen Kerja Sama antar-daerah induknya. Bagian Kesepuluh Berakhirnya Kerja Sama antar-daerah Pasal 36 Kerja Sama antar-daerah berakhir dalam hal: a. terdapat kesepakatan para pihak untuk mengakhiri Kerja Sama sesuai ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen Kerja Sama antar-daerah; b. tujuan Kerja Sama antar-daerah telah tercapai; c. terdapat perubahan mendasar yang mengakibatkan Kerja Sama antar-daerah tidak dapat dilaksanakan; d. salah satu pihak melakukan cidera janji (wanprestasi); e. dibuat dokumen Kerja Sama antar-daerah baru yang menggantikan dokumen Kerja Sama antar-daerah yang lama; f. muncul norma baru dalam peraturan perundang-undangan; g. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; h. objek Kerja Sama antar-daerah hilang atau musnah; i. terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional; j. berakhirnya jangka waktu Kerja Sama antar-daerah; dan/atau k. pengakhiran Perjanjian Kerja Sama yang diajukan oleh salah satu pihak, paling kurang 3 (tiga) bulan sebelum tanggal pengakhiran Perjanjian Kerja Sama yang diajukan. Pasal 37 (1) Kerja Sama antar-daerah dapat diakhiri berdasarkan permintaan salah satu pihak, dengan ketentuan pihak yang mempunyai inisiatif: a. menyampaikan secara tertulis inisiatif pengakhiran Kerja Sama kepada pihak lain; dan b. menanggung risiko baik finansial maupun risiko lainnya yang ditimbulkan sebagai akibat pengakhiran Kerja Sama.

17 17 (2) Pengakhiran Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempengaruhi penyelesaian objek Kerja Sama dan/atau penyelesaian kewajiban yang terutang sesuai ketentuan yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama, sampai dengan diselesaikannya objek Kerja Sama tersebut dan/atau kewajiban yang terutang. Pasal 38 Kerja Sama antar-daerah tidak berakhir karena pergantian kepemimpinan di lingkungan para pihak yang bekerjasama. BAB III KERJASAMA PUSAT DAN DAERAH Bagian Kesatu Penyelenggaraan Pasal 39 Pemerintah Pusat dapat melaksanakan Kerja Sama dengan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dan pemenuhan pelayanan publik. Bagian Kedua Subjek, Objek, dan Dokumen Kerja Sama Paragraf 1 Subjek Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 40 (1) Para pihak yang menjadi subjek dalam Kerja Sama Pusat dan Daerah, yaitu: a. Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan Pemerintah Daerah Provinsi; dan b. Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (2) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Pusat dan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah diwakili oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota, yang bertindak untuk dan atas nama Daerah. (3) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Pusat dan Daerah, Gubernur atau Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat memberikan kuasa kepada Kepala Perangkat Daerah untuk menandatangani dokumen Perjanjian Kerja Sama. Paragraf 2 Objek Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 41 Objek Kerja Sama Daerah meliputi urusan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik.

18 18 Paragraf 3 Dokumen Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 42 Dokumen Kerja Sama antara Pusat dan Daerah, dituangkan dalam Kesepakatan Bersama yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama. Pasal 43 (1) Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. maksud dan tujuan; c. objek; d. ruang lingkup; e. bentuk Kerja Sama; f. sumber biaya; g. tahun anggaran dimulainya Kerja Sama; h. jangka waktu Kerja Sama; dan i. rencana kerja. (2) Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. subjek Kerja Sama; c. maksud dan tujuan; d. objek Kerja Sama; e. ruang lingkup Kerja Sama; f. bentuk Kerja Sama; g. hak dan kewajiban; h. sumber biaya; i. jangka waktu Kerja Sama; j. risiko; k. keadaan memaksa (force majeure); l. penyelesaian perselisihan; m. pengakhiran Kerja Sama; dan n. penutup. Bagian Ketiga Tahapan Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 44 (1) Kerja Sama antara Pusat dengan Daerah dapat diprakarsai oleh : a. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian; b. Pemerintah Daerah Provinsi; dan/atau c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

