TEKNIK INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT"

Transkripsi

1

2 TEKNIK INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT (Inventory Technique of Ramin in Peat Swamp Forest) Oleh: I Nengah Surati Jaya Samsuri Tien Lastini Edwin Setia Purnama Editor: Suwarno Sutarahardja ITTO CITES PROJECT BEKERJASAMA DENGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BOGOR, 2010

3 Teknik Inventarisasi Sediaan Ramin di Hutan Rawa Gambut (Inventory Technique of Ramin in Peat Swamp Forest) Hak cipta 2010 Publikasi ini disusun atas kerjasama International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES untuk meningkatkan kapasitas dalam implementasi masuknya jenisjenis pohon ke dalam daftar appendix. Donator untuk program kerjasama ini adalah EU (donor utama), Amerika Serikat (USA), Jepang, Norwegia, Selandia dan Swiss Activity Document 1 "Improving Inventory Design to Estimate Growing Stock of Ramin (Gonystylus bancanus) in Indonesia ISBN Tata letak dan desain sampul: M Fatah Noor Illustrasi foto: Tegakan di hutan rawa gambut Riau Diterbitkan oleh Indonesia s Work Programme for 2008 ITTO CITES Project Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia Jl. Gunung Batu No.5 Bogor Indonesia Telepon : Fax : E mail : raminpd426@yahoo.co.id

4 KATA PENGANTAR Buku Teknik Inventarisasi Ramin di Hutan Rawa Gambut (peat swamp forest) berisi penjelasan tentang bagaimana mendesain tahapan inventarisasi tegakan ramin mulai dari perencanaan, pengambilan data lapangan, analisis data hasil pengukuran lapangan dan penyusunan model serta pendugaan sediaan tegakan ramin. Uji coba metode inventarisasi ini sudah dilaksanakan di pulau Kalimantan (Taman Nasional Sebangau) dan pulau Sumatera (area konsesi IUPHHK HA PT. Diamond Raya Timber) pada bulan Juni Mudah mudahan buku ini dapat menjadi bahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan inventarisasi tegakan ramin. Kritik dan saran kami harapkan untuk penyempurnaan isi buku ini. Bogor, Mei 2010 Penyusun p e ngantar iii

5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... iii iv vi vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang Lingkup... 3 II. METODE INVENTARISASI RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT Ekologi Ramin Metode Inventarisasi Hutan Perkembangan metode inventarisasi Penggunaan citra satelit untuk inventarisasi hutan Metode Inventarisasi Ramin di Hutan Rawa Gambut Pengembangan Metode Inventarisasi di Hutan Rawa Gambut Dasar pemikiran Metode penyusunan model penduga sediaan ramin Metode pendugaan potensi tegakan jenis kayu ramin Tahapan Pelaksanaan Inventarisasi Pembuatan rencana bagan sampling Interpretasi citra Pengumpulan data di lapangan Penyusunan model penduga volume tegakan Pemilihan model Validasi model Efisiensi relatif pengambilan contoh ganda III. UJI COBA TEKNIK INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Aplikasi Deliniasi ekosistem Ramin Penyediaan citra satelit Interpretasi citra iv d a f t a r i s i

6 IV. DUGAAN SEDIAAN RAMIN Model Penduga Sediaan Tegakan Model hasil kajian Model penduga sediaan ramin Dugaan sediaan tegakan hutan rawa gambut TN. Sebangau Kalimantan Tengah Dugaan sediaan tegakan hutan rawa gambut PT. Diamond Raya Timber Riau Sediaan Tegakan Ramin Efisiensi Relatif Pengambilan Contoh Ganda Estimasi sediaan tegakan pada pengambilan contoh ganda Efisiensi relatif V. PENUTUP ACKNOWLEDGEMENT DAFTAR PUSTAKA d a f t a r i s i v

7 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman Halaman 1 Nilai kerapatan tajuk tegakan melalui citra satelit Karakteristik resolusi beberapa satelit dan sensornya Data umum Citra ALOS Karakteristik sensor AVNIR dari ALOS Tally sheet kegiatan lapangan Hasil kajian model model penduga sediaan tegakan pada hutan rawa di Kalimantan Tengah dan Riau Hasil skoring dan ranking model model penduga sediaan tegakan pada hutan rawa gambut di Riau dan Kalimantan Tengah Rasio antara volume ramin dan volume seluruh jenis pada tegakan hutan rawa gambut Hasil pengukuran volume per kelas diameter di areal Taman Nasional Sebangau Kerapatan tegakan berdasarkan kelompok jenis di hutan Taman Nasional Sebangau Hasil pengukuran volume per kelas diameter di areal kerja PT. Diamond Raya Timber Kerapatan tegakan berdasarkan kelompok jenis Rasio antara volume ramin dan volume seluruh jenis pada tegakan hutan rawa gambut Volume sediaan ramin setiap provinsi di Sumatera dan Kalimantan Jumlah pohon sediaan ramin setiap provinsi di Sumatera dan Kalimantan vi d a f t a r t a b e l

8 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1 Kombinasi antara kerapatan tajuk dan kedalaman gambut Bentuk plot pada klaster di lapangan (a) lingkaran, (b, c) jalur persegi Sebaran klaster dan plot di wilayah hutan rawa gambut PT. Diamond Raya Timber Tahap interpretasi kerapatan tajuk dengan metode Tree Cramming Metode dua tahap (Double Sampling) Tahapan analisis menggunakan double sampling Area kerja PT. Diamond Raya Timber Wilayah Taman Nasional Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah Citra Landsat 7 ETM+ di lokasi (a) TN. Sebangau dan (b) PT. Diamond Raya Timber Data Citra ALOS AVNIR Lokasi (a) TN. Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah dan (b) PT. Diamond Raya Timber Provinsi Riau Citra ALOS AVNIR di area Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah Kelas kerapatan tajuk tegakan hasil interpretasi di area kerja PT. Diamond Raya Timber Riau Kelas kerapatan tajuk tegakan hasil interpretasi di area Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah Contoh sebaran klaster di areal PT. Diamond Raya Timber Kondisi pohon ramin yang ditemukan pada saat survei lapangan Profil tegakan dengan kerapatan rapat pada kedalaman gambut 3 6 m Profil tegakan dengan kerapatan sedang pada kedalaman gambut 3 6 m d a f t a r g a m b a r vii

9 18 Profil tegakan dengan kerapatan jarang pada kedalaman gambut 3 6 m Peta sebaran sediaan ramin di hutan rawa gambut Pulau Sumatera Peta sebaran sediaan ramin di hutan rawa gambut di Provinsi Riau Peta sebaran sediaan ramin di hutan rawa gambut Pulau Kalimantan Peta sebaran sediaan ramin di hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah Grafik hubungan antara jumlah contoh dan sampling error yang diharapkan dalam pengambilan contoh ganda viii d a f t a r g a m b a r

10 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak terbantahkan bahwa informasi tentang hutan dan kehutanan adalah sangat penting baik untuk menetapkan kebijakan pengelolaan hutan pada level nasional, regional dan atau unit pengelolaan. Lebih lanjut, diketahui juga bahwa kualitas informasi sangat bergantung pada metode survei dan teknik analisis yang digunakan dalam rangka enumerasi data tersebut. Pada bidang penyelenggaraan kehutanan, inventarisasi hutan merupakan kegiatan awal dari perencanaan kehutanan guna mengumpulkan informasi tentang prakondisi hutan dan kehutanan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kegiatan inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan kunci yang sangat menentukan baik buruknya pengelolaan hutan. Dalam konteks mengumpulkan informasi tentang tegakan hutan (forest stand), inventarisasi tegakan hutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan mengumpulkan data dan informasi kondisi tegakan, yang dilaksanakan dengan metode dan teknik tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penggunaan data, serta ketersediaan sumberdaya pendukung untuk penyelenggaraannya. Tujuan penggunaan data hasil inventarisasi di antaranya adalah untuk menentukan jatah tebangan tahunan (JTT) atau yang lebih dikenal dengan istilah AAC (annual allowable cut), teknik pemanenan tegakan yang dapat diaplikasikan untuk penyusunan rencana pengelolaan hutan mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan pemasaran hasil. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan hutan secara lestari, perlunya akan konservasi jenis jenis tertentu yang terancam kepunahannya serta ketersediaan teknologi inventarisasi hutan maka kajian ketersediaan teknik inventarisasi hutan yang khusus untuk jenis jenis tertentu semakin diperlukan. p e ndahuluan 1

11 Sebagai negara tropis kepulauan, maka Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam berupa keanekaragaman hayati yang tinggi. Beberapa tipe hutan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia diantaranya adalah tipe hutan pantai (coastal forest), hutan mangrove (mangrove forest), hutan rawa (swamp forest), hutan rawa gambut (peat swamp forest), hutan hujan tropis (tropical rain forest), hutan kerangas (heath forest) dan hutan musim (monsoon forest). Berbagai tipe hutan tersebut mengandung kekayaan flora dan fauna yang sangat besar. Kekayaan fauna diantaranya adalah spesies burung (17% jenis burung di dunia), 511 spesies reptil (7,3% reptil di dunia), 515 spesies mamalia (12% mamalia dunia), 270 spesies amphibi (ranking 5 dunia), spesies invertebrata dan 121 spesies kupu kupu (ranking pertama dunia). Sedangkan dalam hal kekayaan flora, Indonesia diperkirakan memiliki sekitar jenis tumbuhan, termasuk diantaranya adalah jenis pohon (Departemen Kehutanan, 2005). Jenis jenis pohon tersebut tersebar di seluruh tipe hutan yang ada di Indonesia, dimana sebagian diantaranya merupakan jenis jenis yang laku diperdagangkan dan jenis jenis kayu indah yang sangat digemari oleh masyarakat internasional. Beberapa jenis kayu indah yang ada di Indonesia diantaranya adalah jenis ulin (Eusideroxylon zwagery), ebony (Dyospyros celebica), ramin (Gonystylus spp.) dan cendana (Santalum album). Jenis ramin (Gonystylus spp.) adalah salah satu jenis pohon yang tumbuh alami di tipe hutan rawa, berasal dari suku (family Thymelaeceae). Di Indonesia terdapat beberapa jenis pohon kayu komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi perlu dilindungi keberadaannya, seperti tengkawang, gaharu, ramin, ulin dan jenis lainnya. Ramin salah satu jenis dilindungi termasuk ke dalam Appendix II CITES, karena termasuk tumbuhan dalam kategori kritis (critically endangered) atau sudah mulai terancam punah (IUCN, 1994). Saat ini, ketersediaan data dan informasi tentang sediaan dan sebaran spasial ramin relatif masih kurang. Hal ini tidak terlepas dari belum tersedianya teknik inventarisasi tegakan ramin yang cepat, murah tetapi mempunyai ketelitian yang dihandalkan. Untuk mendapatkan data dan informasi yang handal, cepat dan 2 p endahuluan

12 murah tersebut maka diperlukan pengembangan suatu teknik dan metode inventarisasi tegakan ramin. Dalam rangka pengembangan metode dan teknik tersebut, kajian kajian teoritis dan praktis tentang ekologi ramin telah banyak dilakukan dan didiskusikan baik pada workshop, seminar dan atau studi pustaka guna mendapatkan alternatifalternatif metode inventarisasi yang dapat diterapkan. Sebagaimana diketahui bahwa ramin mempunyai karakteristik yang khusus, oleh karena itu maka tipetipe ekologis tempat tumbuh ramin serta pola spasial penyebarannya perlu dikaji lebih lanjut dan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan teknik sampling. Berdasarkan telaah dari beberapa metode yang tersedia, salah satu metode yang prospektif baik secara teknis maupun ekonomis adalah penggunaan kombinasi teknik penginderaan jauh dan survei terestris (ITTO CITES Project, 2009). Pada kajian ini, teknik yang digunakan untuk inventarisasi ramin adalah menggunakan kombinasi antara inventarisasi secara tidak langsung (metode penginderaan jauh) dan inventarisasi secara langsung (metode terestris), yaitu dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh dan survei terestris. Dengan metode ini, kegiatannya diawali dengan melakukan interpretasi citra satelit resolusi tinggi untuk mendapatkan gambaran kerapatan tegakan melalui pengukuran kerapatan tajuk tegakan. Lebih lanjut, dilakukan kegiatan pengukuran dimensi pohon di lapangan Ruang Lingkup Dalam mengembangkan teknik inventarisasi tegakan ramin di hutan rawa gambut ini, beberapa pokok kajian yang tercakup di dalamnya adalah identifikasi beberapa jenis citra satelit yang dapat digunakan dalam inventarisasi tegakan ramin di hutan rawa gambut; perkembangan metode inventarisasi tegakan ramin yang optimal di hutan rawa gambut dan secara teknis dapat diimplementasikan; penyusunan model penduga sediaan tegakan ramin yang secara teknis dapat diaplikasikan; dan pengujian tingkat efisiensi penggunaan teknik penarikan contoh p e ndahuluan 3

13 ganda dengan memanfaatkan citra satelit. Pada bagian akhir buku ini disampaikan dugaan sediaan tegakan ramin yang dihitung berdasarkan data yang tersedia, dan model penduga yang dihasilkan dari studi kasus di Riau dan Kalimantan Tengah. 4 p endahuluan

14 2 METODE INVENTARISASI RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT 2.1. Ekologi Ramin Indonesia merupakan negara kepulauan beriklim tropis yang terletak di antara dua benua Asia dan Australia serta berada di antara dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Kondisi ekologis Indonesia banyak dipengaruhi oleh keberadaan kedua benua dan samudera yang mengapit Indonesia tersebut. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki hutan tropis seluas 7% dari luas permukaan bumi, dan mengandung lebih dari 50% total jenis yang ada di seluruh dunia. Namun demikian, laju kerusakan hutan yang tinggi menyebabkan hilangnya beberapa jenis yang dikenal maupun jenis yang belum dikenal. Salah satu jenis yang terancam hilang adalah jenis kayu ramin (Gonystylus spp.) karena merupakan salah satu jenis yang digemari masyarakat maka keberadaannya juga terancam kepunahan. Bahkan sejak tahun 1990 an kayu ini sudah dinyatakan sebagai kayu langka. Dengan berbagai pertimbangan untuk mempertahankan keberadaan ramin maka jenis ramin ini diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Appendix III CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dengan zero quota, dan disetujui oleh CITES sehingga dinyatakan moratorium penebangan dan perdagangan ramin di Indonesia pada tahun Menurut beberapa kajian dinyatakan bahwa di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 10 (sepuluh) jenis ramin yaitu Gonystylus affinis A.Shaw, G. brunnescens A.Shaw, G. confusus A.Shaw, G. forbesii Gilg, G. keithii A.Shaw, G. macrophyllus A.Shaw, G. maingayi Hk.f, G. velutinus A.Shaw, G. xylocarpus A.Shaw dan G. bancanus (Miq.) Kurz. Ramin merupakan nama yang ditujukan untuk jenis: G. xylocarpus A.Shaw, G. velutinus A.Shaw dan Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Jenis jenis G. affinis A.Shaw dan G. forbesii Gilg sering disebut sebagai kayu minyak. m e t o d e i n v e n t a r i s a s I 5

15 Ramin yang paling banyak diperdagangkan di dunia internasional merupakan Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Saat ini jenis ramin diduga dapat ditemukan di kawasan hutan di Pulau Sumatera, Kepulauan selat Karimata dan Kalimantan. Di Sumatera ramin pernah teridentifikasi di Riau, Bangka Belitung, pesisir timur Pulau Sumatera dan sepanjang Sungai Musi di Pulau Sumatera. Di Pulau Kalimantan ramin diduga menyebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Di Pulau Sumatera, khususnya Provinsi Riau dan Jambi, kawasan yang teridentifikasi memiliki tegakan pohon ramin antara lain hutan Lindung Giam Siak Kecil, Suaka Margasatwa Danau Bawah dan Danau Pulau Besar, Suaka Margasatwa Tasik Belat, Suaka Margasatwa Tasik Sekap, Suaka Margasatwa Bukit Batu dan Taman Nasional Berbak di Provinsi Jambi. Di beberapa kawasan hutan produksi yang dikelola oleh perusahaan kehutanan diduga masih terdapat tegakan ramin dalam jumlah yang relatif kecil. Di Pulau Kalimantan ramin dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting, DAS Sebangau dan DAS Mentaya (Kalimantan Tengah), sementara di Provinsi Kalimantan Barat, tegakan jenis ramin dapat dijumpai di Kabupaten Sambas, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam Muara Kaman, Taman Buru Gunung Nyiut, Suaka Margasatwa Pleihari Martapura, Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Gunung Palung. Ramin ini tumbuh baik pada tanah podsolik, tanah gambut dan tanah lempung berpasir kuarsa. Secara fisik ramin merupakan jenis pohon dengan bentuk batang umumnya lurus dan tingginya mencapai 45 m, dimana tinggi bebas cabangnya mencapai m (Samingan, 1980; Wiroatmodjo, 1975). Hal lain yang mencirikan jenis ramin adalah mengeluarkan getah dan gatal bila mengenai kulit sehingga pohon ini juga dinamakan kayu miang. Selain sebagai tempat tumbuh berbagai jenis vegetasi hutan rawa gambut, ekosistem gambut juga berfungsi sebagai pengatur tata air sehingga daerah di sekitarnya dapat tercegah dari intrusi air laut di musim kemarau dan terhindar dari banjir pada saat musim penghujan. Hutan gambut juga mempunyai peran 6 m e t o d e i n v e n t a r i s a s i

16 yang cukup besar sebagai penyimpan karbon serta menjadi habitat dari flora dan fauna yang dilindungi seperti harimau, buaya, ikan arwana dan kayu ramin. Saat ini pada ekosistem gambut, tipe hutan rawa gambut (peat swamp forest) merupakan salah satu tipe hutan tropis yang mendapat ancaman degradasi kualitas lingkungan cukup besar Metode Inventarisasi Hutan Metode inventarisasi hutan dapat dilihat berdasarkan obyek atau sarana yang digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan kegiatan inventarisasi hutan dan teknik pengambilan unit contoh dalam kegiatan inventarisasi hutan tersebut. A. Metode berdasarkan sarana yang digunakan Metode ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara pendekatan yaitu: a. Metode inventarisasi hutan secara terestris (terrestrial forest inventory), dimana kegiatan pengukuran dan pengamatan langsung dilakukan di lapangan (direct forest inventory). b. Metode inventarisasi hutan dengan penginderaan jauh (remote sensing forest inventory), dimana kegiatan pengukuran dan pengamatan dilaksanakan secara tidak langsung (indirect forest inventory) menggunakan sarana bantu berupa potret udara maupun citra satelit. c. Metode kombinasi atau gabungan antara inventarisasi hutan secara terestris dengan inventarisasi hutan melalui penginderaan jauh, baik dengan cara stage sampling maupun dengan cara phase sampling. Beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing masing metode atau cara inventarisasi hutan tersebut di atas, antara lain adalah: a. Metode terestris - Cocok untuk luasan yang relatif kecil (small areas) dengan hasil penaksiran lebih akurat, dapat kontak langsung dengan obyeknya, sehingga dapat melihat situasi dan kondisi sebenarnya dari obyek. m e t o d e i n v e n t a r i s a s I 7

17 - Untuk luasan yang besar (large areas) memerlukan waktu dan dana yang besar. Selain itu, kemungkinan akan mendapatkan banyak macam kesalahan, terutama yang disebabkan non sampling error, antara lain yang cenderung besar pengaruhnya adalah akibat kelelahan tenaga ukur (human error). b. Metode penginderaan jauh (remote sensing) - Dibandingkan dengan metode terestris, ketelitian yang diperoleh relatif lebih rendah. - Metode ini cocok untuk luasan yang besar, pengukuran dapat dilakukan lebih cepat, kebutuhan tenaga lebih sedikit, sehingga human error dapat dikurangi. c. Metode kombinasi terestris dan penginderaan jauh Untuk luasan yang relatif besar, metode ini lebih banyak disukai karena dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan. Data yang diperoleh lebih teliti dengan jumlah tenaga, biaya dan waktu yang diperlukan relatif sedikit. Hasil yang diperoleh cenderung setara dengan pengukuran yang sematamata menggunakan metode terestris. B. Metode pengambilan unit contoh Metode pengambilan unit contoh dalam kegiatan inventarisasi hutan (sampling techniques for forest inventory) dikenal secara umum ada dua bentuk teknik sampling, yaitu teknik sampling acak (random sampling techniques), dan teknik sampling sistematik (systematic sampling techniques). Teknik sampling secara acak dapat dilakukan, baik tanpa stratifikasi (simple random sampling), yaitu apabila populasi yang diukur adalah kondisinya relatif homogen, maupun dengan cara stratifikasi (stratified random sampling), yaitu apabila populasi yang diukur kondisinya heterogen. Sedangkan teknik sampling sistematik dilakukan dengan pemilihan unit contoh pertama secara acak dan 8 m e t o d e i n v e n t a r i s a s i

18 pemilihan unit contoh berikutnya dilakukan secara sistematik (systematic sampling with random start) dan dapat dilakukan baik tanpa stratifikasi (simple systematic sampling with random start) maupun dengan stratifikasi (stratified systematic sampling with random start). Metode pengambilan contoh ini dapat dikembangkan pula menjadi berbagai metode, yaitu antara lain sampling bertahap (phase sampling) dan sampling bertingkat (stage sampling). Pada metode sampling bertahap (phase sampling), umumnya digunakan untuk menduga karakteristik dari suatu populasi yang didasarkan pengukuran unit contoh pada dua phase atau lebih. Pengukuran karakteristik populasi pada phase pertama dilakukan dengan pendugaan secara kasar, sehingga ketelitiannya lebih rendah dibandingkan dengan pengukuran karakteristik pada phase berikutnya. Pengukuran karakteristik pada phase terakhir dilakukan dengan mengusahakan agar ketelitian yang diperoleh cukup tinggi. Jumlah unit contoh yang dipilih pada phase pertama jauh lebih besar dibandingkan dengan banyaknya unit contoh pada phase berikutnya. Teknik sampling yang termasuk pada metode phase sampling, antara lain adalah double sampling dan list sampling (a priori list sampling dan a posteriori list sampling). Metode sampling bertingkat (stage sampling) digunakan untuk menduga karakteristik dari suatu populasi yang didasarkan pengukuran secara bertingkat. Pada pengukuran tingkat pertama, dilakukan pemilihan unit contoh pada populasi. Unit contoh yang terpilih pada tingkat pertama, dinyatakan sebagai unit contoh primer (primary sampling unit). Pada unit contoh primer yang terpilih tersebut dilakukan pemilihan sejumlah unit contoh sekunder (secondary sampling unit). Jumlah unit contoh sekunder dipilih lebih kecil dari jumlah unit contoh primer dan seterusnya pada unit contoh sekunder yang terpilih dilakukan pemilihan unit contoh tertier. Jumlah unit contoh tertier lebih kecil dari jumlah unit contoh sekunder. Jika pendugaan populasi dilakukan dengan banyak tingkat, disebut multi stage sampling. m e t o d e i n v e n t a r i s a s I 9

19 Perkembangan metode inventarisasi Sebagaimana diuraikan di atas, secara teknis pendugaan sediaan tegakan dapat dilakukan dengan salah satu dari ketiga metode berikut yaitu (1) metode terestris, (2) metode penginderaan jauh dan (3) kombinasi antara metode terestris dan metode penginderaan jauh. Masing masing metode mempunyai beberapa keunggulan dan keterbatasan. Metode terestris umumnya memberikan hasil yang relatif lebih teliti dan lebih akurat dibandingkan metode lainnya. Akan tetapi, untuk cakupan areal yang lebih luas, metode terestris ini umumnya tidak efisien karena timbulnya kesalahan kesalahan dalam pengukuran, baik yang disebabkan oleh cara pengukurannya (measurement error) maupun yang disebabkan oleh pengukurnya (human error) yang relatif lebih besar. Di lain pihak, metode penginderaan jauh umumnya memberikan keunggulan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan metode terestris dan sangat cocok untuk luasan areal yang relatif besar. Namun demikian, akurasi dari metode yang mengandalkan teknik ini umumnya relatif lebih rendah. Dengan memperhatikan keunggulan dan keterbatasan dari 2 metode yang telah disebutkan terdahulu, maka metode inventarisasi hutan dengan mengkombinasikan metode penginderaan jauh dan survei terestris menjadi sebuah pilihan, dengan harapan mendapatkan data dan informasi yang relatif lebih teliti, sementara dapat menekan biaya serta cocok untuk luasan yang relatif besar. Metode kombinasi ini lebih banyak digunakan untuk menghemat biaya tetapi tidak mengurangi ketelitian yang diharapkan. Untuk inventarisasi hutan dimana informasi tentang potensi yang lengkap dan detil tidak ada maka metode penarikan contoh ganda (double sampling atau two phase sampling) menjadi sangat efisien (Sudjiatmiko, 1998). Penggunaan metode double sampling ini cenderung lebih efisien apabila biaya pengukuran peubah pada fase pertama lebih murah dan lebih cepat dibandingkan dengan fase kedua. Oleh karenanya sebagai pertimbangan dalam penentuan metode inventarisasi sediaan tegakan ramin di hutan rawa gambut maka dilakukan juga pengkajian efisiensi penerapan teknik pengambilan contoh ganda di hutan alam dengan menggunakan citra satelit ALOS AVNIR dan SPOT. 10 m e t o d e i n v e n t a r i s a s i

20 Penggunaan citra satelit untuk inventarisasi hutan Data penginderaan jauh (remote sensing) dengan citra satelit dapat digunakan untuk: a. Mendeteksi hutan rawa gambut yang terbakar dengan menggunakan metode rasio dan NDVI. b. Citra SAR band L dapat digunakan untuk mendeteksi deforestasi dan mendeteksi banjir yang terjadi di sekitar sungai. c. Teknologi satelit dapat digunakan untuk mengklasifikasi tutupan hutan. d. JERS 1 dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan tutupan hutan lahan gambut. e. Penggunaan ALOS PALSAR dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi vegetasi hutan rawa gambut. f. Citra satelit resolusi sedang dan resolusi tinggi dapat digunakan untuk menduga volume tegakan pada hutan tropis (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, dan lain lain). g. Untuk menduga volume tegakan jati dan pinus di Jawa Metode Inventarisasi Ramin di Hutan Rawa Gambut Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik. Gambut umumnya terletak di dataran rendah, di antara dua buah sungai besar dengan puncak kubah (dome) di bagian tengahnya. Ekosistem gambut ini biasanya ditandai dengan adanya genangan air yang berwarna coklat kehitaman sehingga disebut juga ekosistem air hitam dan kaya dengan berbagai jenis ikan. Lapisan bawahnya tersusun atas timbunan bahan organik mati yang terawetkan selama ribuan tahun, sedangkan lapisan atasnya sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar. m e t o d e i n v e n t a r i s a s I 11

21 Luas hutan gambut tropis di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia yaitu sekitar 21 juta ha atau 50% dari total lahan gambut tropis dunia yang luasnya diperkirakan 40 juta ha. Sebagian besar hamparan gambut ini berada di dataran rendah pantai. Berdasarkan luasnya, gambut terluas di Indonesia terdapat di Papua yaitu 7,97 juta ha (Wetland Internasional, 2006), selanjutnya disusul Sumatera seluas 7,20 juta ha (Wetland International, 2004) dan Kalimantan seluas 5,77 ha (Wetland International, 2003). Hanya sebagian tersebar di Jawa yaitu di Rawa Danau (Serang), Halmahera, dan Sulawesi. Umumnya aksesibilitas pada hutan rawa gambut (peat swamp forest) adalah rendah, sehingga kegiatan inventarisasi secara terestris pada hutan rawa gambut ini membutuhkan biaya tinggi (high cost) sehingga data dan informasi tentang sifat sifat tanah gambut untuk mendukung pertumbuhan ramin secara optimal sampai saat ini belum banyak diketahui. Cara pengambilan data yang dilakukan pada inventarisasi ramin untuk analisa vegetasi dilakukan dengan cara jalur berpetak dengan arah jalur dimulai dari pinggir sungai dan tegak lurus menjauhi sungai. Penentuan awal jalur dilakukan secara purposive sampling. Di dalam jalur analisis dibuat petak petak ukur dengan jarak tertentu dan di dalam petak ukur dibentuk empat sub plot, yaitu sub plot berukuran 2 m x 2 m untuk pengukuran jumlah dan jenis permudaan tingkat semai (seedling), sub plot berukuran 5 m x 5 m untuk pengukuran jumlah dan jenis permudaan tingkat pancang (sapling), sub plot berukuran 10 m x 10 m untuk pengukuran tinggi dan diameter pohon serta jenis permudaan tingkat tiang (poles) dan sub plot berukuran 20 m x 20 m untuk pengukuran tinggi dan diameter pohon serta jenis pada tingkat pohon. Ramin diduga mulai dapat ditemukan pada ketebalan gambut 120 cm sampai ketebalan gambut lebih dari 600 cm. Semakin tebal lapisan gambut diduga semakin banyak ramin ditemukan. Pada ketebalan gambut cm, jenis kayu ramin belum termasuk dominan, sedang pada ketebalan gambut > 500 cm pohon ramin termasuk jenis yang dominan. Selain itu penyebaran ramin pada gambut dalam (> 500 cm) mempunyai pola penyebaran yang seragam (uniform), 12 m e t o d e i n v e n t a r i s a s i

22 sedangkan pada gambut yang dangkal (< 500 cm) mempunyai pola penyebaran acak (random). Dalam teknik inventarisasi ramin menggunakan kombinasi penginderaan jauh dan survei terestris, dilakukan pula analisis stratifikasi dan analisis struktur tegakan ramin. Analisis stratifikasi untuk melihat posisi ramin dibandingkan jenis lain dalam suatu komunitas baik secara vertikal maupun horizontal. Dalam stratifikasi tajuk, pohon ramin biasanya menempati stratum A, tetapi bukan merupakan pohon yang tertinggi. Pohon ramin berada dibawah tajuk pohon meranti batu (Shorea uliginosa) dan kempas (Kompasia malaccensis). Analisis struktur tegakan tersebut adalah untuk melihat hubungan antara jumlah batang rata rata per hektar (N/ha) dengan kelas kelas diameter. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dalam inventarisasi ramin sampai saat ini tidak dapat (belum dapat) dilakukan secara khusus untuk mengenali jenis ramin, melainkan hanya dapat dilakukan melalui pendeteksian keberadaan ekosistem hutan rawa gambut yang merupakan habitat dari jenis ramin. Pendugaan sediaan tegakan hutan alam, termasuk hutan rawa gambut, yang merupakan habitat ramin, telah dilakukan oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi secara akurat, tetapi juga belum mampu secara khusus untuk menduga sediaan tegakan ramin. Pendugaan ini dilakukan dengan kombinasi cara pengukuran pada citra satelit dan pengukuran di lapangan. Untuk mendapatkan pendugaan potensi ramin perlu pengembangan metode yang dapat dilakukan pada areal hutan yang aksesibilitasnya masih sulit dengan biaya yang relatif cukup rendah (Departemen Kehutanan, 2007). Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui sediaan tegakan hutan pada unit unit manajemen (IUPHHK HA dan IUPHHK HT) menggunakan teknik inventarisasi secara terestris. Teknik inventarisasi ini berbasis pada petak (compartment), sehingga sediaan tegakan pada setiap petak akan dapat diketahui. m e t o d e i n v e n t a r i s a s I 13

PANDUAN INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT

PANDUAN INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT ISBN 978-602-8964-05-0 PANDUAN INVENTARISASI SEDIAAN RAMIN DI HUTAN RAWA GAMBUT (MANUAL OF RAMIN INVENTORY IN PEAT SWAMP FOREST) Oleh: I Nengah Surati Jaya, Samsuri, Tien Lastini & Edwin Setia Purnama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372

Lebih terperinci

POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1)

POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1) POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASI RAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM DI INDONESIA 1) Oleh: Machfudh dan Rinaldi 2) ABSTRAK Ramin (Gonystylus spp) merupakan salah satu jenis pohon penting di Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Inventarisasi hutan diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) Oleh: Slamet Riyadhi Gadas 2) PENDAHULUAN Ramin adalah nama dagang salah satu jenis kayu dari Indonesia yang banyak diperdagangkan di dunia. Pohon

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) URIP AZHARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

Pertanyaan Terkait Dengan NKT

Pertanyaan Terkait Dengan NKT Lampiran 4. Matrik Diskripsi dan Eksisteni Nilai Konservasi Tinggi di HTI RAPP Blok Tasik 1.1. Kawasan Yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman hayati Bagi kawasan Lindung/atau konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS 1 TEKNOLOGI PERTANIAN ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS ANALYSIS OF STAND DENSITY IN BALURAN NATIONAL PARK BASED ON QUANTUM-GIS Maulana Husin 1), Hamid Ahmad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan Negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan alam semesta salah satunya adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Semuanya hidup saling ketergantungan.

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

Baharinawati W.Hastanti 2

Baharinawati W.Hastanti 2 Implementasi Sistem Silvikultur TPTI : Tinjauan eberadaan Pohon Inti dan ondisi Permudaannya (Studi asus di Areal IUPHH PT. Tunas Timber Lestari, Provinsi Papua) 1 Baharinawati W.Hastanti 2 BP Manokwari

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK INVENTARISASI DAN PEMETAAN HUTAN BAB VII TEKNIK INVENTARISASI DR IR DRS H ISKANDAR MUDA PURWAAMIJAYA, MT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b Tema 7 Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir & Daerah Aliran Sungai ke-1 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 April 2015 Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai Muhammad Rijal

Lebih terperinci

West Kalimantan Community Carbon Pools

West Kalimantan Community Carbon Pools Progress Kegiatan DA REDD+ Mendukung Target Penurunan Emisi GRK Kehutanan West Kalimantan Community Carbon Pools Fauna & Flora International Indonesia Programme Tujuan: Pengembangan proyek REDD+ pada areal

Lebih terperinci