Pertanyaan Terkait Dengan NKT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pertanyaan Terkait Dengan NKT"

Transkripsi

1 Lampiran 4. Matrik Diskripsi dan Eksisteni Nilai Konservasi Tinggi di HTI RAPP Blok Tasik 1.1. Kawasan Yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman hayati Bagi kawasan Lindung/atau konservasi Rapid Mengandung 1.1 Pertimbangan usulan areal 1.1. pada studi terdahulu sangat lemah dan terjadi perbedaan persepsi mengenai kriteria 1.1. Usulan 1.1. tidak didukung oleh proses analisis spasial yang jelas full assessment diperlukan untuk melengkapi data dan informasi mengenai biodiversitas guna mengidentifikasi areal 1.1. secara tepat 1. Apakah di dalam Unit Pengelolaan (UP) terdapat kawasan lindung atau konservasi sesuai dalam aturan/ketetapan pemerintah? 2. Apakah UP merupakan bagain atau zona penyangga dari kawasan lindung/konservasi yang ditetapkan dengan tujuan mempertahankan keanekaragaman hayati (misal Cagar Alam atau Taman Nasional 3. Apakah diperkirakan akan terjadi dampak langsung maupun tidak langsung, terlebih yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur dan perbaikan akses yang diakibatkan oleh kegiatan UP?. Ditemukan kawasan lindung dan konservasi di Unit Managemen Blok Tasik, berupa : 1. Kawasan Lindung Gambut (Usulan RTRWP Propinsi Riau) 2. Kawasan Lindung Menurut Keppres 32 Tahun 1990 dan UU Zona Penyangga Kesimpulan Present 1.1. Kawasan lindung Gambut menurut RTRWP yang masuk ke dalam Blok Tasik i, seluas 553 Ha Kawasan Perlindungan Sempadan Sungai seluas Ha, terdiri dari S. 281 Ha S. Lanus Ha S. Jangkang 16 Ha S. Mungkal 556 Ha Zona Penyangga Suaka Margasatwa Tasik seluas 249 Ha

2 1.2. Spesies Hampir Punah Rapid Absent Present 1.2 Sangat lemah terkait dengan keberadaan critically endangered species di Tasik, pada hal Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan Ramin (Gonystylus spp.) merupakan jenis-jenis terancamn sehingga perlu keputusn terkait dengan eksistensi 1.2. Usulan areal 1.2. tidak didukung oleh proses spasial analisis. Keberadaan 1.2 potrensial terdapat di seluruh areal Blok Tasik Diperlukan Full assessment dengan fokus sebagai berikut : (1) Melakukan obervasi terhadap keberadaan observation populasi Harimau Sumatera dan Gonystylus (ramin) (2) Memperluas Areal Management untuk mendukung habitat Harimau Sumatera and Gonystylus (Ramin). 1. Apakah didalam UP terdapat populasi species yang terancam, memiliki penyebaran terbatas atau spesies dilindungi yang mampu bertahan hidup (Viable population)? Present 1.2 Fauna Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), dengan status Vulnerable menurut aturan pemerintah RI, Critically Endangered (CR) menurut IUCN dan Appendix I menurut CITES Batagur borneoensis Critically Endangered (CR) menurut IUCN dan Appendix II menurut CITES Kesimpulan Present 1.2 1) di daerah sekitar ujung sebelah barat RKT 2009 Sektor Tasik 2) Sekitar Desa Teluk Lanus Seluas Ha Daerah jelajah harimau dapat mencapai 180 km Berpotensi dijumpai di Sungai Lanus, S., S. Jangkang dan Mungkal di dalam kawasan konsesi IUPHHK-HTI PT. RAPP Sektor Tasik. Seluas Ha

3 1.3. Kawasan Yang Merupakan Habitat Bagi Populasi spesies Yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi Yang Mapu Bertahan Hidup Rapid Present telah menyebutkan mengenai penetapan 1.3. Managemen Area Usulan areal 1.3 tidak didukung oleh proses analisis spasial Present 1.3 Potensial terdapat diseluruh areal Blok Teluk Meranti See Figure 6. Diperlukan Full assessment dengan fokus : (1) Melakukan observasi seluruh spesies dengan status vulnerable dan endangered (2) Memperluas areal pengelolaan 1.3. untuk mendukung seluruh spesies dengan status endangered dan vulnerable 1. Apakah didalam UP terdapat populasi species yang terancam, memiliki penyebaran terbatas atau spesies dilindungi yang mampu bertahan hidup (Viable population)? Present 1.3 Mamalia Ditemukan 13 jenis mamalia yang termasuk dalam kategori Vulnerable, CR, VU dan appendix I dan II Burung Ditemukan 24 jenis burung yang termasuk dalam status CR, VU dan appendix I dan II Reptil Ditemukan4 jenis reptil yang termasuk dalam kategori Vulnerable dan appendix I dan II Kesimpulan Tersebar di tipe ekosistem riparian, kawasan sempadan S. Mungkal, Jangkang, MPSF, dan desa Teluk Lanus dengan luas Ha (MPSF) Tersebar di tipe ekosistem riparian, sungai Jangkang, Sungai Mungkal, Sungai Lanus, MPSF, Teluk Lanus dan sungai dengan luas Ha (MPSF) Tersebar di tipe ekosistem MPSF, sekitar sungai Mungkal, dengan luas Ha Detail letak 1.3. disajikan dalam lampiran peta

4 1.4. Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan spesies yang digunakan Secara Temporer Rapid Absent Present 1.2 Pertimbangan dalam penentuan 1.2. dan keberadaan spesies migran di Blok Tasik (seperti burung migrant, arwana) Usulan areal 1.2. tidak didukung oleh proses spasial analisis. Keberadaan 1.2 potrensial terdapat di seluruh areal Blok Tasik Diperlukan Full assessment dengan fokus sebagai berikut : 1. Melakukan obervasi terhadap keberadaan spesies migran 2. Memperluas Areal Management untuk mendukung seluruh spesies migran 1. Apakah terdapat atribut dalam suatu habitat tertentu dimana suatu spesies secara temporer atau berkali-kali berkumpul?. (misalnya gua bagi kelelawar atau burung wallet, danau bagi burung migrant, padang rumput sepanjang tepi sungai bagi buaya bertelur, batu jilat bagi berbagai jenis hewan, tempat tertentu dimana terdapat sumber makanan yang banyak bagi pemakan buah, pohon Ficus dalam jumlah yang banyak pohon yang berlubang yang berupa pohon sarang bagi burung enggang) Present 1.4. Ditemukan 2 jenis satwa yaitu 1. Mamalia Keluang (Pteropus vampirus) 2. Aves Srigunting Hitam (Dicrurus macrocercus) Kesimpulan Present 1.4. Sekitar Desa Teluk Lanus dan Sungai Mungkal dengan luas 112 Ha MPSF sekitar desa Teluk Lanus dan Sungai Mungkal, seluas Ha Detail lokasi 1.4. disajikan dalam lampiran peta.

5 2.1. Kawasan Bentang Alam Yang Memiliki Kapasitas Untuk Menjaga Proses dan Dinamika Ekologi Rapid Tidak terdapat zona inti di Blok tasik Areal tersebut dibawah batas ha Areal 2.1. tidak berdasarkan hasil analisis spasial yang jelas Berdasarkan hasil Rappid, diidentifikasi tidak terdapat 2.1. di Blok Tasik Lansekap yang utuh fungsinya dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan proses-proses ekologis alamiahnya secara jangka panjang, didefinisikan sebagai mosaik beraneka ekosistem hutan alami yang meliputi (i) zona inti hektar, di mana di dalamnya terdapat hanya sedikit fragmentasi atau tidak ada sama sekali, dan (ii) zona penyangga vegetasi dengan luas sedikitnya 3 kilometer dari batas hutan yang mengepung zona inti tersebut. Kedua kriteria baru ini berbeda dengan HCVF Toolkit untuk Indonesia (ver 2003) yang semula di bawah HCV 2.1 mendefenisikan hutan besar di tataran lansekap (large landscape level forest) sebagai hutan manapun yang berukuran lebih luas dari hektar. Berdasarkan kajian peta tutupan vegetasi dan peta tata guna lahan, dan hasil survey lapanga yang dilakukan oleh tim ekologi, maka tidak ditemukan lasekap berukuran besar yang mencakup zona inti seluas minimal hektar dengan kawasan penyangganya Kesimpulan Absent Kawasan Tasik tidak masuk dalam kriteria 2.1, sehingga tidak terdapat 2.1. di blok Teluk Meranti

6 2.2. Kawasan Bentang Alam yang Berisi Dua atau Lebih Ekosistem Dengan Garis Batas Yang Tidak Terputus Rapid Present Blok Tasik adalah bagian dari kesatuan bentang alam dan disusun oleh beberapa tipe ekosistem yang berbeda Usulan areal 2.2. tidak didukung dengan proses analisis spasial yang jelas. 2.2 potensial tercakup di seluruh Blok Tasik Tidak ada penambahan areal 2.2. (sudah diidentifikasi oleh studi sebelumnya) Full assessment idiperlukan untuk meguraikan berapa banyak tipe ekosistem yang menyusun di Blok Tasik Apakah UP memiliki dua atau lebih ekosistem alami dengan garis batas yang tidak terputus (daerah ecotone)? Di Sektor Tasik belat PT RAPP tidak terdapat ekosistem yang secara ekstrim berbeda karakternya fisiknya. Keberadaan ekosistem riparian merupakan bagian dari ekosistem rawa gambut, bukan merupakan ekosistem tersendiri. Kondisi ekosistem yang dipengaruhi oleh pasang surut genangan air merupakan suatu dinamika ekosistem rawa gambut. Dengan demikian tidak terdapat ekoton di dalam ekosistem rawa gambut. Kedua ekosistem mempunyai perbedaan karakter biofisik vegetasi tegas serta diduga belum ada gangguan. Di Blok Teluk Meranti tidak ditemukan dua tipe ekosistem yang mempunyai perbedaan karakter biofisik vegetasi tegas serta diduga belum ada gangguan. Tidak ditemukan areal yang mempunyai zona ketinggian yang berbeda. Kesimpulan Absent 2.2. Kawasan HTI Blok Tasik tidak terdapat 2.2.

7 2.3. Kawasan yang mengandung Populasi dari Perwakilan Spesies Alami Rapid Present 2.3 Pertimbangan dalam penetapan perwakilan spesies alami sangat lemah, pada kenyataannya tidak ditemukan di Blok Tasik. Usulan area 2.3. tidak didukung dengan analisis spasiak yang jelas. 2.3 potensial terdapat di seluruh areal Tasik Full assessment diperlukan untuk: (1) tmenobservasi populasi harimau sumatera; (2) Memperluas Area management (HCVMA) untuk mendukung habitat harimau sumatera 1. Apakah kawasan teridentifikasi sebagai 1.1? 2. Apakah kawasan teridentifikasi sebagai 2.1? 3. Apakah kawasan masuk 2.2 tapi tidak memenuhi 2.1? 4. Apakah mencakup dari dataran tinggi sampai dataran rendah? 5. Apakah di dalam areal UP terdapat kawasan yang menjadi tempat hidup jenis-jenis satwa yang hampir punah, predator tingkat tinggi? 6. Apakah mengandung jenis yang memerlukan habitat luas untuk bertahan hidup? 7. Apakah dalam waktu belum lama masuk kategori 5 dan 6 tetapi tidak memenuhi karena terdapat kegiatan perburuan dan terjadi kepunahanan lokal? Kawasan unit pengelola IUPHHK-HTI PT. RAPP Blok Tasik memiliki nilai konservasi tinggi () 1.1. Kawasan unit pengelola IUPHHK-HTI PT. Sektor Tasik umumnya berada di kedalaman gambut tipis apabila dibandingkan dengan daerah kubah gambut di daerah tengah Semenanjung Kampar. Oleh karena itu tidak ada gradasi di dalam kawasan ini. Di areal Blok Tasik ditemukan 10 jenis predator tingkat tinggi, yaitu mamalia 1 jenis, burung 5 jenis dan reptil 4 jenis Kesimpulan Present 2.3. MPSF, Riparian, hutan alam dan sekitar pemukiman dengan luas Ha. Detail letak 2.3. disajikan dalam lampiran peta.

8 3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah Rapid Present 3 Menurut Toolkit HCV 2008, Secara keseluruhan Blok Teluk Meranti ditemukan lokasi 3 yang sangat luas dengan pertimbangan bahwa lahan gambut adalah areal dengan status terancam. Mengevaluasi ing peta detail dan existing kondisi RKT Mempertimbangkan bagian yang curam sekitar S. Mungka, dan dipastikan kawasan tersebut adalah kawasan konservasi untuk mengurangi dampak pengelolaan tata air Mengevaluasi peta detail dan existing kondisi sungai Lanus adalah area yang berdampingan dengan areal hutan rawa gambut dan dibatasi sunga Lanus termasuk desa Teluk Lanus, dimana masyarakatnya memanfaatkan air sungai untuk mendukung kebutuhan hidupnya baik untuk Mimum, Mandi dan Cuci K maupun untuk jalur transportasi serta mencari ikan Keberadaan 3 potensial terdapat diseluruh areal Blok Tasik Memerlukan full assessment untuk melengkapi data dan informasi untuk memastikan area 3 kaitannya dengan pengelolaan tata air. 1. Apakah ada tipe ekosistem yang mengalami kekurangan 50% atau lebih dari luasan penyebaran terdahulu? 2. Apakah ekosistem tersebut berada (i) pada kawasan UP atau (ii) di dekatnya dan kemungkinan akan dipengaruhi pemanfaatan yang direncanakan di UP? 3. Apakah ada tipe ekosistem pada unit biofisiografis yang akan mengalami pengurangan 75% atau lebih dari luasan penyebaran dulu berdasarkan proyeksi konversi hutan? 4. Apakah ekosistem tersebut berada (i) pada kawasan UP atau (ii) di dekatnya dan kemungkinan akan dipengaruhi oleh pemanfataan yang direncanakan UP?. Identifikasi ini menggunakan pendekatan analitik (Analytical Approach) dalam unit biofisiografis pada suatu pulau. Sekto Tasik PT RAPP memiliki ekosistem rawa gambut dengan variasi lokal tipe vegetasi Mixed Peat Swamp Forest (MPF) telah mengalami banyak perubahan kondisi melebihi 50 %, berdasarkan penafsiran citra landsat pada tahun 1990 dan tahun 2009 Landsystem yang ada di Sektor Tasik PT RAPP adalah GBT dan MDW (mendawai), berdasarkan pengecekan di lapangan bahwa areal yang termasuk landsystem MDW mempunyai kedalaman gambut lebih dari 3 meter. Present 3 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa PT RAPP di Blok Tasik n terdapat ekosistem langka atau terancam punah. Detail lokasi 3 disajikan pada Lampiran Peta

9 4.1. Kawasan atau Ekosistem yang Penting sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Bagi Masyarakat Hilir Rapid Present 4.1 diseluruh area riparian yang mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat di Blok Tasik. Usulan area 4.1 tidak didukung dengan analisis spasial yang clear. Present 4.1 Tidak ada tambahan area 4.1. sudah teridentifikasi oleh studi sebelumnya. Full assessment diperlukan untuk memonitor efektifitas fungsi dari areal 4.1. Apakah didalam UP terdapat kawasan yang memiliki fungsi pengaturan air terhadap wilayah di bagian hilir? Apakah tutupan hutan dan kawasan tersebut dalam kondisi baik dan dinilai memberikan jasa terhadap pemenuhan kebutuhan air atau pengendali banjir bagi daerah hilir? Berdasasarkan hasil penilaian kawasan dengan nilai konservasi tinggi, areal HTI RAPP Blok Tasik merupakan hutan rawa gambut : Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa. Kawasan bergambut yang berfungsi sebagai daerah resapan air bagi daerah di bawahnya adalah daerah sekitar bagian kubah gambut (peat dome), yang dari segi topografi merupakan daerah atas dan perlu dilindungi supaya fungsi hidrologisnya dapat dipertahankan. Kawasan lindung gambut berada di tengah dan dikenal sebagai Core Conservation atau kawasan lindung gambut yang merupakan kawasan 4.1 (areal yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat). Kesimpulan Present 4.1. Sebagian dari areal HTI Blok Tasik merupakan bagian dari Micro peat dome yang berfungsi sebagai penyedia air dan pengendali banjir. Dengan demikian Blok Tasik mengandung 4.1. yaitu berupa kubah gambu kecil (micro peat dome), seluas Ha.

10 4.2. Kawasan Yang Pening Bagi Pencegahan Erosi dan Sedimentasi Rapid Present 4.2 diseluruh area riparian yang berperan penting dalam pencegahan erosi dan sedimentasi di Blok Tasik Usulan area 4.2 tidak didukung dengan analisis spasial yang clear. Present 4.2 Tidak ada tambahan area 4.2. sudah teridentifikasi oleh studi sebelumnya. Full assessment diperlukan untuk memonitor efektifitas fungsi dari areal 4.2. Apakah UM mengandung kawasan yang penting bagi pencegahan erosi dan sedimentasi, dalam kondisi vegetasi yang baik dan berada pada areal yang mempunyai tingkat bahaya erosi potensial berat? Areal HTI Blok Tasik merupakan hutan rawa gambut. Kemungkinan terjadinya erosi dan sedimentasi sangat kecil. Kondisi tutupan vegetasi yang terdapat pada areal riparian yaitu S. Mungkal, S. Jangkang, S. dan S. Lanus masih sangat baik sehingga mampu berperan sebagai pengendali terjadinya erosi dan sedimentasi. Kesimpulan Present 4.2. Terdapat di daerah riparian S. Jangkang, S. Mungkal, S. dan S. Lanus, dengan luas Ha. Detail lokasi 4.2 disajikan dalam lampiran peta Kawasan Yang Berfungsi Sebagai Sekat Alam Untuk Mencegah Meluasnya Kebakaran Hutan dan Lahan Present 4.3 diseluruh area riparian yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah kebakaran hutan di Blok Tasik Usulan area 4.2 tidak didukung dengan analisis spasial yang clear. Present 4.3 Tidak ada tambahan area 4.3. sudah teridentifikasi oleh studi sebelumnya. Full assessment diperlukan untuk memonitor efektifitas fungsi dari areal 4.3. Apakah UM mengandung kawasan yang mampu melindungi dan mencegah kebakaran hutan atau lahan dalam skala luas? Sungai-sungai yang berada di areal HTI Blok Tasik yaitu S. Mungkal, S. Jangkang, S. dan S. Lanus mengalir sepanjang musim, pada musim kemarau sungai-sungai tersebut surut dan menambah lebar tepi kanan-kiri sungai dengan lebar antara meter, sehingga mampu berperan sebagai sekat alam untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Present 4.3. Terdapat di daerah riparian S. Mungkal, S. Jangkang, S. dan S. Lanus, dengan luas Ha. Detail lokasi 4.3 disajikan dalam lampiran peta.

11 5. Kawasan Yang Mmpunyai Fungsi Penting Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal Rapid Present 5 adalah areal riparian yang merupakan areal yang mendukung mata pencaharian masyarakat Tidak mempertimbangkan usulan ketergantungan masyarakat dengan sungai Lanus terkait dengan mata pencaharian jangka panjang. Usulan 5 tidak didukung dengan proses analisis spasial yang jelas. Present HCV 5 Full assessment diperlukan untuk melengkapi dan informasi untuk mengidentikasi secara pasti areal 5 1. Adakah komunitas dalam, dekat atau pada hilir sungai yang berasal dari lokasi Unit Pengelolaan? 2. Apakah komunitas lokal tersebut memanfaatkan sumber daya hutan (termasuk sungai) untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya? 3. Berlokasi dimana sumberdaya hutan (termasuk sungai) yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut? Jika sebagian atau seluruh kawasan dalam lansekap tersebut dieksploitasi atau dikonversi, apakah akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya hutan yang dimanfaatkan komunitas lokal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya Masyarakat tinggal didaerah hilir sungai yang berasal dari lokasi HTI Blok Tasik, yaitu di hilir S. Lanus Masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan (Hasil hutan bukan kayu dan binatang buruan) dan sungai Lanus dalam memenuhi kebutuhan keluarganya Pada umumnya masyarakat memanfaatkan dari sumberdaya hutan terdekat dalam hal ini areal HTI Blok Tasik Kebutuhan dasar yang tidak tergantikan dari kawasan hutan yang ada adalah air baik untuk kepentingan mata pencaharian, kebutuhan keluarga Present 5 Kesimpulan Untuk pemenuhan kebutuhan air dan perairan adalah di Sungai Lanus terintegrasi dengan 4.1 dan 4.2, dengan luas Ha

12 Rapid Kesimpulan 6. Kawasan Yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Identitas Budaya Komunitas Lokal Absent 6 Tidak dijumpai kawasan yang termasuk 6 di Blok Tasik Absent 6 Tidak dijumpai kawasan yang termasuk 6 di Blok Tasik Mengidentifikasi awal kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal : Apakah ada kawasan hutan yang dianggap oleh masyarakat sebagai wilayah adat mereka? Apakah ditemukan masyarakat yang memiliki aturan adat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya? Apakah ditemukan kawasan hutan dimana masyarakat lokal yang memiliki keterkaitan dengan kawasan tersebut tinggal? Masyarakat yang berdiam di areal HTI Blok Tasik hanya satu desa yaitu desa Teluk Lanus. Masyarakat yang tinggal di desa tersebut sebagian besar adalah masyarakat pendatang, yang dulunya bekerja di perusahaan kayu (logging) PT. Triomas di Semenanjung Kampar, karena perusahaan tersebut tutup sebagian besar karyawannya tinggal dan menetap di desa Teluk Lanus. Dengan demikian tidak dijumpai kawasan sebagai identitas budaya, wilayah adat dan aturan adat. Aturan adat sudah tidak dijumpai lagi, hukum yang diterapkan dalam menangani permasalahan sosial adalah hukun tarhikh atau hukum Islam Absent 6

13

Pertanyaan Terkait Dengan NKT

Pertanyaan Terkait Dengan NKT Lampiran 4. Diskripsi dan Eksisteni Nilai Konservasi Tinggi di HTI RAPP Blok Teluk Meranti 1.1. Kawasan Yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman hayati Bagi kawasan Lindung/atau konservasi

Lebih terperinci

NKT Temuan HCV Argumen Lokasi dan Luas Strategi Pengelolaan

NKT Temuan HCV Argumen Lokasi dan Luas Strategi Pengelolaan Lampiran 1 Matrik Eksistensi NKT, Argumen Penetapan, Lokasi dan Luas di dan Strategi Pengelolaan NKT Temuan HCV Argumen Lokasi dan Luas Strategi Pengelolaan NKT 1.1. Kawasan Yang Mempunyai Atau Memberikan

Lebih terperinci

3. KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT)

3. KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT) 3. KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT) 3.1 Nilai Konservasi Tinggi di Indonesia Kawasan bernilai konservasi tinggi (KBKT) atau High Conservation Value Area merupakan suatu kawasan yang memiliki satu

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

Panduan & Kriteria Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HBKT) HIGH CONSERVATION VALUE FOREST (HCVF) toolkit

Panduan & Kriteria Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HBKT) HIGH CONSERVATION VALUE FOREST (HCVF) toolkit Panduan & Kriteria Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HBKT) HIGH CONSERVATION VALUE FOREST (HCVF) toolkit HIGH CONSERVATION VALUE FOREST (HCVF) Konsep HCVF (High Conservation Value Forest) atau Hutan Bernilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

High Conservation Value Forest (Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi) Oleh : The Forest Trust Indonesia

High Conservation Value Forest (Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi) Oleh : The Forest Trust Indonesia High Conservation Value Forest (Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi) Oleh : The Forest Trust Indonesia Laju Hilangnya Hutan Sumatra 1900-2010 (Worldbank, 2002) Hektar (juta) 1960 1980 2000 2010 Tutupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut : a) Hutan

I. PENDAHULUAN. dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut : a) Hutan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. TELAGABAKTI PERSADA

RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN PT. TELAGABAKTI PERSADA RENCANA PENGELOLAAN PERIODE TAHUN 2010 2019 PT. TELAGABAKTI PERSADA I. MAKSUD & TUJUAN Maksud penyusunan rencana pengelolaan PT. Telagabakti Persada adalah untuk memanfaatkan hutan alam secara lestari

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Overlay. Scoring. Classification

Overlay. Scoring. Classification Contributor : Doni Prihatna Tanggal : Oktober 2009 Posting : Title : Kajian Ekosistem Pulau Kalimantan Peta-peta thematic pembentuk ekosistem Pulau Kalimantan : 1. Peta Ekosistem Region (Ecoregion) 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki

Lebih terperinci

Pengenalan High Conservation Value (HCV)

Pengenalan High Conservation Value (HCV) Pengenalan High Conservation Value (HCV) Regulasi Terkait HCV 1. Undang-undang No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan 2. Undang-undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi SDAH dan Ekosistem 3. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Sejak Tahun

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan BAB I. PENDAHU LUAN BAB I. PENDAHULUAN Hal pokok yang disajikan dalam bagian ini yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan peneltian, dan (4) manfaat penelitian. Latar belakang memuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI

DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI DOKUMEN POTENSI DESA TELUK BINJAI Hasil Pemetaan Masyarakat Desa bersama Yayasan Mitra Insani (YMI) Pekanbaru 2008 1. Pendahuluan Semenanjung Kampar merupakan kawasan hutan rawa gambut yang memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Diterbitkan oleh: Tropenbos International Indonesia Programme PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), SINTESIS . Dasar kriteria dan indikator penetapan zonasi TN belum lengkap,. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), 3. Informasi dan pengembangan jasa lingkungan belum

Lebih terperinci

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI

DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI DOKUMEN POTENSI DESA SEGAMAI Hasil Pemetaan Masyarakat Desa bersama Yayasan Mitra Insani (YMI) Pekanbaru 2008 1. Pendahuluan Semenanjung Kampar merupakan kawasan hutan rawa gambut yang memiliki kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA Arahan Dalam EU RED Terkait Sumber Biofuel Ramah Ligkungan - Penggunaan biofuel harus bersumber dari penggunaan

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB. I. PENDAHULUAN A.

BAB. I. PENDAHULUAN A. BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga setelah Brazil dan Zaire.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Ringkasan Eksekutif Bismart Ferry Ibie Nina Yulianti Oktober 2016 Nyahu Rumbang Evaphilo Ibie RINGKASAN EKSEKUTIF Kalimantan Tengah berada di saat

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

Ringkasan Publik PT. Mitra Hutani Jaya

Ringkasan Publik PT. Mitra Hutani Jaya RINGKASAN PUBLIK PT. MITRA HUTANI JAYA JL. Arifin Ahmad No. 03 Pekanbaru I. PENDAHULUAN A. Identitas Perusahaan 1 Nama Unit Manajemen PT. MITRA HUTANI JAYA 2 Alamat Unit Manajemen Jl. Arifin Ahmad No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang

Lebih terperinci