19 19 (2) Tahap pelaksanaan Kerja Sama antara Pusat dengan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 30. Pasal 45 Kerja Sama antara Pusat dan Daerah, tidak memerlukan persetujuan DPRD. Bagian Keempat Perubahan Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 46 (1) Para pihak dapat melakukan perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama. (2) Perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama dituangkan dalam Addendum dokumen Kerja Sama Daerah yang setingkat dengan dokumen Kerja Sama induknya. (3) Addendum Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen Kerja Sama induknya. Bagian Kelima Berakhirnya Kerja Sama Pusat dan Daerah Pasal 47 Kerja Sama antara Pusat dan Daerah berakhir dalam hal terpenuhinya ketentuan yang diatur dalam Pasal 36. Pasal 48 (1) Kerja Sama antara Pusat dan Daerah dapat diakhiri berdasarkan permintaan salah satu pihak, dengan ketentuan pihak yang mempunyai inisiatif: a. menyampaikan secara tertulis inisiatif pengakhiran Kerja Sama kepada pihak lain; dan b. menanggung risiko baik finansial maupun risiko lainnya yang ditimbulkan sebagai akibat pengakhiran Kerja Sama. (2) Pengakhiran Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempengaruhi penyelesaian objek Kerja Sama dan/atau penyelesaian kewajiban yang terutang sesuai ketentuan yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama sampai dengan diselesaikannya objek Kerja Sama tersebut dan/atau kewajiban yang terutang. Pasal 49 Kerja Sama antara Pusat dan Daerah tidak berakhir karena pergantian kepemimpinan di lingkungan para pihak yang bekerjasama.

20 20 BAB IV KERJA SAMA DENGAN PIHAK KETIGA Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 50 Pihak Ketiga yang dapat menjadi mitra kerja dalam Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga, adalah: a. perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun bukan badan hukum, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di Pemerintah Daerah setempat sesuai tempat kedudukan hukumnya; dan c. lembaga nonpemerintah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Kedua Penyelenggaraan Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 51 (1) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga, dapat berupa: a. Kerja Sama dalam penyediaan pelayanan publik; dan b. Kerja Sama lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga yang merupakan pengelolaan barang Daerah dan Kerja Sama penyediaan infrastruktur, dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam melaksanakan Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Daerah melakukan pemetaan Kerja Sama Daerah yang menjadi kewenangan Daerah sesuai potensi dan kebutuhan Daerah. (4) Prakarsa Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga, dapat berasal dari Pemerintah Daerah atau pihak ketiga. (5) Prakarsa Kerja Sama yang berasal dari pihak ketiga adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; b. layak secara ekonomi dan finansial; dan c. pihak ketiga yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Kerja Sama. (6) Pihak ketiga pemrakarsa wajib menyusun studi kelayakan atas Kerja Sama yang diusulkan. (7) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga dapat merupakan gabungan antara Kerja Sama antar-daerah dengan Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga.

21 21 (8) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga yang bersifat strategis, berjangka waktu lama, dan berpotensi menimbulkan dampak sosial, harus didahului dengan studi kelayakan yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan Kerja Sama. (9) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga yang bersifat rutin, berjangka waktu singkat, tidak berakibat pada dampak sosial dan/atau merupakan perintah peraturan perundangundangan, tidak memerlukan studi kelayakan. (10) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8), paling kurang harus dapat menjelaskan tentang: a. tujuan Kerja Sama; b. objek yang akan dikerjasamakan; c. hak dan kewajiban; d. besarnya kontribusi APBD yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Kerja Sama; e. potensi sumber pendanaan lainnya; f. keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa; g. dampak sosial, ekonomi dan lingkungan; h. jangka waktu; dan i. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. Bagian Ketiga Subjek, Objek, Dokumen dan Jenis Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Paragraf 1 Subjek Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 52 (1) Para pihak yang menjadi subjek dalam Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga, meliputi: a. Pemerintah Daerah Provinsi dengan pihak ketiga; dan b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga. (2) Termasuk dalam pengertian pihak ketiga, yaitu pihak swasta asing, baik yang berbadan hukum asing maupun badan hukum Indonesia, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Daerah dengan swasta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri dengan melibatkan Kementerian Teknis, kecuali dalam hal Kerja Sama Pemanfaatan barang milik Daerah, Kerja Sama dalam penyediaan infrastruktur dan Kerja Sama Investasi. (4) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah diwakili oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota, yang bertindak untuk dan atas nama Daerah. (5) Dalam pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Gubernur atau Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat memberikan kuasa kepada Kepala Perangkat Daerah untuk menandatangani dokumen Kontrak Kerja Sama.

22 22 Paragraf 2 Objek Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 53 (1) Objek Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga meliputi urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan Daerah Otonom dan penyediaan pelayanan publik. (2) Daerah menetapkan prioritas objek Kerja Sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). (3) Daerah dapat melaksanakan Kerja Sama yang objeknya belum tercantum dalam RPJMD dan/atau RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan ketentuan: a. untuk mengatasi kondisi darurat; b. bersifat strategis; c. untuk menyelesaikan permasalahan Daerah dan masyarakat; dan/atau d. diinisasi oleh pihak ketiga. Paragraf 3 Dokumen Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 54 Dokumen Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga dituangkan dalam Kesepakatan Bersama yang ditindaklanjuti dengan Kontrak Kerja Sama. Pasal 55 (1) Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. maksud dan tujuan; c. objek; d. ruang lingkup; e. bentuk Kerja Sama; f. sumber biaya; g. tahun anggaran dimulainya Kerja Sama; h. jangka waktu Kerja Sama; dan i. rencana kerja. (2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, paling sedikit memuat: a. identitas para pihak; b. subjek Kerja Sama; c. maksud dan tujuan; d. objek Kerja Sama; e. ruang lingkup Kerja Sama;

23 23 f. bentuk Kerja Sama; g. hak dan kewajiban; h. sumber biaya; i. jangka waktu Kerja Sama; j. evaluasi; k. risiko; l. keadaan memaksa (force majeure); m. penyelesaian perselisihan; n. pengakhiran Kerja Sama; dan o. penutup. Paragraf 4 Jenis Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 56 (1) Jenis Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga, meliputi: a. Kerja Sama yang berkaitan dengan pemanfaatan barang milik Daerah; b. Kerja Sama dalam penyediaan infrastruktur; c. Kerja Sama investasi; dan d. Kerja Sama lainnya. (2) Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Tahapan Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Paragraf 1 Umum Pasal 57 (1) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga, meliputi: a. Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga atas prakarsa Daerah; dan b. Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga atas prakarsa pihak ketiga. (2) Tata cara pelaksanaan Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. tahap persiapan; b. tahap penawaran; c. tahap penyiapan Kesepakatan Bersama; d. tahap penandatanganan Kesepakatan Bersama; e. tahap persetujuan DPRD; f. tahap penyiapan Kontrak Kerja Sama; g. tahap penandatanganan Kontrak Kerja Sama; dan h. tahap pelaksanaan.

24 24 (3) Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Tata cara pelaksanaan Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku untuk jenis Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf d. Paragraf 2 Tahap Persiapan Pasal 58 Dalam tahap persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a, TKKSD melakukan penyiapan Rencana Kerja Sama Daerah. Paragraf 3 Tahap Penawaran Pasal 59 (1) Dalam hal prakarsa Kerja Sama berasal dari Pemerintah Daerah, pada tahap penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b, TKKSD menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan, dan selanjutnya Gubernur atau Bupati/Wali Kota menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran. (2) Dalam hal prakarsa Kerja Sama berasal dari pihak ketiga, pada tahap penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b, TKKSD mengkaji penawaran Kerja Sama yang diajukan oleh pihak ketiga. Paragraf 4 Tahap Penyiapan Kesepakatan Bersama Pasal 60 (1) Dalam tahap penyiapan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf c, setelah para pihak menyepakati objek yang akan dikerjasamakan, selanjutnya Pemrakarsa mengirimkan Rencana Kerja Sama kepada mitranya. (2) Rencana Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh TKKSD bersama-sama dengan pihak ketiga, selanjutnya TKKSD menyiapkan rancangan dokumen Kesepakatan Bersama. (3) Format Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Pedoman yang ditetapkan Menteri.

25 25 Paragraf 5 Tahap Penandatanganan Kesepakatan Bersama Pasal 61 (1) Dalam tahap penandatanganan Kesepakatan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf d, dilakukan penandatanganan dokumen Kesepakatan Bersama oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota bersama-sama dengan pihak ketiga. (2) Wakil dari pihak ketiga yang menandatangani dokumen Kesepakatan Bersama adalah orang yang berwenang mewakili pihak ketiga di dalam dan di luar Pengadilan. Pasal 62 (1) Rencana Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang membebani Daerah dan masyarakat, harus mendapat persetujuan DPRD. (2) Yang dimaksud dengan membebani Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu biaya Kerja Sama belum teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan. (3) Yang dimaksud dengan membebani masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu dalam hal pelayanan publik yang dihasilkan dari Kerja Sama Daerah dibebani tarif tertentu. Pasal 63 Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang tidak memerlukan persetujuan DPRD adalah Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang biayanya sudah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Pasal 64 Untuk mendapatkan persetujuan DPRD terhadap Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang membebani Daerah dan masyarakat, Gubernur/Bupati/Wali Kota menyampaikan surat dengan melampirkan Rencana Kerja Sama kepada DPRD, serta penjelasan mengenai: a. tujuan Kerja Sama; b. objek yang akan dikerjasamakan; c. hak dan kewajiban; d. besarnya kontribusi APBD yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Kerja Sama; e. keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa; f. jangka waktu Kerja Sama; dan g. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya.

26 26 Pasal 65 (1) Rencana Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dikaji oleh DPRD paling lama 30 (tiga puluh hari kerja sejak diterima, untuk memperoleh persetujuan. (2) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Rencana Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPRD belum memberikan tanggapan, maka DPRD dianggap telah memberikan persetujuan. (3) Tata cara pembahasan Rencana Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga dan bentuk persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 6 Tahap Penyiapan Kontrak Kerja Sama Pasal 66 (1) Berdasarkan persetujuan DPRD terhadap Rencana Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, TKKSD bersama-sama dengan pihak ketiga menyiapkan rancangan dokumen Kontrak Kerja Sama. (2) Khusus untuk Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang tidak memerlukan persetujuan DPRD, setelah dokumen Kesepakatan Bersama ditandatangani, selanjutnya TKKSD bersama-sama dengan pihak ketiga menyiapkan dokumen Kontrak Kerja Sama. (3) Setelah para pihak yang bekerjasama menyepakati substansi Kerja Sama, TKKSD menyiapkan rancangan akhir dokumen Kontrak Kerja Sama. (4) Format Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Pedoman yang ditetapkan Menteri. Paragraf 7 Tahap Penandatanganan Kontrak Kerja Sama Pasal 67 (1) Dalam tahap penandatanganan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf g, dilakukan penandatanganan dokumen Kontrak Kerja Sama oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota dengan pihak ketiga. (2) Gubernur atau Bupati/Wali Kota dapat menguasakan penandatanganan dokumen Kontrak Kerja Sama kepada Pejabat yang ditunjuk. (3) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mensubstitusikan penandatanganan dokumen Kontrak Kerja Sama kepada pihak lain. (4) Wakil dari pihak ketiga yang menandatangani dokumen Kontrak Kerja Sama adalah orang yang berwenang mewakili pihak ketiga di dalam dan di luar Pengadilan, atau Kuasanya.

27 27 Paragraf 8 Tahap Pelaksanaan Pasal 68 Dalam tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf h, masing-masing pihak harus melaksanakan Kontrak Kerja Sama berdasarkan itikad baik. Bagian Kelima Hasil Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 69 (1) Hasil Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga dapat berupa uang, surat berharga, aset, dan nonmaterial. (2) Hasil Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang menjadi hak Daerah berupa uang, disetorkan ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Hasil Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga yang menjadi hak Daerah berupa barang, dicatat sebagai aset Pemerintah Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Penyelesaian Perselisihan dengan Pihak Ketiga Pasal 70 (1) Perselisihan Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga diselesaikan sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam Kontrak Kerja Sama. (2) Penyelesaian perselisihan Kerja Sama antara Daerah dengan pihak ketiga yang merupakan badan hukum asing, wajib: a. diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah; b. dalam hal penyelesaian perselisihan secara musyawarah tidak memperoleh kesepakatan para pihak, maka dimungkinkan menyelesaikan perselisihan di Pengadilan atau Badan Arbitrase di Indonesia, dengan ketentuan: 1. penyelesaian perselisihan dilaksanakan menurut hukum Indonesia; dan 2. hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia. Bagian Ketujuh Perubahan Kerja Sama Daerah Pasal 71 (1) Para pihak dapat melakukan perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Kontrak Kerja Sama.

28 28 (2) Perubahan terhadap ketentuan dalam Kesepakatan Bersama dan Kontrak Kerja Sama, dituangkan dalam Perjanjian Tambahan (Addendum) atau dokumen Kerja Sama Daerah yang setingkat dengan dokumen Kerja Sama induknya. (3) Addendum Kesepakatan Bersama dan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen Kerja Sama induknya. Bagian Kedelapan Berakhirnya Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 72 Kerja Sama dengan pihak ketiga berakhir dalam hal terpenuhinya ketentuan yang diatur dalam Pasal 36. Pasal 73 (1) Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga dapat diakhiri berdasarkan permintaan salah satu pihak, dengan ketentuan pihak yang mempunyai inisiatif: a. menyampaikan secara tertulis inisiatif pengakhiran Kerja Sama kepada pihak lain; dan b. menanggung risiko baik finansial maupun risiko lainnya yang ditimbulkan sebagai akibat pengakhiran Kerja Sama. (2) Pengakhiran Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempengaruhi penyelesaian objek Kerja Sama dan/atau penyelesaian kewajiban yang terutang sesuai ketentuan yang disepakati dalam Kontrak Kerja Sama, sampai dengan diselesaikannya objek Kerja Sama tersebut dan/atau kewajiban yang terutang. Pasal 74 Kerja Sama Daerah dengan pihak ketiga tidak berakhir karena pergantian kepemimpinan di lingkungan para pihak yang bekerjasama. BAB V KERJA SAMA ANTARA DAERAH DENGAN LEMBAGA ATAU PEMERINTAH DAERAH DI LUAR NEGERI Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 75 Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mempunyai hubungan diplomatik; b. merupakan urusan Pemerintah Daerah; c. memperoleh persetujuan Menteri;

29 29 d. tidak membuka kantor perwakilan di luar negeri dan/atau Daerah; e. tidak melakukan campur tangan urusan dalam negeri; f. sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan; dan g. ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikerjasamakan dapat dialihkan. Pasal 76 Untuk Kerja Sama provinsi kembar/bersaudara (sister province) dan kabupaten/kota kembar/bersaudara" (sister city), selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, harus memperhatikan: a. kesetaraan status administrasi dan/atau kesetaraan wilayah; b. upaya saling melengkapi; dan c. peningkatan hubungan antar masyarakat. Bagian Kedua Penyelenggaraan Kerja Sama Daerah dengan Lembaga atau Pemerintah Daerah di Luar Negeri Pasal 77 (1) Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri, meliputi: a. Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga di luar negeri, berupa : 1. penerusan Kerja Sama Pemerintah Pusat; dan 2. Kerja Sama lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. b. Kerja Sama antara Daerah dengan pemerintah daerah di luar negeri, berupa : 1. Kerja Sama provinsi kembar/bersaudara (sister province); 2. Kerja Sama kabupaten/kota kembar/bersaudara (sister city); dan 3. Kerja Sama lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri. (3) Dalam hal penyelenggaraan kerjasama terdapat penerusan Hibah yang bersumber dari hasil Kerja Sama antara Daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri, maka dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mempercepat pembangunan daerah,

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da No.206, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Daerah. Inovasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6123) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2012 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT YUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka rnewujudkan peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kerjasama Daerah merupakan sarana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

(disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

(disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH (disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. b. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah mengemban amanat

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, - 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa dalam kerangka otonomi daerah, Kerjasama daerah

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 390

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kerjasama. Badan Swasta Asing. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah 1 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.07,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH.HUKUM.Pedoman.Pembentukan. Produk Hukum Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah berkewajiban

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta; PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 74 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO SALINAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH I. UMUM Pemerintah Kota Malang sebagai salah satu daerah otonom, dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan asas desentralisasi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH A. Kerja Sama Daerah dengan Pemerintah Daerah Lain 1. Persiapan a. Pembentukan TKKSD. b. TKKSD membentuk Tim Teknis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menlhk-Setjen/2015 T E N T A N G PEDOMAN KERJA SAMA DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DI BIDANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menanggulangi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME KERJASAMA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2012 Seri : E

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2012 Seri : E BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PADA BADAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2015 KEMENSOS. Anggaran. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Rencana Program. Tahun 2016. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci