Melalui Kabinet Kerja periode , Pemerintah telah menetapkan visi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Melalui Kabinet Kerja periode , Pemerintah telah menetapkan visi"

Transkripsi

1

2

3

4 Ringkasan Eksekutif Melalui Kabinet Kerja periode , Pemerintah telah menetapkan visi Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Dalam mewujudkan visi tersebut, Kementerian Perindustrian memiliki peran strategis sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 yaitu Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sejalan dengan visi Pemerintah maupun RPJMN periode , Kementerian Perindustrian telah menetapkan visi yang tertuang dalam Renstra yaitu Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam. Pencapaian visi tersebut dijabarkan melalui misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2018 yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian. Perjanjian Kinerja (Perkin) Kementerian Perindustrian dijabarkan ke dalam 2 (dua) perspektif, yaitu perspektif stakeholder/pemangku kepentingan dan perspektif bisnis internal. Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian hanya meliputi sasaran strategis berdasarkan perspektif pemangku kepentingan. Berdasarkan evaluasi kinerja tahun 2018, kinerja Kementerian Perindustrian dapat dikatakan baik. Untuk perspektif stakeholder, dari 12 (IKU) Kementerian Perindustrian, terdapat 11 IKU berstatus hijau (memenuhi ekspektasi) dan 1 IKU berstatus merah (belum memenuhi ekspektasi) yaitu Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas. Untuk capaian kinerja sasaran strategis dalam perspektif proses bisnis, semua IK menunjukkan berstatus hijau (memenuhi ekspektasi). Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas mengalami perlambatan disebabkan oleh beberapa kondisi antara lain: harmonisasi dan sinkronisasi regulasi terkait investasi masih membutuhkan waktu untuk berjalan optimal, kondisi infrastruktur yang belum

5 merata serta harga energi yang kurang kompetitif. Dari sisi faktor eksternal, fluktuasi nilai tukar dollar AS yang dipicu oleh kenaikan suku bunga AS. Pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia tahun 2018 sebesar 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Namun pertumbuhan industri non-migas pada tahun 2018 melambat sebesar 4,77 persen. Walaupun demikian, sektor industri pengolahan masih menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2018 dengan kontribusi sebesar 19,86 persen dan selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 13,02 persen, dan sektor pertanian menyumbang kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 12,81 persen. Penyebab lemahnya penumbuhan sektor industri pengolahan non migas adalah harga komoditas yang mengalami penurunan. Ditambah lagi, pertumbuhan industri pengolahan masih terbebani oleh gejolak nilai tukar rupiah dimana produk industri di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku serta barang modal impor. Nilai dolar AS yang belakangan menguat mengakibatkan meningkatnya biaya produksi dalam negeri. Kontraksi pada beberapa subsektor industri kemudian menjadi sulit untuk dihindari dalam mengelola biaya produksi sampai nilai tukar kembali stabil. Bila dilihat dari ekspor produk industri, tahun nilai ekspor industri terus mengalami peningkatan dari berturut-turut sebesar US$ 108,60 Miliar, US$ 109,76 Miliar, US$ 125,10 Miliar dan 130,09 Miliar. Sedangkan nilai impor industri sempat mengalami penurunan pada tahun dari US$ 109,51 Miliar menjadi US$ 108,26 Miliar. Namun nilai impor pada tahun 2017 bergerak naik menjadi US$ 122,17 Miliar dan melonjak lagi di tahun 2018 sebesar US$ 147,62 Miliar. Secara umum kinerja impor industri pengolahan non migas sampai dengan tahun 2018 tumbuh sebesar 20,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan impor banyak dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah dan peningkatan permintaan domestik belum mampu diimbangi dengan produksi dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah menerapkan nilai dan budaya kerja sebagai bentuk pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Salah satu prestasi Kementerian Perindustrian adalah meraih penghargaan pemerintah republik Indonesia atas Opini WTP dari BPK. Sejak tahun 2008, Kementerian Perindustrian berhasil memperoleh predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian

6 (WTP) oleh BPK atas audit Laporan Keuangan. Atas pencapaian ini, Kementerian Perindustrian mendapatkan penghargaan capaian standar tertinggi laporan keuangan Kementerian/ Lembaga. Capaian Standar Tertinggi diberikan kepada Kementerian/Lembaga yang berhasil menyajikan Laporan Keuangan dengan kualitas opini Wajar Tanpa Pengecualian selama 5 tahun berturut-turut. Penghargaan ini sudah diterima Kemenperin 2 (dua) kali dari 2008 sampai dengan Selama tahun 2018, Kementerian Perindustrian mendapatkan penghargaan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) untuk 7 satuan vertikal, yakni Satker Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar, Balai Besar Kerajinan Batik Yogyakarta, Balai Besar Kimia dan Kemasan Jakarta, Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya, Balai Diklat Industri Padang, SMK SMTI Padang dan SMK SMAK Padang. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian PAN dan RB, yang merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap upaya dan komitmen yang kuat setiap instansi pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi di instansinya terutama melalui pencegahan. Dengan demikian, total satuan kerja Kementerian Perindustrian yang telah mendapat predikat WBK sampai dengan 2018 mencapai 12 satuan kerja. Dalam penghargaan Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SINOVIK), Kementerian Perindustrian berhasil meraih tiga Penghargaan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan ini diraih oleh Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung dengan inovasi Dalang Ki Katon. Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan PT. Tetra Park inovasi bernama Daur Ulang Kemasan Minuman Karton (Dalang Ki Katon). Inovasi yang dikembangkan Kementerian Perindustrian ini mengubah limbah karton menjadi barang seperti kotak sampah, partikel board, mebel, bahkan bahan bangunan. Pada awal tahun 2018 sudah didirikan rumah baca di Cirebon dengan sebagian besar material menggunakan bahan hasil daur ulang limbah karton, misalnya atap gelombang, papan lapisan, kursi, meja hingga kabinet. Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian berhasil mendapatkan nilai audit kerasipan 86,90 (kategori baik) dan menduduki peringkat ke 4 dari 34 Kementerian. Penghargaan ini disampaikan oleh ANRI. Pada sisi pengelolaan anggaran, Kementerian Perindustrian telah merealisasikan penyerapan DIPA TA 2018 untuk semua jenis belanja sebesar Rp ,- atau sebesar 92,27 persen dari total pagu sebesar Rp ,-,. Kualitas pemanfaatan anggaran tidak direfeksikan dengan sekadar menyerap pagu anggaran, tetapi

7 memperhitungkan juga ketercapaian output serta upaya efsiensi penyerapannya. Pemanfaatan anggaran harus memberikan dampak yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas Secara garis besar Kementerian Perindustrian telah berhasil melaksanakan tugas, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun Beberapa sasaran yang ditetapkan dapat dicapai, meskipun belum semuanya menunjukkan hasil sebagaimana yang ditargetkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian Perindustrian disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait. Dengan dukungan dari semua pihak, semoga Kemenperin dapat menjadi ujung tombak dalam peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian nasional.

8 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Tugas dan Fungsi Kementerian Perindustrian... 1 B. Peran Strategis Kementerian Perindustrian... 2 C. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian... 2 D. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Visi Kementerian Perindustrian Misi Kementerian Perindustrian Tujuan Kementerian Perindustrian Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun B. Dukungan Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun Kinerja Sasaran Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun Kinerja Makro Industri Pengolahan Non Migas Capaian Kinerja dan Prestasi Kementerian Perindustrian Tahun B. Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Permasalahan dan Kendala C. Rekomendasi Lampiran

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun Tabel 2.2. Pagu Awal Kementerian Perindustrian Tahun Tabel 3.1. Target dan Realisasi Indikator Tujuan Kementerian Perindustrian Tabel 3.2. Tenaga Kerja Industri Pengelolahan Non Migas Tabel 3.3. Target, Realisasi dan Capaian IKU Unit Usaha Besar Sedang yang Tumbuh Tabel 3.4. Jumlah Unit Usaha Industri Besar Sedang Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Target, Realisasi dan Capaian IKU Unit Industri Kecil yang Tumbuh Indikator Wirausaha Industri yang dilatih dan Sentra IKM yang dibina Target, Realisasi dan Capaian IKU Nilai Investasi di sektor industri pengolahan Non-Migas Tabel 3.8. Investasi PMDN Industri Pengolahan Non Migas Tabel 3.9. Investasi PMA Industri Pengolahan Non Migas Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU Nilai Tambah Sektor Industri di luar Pulau Jawa terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Nasional Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU Kawasan Industri yang Dibangun Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU Jumlah Sentra IKM di luar jawa yang Dibangun dan Beroperasi Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU Persentase Jumlah Unit Usaha IBS di luar Pulau Jawa Terhadap Total Populasi Industri Besar Sedang Nasioonal Tabel IKU Kontribusi Ekspor Produk Industri Non Migas Terhadap Ekspor Nasional Tabel IKU Penguasaan Teknologi Industri Tabel Permohonan Paten WNI Tahun Tabel IKU Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dana tau PTC diberlakukan secara wajib Tabel Realisasi SNI Wajib, RSNI dan LPK Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU SDM Industri Kompeten 46 Tabel Rincian IKU Jumlah tenaga kerja industri yang bersertifikat kompetensi.. 47 Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018

10 DAFTAR TABEL Tabel Target, Realisasi dan IKU Produktivitas SDM industri Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif Tabel Rincian Peraturan Pelaksanaan UU No. 3/2014 Ditargetkan Tahun Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Peraturan Perundang-undangan Bidang Industri Yang Diundangkan Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Standar industri hijau yang ditetapkan Tabel Target dan Realisasi Indikator Produk Industri Tersertifikasi TKDN Tabel Jumlah Spesifikasi Produk TKDN Tahun Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Kontribusi Investasi Yang Memanfaatkan Fasilitas Fiskal Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Industri Berorientasi Ekspor Tabel Perusahaan yang Mendapat Pembiayaan Ekspor Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Pendidikan Vokasi Industri Berbasis Kompetensi Yang Terbentuk Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Infrastruktur Kompetensi Yang Terbentuk Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Lembaga Pelatihan Industri Berbasis Kompetensi Yang Terbentuk. 70 Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Perusahaan/ Industri Yang Didampingi Dalam Penanganan Kasus Tabel Kelompok Industri yang Didampingi Dalam Penanganan Kasus Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Kerjasama Internasional Bidang Industri Yang Ditandatangani Tabel Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Penyelesaian Tindak Lanjut Saran/Rekomendasi Hasil Audit Kinerja Tabel Perbandingan Capaian Persentase Satuan Kerja Yang Telah Menyelesaikan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan 6 Tahun Terakhir Tabel Persentase Perbandingan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Kementerian/ Lembaga Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018

11 DAFTAR TABEL Tabel Pertumbuhan (persen) Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industri Tahun Dasar Tabel Peran Tiap Cabang Industri terhadap PDB Nasional Tahun Atas Tahun Dasar 2010 (persen)... Tabel Perkembangan Ekspor Industri Non Migas Tahun (USD Juta)... Tabel Perkembangan Impor Industri Non Migas Tahun (USD Juta)... Tabel Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Berdasarkan Program Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Gambar 1.2. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Berdasarkan Permenperin 35 Tahun Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Berdasarkan Permenperin 107/M-IND/PER/11/ Gambar 1.3. Peta Strategis Kementerian Perindustrian Perubahan... Gambar 3.1. Gambar Laju Pertumbuhan Industri Non Migas Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Kontribusi Sektoral (yang di atas 10 Persen) Terhadap PDB Nasional... Kontribusi Sektor Industri Jawa dan Luar Jawa (dalam persen)... Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Pengolahan Non Migas Gambar 3.5. Struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018 (y to y) Gambar 3.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Pengolahan Non Migas Tahun Gambar 3.7. Perkembangan Ekspor Impor Tahun Gambar 3.8. Gambar 3.9. Pemberian Plakat Predikat opini WTP dari BPK atas laporan keuangan Kementerian Perindustrian tahun Pemberian Plakat Penghargaan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) kepada Sekretaris Jenderal, Kemenperin Gambar Kepala BBPK memberikan Paparan pada terkait dengan Inovasi Dalang Ki Katon Gambar Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018

13 BAB I PENDAHULUAN A. Tugas dan Fungsi Kementerian Perindustrian Peraturan perundang-undangan terkait dengan Kementerian Perindustrian tertuang dalam Perpres nomor 29 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah melalui Perpres nomor 69 Tahun 2018 tentang Perubahan Perpres nomor 29 tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian dan ditetapkan pada tanggal 16 Agustus Namun demikian, dalam laporan ini pembahasan mengenai unit kerja Kementerian Perindustrian masih mengacu pada Perpres nomor 29 tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perindustrian menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah, penyebaran dan pemerataan pembangunan industri, ketahanan industri dan kerja sama, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah, penyebaran dan pemerataan pembangunan industri, ketahanan industri dan kerja sama, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri; 3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, pembangunan dan pemberdayaan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

14 industri kecil dan industri menengah, penyebaran dan pemerataan pembangunan industri, ketahanan industri dan kerja sama, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri 4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang perindustrian; 5. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian; 6. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan Kementerian Perindustrian; 7. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian; dan 8. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di Kementerian Perindustrian. B. Peran Strategis Kementerian Perindustrian Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Dengan tugas tersebut, tentunya peran Kementerian Perindustrian tidak terlepas dari peran strategis industri itu sendiri. Peran strategis industri dalam pembangunan ekonomi nasional tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Sektor industri berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting karena kontribusinya terhadap pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam pembentukan PDB sangat besar dan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Selain itu industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. C. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Pada tahun 2018 terdapat perubahan pada Kementerian Perindustrian, termasuk perubahan struktur organisasi seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

15 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian yang ditetapkan pada tanggal 30 Oktober Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Berdasarkan Permenperin 35 Tahun 2018 Namun demikian, dalam laporan ini pembahasan mengenai unit kerja Kementerian Perindustrian masih mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107/M-IND/PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107/M-IND/PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian terdiri atas 9 (sembilan) unit eselon I dan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri serta 2 (dua) pusat sebagaimana terlihat pada gambar 1.2. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

16 Gambar 1.2 Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Berdasarkan Permenperin 107/M-IND/PER/11/2015 Adapun tugas dan fungsi masing-masing unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat Jenderal Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian. Sekretariat Jenderal terdiri atas Biro Perencanaan; Biro Kepegawaian; Biro Keuangan; Biro Hukum dan Organisasi; Biro Hubungan Masyarakat dan Biro Umum. 2. Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan internal di lingkungan Kementerian Perindustrian. Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal; Inspektorat I; Inspektorat II; Inspektorat III; dan Inspektorat IV. 3. Direktorat Jenderal Industri Agro Direktorat Jenderal Industri Agro mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

17 hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri hasil hutan dan perkebunan, industri makanan, hasil laut dan perikanan, dan industri minuman dan tembakau. Direktorat Jenderal Industri Agro terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan; Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan; dan Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar. 4. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, Dan Aneka Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri barang galian non logam, serta industri tekstil dan industri aneka. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Industri Kimia Hulu, Direktorat Industri Kimia Hilir, Direktorat Industri Bahan Galian Nonlogam, dan Direktorat Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka. 5. Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Dan Elektronika Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri logam, industri mesin, industri alat transportasi dan maritim, serta industri elektronika dan telematika. Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Industri Logam, Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian, Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, dan Direktorat Industri Elektronika dan Telematika. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

18 6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan dan pemberdayaan, standardisasi industri dan teknologi industri, peningkatan daya saing, penumbuhan wirausaha, penguatan kapasitas kelembagaan, pemberian fasilitas, serta promosi industri dan jasa industri pada industri kecil dan industri menengah agro, kimia, barang galian non logam, tekstil dan aneka, logam, mesin, alat transportasi, maritim, serta elektronika dan telematika. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Pangan, Barang Dari Kayu dan Furnitur; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan; dan Direktorat Industri Kecil dan Menengah Logam, Mesin, Elektronika dan Alat Angkut. 7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyebaran dan pemerataan industri, pembangunan kawasan industri dan sentra industri kecil dan industri menengah, penyediaan infrastruktur industri, pengembangan kerja sama teknis, serta promosi wilayah pusat pertumbuhan industri, kawasan industri, dan sentra industri kecil dan industri menengah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Pengembangan Wilayah Industri I; Direktorat Pengembangan Wilayah Industri II; dan Direktorat Pengembangan Wilayah Industri III. 8. Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketahanan industri dan kerja sama internasional di bidang industri. Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Ketahanan Industri; Direktorat Akses Pasar Industri Internasional; dan Direktorat Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

19 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Badan Penelitian dan Pengembangan Industri mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang perindustrian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri terdiri atas Sekretariat Badan; Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual; Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup; Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri; dan Pusat Standardisasi Industri. 10. Staf Ahli Menteri Staf Ahli Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal. Staf Ahli terdiri atas Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri; Staf Ahli Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri; dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri. Di samping itu, untuk menunjang pelaksanaan tugas Kementerian, terdapat 2 (dua) unit eselon II Pusat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal, yaitu: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri yang selanjutnya disebut Pusdiklat Industri adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusdiklat Industri mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparatur dan sumber daya manusia industri, serta pendidikan vokasi industri. 2. Pusat Data dan Informasi Pusat Data dan Informasi yang selanjutnya disebut Pusdatin adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusdatin mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, serta analisis dan penyajian data dan informasi. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

20 D. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian dimaksudkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional yang telah diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun Dalam penyusunan Renstra Kementerian Perindustrian juga mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian serta Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun Selain itu, penyusunan Renstra juga memperhatikan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Kementerian Perindustrian periode , analisa terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis baik tataran daerah, nasional, maupun di tataran global, serta perubahan paradigma peningkatan daya saing dan kecenderungan pengembangan industri ke depan. Kementerian Perindustrian telah menyusun Rencana Strategis Perubahan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 85.1/M-IND/PER/12/2016. Perubahan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian ini mencakup penyempurnaan arah kebijakan baik visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, maupun penyesuaian target kinerja Kementerian Perindustrian. Penyempurnaan dan penyesuaian tersebut hanya mencakup periode tahun , mengingat untuk periode tahun sudah terlaksana. Sasaran kuantitatif pembangunan industri nasional periode disusun berdasarkan perkembangan kondisi perekonomian terkini dengan menggunakan tahun dasar PDB Penggunaan tahun dasar PDB 2010 menyebabkan perubahan pada input data untuk modelling dan forecasting, sehingga beberapa sasaran kuantitatif pembangunan industri nasional dalam KIN Tahun berbeda dengan RIPIN yang menggunakan tahun dasar PDB Berikut adalah visi, misi, tujuan dan sasaran Kementerian Perindustrian sesuai dengan rencana strategis Kementerian Perindustrian perubahan. 1. Visi Kementerian Perindustrian Berdasarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi dalam rangka pembangunan industri nasional ke depan, Kementerian Perindustrian sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian dituntut Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

21 untuk melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan perindustrian. Untuk itu, maka disusunlah visi dan misi Pembangunan Industri yang akan dicapai melalui pencapaian tujuan, sasaran strategis, dan pelaksanaan program dan kegiatan utama maupun kegiatan pendukung sebagaimana digambarkan pada peta strategis Kementerian Perindustrian pada gambar 1.3. Apabila keseluruhan hal dalam peta strategis dapat terpenuhi, maka berarti Kementerian Perindustrian telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian visi, misi, sasaran, dan target pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada RPJMN , serta mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun, Visi Pembangunan Industri tahun adalah: Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

22 Tujuan. Meningkatnya peran industri dalam perekonomian nasional PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN 1 Meningkatnya Populasi dan Persebaran Industri 2 Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri PERUMUSAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGAWASAN KEBIJAKAN PERSPEKTIF PROSES INTERNAL 3 Tersedianya kebijakan 4 pembangunan industri yang efektif Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan 5 Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan industri secara profesional dan partisipatif SDM INFORMASI ORGANISASI ANGGARAN PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI 6 Terwujudnya ASN yang 7 8 Terwujudnya birokrasi yang 9 Tersedianya sistem profesional dan efektif, efisien, dan informasi yang handal dan berkepribadian berorientasi pada layanan mudah diakses prima Tersusunnya perencanaan program, pengelolaan keuangan serta pengendalian yang berkualitas dan akuntabel Gambar 1.3. Peta Strategis Kementerian Perindustrian Perubahan

23 2. Misi Kementerian Perindustrian Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk 3 (tiga) misi sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai berikut: a. Pemerataan pembangunan Industri melalui pengembangan perwilayahan industri ke luar pulau Jawa guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; b. Peningkatan populasi industri untuk memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional; c. Peningkatan daya saing dan produktivitas industri untuk mewujudkan industri nasional yang mandiri, berdaya saing, maju, dan berwawasan lingkungan. 3. Tujuan Kementerian Perindustrian Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi Pembangunan Industri, Kementerian Perindustrian menetapkan tujuan pembangunan industri usampai dengan tahun 2019 yaitu Meningkatnya Peran Industri dalam Perekonomian Nasional. Adapun indikator kinerja ketercapaian tujuan ini adalah: a. Laju pertumbuhan PDB industri pengolahan non-migas; b. Kontribusi PDB industri pengolahan non-migas terhadap PDB Nasional; c. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non-migas. 4. Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, telah ditetapkan sasaran strategis Kementerian Perindustrian berdasarkan tingkat perspektif pemangku kepentingan, proses internal dan pembelajaran organisasi. a. Perspektif Pemangku Kepentingan Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya populasi dan persebaran industri. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah: 1) Unit industri pengolahan non-migas besar sedang yang tumbuh. 2) Unit industri kecil yang tumbuh. 3) Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas. 4) Nilai tambah sektor industri di luar Pulau Jawa terhadap nilai tambah sektor industri nasional. 5) Kawasan industri yang terbangun. 6) Sentra IKM di luar Pulau Jawa yang dibangun dan beroperasi.

24 7) Persentase jumlah unit usaha industri besar sedang di luar Pulau Jawa terhadap total populasi industri besar sedang nasional. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Daya Saing dan Produktivitas Sektor Industri. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah: 1) Kontribusi ekspor produk industri pengolahan non-migas terhadap ekspor nasional. 2) Penguasaan teknologi industri. 3) Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara Wajib. 4) SDM Industri kompeten dan berseretifikasi yang terserap di dunia kerja. 5) Produktivitas SDM industri. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dalam perspektif pemangku kepentingan merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian. b. Perspektif Proses Internal Sasaran Strategis 1: Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Peraturan Perundangan yang diselesaikan. 2) Peraturan perundang-undangan bidang industri yang diundangkan. 3) Penetapan Standar Industri Hijau. Sasaran Strategis 2: Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Produk industri yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 2) Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal. 3) Industri berorientasi ekspor. 4) Pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang terbentuk. 5) Infrastruktur kompetensi yang terbentuk. 6) Lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi yang terbentuk. 7) Perusahaan/industri yang didampingi dalam penanganan kasus. 8) Kerjasama internasional bidang industri yang ditandatangani. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

25 Sasaran Strategis 3: Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan industri secara profesional dan partisipatif Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan program-program pembangunan industri. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah penyelesaian tindak lanjut saran/rekomendasi hasil pengawasan. c. Perspektif Pembelajaran Organisasi Sasaran Strategis 1: Terwujudnya ASN Kementerian Perindustrian yang kompeten, profesional dan berkepribadian. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Rata-rata nilai prestasi kerja pegawai Kementerian Perindustrian. 2) Rata-rata produktivitas kinerja minimum pegawai Kementerian Perindustrian. 3) Kualifikasi pendidikan Pegawai Kementerian Perindustrian. Sasaran Strategis 2: Tersedianya sistem informasi yang andal dan mudah diakses. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Kesesuaian data dan informasi industri terhadap kebutuhan stakeholder. 2) Ketersediaan Sistem (uptime). 3) Modul aplikasi utama pada SIINAS. 4) Modul aplikasi pendukung pada SIINAS. Sasaran Strategis 3: Terwujudnya birokrasi Kementerian Perindustrian yang efektif, efisien dan berorientasi pada layanan prima. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB). 2) Tingkat kematangan SPIP Satuan Kerja Mencapai Tingkat 3. Sasaran Strategis 4: Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien dan akuntabel. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1) Akuntabilitas Laporan Keuangan dan BMN. 2) Status pengelolaan BMN Kementerian Perindustrian. 3) Anggaran Kementerian Perindustrian yang diblokir. 4) Kesesuaian rencana program dan kegiatan prioritas dengan dokumen perencanaan. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

26 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Perencanaan kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2018 disusun melalui 2 (dua) tahapan perencanaan, yaitu tahapan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2018 dan tahapan penyusunan Perjanjian Kinerja (Perkin) Tahun Sesuai dengan pedoman penyusunan dokumen akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian Perindustrian, dokumen RKT Kementerian Perindustrian Tahun 2018 disusun pada tahun 2017 dan dokumen Perjanjian Kinerja (Perkin) Tahun 2018 ditetapkan pada awal tahun anggaran Berdasarkan dokumen RKT yang telah disusun dan dengan mempertimbangkan dinamika kebijakan, perencanaan dan penganggaran, diantaranya ditetapkannya Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun Perubahan, serta hasil evaluasi Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2017 maka disusun target kinerja yang akan dicapai Kementerian Perindustrian pada tahun No Tabel 2.1 Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Sasaran Strategis (SS) Perspektif Pemangku Kepentingan 1 Meningkatnya populasi dan persebaran industri Indikator Kinerja Target Satuan 1. Unit industri pengolahan non-migas besar sedang yang tumbuh Unit 2. Unit Industri kecil yang tumbuh Industri Kecil 3. Nilai investasi di sektor industri 345,4 RpTriliun pengolahan non-migas 4. Nilai tambah sektor industri di luar 29 Persen pulau jawa terhadap nilai tambah sektor industri nasional 5. Kawasan industri yang terbangun 6 Kawasan 6. Sentra IKM di luar pulau jawa yang dibangun dan beroperasi 7. Persentase jumlah unit usaha industri besar sedang di luar pulau jawa terhadap total populasi industri besar sedang nasional 7 Sentra IKM 18,00 Persen

27 No Sasaran Strategis (SS) 2 Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Perspektif Proses Bisnis 1 Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif 2 Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Indikator Kinerja Target Satuan 1. Kontribusi ekspor produk industri pengolahan non-migas terhadap ekspor nasional 74,48 Persen 2. Penguasaan teknologi industri 5 Persen 3. Penurunan impor produk industri yang 5 Persen SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara wajib 4. SDM industri kompeten dan orang bersertifikat yang terserap di dunia kerja 5. Produktivitas SDM industri 433,7 Rpjuta 1. Peraturan perundangan yang diselesaikan 9 PP/ Perpres/ Permen 2. Peraturan perundang-undangan 95 Persen bidang industri yang diundangkan 3. Standar industri hijau yang ditetapkan 17 Persen 1. Produk industri tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 2. Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal 1000 Produk 5 Persen 3. Industri berorientasi ekspor 60 Persen 4. Pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang terbentuk 5. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk 21 Unit 40 SKKNI 10 LSP dan TUK 3. Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan industri secara professional dan partisipatif 6. Lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi yang terbentuk 7. Perusahaan/ industri yang didampingi dalam penanganan kasus 8. Kerja sama internasional bidang industri yang ditandatangani 1. Penyelesaian tindak lanjut saran/ rekomendasi hasi pengawasan 8 Unit 6 Perusahaan 6 Kesepakatan Kerja sama 88 Persen Dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian tersebut dan berdasarkan dengan Renstra Kemenperin, yang merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian hanya meliputi sasaran strategis berdasarkan perspektif pemangku kepentingan. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

28 B. Dukungan Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Dalam rangka mencapai tujuan, sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018, dukungan anggaran berdasarkan program sebagaimana tertuang pada tabel 2.2. berikut. No Tabel 2.2. Pagu Awal Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Program Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perindustrian Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Pagu 2018 (Rp.000) 1,078,722,835 43,616, ,141, Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro 124,964, Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Program Percepatan Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan Industri Program Peningkatan Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional 124,904, ,897, ,297,671 54,638, Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri 709,671,398 Total 2,827,854,207 Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

29 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Capaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2018 merupakan pencapaian kinerja seluruh jajaran Kementerian Perindustrian dalam melakukan berbagai upaya melalui program dan kegiatan guna mencapai target yang telah ditetapkan. Dalam laporan ini disampaikan capaian kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai kontrak kinerja Menteri Perindustrian dalam dokumen Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun Selain itu juga diuraikan capaian kinerja lainnya, yaitu kinerja makro sektor industri, serta capaian prestasi kelembagaan dan kinerja keuangan Kementerian Perindustrian. Analisis pencapaian dilengkapi dengan pembandingan capaian dengan tahun sebelumnya serta dengan kinerja lainnya. Namun, terdapat beberapa sasaran strategis maupun indikator kinerja utama yang tidak dapat diperbandingkan. Hal ini dikarenakan pada tahun sebelumnya tidak ditetapkan sebagai sasaran atau indikator kinerja, serta dikarenakan ketidaktersediaan data. Perubahan sasaran strategis dan indikator kinerja utama ini merupakan bentuk dari pemanfaatan laporan kinerja dalam mengevaluasi sasaran dan indikator yang telah ditetapkan. Berikutnya akan disajikan capaian kinerja Kementerian Perindustrian Tahun Kinerja Sasaran Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Perjanjian kinerja (Perkin) merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/ kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Perkin merupakan bentuk komitmen penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Capaian kinerja Perkin yang akan disampaikan pada laporan ini meliputi Perkin berdasarkan perspektif pemangku kepentingan dan perkin berdasarkan perspektif proses internal. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerterian Perindustrian Perubahan, telah ditetapkan tujuan Kementerian Perindustrian sampai dengan tahun 2019, Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

30 yaitu Meningkatnya Peran Industri dalam Perekonomian Nasional. Adapun indikator kinerja ketercapaian tujuan pada tahun 2018 sesuai Renstra Kemenperin adalah: a. Laju pertumbuhan PDB industri pengolahan non-migas dengan target sebesar 5,4 persen; b. Kontribusi PDB industri pengolahan non-migas terhadap PDB Nasional dengan target sebesar 18,6 persen; c. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non-migas dengan target sebanyak 16,5 juta orang. Berikut adalah target, realisasi dan capaian indikator kinerja tujuan dimaksud. Tabel 3.1. Target dan Realisasi Indikator Tujuan Kementerian Perindustrian Tujuan IKU T R T R T R T R C (%) Satuan Meningkatnya Peran Industri dalam Perekonomian Nasional Laju pertumbuhan industri pengolahan non-migas Kontribusi PDB industri pengolahan non-migas terhadap PDB Nasional Penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas 6 5,05 5,7 4,43 5,2 4,84 5,4 4,77 88,33 Persen 20,8 18,20 18,5 18,21 18,4 17,88 18,6 17,63 94,78 Persen 15,43 15,49 15,4 15,86 16,2 17,50 16,5 18,25 110,61 Juta Orang Ket: T= Target, R= Realisasi, C= Capaian Target sesuai Renstra Kemenperin Perubahan Laju pertumbuhan industri pengolahan non migas secara kumulatif pada tahun 2018 adalah sebesar 4,77 persen atau hanya mencapai 88,33 persen dari target yang ditetapkan. Pertumbuhan industri pengolahan non-migas juga masih berada dibawah laju pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,17 persen. Apabila dilihat dari pencapaian target, indikator kinerja laju pertumbuhan PDB industri pengolahan non migas pada tahun 2015 sebesar 84,17 persen, menurun menjadi 77,72 persen pada tahun 2016, meningkat menjadi sebesar 93,08 persen pada tahun 2017 dan kembali turun pada tahun 2018 menjadi sebesar 88,33. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

31 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Pertumbuhan PDB Ekonomi Gambar 3.1 Gambar Laju Pertumbuhan Industri Non Migas Laju pertumbuhan PDB industri pengolahan non migas memberikan pengaruh yang besar terhadap kontribusi PDB industri pengolahan non migas. Tren pertumbuhan industri manufaktur yang relatif stagnan pada angka di bawah 5 persen, menyebabkan kontribusi sektor industri non migas tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tergambar dari terus menurunnya target dan realisasi kontribusi industri manufaktur non migas terhadap PDB. Meskipun demikian, realisasi kontribusi industri non migas terhadap PDB pada tahun 2018 mencapai 17,63 persen, kontribusi ini menurun apabila dibandingkan dengan kontribusi 2 (dua) tahun terakhir Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Non Migas Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Gambar 3.2 Kontribusi Sektoral (yang di atas 10 Persen) Terhadap PDB Nasional Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

32 Industri pengolahan non migas memberikan kontribusi sebesar 17,63 persen terhadap PDB pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan non migas menjadi kontributor utama sekaligus motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Uraian lebih rinci terkait dengan pertumbuhan industri pengolahan non migas dan kontribusinya, disampaikan pada subbab kinerja makro industri pengolahan non migas. Indikator tujuan Kementerian Perindustrian selanjutnya adalah penyerapan tenaga kerja industri yang merupakan jumlah kumulatif tenaga kerja yang terserap di sektor industri pengolahan non-migas sampai dengan tahun Sektor industri diharapkan menjadi leading sector yang mampu mengungkit sektor lainnya serta membuka lapangan pekerjaan. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri dihitung menggunakan data Sakernas. Sampai dengan tahun 2018 tenaga kerja sektor industri pengolahan non migas mencapai 18,19 juta orang. Adapun target indikator ini sesuai Renstra Kemenperin , pada tahun 2018 adalah 16,5 juta orang, sehingga capaian untuk indikator ini mencapai 110,24 persen. Berikut ini ditampilkan data jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non migas. Tabel 3.2 Tenaga Kerja Industri Pengolahan Non Migas No Subsektor Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Tembakau Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu, Barang dari Kayu & Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dsj. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik Industri Barang Galian bukan Logam Industri Logam Dasar Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Industri Mesin dan Perlengkapan Industri Alat Angkutan Industri Furnitur Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan Industri Non Migas Sumber: Sakernas BPS, diolah Kemenperin Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

33 Pada tahun 2018 subsektor industri makanan dan minuman merupakan subsektor dengan penambahan tenaga kerja paling besar, yakni sebanyak orang. Selanjutnya disusul oleh subsektor industri tekstil dan pakaian jadi dengan penambahan sebanyak orang, kemudian subsektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebanyak dan keempat subsektor industri kayu, barang dari kayu & gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dsj sebanyak orang. Peningkatan tenaga kerja sektor industri terutama terjadi pada industri-industri yang padat karya seperti industri makanan dan minuman, dan industri tekstil dan pakaian jadi. Peningkatan tenaga kerja industri makanan dan minuman sebesar 3,4 persen sejalan dengan kenaikan PDB industri makanan dan minuman naik sepanjang tahun 2018 sebesar 7,91 persen. Sedangkan tenaga kerja industri tekstil dan pakaian jadi naik sebesar 3,6 persen seiring dengan peningkatan PDB industri tekstil dan pakaian jadi sepanjang tahun 2018 sebesar 8,73 persen. Sedangkan subsektor industri yang mengalami penurunan tenaga kerja atau pertumbuhan negatif antara lain: subsektor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, menurun sebanyak orang dan industri logam dasar menurun sebanyak orang. Hal ini disebabkan oleh efisiensi pada industri padat modal seperti industri logam dasar yang telah mengimplementasikan industri 4.0. Selanjutnya akan diuraikan capaian kinerja Perkin berdasarkan perspektif pemangku kepentingan yang merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian. Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya populasi dan persebaran industri. Meningkatnya peran industri di dalam perekonomian nasional diantaranya dapat dicapai melalui meningkatnya populasi dan persebaran industri. Meningkatnya populasi industri nasional diindikasikan dengan peningkatan jumlah unit industri pengolahan non-migas serta penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas baik industri sedang besar (IBS) maupun industri kecil dan menengah (IKM). Sedangkan persebaran industri diindikasikan dengan penyebaran dan pemerataan industri melalui pengembangan perwilayahan industri. Sasaran strategis ini diukur melalui 7 (tujuh) indikator kinerja utama, yakni: 1. Unit industri pengolahan non-migas besar sedang yang tumbuh, merupakan jumlah penambahan unit industri pengolahan non-migas besar sedang yang tumbuh Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

34 pada tahun berjalan saja, bukan perhitungan kumulatif dengan cakupan merupakan penumbuhan maupun perluasan sesuai dengan jumlah izin usaha industri yang diterbitkan oleh BKPM. Indikator ini merupakan indikator baru yang tertuang dalam Renstra Kemenperin Perubahan, oleh karena itu maka pembandingan target dengan realisasi dilakukan mulai tahun Meskipun merupakan indikator baru dalam Renstra Kemenperin Perubahan, namun target penumbuhan industri pengolahan non migas besar sedang yang tumbuh telah tertuang dalam RPJMN Tahun dimana target industri yang tumbuh selama lima tahun adalah industri. Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian menargetkan sebanyak unit usaha besar sedang yang tumbuh. Berdasarkan data BKPM, jumlah Izin Usaha Industri (IUI) yang terbit pada tahun 2018 mencapai unit atau capaiannya sebesar 101,04 persen. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU unit usaha besar sedang yang tumbuh. Tabel 3.3. Target, Realisasi dan Capaian IKU Unit Usaha Besar Sedang yang Tumbuh Sasaran IKU T R T R T R T R C (%) Satuan Unit industri Meningkatnya pengolahan non populasi dan migas besar n/a 1744 n/a * 101,04 Unit persebaran sedang yang industri tumbuh Sumber: BKPM, diolah Kemenperin, *=angka sementara, Meskipun indikator ini pada tahun 2018 telah mencapai target, namun apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2017, terjadi penurunan jumlah unit industri besar sedang yang tumbuh. Sedangkan apabila dilihat dari jumlah proyek investasi pada tahun 2017 baik PMDN maupun PMA, terjadi penurunan dari sebanyak proyek pada tahun 2017 menjadi proyek pada tahun 2018 sebagaimana tabel 3.8 dan 3.9. Penambahan unit usaha besar sedang yang tumbuh tentunya tidak terlepas dari jumlah proyek yang telah dinvestasikan pada tahun-tahun sebelumnya. Kementerian Perindustrian terus melaksanakan pendampingan dan koordinasi dalam rangka mendorong jumlah proyek investasi ditingkatkan menjadi izin usaha industri. Lebih lanjut mengenai investasi akan diulas pada indikator nilai investasi sektor industri pengolahan non migas. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

35 Namun demikian untuk populasi industri yang ada saat ini, sesuai dengan hasil pencatatan unit Direktorat Statistik Industri BPS menunjukkan peningkatan pada skala besar dan sedang. Berikut adalah jumlah unit usaha industri besar sedang. Tabel 3.4. Jumlah Unit Usaha Industri Besar Sedang KBLI URAIAN KBLI * Selisih 10 Industri Makanan 6,453 7,723 1, Industri Minuman Industri Pengolahan Tembakau (168) 13 Industri Tekstil 2,612 3, Industri Pakaian Jadi 2,360 2, Industri Kulit, Barang Dari Kulit Dan Alas Kaki 738 1, Industri Kayu, Barang Dari Kayu Dan Gabus (Tidak 1,220 1, Termasuk Furnitur) Dan Barang Anyaman Dari Bambu, Rotan Dan Sejenisnya 17 Industri Kertas Dan Barang Dari Kertas Industri Pencetakan Dan Reproduksi Media Rekaman 616 1, Industri Produk Dari Batu Bara Dan Pengilangan Minyak Bumi 20 Industri Bahan Kimia Dan Barang Dari Bahan Kimia 1,075 1, Industri Farmasi, Produk Obat Kimia Dan Obat Tradisional 22 Industri Karet, Barang Dari Karet Dan Plastik 1,875 2, Industri Barang Galian Bukan Logam 1,714 2, Industri Logam Dasar Industri Barang Logam, Bukan Mesin Dan Peralatannya 1,022 1, Industri Komputer, Barang Elektronik Dan Optik Industri Peralatan Listrik Industri Mesin Dan Perlengkapan Ytdl Industri Kendaraan Bermotor, Trailer Dan Semi Trailer Industri Alat Angkutan Lainnya Industri Furnitur 1,400 1, Industri Pengolahan Lainnya 654 1, Jasa Reparasi Dan Pemasangan Mesin Dan Peralatan Sumber: BPS, diolah Kemenperin *=Angka Sementara Total 26,322 35,163 8,841 Berdasarkan data BPS, populasi industri skala menengah dan besar meningkat sangat signifikan sampai dengan tahun Data BPS yang menunjukkan penambahan populasi lebih besar dari jumlah penerbitan IUI oleh BKPM. Hal ini disebabkan adanya perbedaan metode pencatatan. Banyaknya Izin Usaha Industri (IUI) yang diterbitkan oleh BKPM hanya khusus bagi IUI/Perusahaan yang memanfaatkan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

36 fasilitas (baik PMA maupun PMDN) dan masuk dalam aplikasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) yang sekarang beralih menjadi Online Single Submission. Perusahaan dimaksud juga dan harus melaporkan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) secara berkala. Kondisi saat ini belum seluruh kabupaten/kota di Indonesia memiliki/telah mengakses SPIPISE. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan antara jumlah IUI yang diterbitkan oleh BKPM dengan jumlah industri berdasarkan pencatatan Direktorat Statistik Industri BPS. Apabila dikaitkan dengan target RPJMN, target penambahan unit usaha besar sedang sampai dengan tahun 2019 ditargetkan sebanyak unit usaha. Sesuai dengan data BPS tersebut maka realisasi sampai dengan tahun 2019 telah mencapai unit usaha atau sebesar 98,23 persen. Pada sektor industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika penambahan unit usaha industri didominasi industri baru, utamanya di sektor industri otomotif dan industri logam (smelter). Pada industri agro, penambahan unit usaha baru masih didominasi oleh subsektor industri makanan dan minuman, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture) serta industri furniture. Sedangkan pada sektor industri kimia, tekstil, dan aneka penambahan unit usaha lebih banyak merupakan perluasan. Pada sektor industri kimia, tekstil, dan aneka terdapat banyak pengajuan atau rencana investasi namun banyak yang terkendala dengan harga gas yang belum ditetapkan. Pada tahun 2018 ini telah dilakukan pembahasan harga gas di hulu dari Kementerian ESDM secara intensif namun sampai akhir tahun belum dapat disepakati. Di sisi lain tren pergeseran pusat ekonomi dunia ke kawasan Asia sebagaimana data International Monetary Fund (IMF), maka Kementerian Perindustrian telah dan akan menetapkan langkah-langkah strategis dalam rangka menangkap peluang tersebut. 2. Unit Industri kecil yang tumbuh, merupakan jumlah industri kecil yang memiliki legalitas usaha secara kumulatif sampai dengan tahun berjalan. Industri kecil yang tumbuh diwujudkan melalui penumbuhan wirausaha industri baru. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional , Kementerian Perindustrian mendapat amanat untuk menumbuhkan wirausaha industri Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

37 sebanyak wirausaha kecil selama periode Dalam mencapai target tersebut, Kementerian Perindustrian melaksanakan kegiatan penumbuhan wirausaha Industri Kecil dan Menengah (IKM) melalui pelatihan teknis dan manajemen kewirausahaan, bantuan mesin/peralatan, serta inkubator bisnis kreatif. Adapun sesuai dengan renstra Kemenperin, kriteria wirausaha industri baru merupakan wirausaha yang telah memiliki legalitas usaha. Pada tahun 2018, target penumbuhan wirausaha industri baru sebanyak orang, dengan realisasi jumlah wirausaha baru yang telah mendapatkan legalitas usaha sebanyak IKM. Tabel 3.5. Target, Realisasi dan Capaian IKU Unit Industri Kecil yang Tumbuh Sasaran Meningkatnya populasi dan persebaran industri IKU IKM yang telah memiliki legalitas usaha Sumber: Kemenperin T R T R T R T R C (%) Satuan ,60 IKM Realisasi tahun ini merupakan yang terbesar dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Hal ini merupakan dampak dari langkah-langkah strategis yang telah diambil tahun sebelumnya serta upaya percepatan yang dilaksanakan pada tahun Selain adanya penambahan anggaran pada program penumbuhan populasi sektor IKM pada tahun 2018 yang menyebabkan meningkatnya realisasi, Kementerian Perindustrian juga telah mengambil langkah percepatan seperti: dalam beberapa penyelenggaraan pelatihan dan bimbingan teknis wirausaha baru ditambahkan kegiatan pemberian fasilitasi izin bagi IKM berupa IUMK ataupun surat pernyataan kesanggupan mengurus ijin bagi IKM, baik melalui dana APBN pusat maupun dana dekonsentrasi. Meskipun pada tahun 2018 ini target sebanyak IKM telah terlampaui, namun apabila dikaitkan dengan target RPJMN yang mana sampai dengan tahun 2019 ditargetkan terdapat penumbuhan sebanyak wirausaha baru industri/ik, realisasi sampai dengan tahun 2018 baru mencapai IK atau sebesar 59,15 persen. Apabila dibandingkan dengan capaian penumbuhan wirausaha baru yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun memiliki target menumbuhkan calon wirausaha baru sebanyak 10 ribu orang per tahun, dengan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

38 capaian sebanyak orang atau sebesar 93.2 persen ditahun Melihat capaian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kementerian Koperasi dan UKM menggunakan target calon wirausaha baru sehingga indikatornya masih berupa output yakni jumlah orang yang dilatih seperti target awal Kementerian Perindustrian. Namun mulai tahun 2017, sesuai dengan Renstra Kementerian Perindustrian Perubahan, terjadi perubahan target dimana Kementerian Perindustrian menggunakan jumlah IKM yang mendapatkan legalitas usaha sebagai indikator penumbuhan wirausaha baru, hal tersebut bertujuan agar kinerja penumbuhan wirausaha baru dapat lebih terukur. Dalam rangka pencapaian target wirausaha industri kecil yang tumbuh, Kementerian Perindustrian juga melaksanakan pelatihan teknis dan manajemen kewirausahaan. Kegiatan pelatihan ini secara tidak langsung diharapkan dapat mendorong terbentuknya wirausaha industri baru. Berikut adalah target, realisasi dan capaian indikator calon wirausaha yang dilatih sampai dengan tahun Tabel 3.6 Indikator Wirausaha Industri yang dilatih dan Sentra IKM yang dibina Sasaran Indikator T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Jumlah Penumbuhan Wirausaha wirausaha , ,56 Orang Industri Yang industri baru Dilatih Sumber: Kemenperin Pada tahun 2018, dalam rangka penumbuhan wirausaha industri baru, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan pelatihan sebanyak orang. Jumlah tersebut berasal dari kegiatan satker pusat sebanyak orang, satker BPIPI sebanyak 260 orang dan satker dekonsentrasi dari 34 provinsi sebanyak orang. Meskipun telah melebihi target yang ditetapkan, yang menjadi titik krusial adalah proses seleksi peserta calon wirausaha. Untuk itu, agar keberhasilan program ini lebih terjamin, diperlukan kriteria yang jelas dan terukur dalam menentukan peserta pelatihan. Selain itu, dalam mendukung capaian sasaran penumbuhan WUB, Kementerian Perindustrian juga melaksanakan penumbuhan wirausaha kreatif baru (start-up company) melalui proses inkubasi di Bali Creative Industry Center (BCIC). Metode yang Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

39 digunakan adalah pembelajaran dan pelatihan berupa studi kasus dan interaksi langsung dengan mitra pengusaha yang memberikan pengayaan dan bimbingan (mentoring) selama proses inkubasi berlangsung. Untuk tenant yang memulai bisnis, program ini memberikan kesempatan, meningkatkan kreativitas dan jiwa kewirausahaan untuk dapat fokus dan mampu mengeksplorasi inspirasi, tantangan dan keyakinan berwirausaha. Diharapkan para tenant Inkubator dapat menjadi pengusaha lokal atau global dalam bisnis serta dapat menggambarkan validitas kewirausahaan sebagai suatu karir pilihan. 3. Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas, merupakan nilai realisasi investasi (PMA dan PMDN) di sektor industri pengolahan non migas berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BKPM. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU nilai investasi sektor industri pengolahan non-migas. Tabel 3.7 Target, Realisasi dan Capaian IKU Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas Sasaran Strategis IKU T R T R T R T R C (%) Sat uan Meningkatnya populasi dan persebaran industri Nilai investasi di sektor industri pengolahan non-migas 271,1 245,4 305,6 328, ,4 345,4 222,30* 64,36 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), diolah Kemenperin * kurs US$= Rp ,-, sesuai dengan asusmsi APBN 2018 Rp. Triliun Pada tahun 2018 total investasi di sektor industri non migas mencapai Rp.222,30 triliun melambat sebesar persen apabila dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar Rp triliun. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan melambatnya investasi, diantaranya kondisi perang dagang antara Amerika dengan Tiongkok menyebabkan shock sentimen investasi. Nilai investasi PMA pada tahun 2018 melambat seiring dengan investasi langsung internasional (FDI) yang juga melambat sebesar 20 persen di tahun Namun demikian, goncangan akibat perang dagang tahun 2018 mulai mereda pada triwulan IV 2018, tepatnya setelah pertemuan G20. Kondisi dalam negeri yang menyebabkan nilai investasi tidak mencapai target antara lain: harmonisasi Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

40 dan sinkronisasi regulasi terkait investasi masih membutuhkan waktu untuk berjalan optimal, hal ini juga terjadi pada kondisi infrastruktur yang belum beroperasi optimal serta harga energi yang dirasa masih kurang kompetitif. Dari sisi faktor eksternal, fluktuasi nilai tukar dollar AS yang dipicu oleh kenaikan suku bunga AS dan penguatan dollar AS di pasar global juga menjadi salah satu penyebab investasi belum mencapai target. Namun demikian, ke depan diharapkan terjadi peningkatan nilai investasi, mengingat berbagai proyek infrastruktur sebagian telah selesai dan dapat beroperasi. Selain itu, upaya Pemerintah dalam melakukan deregulasi kebijakan terkait dalam penumbuhan iklim berusaha terus dilaksanakan salah satunya diwujudkan melalui penyediaan platform Online Single Submission (OSS). Dengan Langkah-langkah tersebut diharapkan, pada tahun 2019 beberapa potensi investasi besar dapat terealisasi, diantaranya PT. Hyundai akan berinvestasi (membangun pabrik, full manufacturing) di indonesia dengan nilai investasi sekitar Rp. 7,6 triliun, dengan kapasitas terpasang sekitar unit per tahun dan menyerap tenaga kerja, dengan produknya berorientasi ekspor. Dari sektor petrokimia, diproyeksikan ada realisasi investasi dari PT. Chandra Asri Petrochemical dengan total investasi US$ 5,44 miliar. Berikut akan disajikan rincian investasi berdasarkan subsektor industri baik PMDN maupun PMA. Tabel 3.8. Investasi PMDN Industri Pengolahan Non Migas NO 1 Subsektor Industri Makanan / Food Industry 2 Ind. Kimia dan Farmasi / Chemical and Pharmaceutical Industry 3 Ind. Logam, Mesin & Elektronik / Metal, Machinery & Electronic Industry 4 Ind. Mineral Non Logam / Non Metallic Mineral Industry 5 Industri Tekstil / Textile Industry 6 Ind. Karet dan Plastik / Rubber and Plastic Industry 7 Ind. Kertas dan Percetakan / Paper and Printing Industry I P I P I P I P , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

41 NO Subsektor I P I P I P I P 8 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain / Motor Vehicles & Other Transport 1.070, , , , Equip. Industry 9 Industri Kayu / Wood Industry 1.185, , , , Industri Lainnya / Other Industry 147, , , Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki / Leather Goods & Footwear Industry 5, , , Ket: Data BKPM diolah Kemenperin I = nilai investasi dalam Rp.miliar P = jumlah proyek Total , , , , ,080 Investasi PMDN di sektor industri pada tahun 2018 mencapai Rp.83,64 Triliun dengan total 5,080 proyek. Nilai investasi PMDN ini melambat sebesar 15,66 persen apabila dibandingkan dengan nilai investasi PMDN tahun 2017 yang mencapai Rp. 99,18 Triliun. Namun apabila dilihat dari jumlah proyek, terjadi tren peningkatan jumlah proyek, dari sebanyak pada tahun 2015 menjadi sebanyak proyek pada tahun Investasi sektor industri pengolahan non migas memberikan kontribusi sebesar 25,45 persen dari total investasi PMDN tahun 2018 yang mencapai Rp 328,6 triliun. Sebagaimana tren sebelumnya, bahwa 3 (tiga) subsektor penyumbang investasi terbesar adalah industri makanan, industri kimia dan farmasi serta industri logam, mesin dan elektronik. Industri makanan merupakan subsektor dengan nilai investasi tertinggi pada tahun 2018 mencapai Rp.39,08 triliun dengan proyek. Industri makanan juga terus mengalami tren peningkatan positif sejak tahun Berbeda dengan industri makanan, industri kimia & farmasi serta industri logam, mesin dan elektronik, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2017 hal ini tentu dipengaruhi oleh dinamika yang ada. Dari data investasi PMDN sektor industri non migas yang perlu dicermati adalah melambatnya nilai investasi industri kertas dan percetakan, industri tekstil serta industri mineral non logam. Pada tahun 2018 nilai investasi industri kertas dan percetakan turun sebesar 67,93 persen, industri tekstil turun sebesar 54,26 persen dan industri mineral Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

42 non logam melambat sebesar 40,80 persen apabila dibandingkan dengan nilai invetasi pada tahun Beberapa penyebab melambatnya investasi industri kertas antara lain pasar industri percetakan turun drastis dikarenakan masyarakat cenderung beralih menggunakan teknologi digital, misalnya penggunaan kertas ujian berkurang karena sejumlah sekolah menggunakan sistem online. Selain itu, turunnya harga kertas global yang diiringi dengan melemahnya pertumbuhan industri kertas domestik juga menjadi penyebab turunnya minat investasi subsektor ini. Investasi industri tekstil juga mengalami perlambatan apabila dibandingkan dengan investasi tahun Hal ini dikarenakan pada tahun-tahun sebelumnya telah ada investasi besar sehingga pada tahun 2018 mengalami perlambatan, namun pada tahun 2019 diperkirakan terjadi peningkatan investasi kembali, mengingat beberapa perusahaan besar saat ini sedang melakukan kajian investasi. Sama halnya dengan industri sebelumnya, industri mineral non logam juga mengalami perlambatan investasi di atas 40 persen apabila dibandingkan dengan nilai investasi pada tahun Beberapa penyebabnya tentu tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah untuk sementara melakukan pengetatan investasi terkait dengan industri semen. Pabrik semen dalam beberapa tahun terakhir gencar melakukan investasi, namun saat ini kapasitas pabrik semen sudah over supply sehingga dilakukan pengetatan investasi. Selanjutnya akan disampaikan kinerja investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3.9. Investasi PMA Industri Pengolahan Non Migas NO Subsektor 1 Ind. Logam, Mesin & Elektronik / Metal, Machinery & Electronic Industry 2 Ind. Kimia dan Farmasi / Chemical and Pharmaceutical Industry 3 Industri Makanan / Food Industry 4 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain / Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry I P I P I P I P 3.092, , , , , , , , , , , , , , , , , , Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

43 NO Subsektor I P I P I P I P 5 Ind. Kertas dan Percetakan / 706, , , Paper and Printing Industry 6 Ind. Mineral Non Logam / Non 1.302, , , Metallic Mineral Industry 7 Ind. Karet dan Plastik / Rubber 694, , , and Plastic Industry 8 Industri Tekstil / Textile 433, , , Industry 9 Industri Kayu / Wood Industry 47, , , Ind. Barang Dari Kulit & Alas 161, , , Kaki / Leather Goods & Footwear Industry 11 Industri Lainnya / Other Industry 83, , , Ket: Data BKPM diolah Kemenperin I = nilai investasi dalam US$ Juta P = jumlah proyek Total , , , , ,843 Nilai investasi PMA sektor industri tahun 2018 mencapai US$ 10,35 miliar atau melambat sebesar 21,30 persen dibandingkan tahun 2017 yang sebesar US$ 13,15 miliar. Berbeda dengan pola investasi PMDN dimana industri makanan menjadi industri dengan investasi paling besar, untuk PMA industri yang memiliki investasi paling besar pada tahun 2018 adalah industri logam, mesin dan elektronik dengan nilai total sebesar US$ 3,56 miliar. Selanjutnya industri dengan total nilai investasi PMA terbesar kedua adalah industri kimia dan farmasi sebesar US$ 1.94 miliar, ketiga industri makanan sebesar US$ 1,31 miliar. Ketiga industri tersebut merupakan industri yang memiliki nilai investasi di atas US$ 1 miliar. Namun demikian, nilai investasi untuk ketiga industri tersebut mengalami perlambatan apabila dibandingkan dengan nilai investasi pada tahun Nilai investasi industri logam, mesin dan elekronik mengalami perlambatan 5,85 persen, industri kimia dan farmasi melambat 24,83 persen serta industri makanan melambat 33,65 persen dibandingkan invetasi tahun Berbeda dengan investasi PMDN, nilai investasi PMA industri kertas dan pencetakan justru naik sebesar 12,17 persen dibandingkan tahun 2017 meskipun nilai investasinya masih di bawah US$ 1 miliar. Investasi PMA industri logam, mesin dan elektronik mengalami perlambatan sebesar 5,85 persen dan industri kimia dan farmasi melambat sebesar 24,83 persen apabila dibandingkan dengan nilai investasi pada tahun Hal ini dikarenakan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

44 beberapa investasi besar telah selesai pada tahun-tahun sebelumnya, namun demikian pada tahun 2019 diharapkan dapat meningkat kembali. Industri makanan yang merupakan industri dengan nilai terbesar ketiga dalam hal nilai investasi PMA justru mengalami perlambatan terbesar, yakni sebesar 33,65 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, misalnya terkait dengan regulasi, fluktuasi nilai tukar rupiah. Dalam rangka meningkatkan investasi, khususnya bidang industri, Kementerian Perindustrian mengusulkan beberapa langkah strategis, diantaranya: revisi insentif PPh badan dalam skema tax allowance, pemberian insentif PPh badan bagi industri yang melaksanakan kegiatan vokasi serta penelitian dan pengembangan, pemberian insentif PPh badan pada industri padat karya berorientasi ekspor, perubahan skema PPnBM pada industri mobil listrik dan hybrid, insentif keringanan PPN untuk beberapa industri seperti industri daur ulang plastik, dan harmonisasi tarif bea masuk. Selain langkah strategis tersebut di atas, Kementerian Perindustrian juga mengusulkan adanya perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan/Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam rangka meningkatkan serta menumbuhkan investasi di dalam negeri, dengan rincian: a. Usulan Menghapus Bidang Usaha Industri Pengolahan Karet Remah/Crumb Rubber (KBLI 22123) Usulan menghapus bidang usaha industri crumb rubber dari DNI sebagai upaya harmonisasi persyaratan investasi industri crumb rubber dengan peraturan teknis di sektor pertanian, dimana ketentuan pemenuhan bahan baku dari kebun milik sendiri dalam Permentan 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, direlaksasi berdasarkan Permentan 21/2017 menjadi pemenuhan bahan baku dari kebun yang diusahakan sendiri melalui: a) hak milik atas tanah pekebun; b) hak guna usaha; atau c) hak pakai. Dengan demikian syarat investasi crumb rubber dalam Perpres 44/2016 yaitu Izin khusus dari Menteri Perindustrian dengan ketentuan terpadu dengan pengembangan perkebunan karet: a) pemenuhan kebutuhan bahan baku paling kurang 20% dari kapasitas produksi berasal dari kebun karet sendiri; dan b) Pemenuhan kebutuhan bahan baku paling banyak 80% Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

45 dengan pola kemitraan dengan paling sedikit dari luas kebun 20% merupakan kebun plasma, tidak lagi relevan dengan pengaturan teknis sektor pertanian. b. Usulan Mengubah Persyaratan Investasi Bidang Usaha Industri Pencetakan Kain (KBLI 13133) dan Industri Kain Rajutan (KBLI 13911) dari Dicadangkan UMKMK menjadi Kemitraan. Justifikasi atas usulan kedua KBLI tersebut yaitu : 1) Nilai minimum investasi untuk mendirikan industri pencetakan kain adalah sebesar Rp 100 miliar yang tidak masuk dalam klasifikasi UMKMK. 2) Permintaan (demand) kain cetak yaitu sebesar ton tidak diimbangi dengan jumlah kain cetak yang diproduksi oleh industri dalam negeri yaitu hanya sebesar ton. Impor kain cetak cenderung mengalami kenaikan sepanjang tahun ) Bidang Usaha Industri Pencetakan Kain (KBLI 13133) dan Industri Kain Rajutan (KBLI 13911) masuk dalam bidang usaha yang dapat memanfaatkan fasilitas Tax Allowance, dengan demikian bidang usaha tersebut perlu didorong untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia. Fasilitas Tax Allowance diberikan kepada industri sedang besar. 4) Industri bahan baku kain cetak dan kain rajut tumbuh di dalam negeri sehingga perlu dilakukan keterkaitan dalam supply chain antara industri hulu atau antara dengan industri hilirnya. Dalam hal ini, industri pencetakan kain dan industri kain rajutan perlu dipersyaratkan kemitraan dengan UMKMK yang melakukan produksi bahan baku sehingga tercipta supply chain dan value chain di dalam negeri. 4. Nilai tambah sektor industri di luar pulau jawa terhadap nilai tambah sektor industri nasional, merupakan perbandingan PDB industri pengolahan non-migas di luar pulau jawa terhadap total PDB industri pengolahan non-migas. Adapun tren pencapaian untuk IKU dimaksud sebagaimana tabel berikut. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

46 Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU Nilai Tambah Sektor Industri di luar Pulau Jawa terhadap Nilai Tambah Sektor Industri Nasional Sasaran Strategis IKU T R T R T R T R C (%) Satuan Meningkatnya populasi dan persebaran industri Nilai tambah sektor industri di luar pulau jawa terhadap nilai tambah sektor industri nasional Sumber: BPS diolah Kemenperin, *= angka sementara Angka realisasi sebesar 28,78 persen diperoleh dengan melakukan proyeksi menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional tahun 2018 yang telah dirilis oleh BPS. Realisasi IKU tersebut hampir mencapai target yang telah ditetapkan dengan nilai capaian sebesar 99,24 persen. 27,73 28,97 28,1 28,23 28,43 28, ,78* 99,24 Persen Jika dibandingkan dengan realisasi dengan tahun 2017 dengan capaian sebesar 28,51 persen, hal ini menunjukan sedikit ada peningkatan kontribusi nilai tambah sektor industri di luar Pulau Jawa walaupun peningkatan tersebut belum signifikan dan cenderung sama. Hal-hal yang memicu semakin meningkatnya kontribusi nilai tambah di luar Pulau Jawa perbaikan infrastruktur, ketersediaan energi (gas dan listrik) dan peningkatan SDM/ tenaga kerja yang kompeten sehingga menyebabkan investasiinvestasi baru khususnya di sektor industri manufaktur mulai bertumbuh di luar Pulau Jawa. Pembangunan 14 kawasan industri prioritas di luar Pulau Jawa memberikan dampak positif bagi peningkatan kontribusi sektor industri. Dengan adanya pembangunan 14 Kawasan Industri Prioritas diharapkan kedepannya secara perlahanlahan kontribusi nilai tambah sektor industri di luar Pulau Jawa terhadap nilai tambah sektor industri nasional meningkat, sehingga dalam jangka panjang yaitu pada tahun 2035 kontribusinya menjadi sekitar 40 persen. Adapun kontribusi Sektor Industri Jawa dan Luar Jawa ditampilkan dalam Gambar 3.3. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

47 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% * Jawa Luar Jawa Sumber : BPS, diolah Kemenperin Gambar 3.3. Kontribusi Sektor Industri Jawa dan Luar Jawa (dalam persen) Kontribusi nilai tambah sektor industri di luar Pulau Jawa dari tahun 2014 s.d 2018 berkisar diantara angka 27,36 persen s.d 28,97 persen. Realisasi tertinggi dicapai pada tahun 2015 yaitu sebesar 28,97 persen dan diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan kontribusi nilai tambah sektor industri di luar Pulau Jawa menunjukkan adanya penyebaran pembangunan industri di luar Pulau Jawa. 5. Kawasan industri (KI) yang terbangun, merupakan KI yang terbangun infrastruktur dasar atau yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI). Kawasan yang dibangun dimungkinkan sama dari tahun ke tahun dan sudah memiliki anchor industri. Jumlah kawasan dalam target bukan merupakan kumulatif, namun menunjukkan jumlah kawasan yang difasilitasi infrastrukturnya pada tahun tersebut. Dalam pengembangan perwilayahan industri sebagaimana pada pasal 14 dari Undang-undang No. 3 Tahun 2014 disebutkan peran Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia melalui perwilayahan industri. Perwilayahan industri dimaksud dilaksanakan melalui pengembangan wilayah pusat pertumbuhan industri, pengembangan kawasan peruntukan industri, pembangunan kawasan industri dan pengembangan sentra industri kecil dan industri menengah. Pembangunan kawasan industri yang dilakukan oleh Kementerian Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

48 Perindustrian melalui fasilitasi APBN dan melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian. Pembangunan kawasan industri diprioritaskan pada daerah-daerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau Jawa, Pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri. Adapun realisasi dan capaian pembangunan kawasan industri sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3.11 Target, Realisasi dan Capaian IKU Kawasan Industri yang Dibangun Sasaran Strategis IKU T R T R T R T R C (%) Satuan Meningkatnya populasi dan persebaran Kawasan Industri yang dibangun 14 19* 14 12* Kawasan Industri industri Ket: *= merupakan jumlah KI yang difasilitasi dan dibangun Capaian IKU ini pada tahun 2018 adalah 150 persen. Terdapat 9 (Sembilan) KI yang terbangun di tahun 2018, yaitu KI Sei Mangkei, KI Palu, KI Bantaeng, KI Ketapang, KI JIIPE-Gresik, KI Kendal, KI Wilmar-Serang, KI Kariangau-Balikpapan, dan KI Surya Borneo Industri-Pangkalan Bun. Kesembilan KI tersebut sudah terbangun dan/atau memiliki IUKI. Apabila dibandingkan dengan target RPJMN , yaitu terbangun 14 kawasan industri di luar Pulau Jawa, sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 telah terbangun 6 (enam) kawasan industri, yaitu KI Sei Mangkei, KI Morowali, KI Palu, KI Bantaeng, KI Konawe, dan KI Ketapang. Hal ini sesuai dengan target indikator kawasan industri yang terbangun dalam RPJMN yang hanya merupakan Kawasan industri yang berada di luar Pulau Jawa. Tahun 2018, Kementerian Perindustrian memfasilitasi KI melalui APBN TA 2018 dalam bentuk Pembangunan Akademi Komunitas KI Bantaeng tahap II, Pengadaan layanan operasional Pusat Inovasi Kelapa Sawit dalam rangka pengembangan Kelapa Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

49 Sawit di KI Sei Mangkei, Pengadaan layanan operasional PIRNas Palu dalam rangka pengembangan industri rotan di KI Palu, dan Forum Koordinasi percepatan pembangunan KI. Kegiatan pembangunan Politeknik pendukung KI Dumai dan KI Batulicin tahap pertama tidak terlaksana dan mengalami realokasi anggaran karena hal-hal sebagai berikut: a. Permasalahan lahan pada lokasi pembangunan Politeknik; b. Ketidaksiapan Kawasan Industri untuk komitmen menerima SDM lulusan Politeknik; c. Jurusan Politeknik perlu ditelaah lebih tajam; dan d. Kesiapan Pemerintah Daerah dalam perizinan Politeknik. Selain itu, pembangunan gedung Politeknik KI Morowali tahap IV tidak dapat dilaksanakan karena sampai dengan akhir tahun 2018 terdapat blokir anggaran kegiatan tersebut. Atas permasalahan tersebut, Kementerian Perindustrian telah dan terus meningkatkan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam rangka pembangunan kawasan industri, khususnya kepada Pemerintah Daerah dan Kementerian/ Lembaga terkait. 6. Sentra IKM di luar pulau jawa yang dibangun dan beroperasi, merupakan jumlah Sentra IKM yang difasilitasi dan/atau dibangun di luar pulau Jawa dan sampai dengan beroperasi. Salah satu strategi yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian dalam rangka pengembangan perwilayahan industri dan pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dilakukan antara lain melalui pengembangan sentra IKM. Hal ini sesuai dengan amanat UU nomor 3/2014 tentang Perindustrian di mana disebutkan bahwa pengembangan perwilayahan industri dilakukan antara lain melalui pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM). Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang diarahkan untuk mendukung industri besar dan pengembangan WPPI atau sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) adalah lokasi pemusatan kegiatan industri kecil dan industri menengah yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

50 bahan baku sejenis dan atau mengerjakan proses produksi yang sama. Pengembangan Sentra IKM dimulai dengan penyusunan dokumen perencanaan pengembangan Sentra IKM. Kementerian Perindustrian melaksanakan pembangunan sentra IKM melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Kegiatan pembangunan Sentra IKM melalui mekanisme DAK pada tahun 2018 dilakukan di 33 Kabupaten/Kota. Namun demikian, indikator kinerja yang ada dalam Perjanjian Kinerja Kemenperin merupakan sentra yang beroperasi, tidak hanya sentra yang dibangun. Berikut adalah target, realisasi dan rincian IKU sentra IKM di luar pulau jawa yang dibangun dan beroperasi. Tabel 3.12 Target, Realisasi dan Capaian IKU Jumlah Sentra IKM di luar Jawa yang Dibangun dan Beroperasi Sasaran Strategis IKU T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Meningkatnya populasi dan persebaran industri Jumlah sentra IKM di luar pulau jawa yang dibangun dan beroperasi Sentra Sumber: Kemenperin Pada tahun 2018, telah beroperasi 9 (Sembilan) Sentra IKM dari seluruh Sentra IKM yang mendapat fasilitasi pembangunan melalui mekanisme DAK dari tahun 2016 sampai dengan Sentra IKM yang dibangun sudah mulai beroperasi tersebut terdiri dari 7 (tujuh) Sentra IKM beroperasi di luar Pulau Jawa, yaitu Kabupaten Alor di Nusa Tenggara Timur, Kota Balikpapan di Kalimantan Timur, Kabupaten Sinjai di Sulawesi Selatan, Kabupaten Sorong di Papua, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro di Sulawesi Utara, Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan Kabupaten Lingga di Kepulauan Riau; dan 2 (dua) Sentra IKM beroperasi di Pulau Jawa, yaitu di Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Majalengka. Adapun Kabupaten/Kota yang mendapat fasilitasi pembangunan Sentra IKM pada TA 2018 tetapi belum beroperasi sebanyak 32 Kabupaten/ Kota sebagaimana lampiran 3. Sentra yang beroperasi merupakan sentra yang telah terdapat pengelola sentra dan aktivitas produksi atau terdapat IKM yang telah menempati Sentra. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

51 Sesuai target terbangunnya 22 Sentra IKM di luar pulau jawa sampai dengan tahun 2019, maka realisasi atas pembangunan Sentra IKM yang telah beroperasi sampai dengan 2018 baru mencapai 13 sentra IKM, atau mencapai 59,09 persen dari target 22 Sentra IKM. Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus meningkatkan koordinasi dengan daerah terkait dengan pembangunan Sentra IKM ini. 7. Persentase jumlah unit usaha industri besar sedang di luar pulau jawa terhadap total populasi industri besar sedang nasional, merupakan perbandingan jumlah unit usaha industri besar sedang yang ada di luar pulau jawa terhadap total unit usaha industri besar sedang nasional. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU dimaksud. Tabel 3.13 Target, Realisasi dan Capaian IKU Persentase Jumlah Unit Usaha IBS di luar Pulau Jawa Terhadap Total Populasi Industri Besar Sedang Nasional Sasaran Strategis IKU T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Meningkatnya populasi dan persebaran industri Persentase jumlah unit usaha industri besar sedang di luar pulau jawa terhadap total populasi industri besar sedang nasional Sumber: BPS diolah Kemenperin 19, ,4 17,83 17,85 18,58* 104, ,83 104,61 Persen Target yang ditetapkan pada tahun 2018 adalah 18 persen, sementara realisasinya adalah 18,83 persen. Capaian tersebut diperoleh dari pengolahan data Industri Besar Sedang (IBS). Capaian tahun 2018 telah melebihi target yang telah ditetapkan dan merupakan capaian tertinggi dalam kurun tahun Faktor pendukung yang mendorong peningkatan unit industri besar sedang di luar Pulau Jawa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa, salah satunya dengan peningkatan iklim usaha yang kondusif untuk meningkatkan kemudahan investasi. Hal tersebut dilakukan melalui penerapan Online Single Submission (OSS) yang mulai dilaksanakan pada pertengahan tahun Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

52 Lebih lanjut, pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur pendukung industri (jalan, pelabuhan, listrik, gas, air baku) dan kawasan industri di luar Pulau Jawa. Pembangunan tersebut belum sepenuhnya selesai dan diharapkan pada tahun mendatang mampu mendorong pertumbuhan industri besar sedang di luar Pulau Jawa. Ketersediaan infrastruktur mendukung kelancaran konektivitas dalam jaringan rantai pasok industri sehingga diharapkan mampu mengurangi beban biaya produksi. Selain itu, pembangunan politeknik-politeknik di kawasan industri mendukung ketersesediaan dan kesiapan tenaga kerja di sektor industri tersebut seperti Politeknik Industri Logam Morowali dan Akademi Komunitas Industri Manufaktur Negeri Bantaeng. Kementerian Perindustrian terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga terkait dalam hal pengadaan infrastruktur, perbaikan iklim usaha, penyediaan tenaga kerja terampil agar menarik bagi sektor bisnis khususnya pada kawasan-kawasan industri. Untuk pencapaian tahun 2019 diperkirakan akan tercapai mengingat besarnya dukungan anggaran Pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur yang turut mendukung berkembangnya sektor industri. Selain itu, telah adanya rencana investasi industri pada beberapa Kawasan Industri di Luar Jawa diharapkan dapat meningkatkan jumlah industri di Luar Jawa. Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan daya saing dan produktivitas dilakukan melalui pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Dengan meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri, maka diharapkan dapat meningkatkan peran sektor industri dalam perekonomian nasional. Untuk mencapai peningkatan daya saing dan produktivitas sektor industri, diukur melalui pencapaian 5 (lima) indikator kinerja utama yaitu: 1. Kontribusi ekspor produk industri pengolahan non-migas terhadap ekspor nasional, merupakan perbandingan nilai ekspor produk industri pengolahan non- Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

53 migas terhadap nilai ekspor nasional setiap tahunnya. Meningkatnya ekspor produk industri diindikasikan sebagai bentuk meningkatnya daya saing industri. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU kontribusi ekspor produk industri non migas terhadap ekspor nasional. Tabel 3.14 IKU Kontribusi Ekspor Produk Industri Non Migas Terhadap Ekspor Nasional Sasaran Strategis IKU T R T R T R C (%) T R C (%) Sat uan Meningkatnya Daya saing dan produktivitas sektor industri Kontribusi ekspor produk industri pengolahan non migas terhadap ekspor nasional 65 70,98 67, ,8 74,09 96,47 74,48 72,19 96,93 Per sen Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2018 mencapai sebesar US$ 130,09 miliar, naik sebesar 3,99 persen dibandingkan periode tahun 2017 sebesar US$ 125,10 miliar. Ekspor produk industri ini memberikan kontribusi sebesar 72,19 persen dari total ekspor nasional tahun 2018 yang sebesar US$ 180,21 miliar. Meskipun dari sisi nilai ekspor terjadi peningkatan, namun dari sisi kontribusi, ekspor produk industri non migas terhadap ekspor nasional menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 74,09 persen. Adapun nilai impor produk industri tahun 2018 sebesar US$ 147,59 miliar naik sebesar 12,85% dibandingkan periode tahun 2017 sebesar US$ 122,17 miliar. Analisis lebih rinci terkait ekspor produk industri non migas tertuang pada subbab kinerja makro sektor industri pengolahan non migas. 2. Penguasaan Teknologi Industri, diukur dari pertumbuhan permohonan paten WNI di sektor industri TA terhadap 2017 atau year on year (YoY), yang diusulkan ke Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia. Paten adalah perlindungan HKI bagi karya intelektual yang bersifat teknologi, atau dikenal juga dengan istilah invensi, dan mengandung pemecahan/solusi teknis terhadap masalah yang terdapat pada teknologi yang telah ada sebelumnya. Pertumbuhan permohonan paten WNI dijadikan sebagai dasar perhitungan IKU penguasaan teknologi industri pada tahun 2018 dengan asumsi bahwa Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

54 ketika permohonan paten diusulkan ke Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia, maka teknologi tersebut dianggap sudah melalui beberapa tahapan pengujian dan dianggap teknologinya sudah dikuasai. IKU penguasaan teknologi industri pada tahun 2018 ini berbeda dengan cara perhitungan IKU penguasaan teknologi pada tahun 2015 dan 2016, dimana pada tahun tersebut IKU penguasaan teknologi diukur berdasarkan rata-rata pertumbuhan pengembangan teknologi industri, penerapan inovasi teknologi industri dan penerapan HKI, bukan berdasarkan paten sektor industri. Tabel 3.15 IKU Penguasaan Teknologi Industri Sasaran Strategis IKU Satuan T R C (%) T R C (%) T R C (%) T R C (% Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri, pengembangan inovasi dan penerapan HKI Penguasaan Teknologi Industri Sumber : Kemenkumham, diolah Kemenperin 10 25, ,60 88,02 Tidak digunakan sebagai indikator Tidak digunakan sebagai indikator Persen Belum digunakan sebagai indikator 5 29,61 592,2 5 25, Persen Pada Tabel 3.15 di atas, IKU penguasaan teknologi industri tahun 2018 capaiannya sebesar 737%. Hal ini karena penetapan target masih berdasarkan target indikator IKU penguasaan teknologi sebelum revisi yaitu sebesar 5%. Untuk tahuntahun selanjutnya, target IKU penguasaan teknologi industri akan ditetapkan lebih realistis sesuai dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Dalam rangka mencapai IKU penguasaan teknologi, Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah strategis diantaranya: evaluasi kebijakan teknologi (pohon teknologi), penelitian dan pengembangan teknologi industri, bimbingan penerapan kekayaan intelektual, serta pelaksanaan manajemen hak kekayaan intelektual. Evaluasi kebijakan teknologi dilaksanakan dalam rangka memetakan subjek penelitian yang berpotensi untuk diteliti namun belum dipatenkan, sehingga hal ini menjadi pedoman bagi para peneliti dalam pelaksanaan dan pengembangan litbang. Bimbingan penerapan kekayaan intelektual dilaksanakan untuk mengakomodasi kebutuhan para Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

55 pemohon paten dalam pendaftaran paten. Proses pendaftaran paten merupakan tahap yang penting karena membutuhkan pengetahuan yang memadai dalam bidang kekayaan intelektual. Melalui bimbingan penerapan kekayaan intelektual diharapkan usulan paten di lingkungan Kementerian Perindustrian dapat diterima oleh kementerian terkait. Tabel 3.16 Permohonan Paten WNI Tahun Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Uraian Realisasi 2014 Realisasi 2015 Pertumbuhan (%) Realisasi 2015 Realisasi 2016 Pertumbuhan (%) Realisasi 2017 Realisasi 2018 Pertumbuhan (%) Permohonan Paten oleh WNI , , ,08 Sumber : Kemenkumham, diolah Kemenperin Jumlah permohonan paten pada tahun 2018 adalah sebanyak paten, sedangkan jumlah permohonan paten pada tahun 2017 adalah sebanyak paten. Sehingga pertumbuhan permohonan paten WNI tahun 2018 terhadap permohonan paten WNI tahun 2017 adalah sebesar 25,08 persen. Realisasi tersebut jauh melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar 5%. Demikian pula apabila dilihat dari pertumbuhan tahun 2016 dan 2017, angka pertumbuhan ini selalu berada di atas 10%. Hal ini sejalan dengan peningkatan paten internasional dimana Indonesia mencatat prestasi yang terbukti dari jumlah permohonan paten internasional asal Indonesia ke World Intellectual Property Organization (WIPO) meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian atas target IKU tersebut pada tahun-tahun mendatang. Untuk meningkatkan aplikasi paten dalam negeri, khususnya teknologi produk/proses yang dihasilkan Satker/UPT di lingkungan Kementerian Perindustrian maka Kementerian Perindustrian melalui Puslitbang Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual (TIKI) terus berusaha untuk meningkatkan kualitas produk KI yang akan difasilitasi oleh Puslitbang TIKI. Oleh karena itu dilakukan seleksi atas pendaftaran produk Kekayaan Intelektual (KI) yang diajukan dari tiap-tiap unit kerja. Kriteria seleksi tersebut diantaranya meliputi potensi komersialisasi, tingkat kesiapterapan teknologi, adanya rencana kerjasama dengan industri serta Commercialization Readiness Level Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

56 (CRL). Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan kompetensi peneliti, peningkatan kerjasama peneliti dengan stakeholder terkait, keberpihakan terhadap pembiayaan penelitian dan peningkatan infrastruktur litbang untuk mengejar ketertinggalan paten yang berasal dari WNA. 3. Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTCnya diberlakukan secara wajib, merupakan persentase penurunan nilai impor produk industri yang Standar Nasional Indonesia (SNI), Standar Teknis (ST) dan/atau Pedoman Tata Cara (PTC) diberlakukan secara wajib pada tahun 2018 dibandingkan dengan tahun Kebijakan standardisasi, dalam penerapan SNI wajib diharapkan dapat menurunkan jumlah impor, khususnya produk dengan kualitas di bawah standar. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dampak pemberlakuan perjanjian perdagangan baik bilateral maupun multilateral. Dengan berkurangnya impor produk dengan kualitas di bawah standar, selain menjamin keamanan konsumen, diharapkan industri dalam negeri dapat mengisi kebutuhan domestik tersebut. Sampai dengan tahun 2018 jumlah SNI wajib yang telah diberlakukan sebanyak 113 SNI. Pengukuran indikator kinerja penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara wajib adalah dengan membandingkan data Year on Year (YoY) nilai impor pada tahun 2017 dibandingkan dengan tahun Nilai impor produk-produk yang telah SNI, ST dan PTC wajib tersebut pada tahun 2017 sebesar US$ sedangkan pada tahun 2018 sebesar US$ , sehingga realisasi indikator kinerja tersebut sebesar 5,17 persen. Dalam rangka mencapai IKU tersebut, Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah strategis yang melibatkan stakeholder terkait yakni asosiasi industri, akademisi serta K/L terkait. Langkah tersebut diantaranya penyusunan SNI yang diberlakukan secara wajib, penyusunan regulasi teknis, penyusunan skema sertifikasi, serta pengawasan pemberlakuan SNI. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan PTC diberlakukan wajib. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

57 Tabel IKU Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara wajib Sasaran Strategis IKU T R C (%) T R C (%) T R C (%) T R C (%) Satuan Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara wajib Belum menjadi IKU 5 12, ,17 103,4 Persen Sumber: BPS, diolah Kemenperin Dalam rangka menunjang capaian target penurunan impor yang telah ditetapkan, sampai dengan tahun 2018 Kementerian Perindustrian telah mengkonsensuskan sebanyak 105 RSNI; terdapat 11 penambahan LPK yaitu 9 Lab Penguji dan 2 LSPro sehingga jumlah LPK meningkat menjadi 135 LPK terdiri dari 47 LSPro dan 88 Lab. Uji; telah disusun 7 (tujuh) Skema Sertifikasi; dan telah disusun 20 regulasi teknis terkait dengan SNI dan pengawasan LPK. Berikut adalah rincian capaian dimaksud. Tabel 3.18 Realisasi SNI Wajib, RSNI dan LPK Uraian Realisasi 2015 Realisasi 2016 Realisasi 2017 Realisasi 2018 Jumlah SNI wajib Jumlah RSNI Penambahan LPK Sumber: Kemenperin Beberapa kendala dalam pencapaian target indikator Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib, diantaranya: 1) Belum siapnya industri kecil dan menengah dalam pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC; 2) Infrastruktur Laboratorium Penguji yang belum mampu mendukung sepenuhnya pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC; 3) Belum semua Peraturan Menteri Pemberlakuan SNI Wajib memiliki Skema Sertifikasi, dari 113 SNI wajib baru 68 yang tersedia Skema Sertifikasinya. Terkait dengan kendala tersebut, langkah antisipasi yang dilaksanakan antara lain: Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

58 1) Berkoordinasi dengan Sektor dan Ditjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) untuk sosialisasi dan memberikan bimbingan teknis terhadap industri kecil dan menengah supaya siap dalam pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. 2) Untuk meningkatkan infrastruktur Laboratorium Penguji yang belum mampu mendukung sepenuhnya pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC, Pusat Standardisasi Industri telah merencanakan bantuan alat uji pada Tahun 2019 yang masuk ke dalam program prioritas Kemenperin sebesar Rp.1,4 Miliar. 3) Pembahasan secara regular untuk penyusunan skema sertifikasi untuk semua produk yang SNI-nya akan dan telah diberlakukan secara wajib. 4. SDM industri kompeten dan bersertifikat yang terserap di dunia kerja, dengan kriteria jumlah SDM yang merupakan lulusan pendidikan vokasi industri (SMK dan PT) serta lulusan dari pelatihan dengan sistem 3 in 1 (Pelatihan, Sertifikasi dan Penempatan Kerja). Ketersediaan tenaga kerja yang kompeten merupakan prasyarat terwujudnya industri nasional yang mandiri, maju, dan berdaya saing. Saat ini, tantangan perkembangan ekonomi internasional tidak lagi terbatas pada perdagangan komoditi tetapi juga pasar bebas tenaga kerja yang diberlakukan di regional ASEAN sejak tahun 2015 dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Untuk itu, pembangunan tenaga kerja industri kompeten menjadi kebutuhan mendesak yang dilakukan melalui pendidikan vokasi, pendidikan dan pelatihan, serta pemagangan. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU untuk sasaran strategis dimaksud. Tabel Target, Realisasi dan Capaian IKU SDM Industri Kompeten Sasaran Strategis IKU T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri SDM industri kompeten dan bersertifikat yang terserap di dunia kerja , Orang Sumber: Kemenperin Sumberdaya industri kompeten dan bersertifikat yang terserap di dunia kerja, merupakan jumlah keseluruhan dari jumlah tenaga kerja lulusan pelatihan berbasis Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

59 kompetensi (Diklat 3 in 1), jumlah tenaga kerja industri tingkat ahli yang kompeten, jumlah tenaga kerja industri terampil yang kompeten serta jumlah sertifikasi kompetensi tenaga kerja industri. Realisasi indikator ini pada tahun 2018 telah mencapai orang atau sebesar 104,73 dari target. Meskipun telah mencapai target, hal yang perlu dicermati terkait dengan perencanaan dan penganggaran indikator diklat 3 ini 1 adalah indeks harga diklat. Indeks harga diklat 3 in 1 selalu meningkat setiap tahun senilai Rp juta/orang, bahkan bisa mencapai Rp 16,8 juta/orang seperti diklat pengelasan galangan kapal, sedangkan jumlah tersebut tidak diiringi dengan penambahan index harga dari Bappenas dan Kemenkeu yang tetap menggunakan indeks harga senilai Rp. 5 Juta/orang. Selain itu indeks harga sertifikasi tenaga kerja industri mencapai Rp.600 ribu/orang sehingga hanya mampu untuk memenuhi target orang. Berikut adalah rincian capaian IKU SDM industri kompeten dan bersertifikat yang terserap di dunia kerja. Tabel 3.20 Rincian IKU Jumlah tenaga kerja industri yang bersertifikat kompetensi IKU Rincian IKU T R T R T R C (%) T R C (%) Satu an SDM industri kompeten dan bersertifikat yang terserap di dunia kerja Jumlah tenaga kerja lulusan pelatihan berbasis kompetensi (Diklat 3 in 1) Jumlah tenaga kerja industri tingkat ahli yang kompeten Jumlah tenaga kerja industri terampil yang kompeten Sertifikasi kompetensi tenaga kerja industri , ,90 Orang Belum dipergunakan sebagai indikator , ,52 Orang , ,94 Orang Belum dipergunakan sebagai indikator Sumber: Kemenperin , ,80 Orang Program pelatihan three in one (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan) SDM Industri, merupakan program penyiapan tenaga kerja industri yang kompeten dengan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

60 dilatih kemudian disertifikasi dan lulusannya langsung ditempatkan dan bekerja di sektor industri. Target indikator kinerja utama ini pada tahun 2018 adalah orang. Realisasi indikator kinerja utama ini adalah sebesar orang atau belum mencapai target yang telah ditetapkan yaitu 99 persen. Realisasi ini walaupun hampir mencapai target yang telah ditetapkan namun telah melebihi realisasi tahun 2017 yaitu sebesar orang. Terdapat kenaikan signifikan terhadap lulusan tenaga kerja yaitu sebesar orang. Lebih lanjut untuk komponen tenaga kerja industri tingkat ahli yang kompeten merupakan merupakan jumlah lulusan tingkat ahli yang kompeten dan sudah bekerja di sektor industri dimana penyelenggara kegiatan ini adalah Pusdiklat Industri dan Politeknik di lingkungan Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian. Realisasi target indikator kinerja ini adalah sebesar orang atau melebihi dari target yang telah ditetapkan yaitu mencapai 105%. Jumlah ini terdiri dari lulusan pendidikan vokasi reguler D3 yang lulus dan mendapatkan sertifikat kompetensi dan lulusan pendidikan D1 dan D2 dimana khusus untuk program ini lulusannya langsung ditempatkan di industri melalui kerjasama antara Politeknik dengan industri terkait. Dilihat dari besaran realisasi dari tahun sebelumnya terdapat penurunan jumlah tenaga kerja industri yaitu sebanyak 51 orang. Penyediaan SDM yang kompeten dan bersertifikat juga dilaksanakan melalui penyelenggaraan pendidikan pada sekolah-sekolah industri di lingkungan Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian memiliki sekolah menengah kejuruan bidang industri sebanyak 9 SMK. Target jumlah tenaga industri terampil yang kompeten pada tahun 2018 adalah orang. Capaian target ini merupakan jumlah lulusan tingkat terampil yang kompeten dan sudah bekerja di sektor industri dimana penyelenggara kegiatan ini adalah Pusdiklat Industri dan Sekolah di lingkungan Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian. Realisasi target indikator kinerja ini adalah sebesar orang atau kurang dari target yang telah ditetapkan yaitu 99 persen. Sebagai perbandingan besaran realisasi tahun tahun 2017 terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja industri yaitu sebanyak 35 orang. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kompetensi tenaga kerja sektor industri, Kementerian Perindustrian juga melakukan sertifikasi kompetensi tenaga kerja Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

61 industri dan ditempatkan di industri. Pada tahun 2018, target yang ditetapkan adalah 500 orang. Target ini berkurang jika dibandingkan dengan target tahun-tahun sebelumnya. Namun pada pelaksanaan pda tahun berjalan 2018 terjadi pergeseran penambahan anggaran dari pelaksanaan diklat 3 in 1 ke sertifikasi tenaga kerja sehingga realisasi indikator kinerja ini adalah sebesar orang atau melebihi dari target yang telah ditetapkan yaitu 499 persen. Sebagai perbandingan realisasi tersebut turun sebanyak orang dibandingkan dengan realisasi tahun Penurunan ini disebabkan adanya pemotongan anggaran selama tahun berjalan 2018 sehingga mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang tersertifikasi. Lebih lanjut, Kementerian Perindustrian berkomitmen meningkatkan kualitas tenaga kerja industri yang bersertifikat kompetensi melalui peningkatan kerjasama dengan dunia usaha dalam rangka menyiapkan tenaga kerja kompeten dan bersertifikat dan penyediaan dukungan anggaran. 5. Produktivitas SDM industri, merupakan pembagian antara nilai tambah dan jumlah tenaga kerja di sektor industri besar sedang. Berikut adalah target, realisasi dan capaian IKU produktivitas SDM industri. Tabel 3.21 Target, Realisasi dan IKU Produktivitas SDM industri Sasaran Strategis IKU Satuan T R T R T R C (%) T R C (%) Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri Produktivitas SDM industri - 367,84-359,30 398,5 364,59 91,49 433,7 461,17 106,33 Rp. Juta/ orang/ tahun Sumber: BPS, diolah Kemenperin Ket:Pada tahun produktivitas SDM industri tidak menjadi target kinerja Kemenperin Produktivitas sektor industri pada tahun 2018 naik sebesar 18,96 persen dari sebesar 359,30 juta/orang dalam setahun menjadi 461,17 juta/orang dalam setahun. Namun demikian, produktivitas pada tahun 2018 ini telah memenuhi target yang ditetapkan yaitu 433,7 juta/orang dalam setahun. Semakin tinggi tingkat produktivitas tenaga kerja sektor industri, maka semakin tinggi efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang/ jasa. Untuk itu, maka Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

62 penyediaan SDM industri yang terampil menjadi salah satu yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor industri, Kementerian Perindustrian telah dan terus melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain: a. Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi Industri berbasis kompetensi; b. Pendirian politenik/ akademi komunitas industri berbasis kompetensi; c. Pembinaan dan pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis kompetensi yang link and match dengan kebutuhan perusahaan industri; d. Program pelatihan three in one (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan) untuk sektor industri prioritas; e. Pembangunan infrastruktur kompetensi (SKKNI, LSP, TUK, assesor kompetensi); f. Penyusunan RSKKNI SDM Industri; g. Peningkatan kemampuan soft skill SDM industri; h. Pembangunan Center of Excellence Industri sebagai pusat pengembangan industri. Selanjutnya akan disajikan capaian sasaran strategis dan indikator kinerja Kementerian Perindustrian sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2018 berdasarkan perspektif proses internal sebagaimana berikut. Sasaran Strategis 1 : Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif diukur melalui indikator kinerja yaitu: 1. Peraturan perundangan yang diselesaikan, merupakan peraturan pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

63 Sasaran strategis ini merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Undangundang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, sehingga pengukuran hanya dilakukan mulai tahun Sesuai dengan UU tentang perindustrian tersebut mengamanatkan penyusunan 16 PP, 5 Perpres dan 12 Permenperin. Namun dalam perkembangannya dilakukan simplifikasi peraturan perundang-undangan dimana disepakati bahwa amanat UU Nomor 3 Tahun 2014 menjadi 9 PP, 5 Perpres dan 14 Permenperin, sehingga terjadi penyesuaian target IKU untuk sasaran strategis ini. Sampai dengan tahun 2017, peraturan pelaksana yang telah diselesaikan sebanyak 5 (lima) PP dan 1 Peraturan Menteri Perindustrian, yaitu: 1. PP Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun ; 2. PP Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri; 3. PP Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri; 4. PP Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri; 5. PP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri; 6. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Investasi Untuk Klasifikasi Usaha Industri. Tabel 3.22 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Tersedianya kebijakan pembangun an industri yang efektif Tersusunnya Peraturan Pemerintah Tersusunnya Peraturan Presiden Tersusunnya Peraturan Menteri Peraturan Peraturan Peraturan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

64 Adapun rincian peraturan yang ditargetkan selesai pada tahun 2018 sesuai dengan Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian adalah sebanyak 9 (sembilan) peraturan dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.23 Rincian Peraturan Pelaksanaan UU No. 3/2014 Ditargetkan Tahun 2018 No Jenis Peraturan 1. Peraturan Pemerintah 2. Peraturan Presiden 3. Peraturan Menteri Perindustrian Sumber: Kemenperin Judul Peraturan a. RPP tentang Pemberdayaan Industri b. RPP tentang Perwilayahan Industri c. RPP tentang Kewenangan Pengaturan yang Bersifat Teknis untuk Bidang Industri Tertentu d. RPP tentang Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri a. RPerpres tentang Kebijakan Industri Nasional b. Rperpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci c. Rperpres tentang Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa dan Industri Menengah Tertentu yang Dicadangkan d. RPerpres tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional a. RPermenperin tentang Penetapan Kondisi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri dan/atau Pembangunan Industri Pionir Progres (%) Keterangan 100 PP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri 50 Dihentikan pembahasannya karena substansinya bersinggungan dengan PP kawasan industri 75 Diusulkan untuk dihentikan pembahasannya, dengan adanya PP Nomor 24 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik 80 Pembahasan antar Kementerian 100 Perpres 2/2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 60 Pembahasan antar Kementerian 60 Pembahasan internal Kemenperin 40 Pembahasan internal Kemenperin 80 Pembahasan internal Kemenperin Dari 9 peraturan pelaksanaan UU No. 3/2014 yang ditargetkan untuk diselesaikan dan ditetapkan pada tahun 2018, hanya 2 peraturan yang telah selesai, yaitu PP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri dan Perpres 2/2018 tentang Kebijakan Industri Nasional. Tidak tercapainya target penyelesaian peraturan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

65 pelaksanaan UU No. 3/2014 pada tahun 2018 antara lain dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 1. RPP tentang Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri merupakan amanat Pasal 99 dan Pasal 100 ayat (2) UU tentang Perindustrian sedang dalam proses Pembahasan Antar Kementerian dan sedang dirumuskan kembali bab tindakan penyelamatan industri secara lebih menyeluruh dan terperinci. 2. RPP tentang Perwilayahan Industri tidak jadi dilanjutkan proses pembahasannya dikarenakan substansi yang akan diatur dalam RPP tersebut sudah masuk ke dalam PP 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri; 3. RPP tentang Kewenangan Pengaturan yang Bersifat Teknis untuk Bidang Industri Tertentu diusulkan untuk dihentikan pembahasannya karena dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, kewenangan penerbitan perizinan telah dilakukan melalui Online Single Submission (OSS), yang ditindaklanjuti dengan pembagian jenis usaha dalam binaan masing-masing Kementerian/Lembaga sesuai KBLI sehingga mengakibatkan RPP tentang Kewenangan Pengaturan Bidang Industri Tertentu telah kehilangan sebagian besar urgensi pengaturannya. Oleh karena itu, penyusunan RPP ini dinilai tidak perlu diteruskan. Usulan pencabutan RPP ini dari Program Penyusunan PP dan Perpres Tahun 2018 dan penghentian pembahasannya telah disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM; 4. RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci masih perlu dilakukan pembahasan antar kementerian sebelum diteruskan proses harmonisasi; 5. RPerpres tentang Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa dan Industri Menengah Tertentu yang Dicadangkan masih dalam pembahasan internal Kementerian 6. RPerpres tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional masih dalam pembahasan internal Kementerian dan perlu penyesuaian kembali mengingat telah diterbitkannya Perpres Nomor 8 Tahun 2016 tentang Komite Ekonomi dan Industri Nasional; Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

66 7. RPermenperin tentang Penetapan Kondisi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri dan/atau Pembangunan Industri Pionir masih dalam pembahasan internal Kementerian. Dengan telah ditetapkannya 6 (enam) PP, 1 Perpres dan 1 (satu) Permenperin tersebut di atas serta adanya 1 PP, 1 Perpres, dan 1 Permenperin yang dihentikan pembahasannya, maka peraturan pelaksanaan UU No. 3/2014 yang perlu segera diselesaikan dan ditetapkan terdiri dari 1 (satu) RPP yakni RPP tentang Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri. Selanjutnya 3 (tiga) RPerpres yakni RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci, Perpres tentang Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa dan Industri Menengah Tertentu yang Dicadangkan, dan Perpres tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional serta 13 RPermenperin. Selain amanat langsung dari UU nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, pada tahun 2018 juga telah diselesaikan 3 Peraturan Menteri Perindustrian yang merupakan pelaksanaan Pasal 79 UU Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian yaitu: a. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 26 Tahun 2018 tentang Standar Industri Hijau Untuk Industri Portland; b. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2018 tentang Standar Industri Hijau untuk Industri Pupuk Urea, Pupuk SP-36, dan Pupuk Amonium Sulfat; dan c. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2018 tentang Standar Industri Hijau untuk Industri Pengolahan Susu Bubuk. Selain target penetapan peraturan pelaksanaan UU No. 3/2014, target indikator ini juga didasarkan pada matriks kerangka regulasi yang disusun oleh Kementerian Perindustrian sebagaimana tercantum pada dokumen Rencana Strategis Kemenperin Perubahan. Kerangka regulasi ini merupakan instrumen yang penting dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pembangunan industri nasional dalam rangka menciptakan iklim usaha di bidang industri. Adapun regulasi selain peraturan pelaksanaan UU No. 3/2014 yang telah diundangkan sesuai kerangka regulasi Renstra selama tahun 2018 adalah sebagai berikut: Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

67 a. Peraturan Menteri Perindustrian No 4 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34/M-IND/PER/9/2017 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih. b. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 10 tahun 2018 tentang LPK dalam rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI Lampu Swabalast Secara Wajib. c. Permenperin nomor 31 tahun 2018 tentang LPK dalam rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI terhadap Produk Industri Elektronika Secara Wajib. d. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 39 tahun 2018 tentang Tata Cara Sertifikasi Industri Hijau. 2. Peraturan perundang-undangan bidang industri yang diundangkan, merupakan persentase perbandingan jumlah peraturan perundang-undangan bidang industri yang telah diundangkan terhadap peraturan yang telah dibuat pada tahun bersangkutan. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja peraturan perundang-undangan bidang industri yang diundangkan. Tabel 3.24 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Peraturan Perundang-undangan Bidang Industri Yang Diundangkan Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif Peraturan perundangundangan bidang industri yang diundangkan Belum dipergunak an sebagai indikator 95 73, ,65 100, ,26 Peraturan Sumber: Kemenperin Indikator ini tahun 2018 memiliki target sebesar 95 persen. Persentase ini didapatkan dengan menghitung perbandingan antara Peraturan Menteri Perindustrian yang ditetapkan dengan yang diundangkan. Realisasi pada tahun 2018 adalah 100 persen atau lebih tinggi dari target yang direncanakan sehingga capaian untuk indikator ini adalah 105,26 persen. Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian telah mengundangkan sebanyak 53 Peraturan Menteri Perindustrian sebagaimana lampiran 4. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

68 Sesuai hasil evaluasi dan masukan dari berbagai pihak, indikator peraturan perundang-undangan bidang industri yang diundangkan, diusulkan untuk diganti menjadi indikator capaian program penyusunan peraturan perundang-undangan di lingkungan Kementerian Perindustrian. Indikator ini diukur dengan menghitung jumlah persentase dari peraturan yang ditetapkan terhadap daftar program penyusunan peraturan perundang-undangan. 3. Standar industri hijau yang ditetapkan, merupakan persentase Standar Industri Hijau (SIH) yang telah ditetapkan pada tahun yang bersangkutan dibandingkan dengan total SIH yang telah ditetapkan hingga tahun sebelumnya. Pengembangan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan dan mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Berbagai langkah serius telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengembangkan industri hijau. Puncaknya adalah dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian, yang kemudian menghasilkan Undang Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian. Dalam Undang-Undang tersebut, secara jelas disebutkan bahwa salah satu tujuan perindustrian nasional adalah untuk mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, maju, serta Industri Hijau. Kebijakan Industri Hijau kemudian diatur lebih jauh lagi dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Kementerian Perindustrian telah menerbitkan aturan mengenai pedoman penyusunan standar industri hijau (SIH) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/6/2015. Standar Industri Hijau merupakan acuan para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau. Peraturan Menteri Perindustrian yang merupakan bagian dari amanat UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian ini menjelaskan, perencanaan penyusunan SIH dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek antara lain: kebijakan nasional di Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

69 bidang standarisasi, perkembangan industri di dalam dan luar negeri, perjanjian internasional, serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, dalam penyusunan SIH diterapkan beberapa prinsip diantaranya: transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, serta dimensi pengembangan. Penyusunan SIH juga harus memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar, konsisten, dan tervalidasi. Target yang ditetapkan untuk industri penetapan standar industri hijau tahun 2018 adalah sebesar 17 persen (4 RASIH). Realisasi tahun 2018 adalah sebanyak 5 RASIH yang telah ditetapkan, atau realisasi 5 (lima) RASIH yang telah ditetapkan pada tahun 2018, yaitu : 1. RASIH Industri Produk Makanan Ringan; 2. RASIH Industri Cat dan Tinta Cetak :Industri Cat Berbasis Air; 3. RASIH Industri Cat dan Tinta Cetak: Industri Cat Berbasis Pelarut Organik; 4. RASIH Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau lebih Silincer Material (Felt) ; 5. RASIH Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau lebih Silincer; Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja penetapan standar industri hijau: Tabel 3.25 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Standar industri hijau yang ditetapkan Sasaran Strategis IKSS T R C T R C T R C T R C Satuan Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif Standar Industri Hijau yang ditetapkan Belum dipergunakan sebagai indikator 16 27,78 173, Persen Sumber: Kemenperin Kendala terbesar dalam penyusunan SIH adalah minimnya ketersediaan data baik data primer dan sekunder. Data tersebut sangat diperlukan dalam menyusun Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

70 baseline untuk penetapan batasan awal kriteria dalam RASIH. Kebanyakan perusahaan industri menyampaikan data yang tidak faktual dan tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Hal ini dapat menimbulkan misleading terhadap batasan yang akan disusun. Selain itu, kurangnya dukungan dari Asosiasi dan beberapa perusahaan industri yang membuat proses penyusunan RASIH menjadi terhambat. Meskipun telah dijelaskan mengenai latar belakang dan manfaat dari perumusan ini, namun pihakpihak tersebut masih beranggapan bahwa SIH ini nantinya akan menghambat proses produksi perusahaan, sehingga diputuskan untuk menghentikan proses perumusannya. Untuk itu, langkah antisipasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian antara lain dengan penguatan pengumpulan data serta peningkatan koordinasi dan sinergi dengan asosiasi industri. Sasaran Strategis 2 : Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Standardisasi industri dan peningkatan kompetensi tenaga kerja industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dan produktivitas dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Pembangunan tenaga kerja industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri berdampak meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri serta memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja industri. Untuk mengukur keteracapaian sasaran ini, digunakan indikator kinerja yaitu: 1. Produk industri tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), merupakan jumlah produk industri yang diberikan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada tahun tersebut. Bukan merupakan jumlah kumulatif produk industri yang tersertifikasi sampai dengan tahun berjalan. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha dan masyarakat, memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; dan memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

71 bahan baku, komponen, teknologi dan sdm dari dalam negeri. Berikut adalah target, realisasi dan capaian indikator kinerja produk industri tersertifikasi TKDN. Tabel 3.26 Target dan Realisasi Indikator Produk Industri Tersertifikasi TKDN Sasaran Strategis Indikator T R C (%) T R C (%) T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Produk industri yang , Satuan Berubah ,4 Sertifikat tersertifikasi TKDN Satuan Berubah Satuan Berubah Produk Sumber: Kemenperin Dalam rangka mendukung program P3DN, Kementerian Perindustrian melakukan kegiatan sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produkproduk unggulan yang potensial mengikuti pengadaan barang/jasa pemerintah/bumn/bumnd/kkks. Pada tahun 2018 secara keseluruhan telah dikeluarkan sertifikat TKDN sebanyak 1544 sertifikat yang terdiri dari 21 kelompok barang. Dari total sertifikat tersebut memuat produk dengan rincian produk yang mempunyai TKDN di atas sama dengan 40 persen sebanyak produk. Berikut disajikan perkembangan spesifikasi produk TKDN Tabel 3.27 Jumlah Spesifikasi Produk TKDN Tahun Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 NO Kelompok Barang 1 Bahan Penunjang Pertanian 2 Mesin dan Peralatan Pertanian 3 Mesin dan Peralatan Pertambangan 4 Mesin dan Peralatan Migas 5 Alat Berat, Konstruksi dan Material Handling 6 Mesin dan Peralatan Pabrik TKDN < 40% TKDN >= 40% Total TKDN < 40% TKDN >= 40% Total TKDN < 40% TKDN >= 40% Total Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

72 NO Kelompok Barang TKDN < 40% Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 TKDN >= 40% Total TKDN < 40% TKDN >= 40% Total TKDN < 40% TKDN >= 40% 7 Bahan Bangunan/ konstruksi 8 Logam dan Barang Logam Bahan Kimia dan Barang Kimia Peralatan Elektronika Peralatan Kelistrikan Peralatan Telekomunikasi Alat Transport Bahan dan Peralatan Kesehatan 15 Komputer dan Peralatan Kantor 16 Pakaian dan Perlengkapan Kerja 17 Peralatan Olahraga dan Pendidikan 18 Sarana Pertahanan Jasa Engineering, Procurement Dan Construction (EPC) dan Jasa Keteknikan 20 Barang Lainnya Maritim Total Sumber: Kemenperin Total Berdasarkan tabel di atas, kelompok produk peralatan kelistrikan merupakan produk yang paling banyak disertifikasi TKDN yakni mencapai 775 produk dan sebanyak 472 produk mempunyai TKDN di atas 40 persen. Selanjutnya, kelompok produk kimia dan barang kimia dengan total 434 produk disertifikasi, sebanyak 205 mempunyai TKDN di atas 40 persen. Produk ketiga yang paling banyak disertifikasi pada tahun 2018 adalah Mesin dan Peralatan Migas sebanyak 358 dan sebanyak 169 produk memiliki TKDN di atas 40 persen. Terkait dengan produk peralatan kelistrikan yang merupakan produk paling banyak disertifikasi pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian telah melakukan verifikasi nilai TKDN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada lima Lokasi PLTU yang diharapkan dapat mendorong pemakaian produk dalam negeri dalam pembangunan PLTU ke depannya. Kelima PLTU tersebut yaitu: a. PLTU 1 Pulang Pisau dengan Kapasitas 2 x 60 MW milik PLN dengan EPC Joint Operation of PT. BagusKarya Fujian Longking Co.Ltd, Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

73 b. PLTU 1 Bengkulu berkapasitas 2 x 100 MW milik PT.TenagaListrik Bengkulu dengan EPC Consortium Sinohydro Corporation Limited PT. Teknik Lancar Mandiri, c. PLTU Riau Tenayan berkapasitas 2 x 110 MW milik PLN dengan EPC Consortium of PT. Rekayasa Industri Engineering & Construction Hubei Hongyuan Power Engineering Co. Ltd d. PLTU Kendari 3 berkapasitas 2 x 250 MW milik PT. DSSP Kendari Power dengan EPC Jiangxi Jianglian International Engineering Co.,Ltd - China Gansu International Corporation for Economic and Technical Cooperation - PT. Bangun Arta Hutama, dan e. PLTMG MPP Jayapura berkapasitas 1 x 50 MW milik PLN dengan EPC Consortium PT. PP (Persero), Tbk, - Wärtsilä Finland Oy PT Wärtsilä Indonesia. 2. Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal, diukur melalui data investasi sektor industri pada tahun bersangkutan yang menggunakan fasilitas fiskal (tax holiday dan tax allowance) dibagi dengan forecasting total investasi sektor industri pada tahun sebelumnya. Nilai investasi sektor industri hasil forecast tahun 2018 sebesar Rp. 344,5 T. Sampai dengan 31 Desember 2018 tercatat sebanyak 8 perusahaan mendapatkan fasilitas Tax Allowance berdasarkan PP No. 18/2015 jo. PP No.9/2016 dengan nilai investasi total sebesar Rp. 14,61 T dan sebanyak 8 perusahaan mendapatkan fasilitas Tax Holliday berdasarkan PMK No. 35/2018 dengan nilai investasi sebesar Rp.112,5 T. Sehingga sampai 31 Desember 2018 capaian indikator kontrbusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal adalah = (Rp. 127,11 T /Rp. 344,5 T) x 100% = 36,89%. Tabel 3.28 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Kontribusi Investasi Yang Memanfaatkan Fasilitas Fiskal Sasaran Strategis IKSS T R C (%) T R C (%) T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya Kontribusi urusan investasi pemerintahan di yang bidang memanfaa perindustrian yang tkan berdaya saing dan fasilitas berkelanjutan fiskal Sumber: Kemenperin Belum dipergunakan sebagai indikator 5,6 4,2 75, , Persen Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

74 Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah strategis diantaranya dengan melaksanakan koordinasi dengan stakeholder untuk memberikan masukan terhadap Revisi PMK untuk fasilitasi Tax Holiday, sosialisasi program pembiayaan, menyusun rekomendasi untuk usulan fasilitas fiskal, mengeluarkan surat rekomendasi terkait fasilitas fiskal, mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas fiskal kepada Kementerian Keuangan dan menghitung nilai investasi industri yang mengajukan fasilitas fiskal selama tahun Revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk fasilitas Tax Holiday (TH) melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan PPh Badan yang telah diundangkan tanggal 4 April 2018 menawarkan fasilitas yang jauh lebih atraktif, mekanisme yang lebih sederhana, serta lebih memberikan kepastian bagi investor dibandingkan PMK TH terdahulu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan yang telah mendapatkan fasilitas TH berdasarkan PMK 35/2018 tersebut yang belum genap berusia 1 tahun, yaitu berjumlah 8 perusahaan, dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat. Investasi yang mendapatkan fasilitas perpajakan (Tax Holiday untuk industri pionir) dan Tax Allowance (dalam rangka pendalaman struktur industri (menumbuhkan industri substitusi impor) dan penyebaran pertumbuhan industri di seluruh wilayah RI meningkat, karena adanya kebijakan relaksasi untuk insentif Tax Holiday melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.35/2018. Dalam upaya menarik investasi pionir dan memberikan kepastian mendapatkan fasilitas perpajakan bagi industri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan PPh Badan yang telah diundangkan tanggal 4 April Perbedaan mendasar antara PMK TH yang baru dengan PMK sebelumnya, yaitu : (a) Subyek penerima fasilitas tidak lagi harus Wajib Pajak (WP) baru, sehingga WP lama masih dimungkinkan untuk mengajukan fasilitas TH selama melakukan penanaman modal baru; (b) pengurangan PPh Badan berlaku single rate yaitu sebesar 100% selama 5 sampai dengan 20 tahun yang ditentukan berdasarkan nilai investasinya (minimal 5 tahun bila investasi Rp. 500 milyar sampai dengan Rp. 1 T dan maksimal 20 tahun bila nilai investasinya paling sedikit Rp. 30 milyar); (c) memberikan masa transisi selama 2 tahun sebesar 50% dari Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

75 PPh Badan setelah masa pemanfaatan berakhir; dan (d) bidang usaha yang bisa mendapatkan fasilitas TH mengalami peningkatan dari semula 8 (delapan) kelompok bidang usaha menjadi 17 (tujuh belas) kelompok bidang usaha. Di samping besaran fasilitas yang lebih menarik dibandingkan ketentuan Tax Holiday sebelumnya, pada PMK 35/2018 ini juga memuat aturan penyederhanaan proses sebagai upaya lebih memberi kepastian bagi WP penanaman modal baru. Mekanisme pengajuan fasilitas dapat dilakukan WP bersamaan dengan Pendaftaran Investasi (PI) melalui sistem Online Single Submission (OSS) ataupun menyampaikan permohonan pengurangan pajak penghasilan kepada Kepala BKPM paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan pendaftaran penanaman modal (bagi WP yang telah memiliki Pendaftaran Investasi sebelum PMK 35/2018 diundangkan). Adapun rincian perusahaan yang memanfaatkan fasilitas fiskal pada tahun 2018 sebagaimana tertuang dalam lampiran Industri berorientasi ekspor, merupakan perusahaan industri pada tahun berjalan yang mendapatkan fasilitas non fiskal dalam bentuk pembiayaan ekspor dan workshop peningkatan ekspor produk industri dibagi dengan perusahaan industri yang memanfaatkan fasilitas pembiayaan ekspor pada tahun sebelumnya. Kementerian Perindustrian terus melaksanakan penyebaran informasi dan pendampingan kepada perusahaan yang mengusulkan fasilitas pembiayaan ekspor. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor: Tabel 3.29 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Industri Berorientasi Ekspor Sasaran Strategis IKSS T R C (%) T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Sumber: Kemenperin Industri berorientasi ekspor Belum dipergunakan sebagai indikator Persen Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

76 Hingga Desember 2018 terdapat 3 perusahaan yang telah terealisasi mendapatkan fasilitas non fiskal dalam bentuk pembiayaan ekspor dan workshop peningkatan ekspor produk industri. Dengan rincian 2 perusahaan sudah mendapatkan fasilitas pembiayaan ekspor, yakni PT. Dirgantara Indonesia (PT.DI) ke negara Senegal dan Nigeria, serta PT INKA ke negara Bangladesh dan Srilanka. Fasilitas pembiayaan ekspor ini diberikan dalam bentuk kredit modal kerja, asuransi dan penjaminan. Sedangkan 1 perusahaan lainnya mendapatkan fasilitas non fiskal lainnya dalam bentuk workshop peningkatan ekspor produk industri, yakni PT. Darma Duta Manggala. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha industri furniture (kayu olahan) dan produknya berupa furniture untuk penyimpanan abu hasil dari pembakaran mayat sudah melakukan ekspor ke negara negara Asia Pasifik terutama Jepang dan Taiwan. Sampai tahun 2017 telah terdapat 5 (lima) perusahaan industri memperoleh fasilitas pembiayaan ekspor. Sedangkan pada Tahun 2018 terdapat 3 (tiga) perusahaan baru yang memperoleh fasilitas non fiskal baik berupa pembiayaan ekspor maupun workshop peningkatan ekspor produk industri. Total perusahaan yang sudah terfasilitasi pembiayaan ekspor sepanjang sebanyak 8 (delapan) perusahaan, sehingga realisasi indikator ini adalah total perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembiayaan ekspor pada Tahun 2018 sebanyak (8-5/5)*100% = 60 persen. Kegiatan yang dilaksanakan pada Tahun 2018 dalam rangka mencapai target indikator yang ditetapkan diantaranya: sosialisasi program pembiayaan kepada para pelaku industri dan stakeholder, pengumpulan data dan informasi, mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas fiskal kepada Kementerian Keuangan, Evaluasi kegiatan fasilitas fiskal pembiayaan ekspor Tahun 2018 dan workshop peningkatan ekspor produk industri. Tabel di bawah menunjukkan perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan fasilitas non fiskal berupa pembiayaan ekspor dan workshop peningkatan ekspor produk industri. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

77 Tabel 3.30 Perusahaan yang Mendapat Pembiayaan Ekspor NO PERUSAHAAN BIDANG USAHA TAHUN PENETAPAN 1 PT. ARAPUTRA Industri Furnitur PT. CHAKRA NAGA Industri Furnitur PT. PAJITEX Industri Tekstil PT. PINDAD Industri Senjata PT Len Railways System 6 PT. DIRGANTARA INDONESIA Industri pengembangan sistem kereta api Industri pesawat terbang PT. INKA Industri kereta api PT. Darman Duta Industri furnitur 2018 Manggala Sumber: Kemenperin Indikator peningkatan jumlah industri yang berorientasi ekspor telah tercapai. Namun demikian terdapat beberapa kendala dalam hal pemberian fasilitas non fiskal dalam bentuk pembiayaan ekspor beberapa kendala tersebut, yaitu : Pelaku ekspor ke Afrika adalah pengusaha besar yang telah memiliki basis pembeli di pasar tradisional, sehingga pasar di wilayah afrika bukan merupakan pasar utama disebabkan nilai transaksi yang relatif kecil. Adapun bagi pemain-pemain yang sedang mencoba untuk memasuki pasar afrika, nilai transaksinya relatif masih kecil dan umumnya penjualan ke afrika dilakukan menggunakan jasa pihak perantara (agen). Namun demikian, umumnya pihak perantara pun juga sudah memiliki sumber pendanaan yang relatif murah. Sebagian negara-negara afrika juga mengharapkan pelaku ekspor melakukan investasi (outward investment) di negara mereka dengan tujuan untuk memperkuat struktur devisa dan adanya transfer knowledge. KMK No.787/KMK.08/2017 mengatur secara rigid atas kriteria yang harus dipenuhi oleh calon debitur, sehingga diperlukan waktu yang relatif lebih lama bagi debitur untuk dapat memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Persyaratan komoditas ekspor harus memenuhi kontribusi dalam negeri dengan membuktikan sertifikat TKDN. Pelaku ekspor diharuskan badan usaha dengan mayoritas modal yang berasal dari dalam negeri. Menurut kacamata investor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menilai bahwa pembiayaan yang dilakukan oleh LPEI penuh risiko, diakibatkan oleh tidak dipisahkannya pencatatan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

78 laporan keuangan LPEI antara Penugasan Khusus dan Penugasan Umum. Oleh karena itu untuk mengambil keputusan penetapan pembiayaan PKE, LPEI sangat berhati-hati. Bentuk fasilitas non fiskal lainnya dalam bentuk workshop peningkatan ekspor produk industri dilakukan dalam rangka memberikan pelatihan bagaimana memulai ekspor ke industri industri kecil dan menengah baik yang sudah pernah melakukan ekspor maupun yang belum melakukan ekspor. Pelatihan ini dilakukan di 3 kota besar di Indonesia yaitu : Bukittinggi, Bogor dan Bali. Dengan jumlah peserta masing masing berjumlah 25 peserta IKM dari sektor industri yang berbeda beda. Diharapkan dengan adanya workshop ini dapat meningkatkan jumlah pelaku industri yang melakukan kegiatan ekspor. Serta lebih lanjut, diharapkan hadirnya pemerintah dalam menjembatani kebutuhan dan potensi pasar luar negeri yang dikaitkan dengan produkproduk dari industri dalam negeri, serta upaya fasilitasi pembiayaan ekspor ke beberapa negara non tradisional (seperti Afrika dan Amerika Selatan) diharapkan mampu memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan kinerja ekspor sektor industri. 4. Pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang terbentuk, merupakan jumlah pembangunan lembaga pendidikan vokasi industri di lingkungan Kementerian Perindustrian berbasis kompetensi yang dihitung secara kumulatif sampai dengan tahun berjalan. Kegiatan pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pembangunan tenaga kerja industri untuk menyiapkan tenaga kerja Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri, meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Industri serta memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja Industri. Untuk mewujudkan tenaga kerja industri yang berbasis kompetensi maka dibutuhkan Lembaga Pendidikan vokasi atau akademi komunitas bidang industri berbasis kompetensi. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang terbentuk. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

79 Tabel 3.31 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Pendidikan Vokasi Industri Berbasis Kompetensi Yang Terbentuk Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang terbentuk Belum dipergunakan sebagai indikator Unit Sumber: Kemenperin Pendidikan Berbasis Kompetensi adalah pendidikan yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja. Sertifikasi kompetensi diselenggarakan melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi untuk memastikan kualitas tenaga kerja industri. Kriteria pengukuran indikator ini adalah lembaga pendidikan industri di lingkungan Kementerian Perindustrian yang telah penerapkan pendidikan berbasis kompetensi yang mengacu pada SKKNI, kurikulum sebesar 60 persen praktek dan 40 persen teori, dan setiap lulusan mendapatkan sertifikat kompetensi. Sampai dengan tahun 2018 terdapat 21 unit kerja yang telah melaksanakan pendidikan berbasis kompetensi. Unit kerja tersebut antara lain Politeknik AKA Bogor, Politeknik APP Jakarta, Politeknik ATI Makassar, Politeknik ATI Padang, Politeknik ATK Yogyakarta, PTKI Medan, Politeknik STMI Jakarta, Politeknik STTT Bandung, Akademi Komunitas Solo, Politeknik Industri Logam Morowali, SMK-SMAK Bogor, SMK-SMAK Makassar, SMK-SMAK Padang, SMK-SMTI Banda Aceh, SMK-SMTI Bandar Lampung, SMK-SMTI Makassar, SMK-SMTI Padang, SMK-SMTI Pontianak, dan SMK-SMTI Yogyakarta. Selanjutnya Politeknik Industri Furniture Kendal dan Akademi Komunitas Industri Manufaktur Bantaeng yang telah mendapatkan persetujuan penyelenggaraan pendidikan dari Menristekdikti dan dari MenPAN-RB pada tahun Infrastruktur kompetensi yang terbentuk, merupakan penambahan jumlah SKKNI yang ditetapkan serta LSP dan TUK yang terbentuk pada tahun berjalan. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

80 Pembangunan infrastruktur tenaga kerja industri berbasis Kompetensi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Industri dan mewujudkan kesesuaian antara sistem pengupahan dengan produktivitas kerja guna memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja Industri. Pengukuran indikator infrastruktur kompetensi yang terbentuk meliputi: penambahan jumlah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang ditetapkan dengan target 40 SKKNI serta LSP dan TUK yang terbentuk di bidang industri dengan target 10 LSP dan TUK. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja infrastruktur kompetensi yang terbentuk. Tabel 3.32 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Infrastruktur Kompetensi Yang Terbentuk Sasaran Strategis Terselenggaran ya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan IKSS Infrastruktur kompetensi yang terbentuk Satuan T R T R T R T R C (%) SKKNI LSP dan TUK Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan dan/atau keahlian (skills) serta sikap kerja (attitude) yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyusunan dokumen SKKNI harus mengacu pada format yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional; Indonesia. Tahapan Penyusunan SKKNI terdiri dari Penyusunan draft (oleh tim perumus) yang meliputi: Peta fungsi kompetensi; Uraian unit-unit kompetensi; verifikasi internal (oleh tim verifikasi); Pra Konvensi; Verifikasi eksternal (oleh Kemenaker); Konvensi Nasional; Penetapan (oleh Kemenaker). Kegunaan SKKNI sendiri adalah sebagai acuan pendidikan/pelatihan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

81 berbasis kompetensi, sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi (sertifikasi kompetensi), sebagai acuan untuk menstrukturkan perusahaan dan sebagai acuan penyusunan SOP perusahaan. Pada tahun 2018, target SKKNI pada indikator ini sebesar 40 SKKNI dan realisasinya sebesar 40 SKKNI sehingga capaian untuk indikator kinerja adalah sebesar 100 persen SKKNI. SKKNI yang sudah tahap penetapan sebanyak 12 SKKNI terdiri dari bidang pangan, kimia analis, semen, pestisida, konsultan industri, cat, kereta api, ototronik, teknik sepeda motor, pengelasan, garmen dan alas kaki. Lebih lanjut, tahapan perumusan SKKNI memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga ada beberapa SKKNI masih dalam tahap penyusunan draft. Adapun SKKNI yang masih tahap konsensus dan saat ini sedang menunggu penetapan dari Kemenakertrans adalah perhiasan, gula kristal rafinasi, mie instan, pengolahan daging pada sub bidang produksi, pulp & kertas, furnitur, industri hilir perkebunan non pangan, industri hasil tembakau, rolling mill flat product, mill long product, desain produk dan desain proses, production, planning, dan control, fabrikasi, permesinan, pengecoran, perakitan dan quality assurance, perawatan, sepeda motor, ototrotik, industri kereta api, teknisi mesin printer, semen tentang operator CCR kiln, semen tentang raw mill, semen tentang cement mill, pengolahan garam, kosmetik, sdm indsutri bidang pemintalan. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), merupakan lembaga yang mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang memiliki keahlian dan dapat dipercaya untuk melaksanakan kegiatan pemberian Sertifikat Kompetensi. Sedangkan Tempat Uji Kompetensi (TUK), merupakan tempat kerja profesi atau tempat yang memiliki sarana dan prasarana dengan kriteria setara dengan tempat kerja profesi yang diverifikasi oleh LSP untuk menjadi tempat untuk kompetensi. Dalam rangka menyediakan calon tenaga kerja yang terampil dan siap kerja, maka Kementerian Perindustrian berupaya untuk mendirikan LSP dan TUK khususnya unit kerja Balai Diklat Industri, Politeknik Industri, dan Sekolah Industri di lingkungan Pusdiklat industri Kemenperin sesuai dengan kompetensi masing-masing unit. Hal ini adalah tindak lanjut dari SKKNI yang salah satunya adalah Sertifikasi Kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

82 Target LSP dan TUK pada tahun 2018 adalah 10 LSP dan TUK. Sedangkan realisasinya sebesar 17 LSP. Meskipun demikian, untuk mendirikan LSP dan TUK ini sendiri membutuhkan waktu yang panjang, serta pendiriannya harus mendapatkan lisensi dari BNSP. Adapun rincian LSP dan TUK adalah LSP Elektronika Indonesia, LSP Teknik dan Manajemen Industri, LSP Furniture, LSP Alat berat, LSP Perkapalan, LSP Elektronika Nasional, LSP Baja, LSP Teknik Pendingin dan Tata Udara, LSP Teknisi Otomotif: asesor kompetensi, LSP Elektroteknika: asesor kompetensi, LSP Batik: asesor kompetensi, LSP Logam mesin: asesor kompetensi, LSP Garmindo plus: asesor kompetensi, LSP PT. Apac inti: asesor kompetensi, LSP BPIPI: asesor kompetensi, CLSP SMK Mahardika Karangploso: asesor kompetensi, LSP SMK PU Jabar: asesor kompetensi. 6. Lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi yang terbentuk, merupakan pembangunan lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi di lingkungan Kementerian Perindustrian yang dihitung secara kumulatif sampai dengan tahun berjalan. Tabel 3.33 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Lembaga Pelatihan Industri Berbasis Kompetensi Yang Terbentuk Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi yang terbentuk Belum dipergunakan sebagai indikator Unit Sumber: Kemenperin Adapun lembaga pelatihan industri berbasis kompetensi yang terbentuk di lingkungan Kementerian Perindustrian sampai dengan tahun 2017 sebanyak 8 unit yaitu BDI Jakarta, BDI Yogyakarta, BDI Surabaya, BDI Medan, BDI Padang, BDI Denpasar, BDI Makassar dan Pusdiklat. Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka penguatan kelembagaan pelatihan industri berbasis kompetensi antara lain pengembangan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

83 kurikulum berbasis SKKNI, kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha industri, menyusun silabus dan kurikulum, serta melaksanakan diklat berbasis kompetensi (diklat 3 in 1). 7. Perusahaan/ industri yang didampingi dalam penanganan kasus, merupakan kegiatan advokasi dan pendampingan yang dilakukan kepada industri dalam negeri selaku pelaku usaha yang mengalami persoalan bisnis akibat regulasi yang dibuat negara lain. Untuk melindungi industri dalam negerinya, negara-negara mitra Indonesia terkadang membuat regulasi yang bertentangan dengan FTA. Untuk menghindari keberatan dari negara lainnya, seringkali regulasi dibuat dengan menggunakan isu lingkungan, perlindungan konsumen, standardisasi produk, dan lainnya. Beberapa pelaku usaha Indonesia mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnisnya akibat regulasi semacam itu. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk membantu pelaku usaha menghadapi persoalan tersebut. Pendampingan kepada industri dalam negeri juga diperlukan agar indusri dalam negeri lebih peduli terkait prosedur dan tata cara pengenaan instrumen pengamanan, diantaranya di bidang trade remedies seperti pengenaan antidumping, safeguard dan anti-subsidi. Pendampingan kepada industri dalam negeri bertujuan agar industri dalam negeri tidak mengalami kerugian maupun ancaman kerugian serius dari dampak persaingan global. Sebagai contoh terkait instrumen safeguard, dimana terdapat mekanisme penyesuaian struktural (structural adjusement) yang dapat memberikan kesempatan kepada setiap industri dalam negeri untuk dapat berbenah diri sehingga mampu bersaing di pasar global. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja perusahaan/ industri yang didampingi dalam penanganan kasus. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

84 Tabel 3.34 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Perusahaan/ Industri Yang Didampingi Dalam Penanganan Kasus Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggara nya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan Perusahaan/ industri yang didampingi dalam penanganan kasus Satuan Berubah Kasus Kelompok Satuan Berubah Industri Sumber: Kemenperin Pada tahun 2017, pendampingan dilakukan terhadap 14 perusahaan yang tercakup dalam 6 (enam) kelompok industri. Sedangkan pada tahun 2018 telah dilaksanakan pendampingan terhadap 6 kelompok industri yang meliputi 16 perusahaan dengan melibatkan pembina sektor terkait, asosiasi industri dan pelaku usaha serta instansi terkait. Meskipun indikator ini telah tercapai, namun beberapa kendala terkait dengan pencapaian indikator ini antara lain penanganan kasus bersifat kasuistik dimana pencapaiannya bergantung pada laporan perusahaan yang mengalami hambatan atau kesulitan baik dalam memasuki pasar Negara Mitra ataupun dalam proses produksi. Namun demikian, jumlah perusahaan Indonesia yang mendapatkan fasilitasi pendampingan penanganan kasus meningkat dari 8 (delapan) perusahaan pada tahun 2016 menjadi 14 perusahaan pada tahun 2017 dan sebanyak 16 perusahaan pada tahun Hal ini mengindikasikan semakin banyaknya perusahaan Indonesia di berbagai sektor industri yang mendapat hambatan perdagangan (trade barriers) dari negara lain. Akibatnya, produk industri Indonesia mengalami kesulitan untuk memasuki pasar Negara Mitra. Bentuk pendampingan yang dilakukan antara lain melalui koordinasi kepada pemerintah daerah dimana kasus terjadi, koordinasi dengan industri hulu-hilir, koordinasi dan komunikasi dengan kedutaan besar negara/perwakilan negara di Jakarta dan di negara terjadinya Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

85 permasalahan, pemberian rekomendasi kepada pembina sektor terkait dan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. Tabel 3.35 Kelompok Industri yang Didampingi Dalam Penanganan Kasus No. Kelompok Industri Perusahaan Status Kasus 1. Industri Logam 1. Asosiasi Produsen OCTG dan Accesories 2. Asosiasi Fastener Indonesia (AFI) 3. Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia 4. Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Sebagian besar industri OCTG tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan pemerintah, saat ini telah dikirimkan surat permohonan kepada Kepala SKK Migas agar industri OCTG dalam negeri dengan TKDN kurang dari 25% diberikan kesempatan untuk dapat mengikuti kegiatan pengadaan tahun 2018 selama 1 (satu) tahun ke depan, dengan mempertimbangkan kondisi industri OCTG dalam negeri tersebut di atas Saat ini telah disusun Revisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait dengan border dalam menjaga membanjirnya barang impor, termasuk SNI Wajib pada produk-produk yang masih bersifat sukarela seperti yang diterapkan untuk produk BjLAS Warna. Maraknya impor cangkul jadi dari Tiongkok salah satunya dilakukan oleh PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia memicu kerugian pada pabrikan cangkulan setengah jadi dalam negeri. Di sisi lain, sesuai dengan Permenindag 230/1997 PT Sarinah sebagai salah satu importir yang ditunjuk untuk melakukan impor cangkul setengah jadi dan bekerjasama dengan PT.Indometal Jayapratama produsen dalam negeri (PMDN) untuk proses menjadi cangkul jadi dengan 3 tahapan prosedur wajib sebagai syarat importasi. Saat ini masih dikoordinasikan oleh Ditjen IKM. Kebijakan perdagangan Tiongkok (tax rebate policy & circumvention practices) yang menyebabkan impor Baja Alloy palsu meningkat, serta kebijakan investasi Tiongkok (investasi obsolete technology induction furnace) yang mendorong produk teknologi tidak ramah lingkungan, boros energi ( kwh/ton) dan menghasilkan produk non-standard. Saat ini, sedang disusun draft Peraturan Menteri Perindustrian tentang pengetatan kriteria investasi untuk industri baja. 5. PT. Growth Asia Pendampingan dalam kasus biaya perpanjangan HGB di KIM 1. Saat ini telah diselesaikan secara bilateral antara PT. Growth Asia dengan PT. Kawasan Industri Medan terkait Hak Pengelolaan Lahan. 6. PT. Suzuki Indomobil Motor dan PT Hino Motor Manufacturing Indonesia PT. Suzuki beranggapan bahwa permberlakuan PMK No. 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor menyebabkan adanya hambatan pada impor mobil Suzuki dari Jepang. Berdasarkan hasil koordinasi, bukti kasus tidak lengkap sehingga dihentikan, namun PT. Suzuki akan melakukan banding. 7. PT. Xiaomi Indonesia Terkait rencana investasi industri komponen telepon seluler oleh Xiaomi, saat ini PT. Xiaomi sedang menyusun permasalahan terkait dengan bahan baku lokal, lahan, tenaga kerja, pengolahan limbah dan perizinan investasiuntuk dibahas bersama 8. Asosiasi Pabrikan Kabel Indonesia PT. PLN berencana melakukan pengadaan kabel underground high voltage melalui impor. APKABEL menyampaikan surat permohonan perlindungan industri kabel dalam negeri. Saat ini proses lelang impor dibatalkan. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

86 No. Kelompok Industri Perusahaan Status Kasus 2. Mesin 9. Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia 10. Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia 11. Persatuan Pabrik Polimer Isolator Indonesia 3. Makanan 12. PT. Great Giant Pineapple 4. Minuman 13. Sektor Produk Minuman Beralkohol Pembangunan bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) Kulonprogo yang akan beroperasi April 2019, belum menggunakan produk trafo domestik sebagai salah satu pendukung dalam proyek tersebut. Diusulkan APPI untuk menyampaikan surat kepada Kemenkub maupun Kemenkeu PR. Belum digunakannya produk dalam negeri khususnya pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) PLN, khususnya proyek MW dan PLTS Rooftop pelanggan rumah tangga. Saat ini permasalahan sedang dikoordinasikan kepada kementerian terkait. Pendampingan dilakukan berkenaan dengan Surat perkumpulan Pabrikan Polimer Isolator Indonesia (PPPII) No. 001/PPPII/IX/2018 tanggal 21 September 2018 kepada Menteri Perindustrian. Saat ini masih dilaksanakan koordinasi internal dalam rangka menindaklanjuti hal tersebut Pendampingan dilakukan dalam pengusulan pembentukan Kawasan berikat. Terkait pendampingan ini, sudah ada surat dari Direktur Fasilitas Kepabeanan kepada seluruh kepala KPPBC perihal penegasan mengenai subkontrak di kawasan berikat yang melakukan budidaya flora fauna yang pada intinya mempermudah PT GPP dan petani mitra dalam impor bahan baku penolong (pupuk pestisida) dengan tujuan ekspor. Saat ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menyetujui pemberian status Kawasan Berikat dan menunggu penerbitan PMK. Pendampingan pembahasan kebijakan minol Indonesia yang dibahas dalam rangkaian sidang Pertemuan ATIGA-CCA ke-27, di mana Indonesia tetap pada posisi menolak usulan dari para negara mitra untuk menurunkan tarif impor minol. Saat ini sedang dibahas mengenai penentuan pos tarif yang sesuai dengan kebijakan. 5. Kimia Hilir 14. PT. Joans Textile Benang metalik yang diproduksi PT Joans Textile membutuhkan bahan baku benang polyester & base film polyester yang diimpor dari Republik Rakyat Tiongkok sehingga terkena tarif BMAD sebesar 10,6%. Posisi saat ini, sedang dikoordinasikan dengan perwakilan pemerintah Korea di Indonesia atau asosiasi pengusaha Korea di Indonesia untuk meminta fasilitasi. 15. PT. Young Tree Industries PT. YTI menyampaikan bahwa telah mengajukan penangguhan UMK 2018 selama 12 bulan, hanya disetujui untuk 6 bulan, sehingga PT YTI keberatan dengan keputusan tersebut. Saat ini telah ada kesepakatan antara Pt. YTI dengan Disnakertrans Jatim 6. Panel Surya 16. OLAF Lembaga Anti Fraud UE (OLAF) meminta kesediaan Indonesia untuk melakukan verifikasi bersama terhadap tiga perusahaan panel surya (solar panel) Indonesia yaitu PT Sky Energi Indonesia, PT Hanover Solar Indonesia dan PT Batam Bina Mandiri, dengan dugaan penyalahgunaan Surat Keterangan Asal (SKA) preferensi form A untuk ekspor dari Indonesia ke UE pada T.A Dalam rangka mengefektifkan pengawasan dan pembinaan, Kemenperin menghimbau agar pelaku IDN dapat menjadi anggota asosiasi industri. Sebagai catatan, PT Hanover Indonesia hingga saat ini masih enggan untuk menjadi anggota Asosiasi Produsen Panel Surya. Saat ini penyelidikan telah selesai dan menunggu keputusan OLAF. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

87 8. Kerja sama internasional bidang industri yang ditandatangani, merupakan kesepakatan kerjasama antara pelaku industri dan pihak mitra kerjasama internasional untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri di tingkat global. Bentuk kerjasama tersebut tertuang dalam suatu dokumen kerjasama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Kerjasama tersebut dapat dituangkan melalui dokumen, seperti Memorandum of Understanding (MoU), Letter of Intent (LoI), Record of Discussion (RoD), Minutes of Meeting (MoM), dan lainnya. Tabel 3.36 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Kerjasama Internasional Bidang Industri Yang Ditandatangani Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggara nya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya Kerja sama internasional bidang industri yang ditandatangani Dokumen kerjasama saing dan berkelanjutan Indikator kerjasama internasional bidang industri yang ditandatangani telah memenuhi target yang diperjanjikan pada tahun Dari target sebesar 6 kesepakatan kerjasama, telah tercapai sebanyak 18 kesepakatan kerjasama dengan capaian sebesar 300 persen. Besarnya capaian ini dikarenakan proses fasilitasi perundingan berbeda-beda penyelesaiannya, untuk tahun 2018 beberapa perundingan telah diinisiasi sebelumnya sehingga dapat selesai lebih cepat. Adapun kesepakatan yang telah selesai pada tahun 2018 yaitu: 1) Memorandum of Understanding (MoU) Kemenperin dan Sekretariat Negara Bidang Ekonomi Konfederasi Swiss mengenai Kerjasama Teknis dalam Bidang Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Sistem Ganda (Proyek S4C) pada tanggal 24 Januari 2018; 2) MoU between Bogor Vocational School of Chemical Analyst and UNIPER BENELUX N.V. on Students Internship Program tanggal 5 Maret 2018; Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

88 3) MoU between Bogor Vocational School of Chemical Analyst and CS ASPA on Students Internship Program tanggal 6 Maret 2018; 4) Letter of Intent (LoI) antara Indonesian Economic and Trade Office to Taipei (IETO) dan Taipei Economic and Trade Office, Jakarta (TETO) tentang Cooperation on Professional Education for Trade and Industry tanggal 22 Maret 2018; 5) Research Agreement Between Art Plus Ltd. South Korea and BPPI (BBKK) on Establishment of Measuring/ Monitoring System for PM at Industrial Parks in Indonesia tanggal 7 Mei 2018; 6) MoU antara IETO dan TETO tentang Technical and Vocational Education and Training Development for Industry tanggal 8 Juni 2018; 7) Technical Arrangement antara Kementerian Perindustrian (Pusdiklat Industri) dan Taiwan External Trade Development Council tentang Education and Training Program in Computer Numerical Control Machine Tools, tanggal 8 Juni 2018; 8) MoU antara IETO dan Pusat Desain Taiwan tentang Kerjasama Pengembangan Desain dalam Industri Kreatif dan Kemasan, tanggal 6 Agustus 2018; 9) Agreement antara Kementerian Perindustrian (BBKK Jakarta) dan V-One Korea tentang Research on Measuring for PM at Industrial Region in Indonesia, tanggal 29 Agustus 2018; 10) MoU antara Kementerian Perindustrian (Ditjen PPI) dan Fundacion Metropoli tentang The Revitalization of Batam Industrial Estate, tanggal 7 September 2018; 11) LoI antara Kementerian Perindustrian (Ditjen ILMATE) dan KIAT Korea tentang pengembangan Machine Tools Center, tanggal 10 September 2018; 12) MoU antara Kementerian Perindustrian dan National Research Council for Economic Humanities dan Social Sciences of the Republic of Korea tentang Cooperative Activities With Regard to Industry 4.0, tanggal 10 September 2018; 13) MoU antara Kementerian Perindustrian (BBLM Bandung) dan KIRAM Korea, tanggal 10 September 2018; 14) MoU antara Kementerian Perindustrian (BPPI) dan Universitas Tsukuba dan Mobiol, Jepang, tanggal 10 September 2018 di Jakarta; Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

89 15) MoU antara Kementerian Perindustrian (BBPI) dan Enterprise Singapura mengenai Kerja Sama Pengembangan dan Implementasi Industri 4.0, tanggal 11 Oktober 2018; 16) Cooperation Agreement antara Kementerian Perindustrian (Direktorat Industri Elektronika dan Telematika) dan Qualcomm Technologies Inc. mengenai Device Identification, Registration and Blocking System (DIRBS), tanggal 23 Oktober 2018; 17) MoU antara Kementerian Perindustrian dan NEDO Jepang mengenai Electronic Vehicle and Mobile Battery Sharing, tanggal 22 Desember 2018; dan 18) Penandatanganan kontrak untuk Indonesia Partner Country showcase at Hannover Messe 2020, tanggal 1 November Sasaran Strategis 3 : Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan industri secara profesional dan partisipatif Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan program-program pembangunan industri. Untuk mengukur ketercapaian sasaran ini, digunakan indikator kinerja penyelesaian tindak lanjut saran/rekomendasi hasil audit kinerja yang dihitung melalui penyelesaian saran/rekomendasi yang telah di tindak lanjuti dibandingkan dengan total saran/rekomendasi hasil audit kinerja Inspektorat Jenderal. Pada hakekatnya, tidak lanjut terhadap rekomendasi hasil audit kinerja internal tidak sekedar pemenuhan kewajiban yang bersifat administratif. Akan tetapi, tindak lanjut yang dilaksanakan oleh Unit Kerja/Satuan Kerja bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi dikarenakan melalui tindak lanjut tersebut, unit kerja secara otomatis telah melakukan perbaikan terhadap sistem maupun akuntabilitas organisasi. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja penyelesaian tindak lanjut saran/rekomendasi hasil audit kinerja. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

90 Tabel 3.37 Target dan Realisasi Indikator Kinerja dari Penyelesaian Tindak Lanjut Saran/Rekomendasi Hasil Audit Kinerja Sasaran Strategis IKSS T R T R T R C (%) T R C (%) Satuan Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan industri secara profesional dan partisipatif Penyelesaian tindak lanjut saran/ rekomendasi hasil audit kinerja Belum Menjadi Indikator Kinerja 87 91,87 105, ,77 100,88 Persen Sumber: Kemenperin Penyelesaian tindak lanjut saran/rekomendasi hasil audit kinerja dijadikan indikator sejak tahun 2017 dengan unit kerja yang dipantau sebanyak 94 unit di lingkungan Kementerian Perindustrian. Namun demikian, data terkait penyelesaian tindak lanjut telah diolah sejak tahun 2013 sebagaimana tabel berikut: Tabel 3.38 Perbandingan Capaian Persentase Satuan Kerja Yang Telah Menyelesaikan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan 6 Tahun Terakhir Perbandingan Capaian Persentase satuan kerja yang telah menyelesaikan tindak lanjut hasil pengawasan Sumber: Kemenperin 85,8 % 86,44 % 86,35 % 88,55 % 91,87 % 88,77 % Realisasi sampai dengan akhir tahun 2018 telah memenuhi target meskipun hasil ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun Terhambatnya penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan antara lain disebabkan karena : a. Belum adanya sistem reward dan punishment yang signifikan dalam rangka penyelesaian tindak lanjut; b. SOP penyelesaian tindak lanjut yang mengharuskan tindak lanjut harus telah dilakukan dalam jangka waktu 15 hari setelah audit selesai, belum dipenuhi oleh satker. Hal ini disebabkan karena penyelesaian tindak lanjut belum menjadi prioritas satuan kerja; Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

91 c. Penyelesaian rekomendasi yang membutuhkan koordinasi lintas satuan kerja bahkan lintas kementerian membutuhkan waktu dan komitmen pimpinan; d. Pergeseran jabatan yang membutuhkan waktu penyesuaian dengan tupoksi dalam rangka menyelesaikan rekomendasi. Sebagai perbandingan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan Kementerian Pertanian sebesar 90 persen pada tahun 2017, sementara pada Kementerian Perhubungan mencapai 90 persen pada tahun Tabel Persentase Perbandingan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Kementerian/ Lembaga K/L Tahun Perhubungan Perindustrian Pertanian PDT KKP ,35% 16,73% 90% 55,12% ,55% 75,92% - 66,81% % 91,87% 90% - - Strategi yang dilakukan agar semua saran/rekomendasi hasil pengawasan dapat ditindak lanjuti pada tahun selanjutnya adalah penyempurnaan sistem informasi tindak lanjut, fasilitasi pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan serta akan dilaksanakannya temu teknis penyuluhan/pemutakhiran data tindak lanjut. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan ini diharapkan dapat mengurangi adanya temuan yang akhirnya diharapkan mendukung pencapaian indikator penyelesaian tindak lanjut. Selain penyelesaian tindak lanjut dalam rangka pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, Kementerian Perindustrian juga melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan antara lain terkait dengan Implementasi RIPIN di bidang Pengembangan SDM Industri, Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP), Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri, dan Program Dana Alokasi Khusus (DAK) pengembangan SDM industri, Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP), pelaksanaan Reformasi Birokrasi serta pelaksanaan revitalisasi sentra IKM. 2. Kinerja Makro Industri Pengolahan Non Migas a. Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018 Ekonomi Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Adapun pertumbuhan industri non-migas pada tahun 2018 Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

92 mencapai 4,77 persen. Dengan posisi tersebut, maka pertumbuhan sektor industri nonmigas kembali berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini berbeda bila dibandingkan tahun-tahun dimana pertumbuhan industri non-migas selalu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi. Data mengenai pertumbuhan industri non migas tahun sebagaimana tertuang dalam gambar dibawah ini Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Pertumbuhan PDB Ekonomi Sumber: BPS, diolah kemenperin Gambar 3.4 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Pengolahan Non Migas Pertumbuhan ekonomi hingga pertengahan tahun 2018 mengalami peningkatan cukup pesat. Meskipun di paruh waktu hingga akhir tahun 2018 sempat mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi 2018 mencatat adanya peningkatan di level 5,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor industri pengolahan masih menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2018 dengan kontribusi sebesar 19,86 persen dan selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 13,02%, dan sektor pertanian menyumbang kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 12,81%. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

93 Gambar 3.5 Struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018 (y to y) Sumber: BPS, diolah kemenperin Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ikut dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi dunia. Banyak negara-negara di dunia mengalami perlambatan ekonomi sebagai akibat dari ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Demi menstabilkan kondisi ekonomi yang disebabkan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat akibat permasalahan tersebut, maka pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus beberapa kali menaikkan suku bunga dari 4,25 persen ke 6 persen yang beresiko membuat capital inflow menurun. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 tetap stabil di level 5,17 persen. Diantara negara-negara anggota G20, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi ketiga di bawah India yang mampu tumbuh pesat sebesar 7,3 persen dan Tiongkok yang berada diperingkat kedua sebesar 6,6 persen. Beberapa indikator keberhasilan kinerja yang berhasil dicapai tahun 2018 terkait APBN antara lain pendapatan negara mencapai Rp1.942,3 Triliun atau 102,5 persen melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp1.894,7 Triliun. Total realisasi belanja negara juga berhasil mencapai Rp2.202,2 Triliun atau 99,2 persen dari target Rp2.220,7 Triliun. Total realisasi belanja lebih tinggi daripada 2017, dimana realisasi belanja negara hanya Rp2.001,6 Triliun atau 93,8 persen dari target negara. Di sisi lain, defisit anggaran dicatat sebesar Rp259,9 Triliun (1,76% dari GDP) dan defisit keseimbangan primer hanya sebesar Rp1,8 Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

94 Triliun. Defisit anggaran tersebut lebih rendah dibandingkan targetnya sebesar Rp325,9 Triliun dan jika dibandingkan tahun sebelumnya defisit anggaran menurun 2,51 persen menjadi 1,76 persen. Akibatnya, kesimbangan primer hanya sebesar Rp1,8 Triliun (0,01). Defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer tersebut menurun tajam terkecil sejak Pemerintah akan tetap menjaga pencapaian keberhasilan ini pada tahun 2019 dengan beberapa kebijakan strategis antara lain optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi, meningkatkan kualitas belanja negara, kebijakan pembangunan pro rakyat seperti menurunkan tingkat kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan serta pemberdayaan BUMN. Sektor industri pengolahan non migas, sebagai kontributor terbesar PDB Tahun 2018 (lihat Gambar 3.5), juga tidak lepas terkena dampak dari gejolak perekonomian global. Akibatnya, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontribusi sektor industri tahun 2018 masih lebih rendah dari sisi pertumbuhan, industri pengolahan non migas juga tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi pada tahun Pengaruh lain yang menyebabkan lemahnya penumbuhan sektor industri pengolahan non migas adalah harga komoditas yang mengalami penurunan. Ditambah lagi, pertumbuhan industri pengolahan masih terbebani oleh gejolak nilai tukar rupiah dimana produk industri di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku serta barang modal impor. Nilai dolar AS yang belakangan menguat mengakibatkan meningkatnya biaya produksi dalam negeri. Kontraksi pada beberapa subsektor industri kemudian menjadi sulit untuk dihindari dalam mengelola biaya produksi sampai nilai tukar kembali stabil. Menurut Bank Dunia, proyeksi pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terjaga stabil. Meskipun diproyeksikan tidak naik dengan pesat, hal ini cukup menggembirakan mengingat proyeksi penumbuhan ekonomi global dan negara-negara maju mengalami perlambatan ekonomi. Namun demikian, jika dilihat dari kondisi ekonomi Indonesia yang tetap mampu dijaga stabil sepanjang tahun 2018, peluang terjadi penguatan tahun 2019 masih sangat dimungkinkan mengingat langkah-langkah strategis yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2018 terbukti berhasil memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

95 b. Perkembangan Sektor Industri Non Migas Tahun 2018 Perkembangan pertumbuhan industri non migas tahun 2018 menunjukkan trend perlambatan pertumbuhan dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2018 hanya mampu tumbuh sebesar 4,77 persen, sedangkan pada tahun sebelumnya mencapai 4,85 persen. Pertumbuhan industri pengolahan non migas masih dibawah pertumbuhan ekonomi yang tumbuh sebesar 5,17 persen. Gambar 3.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2018 Sumber : BPS diolah Kemenperin Berdasarkan gambar 3.6, terlihat bahwa tren pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas per triwulannya hampir sama dengan tahun sebelumnya. Pada awal triwulan I tahun 2018, sektor industri mampu tumbuh positif bahkan di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Namun pada triwulan II mengalami penurunan yang cukup signifikan. Meskipun pada triwulan selanjutnya berhasil meningkat lagi, tetapi sampai akhir tiwulan IV tidak mampu melebihi pertumbuhan pada triwulan I. Berdasarkan BPS, fenomena yang terjadi pada sektor industri pengolahan non migas selama tahun 2018 adalah Industri Makanan dan Minuman tumbuh melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini diantaranya disebabkan oleh perlambatan produksi CPO. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi tumbuh dengan didukung oleh peningkatan produksi tekstil dan pakaian jadi di daerahdaerah kantong produksi industri. Disisi lainnya, pertumbuhan Industri Logam Dasar didorong oleh permintaan aktivitas konstruksi serta permintaan luar negeri yang meningkat. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki tumbuh didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri terutama produk alas kaki yaitu sepatu. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

96 Tabel 3.40 Pertumbuhan (persen) Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industri Tahun Dasar 2010 No Lapangan Usaha * 2018** 1 Industri Makanan dan Minuman 9,49 7,54 8,33 9,23 7,91 2 Industri Pengolahan Tembakau 8,33 6,24 1,58-0,64 3,52 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1,56-4,79-0,09 3,83 8,73 4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 5,62 3,97 8,36 2,22 9, Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 6,12-1,63 1,74 0,13 0,75 3,58-0,16 2,61 0,33 1,43 7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 4,04 7,61 5,84 4,53-1,42 8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 1,16 5,04-8,50 2,47 6,92 9 Industri Barang Galian bukan Logam 2,41 6,03 5,47-0,86 2,75 10 Industri Logam Dasar 6,01 6,21 0,99 5,87 8,99 11 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik 2,94 7,83 4,33 2,79-0,61 12 Industri Mesin dan Perlengkapan 8,67 7,58 5,05 5,55 9,49 13 Industri Alat Angkutan 4,01 2,40 4,52 3,68 4,24 14 Industri Furnitur 3,60 5,17 0,46 3,65 2,22 15 Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan 7,65 4,66-3,04-1,68-0,83 Industri Non Migas 5,61 5,05 4,43 4,85 4,77 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,01 4,88 5,03 5,07 5,17 Sumber: BPS diolah Kemenperin *angka sementara **angka sangat sementara Beberapa sektor yang terkena imbas perlambatan bahkan ada yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya berdasar pada tabel di atas, yaitu cabang industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang turun menjadi -1,42 persen dari sebelumnya 4,53 persen; dan industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik turun -0,61 persen dari sebelumnya 2,79 persen. Tantangan dari kedua cabang industri ini adalah kondisi nilai tukar rupiah yang tidak stabil dan daya beli masyarakat yang cenderung turun. Mahalnya nilai dolar AS memberikan tantangan yang besar bagi biaya produksi dan komponen yang masih harus diimpor. Namun, produsen tidak dapat serta merta menaikkan harga jual karena daya beli masyarakat belum menguat. Dalam upaya mengakselerasi pertumbuhannya, pemerintah telah menyiapkan beberapa insentif fiskal dan nonfiskal bagi investasi di sektor ini. Hal itu misalnya, tax holiday dan tax allowance. Di samping itu, Kemenperin sudah mengusulkan skema insentif berupa super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100% untuk industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

97 menghasilkan inovasi. Para produsen juga diharapkan dapat menerapkan revolusi industri 4.0. Dengan adanya peluang dan tantangan di era industri 4.0, diharapkan industri pun mampu membangun kerja sama dengan manufaktur kelas dunia. Upaya itu diharapkan mampu menciptakan terjadinya transfer teknologi sehingga tidak hanya terkonsentrasi pada perakitan yang tergantung terhadap bahan baku atau komponen impor, tetapi juga terlibat dalam rantai nilai yang bernilai tambah tinggi. Pada akhirnya diharapkan industri mampu meningkatkan kemampuan produksi dan menciptakan inovasi yang terdepan. Sementara itu, cabang industri yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 9,45 persen dari sebelumnya 2,22 persen; industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh sebesar 8,73 persen dari sebelumnya 3,83 persen; industri karet, barang dari karet dan plastik tumbuh sebesar 6,92 persen dari sebelumnya 2,47 persen; industri pengolahan tembakau sebesar 3,52 persen dari sebelumnya -0,64 persen; dan industri Mesin dan Perlengkapan tumbuh sebesar 9,49 persen dari sebelumnya 5,55 persen. Kenaikan terbesar adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, di mana subsektor ini memiliki potensi produksi sangat besar. Meskipun mengalami keterbatasan ketersediaan bahan baku yang membuat industri ini cukup kesulitan, namun dari sisi kualitas produksi dan upah tenaga kerja industri ini masih sangat kompetitif sehingga memiliki kecenderungan pertumbuhan untuk ekspor cukup tinggi. Melihat peranan cabang-cabang industri terhadap PDB Nasional maka dapat ditinjau lebih lanjut potensi pada cabang industri yang memiliki kontribusi paling besar. Berdasarkan pada Tabel 3.41 cabang industri yang secara konsisten memiliki kontribusi paling besar pada tahun 2018 adalah industri makanan dan minuman sebesar 6,25 persen; industri alat angkutan sebesar 1,76 persen, dan industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 1,74 persen. Ketiga industri tersebut konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional di sektor Industri pengolahan non migas selama 5 tahun ini. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

98 Tabel 3.41 Peran Tiap Cabang Industri terhadap PDB Nasional Tahun Atas Tahun Dasar 2010 (persen) No Lapangan Usaha * 2018** 1 Industri Makanan dan Minuman 5,32 5,61 5,97 6,14 6,25 2 Industri Pengolahan Tembakau 0,91 0,94 0,94 0,90 0,89 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1,32 1,21 1,16 1,11 1, Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 0,27 0,27 0,28 0,27 0,28 0,72 0,68 0,65 0,60 0,56 0,80 0,76 0,72 0,71 0,69 1,70 1,82 1,80 1,74 1,62 8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 0,76 0,75 0,64 0,63 0,62 9 Industri Barang Galian bukan Logam 0,73 0,72 0,72 0,66 0,63 10 Industri Logam Dasar 0,78 0,78 0,72 0,73 0,75 11 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik 1,87 1,97 1,95 1,86 1,74 12 Industri Mesin dan Perlengkapan 0,31 0,32 0,32 0,32 0,32 13 Industri Alat Angkutan 1,96 1,91 1,91 1,82 1,76 14 Industri Furnitur 0,27 0,27 0,26 0,25 0,24 15 Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan 0,18 0,18 0,17 0,15 0,14 Industri Non Migas 17,88 18,20 18,21 17,89 17,63 Industri Pengolahan 21,08 20,99 20,52 20,16 19,86 Sumber: BPS diolah Kemenperin *angka sementara **angka sangat sementara Berdasarkan Tabel 3.41 Industri pengolahan non migas pada Tahun 2018 memberikan kontribusi sebesar 17,63 persen terhadap PDB Nasional. Tren kontribusi pertumbuhan terlihat sejak tahun 2013, secara perlahan kontribusi industri pengolahan non migas mengalami peningkatan meskipun mengalami penurunan kembali di tahun 2017 dan Diharapkan pada tahun 2019 menjadi titik balik kembali untuk awal pertumbuhan industri pengolahan non migas, terlebih lagi dengan beberapa paket kebijakan yang mendukung dalam pembangunan industri serta program-program yang didalamnya dirancang untuk meningkatkan kontribusi industri nasional terhadap pertumbuhan ekonomi. c. Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Non Migas Tahun 2018 Ekspor Indonesia pada tahun 2018 sebesar US$ 180,21 Miliar lebih tinggi dari pada ekspor tahun 2017 sebesar US$ 168,83 Miliar. Kinerja ekspor masih terbatas dipengaruhi oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai sehingga volume perdagangan Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

99 dunia diperkirakan tumbuh lebih lambat dan menurunkan permintaan ekspor. Kinerja ekspor juga terdampak oleh harga komoditas global yang menurun. Secara keseluruhan, total ekspor nasional berhasil naik sebesar 6,74 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Gambar 3.7 Perkembangan Ekspor Impor Tahun Sumber : BPS diolah Kemenperin Berdasarkan Gambar 3.7, total nilai ekspor cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2015 sampai dengan 2018, meskipun sempat turun pada tahun 2016 menjadi sebesar US$ 144,43 Miliar. Namun demikian, pada tahun 2017 berhasil mengalami peningkatan sebesar US$ 168,83 Miliar dan pada tahun 2018 menguat kembali sebesar US$ 180,21 Miliar. Total nilai impor juga memiliki tren yang sama dimana pada tahun 2014 dan 2015 secara berurut-turut sebesar US$ 142,69 Miliar, dan US$ 135,65 Miliar. Selanjutnya, pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar US$ 156,99 Miliar dan pada akhir tahun 2018 mencatatkan perkembangan sebesar US$ 188,63 Miliar. Bila dibandingkan tren antara ekspor dan impor, tahun 2016 dan 2017, neraca perdagangan Indonesia surplus sedangkan pada tahun 2018 neraca perdagangan justru mengalami defisit. Sebelumnya, Indonesia pernah mengalami defisit dalam tiga tahun secara beruntun sejak akibat turunnya nilai ekspor nonmigas sementara permintaan impor domestik cenderung meningkat. Faktor penyebab melambannya pertumbuhan ekspor sepanjang tahun 2018 adalah penurunan harga komoditas ekspor andalan di pasar dunia dimana sebagian besar Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

100 ekspor Indonesia masih didominasi dalam bentuk komoditas primer. Perlambatan ekspor Indonesia ini diperparah dengan peningkatan impor secara tajam. Laju impor di 2018 yang didominasi oleh sektor migas tak terelakkan di 2018 akibat harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan karena Indonesia merupakan negara net importir migas. Bila dilihat dari ekspor produk industri, tahun nilai ekspor industri terus mengalami peningkatan dari berturut-turut sebesar US$ 108,60 Miliar, US$ 109,76 Miliar, US$ 125,10 Miliar dan 130,09 Miliar. Sedangkan nilai impor industri sempat mengalami penurunan pada tahun dari US$ 109,51 Miliar menjadi US$ 108,26 Miliar. Namun nilai impor pada tahun 2017 bergerak naik menjadi US$ 122,17 Miliar dan melonjak lagi di tahun 2018 sebesar US$ 147,62 Miliar. Selanjutnya bila dilhat Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Non Migas berdasarkan 12 besar produk industri sampai dengan tahun 2018, selengkapnya tersaji pada tabel berikut ini: Tabel 3.42 Perkembangan Ekspor Industri Non Migas Tahun (USD Juta) No URAIAN Perubahan (%) 1 Industri Makanan , , , , ,5-6,1 2 Industri Logam Dasar 9.851, , , , ,4 30,5 3 Industri Bahan Kimia Dan Barang Dari Bahan Kimia , , , , ,4 9,9 4 Industri Pakaian Jadi 7.399, , , , ,6 8,9 5 Industri Karet, Barang Dari Karet Dan Plastik 6 Industri Kertas Dan Barang Dari Kertas 7 Industri Komputer, Barang Elektronik Dan Optik 8 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer Dan Semi Trailer 9 Industri Kulit, Barang Dari Kulit Dan Alas Kaki 8.474, , , , ,6-12, , , , , ,8 15, , , , , ,5 2, , , , , ,8 4, , , , , ,2 6,3 10 Industri Peralatan Listrik 5.027, , , , ,1 1,8 11 Industri Tekstil 5.378, , , , ,8-0,1 12 Industri Pengolahan Lainnya 4.208, , , , ,7-12,2 Total 12 Besar Industri , , , , ,3 3,5 Total Industri , , , , ,5 4,0 Sumber: BPS diolah Kemenperin Perkembangan ekspor industri non migas tahun 2018 menunjukkan bahwa industri pengolahan lainnya mengalami penurunan nilai yang besar dengan nilai sebesar ekspor sebesar US$ 4.229,7 juta atau mengalami penurunan nilai ekspor sebesar 12,2 persen dibanding nilai ekspor tahun 2017, sedangkan industri karet, barang dari karet dan plastik Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

101 mengalami penurunan sebesar -12 persen dibanding nilai ekspor tahun Meskipun demikian, secara umum kinerja ekspor industri pengolahan non migas sampai dengan tahun 2018 naik sebesar 4 persen dibandingkan tahun Tabel 3.43 Perkembangan Impor Industri Non Migas Tahun (USD Juta) No URAIAN Industri Bahan Kimia Dan Barang Dari Bahan Kimia Industri Mesin Dan Perlengkapan Ytdl (yang tidak termasuk dalam lainnya) Perubahan (%) , , , , ,5 17, , , , , ,4 25,61 3 Industri Logam Dasar , , , , ,7 31,88 4 Industri Komputer, Barang Elektronik Dan Optik , , , , ,9 16,20 5 Industri Makanan 9.724, , , , ,8 18,72 6 Industri Peralatan Listrik 7.118, , , , ,0 20,74 7 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer Dan Semi Trailer 7.091, , , , ,2 16,96 8 Industri Tekstil 6.744, , , , ,9 12, Industri Barang Logam, Bukan Mesin Dan Peralatannya Industri Karet, Barang Dari Karet Dan Plastik Industri Alat Angkutan Lainnya Industri Kertas Dan Barang Dari Kertas 5.370, , , , ,5 33, , , , , ,8 20, , , , , ,3 12, , , , , ,5 11,39 Total 12 Besar Industri , , , , ,6 20,86 Total Industri , , , , ,4 20,81 sumber: BPS diolah Kemenperin Perkembangan impor industri pengolahan non migas tahun 2018 menunjukkan peningkatan nilai impor pada hampir semua sektor industri, beberapa diantaranya yaitu pada industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar 33,63 persen; industri logam dasar sebesar 31,88 persen; industri Mesin Dan Perlengkapan Ytdl (yang tidak termasuk dalam lainnya) sebesar 25,61 persen; dan industri peralatan listrik sebesar 20,74 persen. Secara umum kinerja impor industri pengolahan non migas sampai dengan tahun 2018 tumbuh sebesar 20,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan impor banyak dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah dan peningkatan permintaan domestik belum mampu diimbangi dengan produksi dalam negeri. Neraca ekspor-impor Industri Pengolahan Non Migas tahun 2018 adalah US$ -17,529 Miliar (neraca defisit). Untuk meningkatkan ekspor Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

102 kedepannya, perlu didorong diversifikasi ke negara-negara tujuan ekspor non tradisional, sehingga ketergantungan terhadap pasar ekspor utama tidak terlalu besar. 3. Capaian Kinerja dan Prestasi Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Dalam meningkatkan tata kelola pemerintah, Kementerian Perindustrian melakukan berbagai langkah Reformasi Birokrasi dengan capaian kinerja dan prestasi sebagai berikut: a. Opini WTP Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian kembali meraih penghargaan pemerintah republik Indonesia atas Opini WTP dari BPK. Sejak tahun 2008, Kementerian Perindustrian berhasil memperoleh predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK atas audit Laporan Keuangan. Atas pencapaian ini, Kementerian Perindustrian mendapatkan penghargaan capaian standar tertinggi laporan keuangan Kementerian/ Lembaga. Capaian Standar Tertinggi diberikan kepada Kementerian/Lembaga yang berhasil menyajikan Laporan Keuangan dengan kualitas opini Wajar Tanpa Pengecualian selama 5 tahun berturut-turut. Penghargaan ini sudah diterima Kemenperin 2 (dua) kali dari 2008 sampai dengan Dalam mempertahankan opini WTP tersebut, beberapa strategi yang dilaksanakan antara lain: menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Pengelolaan Anggaran dan Sistem Akuntansi Kementerian Perindustrian, membangun sistem untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan keuangan yang sehat seperti e-budgeting, e-monitoring, e- Reporting, e-pnbp, dan e-bmn. Dari sisi penguatan SDM, Kemenperin terus melakukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui sosialisasi, bimbingan teknis, dan pelatihan SDM yang dilaksanakan oleh Kemenperin maupun mengikutsertakan dalam diklat yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan. Selain itu, peningkatan kualitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga berperan penting dalam menjaga tata kelola anggaran melalui perubahan paradigma pengawasan dari watchdog menjadi konsultan, penyelesaian tindak lanjut temuan BPK, serta penjaminan mutu melalui pengkajian oleh APIP. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

103 Gambar 3.8 Pemberian Plakat Predikat opini WTP dari BPK atas laporan keuangan Kementerian Perindustrian tahun 2017 b. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terus melaksanakan kebijakan dan langkah strategis dalam rangka mewujudkan birokrasi yang bersih dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Salah satu langkah yang dilaksanakan oleh Kementerian PAN dan RB adalah melaksanakan penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi pada setiap instansi pemerintah. Pelaksanaan reformasi birokrasi diarahkan pada 8 (delapan) area perubahan sesuai dengan Grand Design Pelaksanaan Reformasi Birokrasi meliputi: area manajemen perubahan, penguatan sistem pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, penguatan kelembagaan, penguatan tata laksana, penguatan sistem manajemen SDM ASN, penguatan peraturan perundang-undangan serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan hasil evaluasi oleh Kementerian PAN dan RB atas pelaksanaan reformasi briokrasi di lingkungan Kementerian Perindustrian, pada tahun 2018 Kemenperin mendapatkan nilai total PMPRB atas pelaksanaan RB tahun 2017 sebesar 77,16. Nilai ini meningkat apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 74,73. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

104 Selain melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Kementerian PAN dan RB juga melaksanakan evaluasi terhadap sistem akuntabilitas kinerja pada setiap instansi pemerintah. Dalam evaluasi akuntabilitas kinerja yang dilaksanakan oleh Kementerian PAN dan RB, Kementerian Perindustrian memperoleh nilai sebesar 76,34 dengan predikat BB atas dokumen akuntabilitas tahun Penilaian dilakukan terhadap 5 (lima) komponen, yaitu Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Evaluasi Kinerja dan Capaian Kinerja. Adapun evaluasi atas dokumen akuntabilitas kinerja tahun 2017 masih belum disampaikan oleh Kementerian PAN dan RB. c. Penghargaan atas predikat WBK Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian berhasil meraih penghargaan unit kerja pelayanan publik dengan predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) untuk 7 satuan vertikal, yakni Satker Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar, Balai Besar Kerajinan Batik Yogyakarta, Balai Besar Kimia dan Kemasan Jakarta, Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya, Balai Diklat Industri Padang, SMK SMTI Padang dan SMK SMAK Padang. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian PAN dan RB, yang merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap upaya dan komitmen yang kuat setiap instansi pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi di instansinya terutama melalui pencegahan. Dengan demikian, total satuan kerja Kementerian Perindustrian yang telah mendapat predikat WBK sampai dengan 2018 mencapai 12 satuan kerja. Pemberian penghargaan atas predikat WBK/WBBM merupakan tindak lanjut instansi pemerintah yang telah mencanangkan zona integritas (ZI) untuk mencapai tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu pemerintah yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta pelayanan publik yang berkualitas. Hal tersebut sesuai dengan tujuan reformasi birokrasi yang telah ditetapkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Road Map Reformasi Birokrasi Tahun dan Tahun , serta Program Nawacita. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

105 Gambar 3.9. Pemberian Plakat Penghargaan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) kepada Sekretaris Jenderal, Kemenperin d. Penghargaan Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SINOVIK) Salah satu upaya untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, sejak tahun 2014 pemerintah mengeluarkan kebijakan One Agency One Innovation yang mengharuskan seluruh instansi pemerintah membuat minimal satu inovasi setiap tahun. Kebijakan itu didukung dengan penyelenggaraan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP), dengan maksud inovasi yang baik dapat direplikasi oleh instansi lain. Lebih dari itu, kebijakan itu diharapkan bisa mengubah mindset dan culture set aparatur negara, menjadi pegawai yang berkinerja dan melayani masyarakat. Kementerian Perindustrian berhasil meraih satu Penghargaan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Prestasi ini merupakan upaya terobosan dan wujud komitmen Kemenperin dalam rangka peningkatan kualitas dan percepatan pada pelayanan publik yang terukur sesuai standar dan akuntabel. Penghargaan ini diraih oleh Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung dengan inovasi Dalang Ki Katon. Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan PT. Tetra Park membuat inovasi bernama Daur Ulang Kemasan Minuman Karton (Dalang Ki Katon). Inovasi Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

106 yang dikembangkan Kementerian Perindustrian ini mengubah limbah karton menjadi barang seperti kotak sampah, partikel board, mebel, bahkan bahan bangunan. Pada awal tahun 2018 sudah didirikan rumah baca di Cirebon dengan sebagian besar material menggunakan bahan hasil daur ulang limbah karton, misalnya atap gelombang, papan lapisan, kursi, meja hingga kabinet. Gambar Kepala BBPK memberikan Paparan pada terkait dengan Inovasi Dalang Ki Katon e. Nilai Audit Kerasipan Pada tahun 2018, Kementerian Perindustrian berhasil mendapatkan nilai audit kerasipan 86,90 (kategori baik) dan menduduki peringkat ke 4 dari 34 Kementerian. Adapun rentang nilai kategori hasil aduti kerasipan adalah sebagai berikut: Sangat baik (91-100), Baik (76-90), Cukup (61-75), Kurang (51-60) dan Buruk (kurang atau sama dengan 50). Beberapa aspek yang diaudit di bidang kearsipan meliputi: 1) Ketaatan terhadap Peraturan Perudang-undangan bidang kearsipan dalam penetapan kebijakan kearsipan, dengan nilai standar tertinggi 2330; 2) Program Kearsipan, dengan nilai standar tertinggi 210; 3) Pengelolaan Arsip Inaktif, dengan nilai standar tertinggi 190; Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

107 4) Penyusutan arsip, dengan nilai standar tertinggi 470; 5) SDM Kearsipan dengan nilai standar tertinggi 220; 6) Kelembagaan, dengan nilai standar tertinggi 100; dan 7) Prasarana dan Sarana, dengan nilai standar tertinggi 190. B. Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Pagu anggaran Kementerian Perindustrian pada tahun 2018 yang awalnya sebesar Rp ,- mengalami penambahan menjadi Rp ,-, penambahan ini utamanya pada program terkait dengan SDM industri. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2018, realisasi anggaran Kementerian Perindustrian pada tahun 2018 mencapai Rp ,- atau sebesar 92,27 persen dari pagu anggaran setelah penambahan. Secara rinci, realisasi anggaran Kementerian Perindustrian berdasarkan program sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3.44 Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2018 Berdasarkan Program No. Program Unit Pagu (Rp.000) Realisasi (Rp.000) % Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Program Percepatan Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan Industri Program Peningkatan Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kemenperin Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian Ditjen IKTA ,67 Ditjen Industri Agro Ditjen ILMATE , ,06 Ditjen IKM ,58 Ditjen PPI ,87 Ditjen KPAII BPPI ,.73 ITJEN ,14 SETJEN ,40 Total ,27 Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

108 Berikut adalah perbandingan pagu dan realisasi anggaran Kementerian Perindustrian tahun Gambar 3.11 Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Adapun realisasi anggaran Kementerian Perindustrian tahun 2018 berdasarkan sasaran strategis yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian tercantum dalam pengukuran kinerja Kementerian Perindustrian tahun Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan penyerapan anggaran Kementerian Perindustrian tahun 2018 antara lain: 1. Masih terdapat sisa anggaran berupa belanja pegawai sebesar 3,41%, belanja barang sebesar 8,39%, dan belanja modal 11,62%. 2. Nilai blokir di Kementerian Perindustrian yang masih tersisa sebesar Rp. 78,93 Miliar. 3. Masih terdapat sisa belanja perjalanan dinas sebesar Rp. 46,64 Miliar, dimana 0,4 % dari sisa anggaran merupakan pagu blokir. 4. Adanya reorganisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian yang menghambat jalannya proses kegiatan dan pencairan dana sehingga beberapa kegiatan tidak berjalan. 5. Adanya penghematan lelang senilai Rp.45,764 Miliar. 6. Terdapat 3 paket lelang yang gagal senilai Rp.7,573 Miliar dan12 paket batal senilai Rp.25,731 Miliar. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN 2016 Ringkasan Eksekutif Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF i Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 Kementerian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BIRO PERENCANAAN 2017 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.:

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 BIRO PERENCANAAN 2015 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan Lakip Kementerian Perindustrian Tahun 2013 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 54/08/21/Th. VIII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 10/02/34/Th.XVI, 3 Februari 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31.1/MIND/PER/3/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2015 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO NOMOR : 20.1/IA/PER/3/2015

Lebih terperinci

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012 NO KODE UNIT KERJA/PROGRAM PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 212 BARANG MODAL (Dalam ribuan rupiah) 1 SEKRETARIAT JENDERAL 12,47,993 53,265,361 283,213,727

Lebih terperinci

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' .-» ( */ ji»«*i «HJ inni«r7! V'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN AH UN 2 0 1 7 H f ls I sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"''. EKRETARIAT JENDERAL KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 A. TUGAS DAN FUNGSI BIRO PERENCANAAN...

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2016

ALOKASI ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2016 KODE PROGRAM RUPIAH MURNI 19.1.2 19.2.7 19.3.6 19.4.8 19.5.9 19.6.3 19.7.12 19.8.1 19.9.11 Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian Program Peningkatan Sarana

Lebih terperinci

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 215 BERDASARKAN JENIS NO SUMBER ANGGARAN RINCIAN ANGGARAN TA 215 (dalam ribuan rupiah) BARANG MODAL JUMLAH 1 RUPIAH MURNI 629459711 1.468.836.8 42882193 2.527.117.694

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan I Berdasarkan PP No. 39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2012 Laporan Konsolidasi Program Dirinci

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVII, 3 Agustus 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014 RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN JAKARTA, APRIL DAFTAR ISI I. Laporan Rekapitulasi Rencana Kerja Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran II. Rekapitulasi Per Program Rincian kegiatan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KATA PENGANTAR Sebagai salah satu unit Eselon

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

REVIU I RENCANAA STRATEGIS (RENSTRA)

REVIU I RENCANAA STRATEGIS (RENSTRA) REVIU I RENCANAA STRATEGIS (RENSTRA) 2015-2019 BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKARTA SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI BALAI DIKLAT INDUSTRI YOGYAKART TA Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 31/05/21/Th.VIII, 1 Mei 2013 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

II Tahun Anggaran 2013

II Tahun Anggaran 2013 Tahun Anggaran 2013 II Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Kegiatan Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Fungsi dan Subfungsi Kendala Yang Dihadapi dan Tindak Lanjut Tahun Anggaran 2013

Lebih terperinci

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2014 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 10/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2014 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 13/02/21/Th. VII, 1 Februari 2012 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2011 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 44/08/34/Th.XVIII, 1 Agustus 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2016 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 62/11/34/Th.XVIII, 1 November 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2016 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Plt. Sekretaris Jenderal Haris Munandar N

Plt. Sekretaris Jenderal Haris Munandar N KATA PENGANTAR Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 28/05/34/Th.XVII, 4 Mei 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015 Pertumbuhan produksi Industri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 33/05/21/Th. IX, 2 Mei 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2014 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecil

Lebih terperinci

No. 05/02/81/Th.VII, 1 Pebruari 2016 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulan IV kuartalan (q-to-q) di Maluku Tahun 2015 sebesar 6,85 persen, pertumbuhan kumulatif selama Tahun

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011 KATA PENGANTAR Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav 52-53 Lantai 9 Jakarta 12950

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVI, 4 Agustus 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XIX, 1 Agustus 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BPS PROVINSI JAWA TIMUR BPS PROVINSI JAWA TIMUR No.54/08/35/Th.XIII, 3 Agustus 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN II TAHUN 2015 JAWA TIMUR Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di Jawa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Syarif Hidayat

KATA PENGANTAR. Syarif Hidayat Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal Tahun 2015 i KATA PENGANTAR Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Jalan Ki Mangunsarkoro 6 Semarang 50136 Tromol Pos 829 Telp.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/M-IND/PER/11/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2017 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th.XIX, 2 Mei 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2017 Pertumbuhan produksi Industri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 09/02/34/Th.XVIII, 1 Februari 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2015 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016 NO. 32/05/33 TH. X, 2 MEI 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan I tahun 2016 Provinsi

Lebih terperinci

https://ambonkota.bps.go.id

https://ambonkota.bps.go.id No. 06/11/81/Th.VI, 2 November 2015 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulan III kuartalan (q-to-q) di Maluku Tahun 2015 sebesar 3,68 persen, pertumbuhan kumulatif selama Tahun

Lebih terperinci

No. 05/02/81/Th.VI, 2 Pebruari 2015

No. 05/02/81/Th.VI, 2 Pebruari 2015 No. 05/02/81/Th.VI, 2 Pebruari 2015 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulan IV kuartalan (q-to-q) di Maluku Tahun 2014 sebesar 10,98 persen, pertumbuhan kumulatif selama Tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016 NO. 55/08/33 TH. X, 1 AGUSTUS 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan II tahun 2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 63/11/32/Th.XVII, 02 November 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III TAHUN 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI IBS TRW III TH 2015 NAIK 2,77 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016 NO. 76/11/33 TH. X, 1 NOVEMBER 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan III tahun

Lebih terperinci

No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017

No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017 No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulan II kuartalan (q-to-q) di Maluku Tahun 2017 tumbuh negatif 8,83 persen, pertumbuhan kumulatif selama

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2016 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian Organisasi struktur Kementerian Perindustrian 2 3 Daftar Isi Kata Pengantar 3 4 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kata Pengantar Struktur Organisasi Kementrian Perindustrian Arah Kebijakan Pembangunan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 51/08/52/Th.VII, 1 Agustus 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II TAHUN 2017 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 18 Januari 2016 Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan. Edy Sutopo

KATA PENGANTAR. Jakarta, 18 Januari 2016 Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan. Edy Sutopo KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) ini disusun berdasarkan Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 26/05/34/Th.XV, 2 Mei 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2014 Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN II TAHUN 2012

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN II TAHUN 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 31/08/31/Th XIV, 1 Agustus PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN II TAHUN PERTUMBUHAN PRODUKSI IBS TRIWULAN II TAHUN MENGALAMI KENAIKAN SEBESAR 8,60 PERSEN DIBANDING

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 28/05/32/Th.XVII, 04 Mei 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI IBS TRW I TH 2015

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP), melalui Keputusan Direktur Jenderal P2HP Nomor KEP.70/DJ-P2HP/2010 tanggal 17

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No.09/05/53/Th. XVIII, 4 Mei 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2015 1. Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Daftar Isi Kata Pengantar Pembentukan struktur organisasi baru Kementerian Perindustrian yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 105/M-IND/

Lebih terperinci

LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TRIWULAN III TA. 2017

LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TRIWULAN III TA. 2017 LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TRIWULAN III TA. 2017 K E M E N T E R I A N P E R I N D U S T R I A N BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI J A K A R T A 2 0 1 7 Laporan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017 NO. 55/08/33 TH. XI, 1 AGUSTUS 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan II tahun 2017

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017 NO. 32/05/33 TH. XI, 2 MEI 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan I tahun 2017 Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 10/02/34/Th.XIX, 1 Februari 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2016 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 30/05/52/Th.III, 2 Mei 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2017 Pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 10/02/32/Th.XVII, 02 Februari 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI IBS TRW IV

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci