DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA"

Transkripsi

1

2

3

4 RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav Lantai 9 Jakarta 12950

5 KATA PENGANTAR Mengacu pada pedoman Renstra dalam Permen PPN/Kepala Bappenas No. 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian / Lembaga ( RENSTRA K/L) , dan Perubahan paradigma tatakelola pemerintahan menuju tata kelola pemerintahan yang baik ( good governance) dalam berbagai aspek salah satunya telah mendorong pelaksanaan penerapan sistem akuntabilitas kinerja penyelenggara negara yang terintegrasi sebagai bahan instrumen utama pertanggungjawaban pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai salah satu unsur penting sistem ini, Rencana Strategis merupakan instrument awal untuk mengukur kinerja setiap instansi pemerintah baik terkait pencapaian visi, misi, tujuan maupun sasaran yang telah ditetapkan organisasi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun Dengan mengacu UUD 1945 dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun Bappenas dan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah pedoman untuk menjamin pencapaian visi dan misi Presiden, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sekaligus untuk menjaga konsistensi arah pembangunan nasional dengan tujuan di dalam Undang Undang Dasar 1945 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) RENSTRA Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka tahun merupakan bagian dari perencanaan jangka panjang industri dan ekonomi yang bersifat rolling plan dengan ruang lingkup mencakup: visi, misi, tujuan dan sasaran strategis pembangunan industri, arah kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan industri, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, serta target kinerja dan kerangka pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan industri selama tahun Ditjen IKTA mengalami perubahan nomenklatur dan perubahan target indikator sasaran strategis maka perlu adanya review terhadap sasaran strategis IKTA, kerangka kelembagaan, kerangka pendanaan. Review Renstra Ditjen IKTA ini telah disusun dan disinkronisasikan dengan RPJMN tahun (Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ) dan Arahan Pimpinan di tingkat kementerian. Renstra Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka tahun diharapkan menjadi pedoman dalam meningkatkan keterpaduan, keteraturan, dan pengendalian perencanaan program dan kegiatan dari seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka dalam rangka mewujudkan visi pembangunan Industri Nasional. i

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I KONDISI UMUM... 1 A. Perkembangan Kinerja Makro Sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Tahun B. Pencapaian Program Prioritas Sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka POTENSI DAN PERMASALAHAN A. Potensi B. Permasalahan BAB II VISI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA MISI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA SASARAN STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA A. Perspektif Pemangku Kepentingan B. Perspektif Proses Internal C. Perspektif Pembelajaran Organisasi BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL A. Visi-Misi Pembangunan Nasional B. Strategi Pembangunan Nasional C. Sembilan Agenda Prioritas D. Sasaran Pokok Pembangunan Nasional ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI A. Industri Prioritas B. Perwilayahan Industri C. Pembangunan Sumber Daya Industri D. Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri ii

7 E. Pembangunan Industri Hijau F. Pengembangan IKM ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA A. Industri Prioritas B. Pembangunan Sumber Daya Industri C. Pembangunan Sarana Dan Prasarana Industri KERANGKA REGULASI KERANGKA KELEMBAGAAN BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN TARGET KINERJA KERANGKA PENDANAAN BAB V PENUTUP iii

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , disebutkan bahwa struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar. 2. Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan Industri Kecil dan Menengah (IKM) sebagai basis industri nasional, yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar. 3. Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. Untuk mewujudkan arah kebijakan pembangunan RPJPN tersebut di atas, telah disusun suatu tahapan perencanaan jangka menengah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional yaitu perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I Tahun , RPJM Nasional II Tahun , RPJM Nasional III Tahun , dan RPJM Nasional IV 1

9 Tahun Dalam rangka memasuki era baru RPJMN III dari perencanaan pembangunan jangka panjang nasional, kita semua dituntut untuk menyusun suatu perencanaan RPJMN tahap III yang terstruktur, fokus dan berkesinambungan dengan perencanaan sebelumnya. Pada RPJMN II telah ditetapkan visi pembangunan industri nasional yaitu Memantapkan Daya Saing Basis Industri Manufaktur yang Berkelanjutan serta Terbangunnya Pilar Industri Andalan Masa Depan dengan fokus prioritas pembangunan industri pada 3 (tiga) hal sebagai berikut : 1. Fokus Prioritas Penumbuhan Populasi Usaha Industri dengan hasil peningkatan jumlah populasi usaha industri dengan postur yang lebih sehat; 2. Fokus Prioritas Penguatan Struktur Industri dengan hasil yang diharapkan adalah semakin terintegrasinya IKM dalam gugus (cluster) industri, tumbuh dan berkembangnya gugus (cluster) industri demi penguatan daya saing di pasar global; 3. Fokus Prioritas Peningkatan Produktivitas Usaha Industri dengan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan fokus ini adalah meningkatnya nilai tambah produk melalui penerapan iptek. Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan industri tersebut, pada RPJMN II Kementerian Perindustrian telah menetapkan visi untuk tahun yaitu Memantapkan Daya Saing Basis Industri Manufaktur yang Berkelanjutan serta Terbangunnya Pilar Industri Andalan Masa Depan. Berlandaskan hal tersebut, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka yang hingga tahun 2014 masih bernama Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur menetapkan visi tahun : Terwujudnya pembangunan Basis Industri Manufaktur sebagai penggerak industri nasional. Di dalam pelaksanaannya, Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur telah melakukan serangkaian program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang pada Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur tahun yaitu Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur. 2

10 Program tersebut telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur selama periode tahun telah dituangkan kedalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Material Dasar Logam; 2. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kimia Dasar; 3. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kimia Hilir; 4. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Tekstil dan Aneka; dan 5. Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur. Pelaksanaan program dan kegiatan tersebut di atas merupakan penjabaran dari program prioritas nasional RPJMN II, program Kabinet Indonesia Bersatu II, program pilihan Presiden tahun , kontrak kinerja Menteri Perindustrian, program prioritas Kementerian Perindustrian dan kontrak kinerja Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur. Untuk mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan program dan kegiatan, di dalam Renstra Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur juga telah ditetapkan sasaransasaran strategis beserta indikator kinerja utama (IKU) yang bersifat kuantitatif dari masing- masing sasaran strategis. Sejak tahun 2015, Kementerian Perindustrian telah mengubah beberapa struktur organisasi Unit Unit Eselon I, termasuk diantaranya adalah Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur yang menjadi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Hal ini merupakan bagian dari tindak lanjut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian. Dengan adanya nomenklatur baru ini, maka Direktorat Industri Material Dasar Logam yang sebelumnya bergabung dengan Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur/ Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, sejak tahun 2015 berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika. Sementara itu, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka membentuk salah satu Direktorat binaan baru, yaitu Direktorat Industri Bahan Galian non Logam yang sebelumnya berada pada Direktorat Industri Kimia Hilir. 3

11 A. Perkembangan Kinerja Makro Sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Tahun Setelah mengalami perlambatan pertumbuhan pada periode tahun , sektor industri pengolahan non-migas mampu kembali tumbuh cukup tinggi pada periode tahun Bahkan, sejak tahun 2011 pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri pengolahan nonmigas mampu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB nasional dan terus berlangsung sampai dengan tahun Hal tersebut tidak luput dari kontribusi pertumbuhan yang diberikan dari Sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka selama tahun dengan kontribusi antara persen terhadap Industri Non Migas. Pengolahan non-migas juga mampu menjadi motor utama penggerak perekonomian nasional yang dilihat dari besarnya kontribusi PDB Sektor industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional, yaitu hingga mencapai persen. Kontribusi tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan kontribusi sektor perekonomian lainnya. Meningkatnya kinerja pertumbuhan PDB sektor industri pengolahan nonmigas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu membaiknya perekonomian di beberapa pasar utama tujuan ekspor produk industri pasca adanya Quantitative Easing dan pelemahan ekonomi global, tingginya realisasi investasi di sektor industri pengolahan non-migas, serta kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan industri nasional. 4

12 Gambar 1.1 : Pertumbuhan PDB Ekonomi dan Sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Ekonomi nasional Indusri non migas IKTA prognosa 2016 Proyeksi (Sumber : BPS, diolah Kemenperin) Selama periode tahun hampir seluruh cabang-cabang sektor industri pengolahan non-migas mengalami pertumbuhan positif, meskipun cenderung berfluktuatif yang disebabkan oleh ketidakpastian pemulihan perekonomian global. Sedangkan untuk sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka seluruhnya mengalami pertumbuhan positif walaupun ada beberapa diantaranya cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan seperti Industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet dan industri logam dasar besi dan baja yang disebabkan oleh kurangnya pasokan gas bumi untuk industri pupuk dan lambatnya hilirisasi pada industri-industri berbasis bahan tambang mineral. 5

13 Tabel 1.1 : Pertumbuhan Sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Tahun Uraian Pertumbuhan (%) 2015 (tr. 1) Ekonomi Nasional Industri Non Migas Industri Kimia Tekstil dan Aneka » Kimia Hulu » Kimia Hilir » Bahan Galian Non Logam » Tekstil dan Aneka (Sumber : BPS, diolah Kemenperin) Selama periode tahun cabang Industri Kimia, Tekstil dan Aneka yang mempunyai peran besar terhadap PDB sektor industri pengolahan nonmigas adalah Industri Kimia Hulu dengan kontribusi sebesar 7.69 persen terhadap PDB Industri Non Migas. Industri Kimia Hulu tersebut dibagi menjadi Petrokimia Hulu, Petrokimia Antara, Petrokimia Hilir dan Industri Kimia Hulu Lainnya. Industri Kimia Hulu Lainnya berkontribusi persen terhadap total Industri Kimia Hulu pada tahun 2014, disusul dengan Industri Petrokimia Antara, Industri Petrokimia Hulu dan Industri Petrokimia Hilir. Sementara itu, Industri Kimia, Tekstil dan Aneka pada tahun 2015 Triwulan I berkontribusi 4.86 persen terhadap PDB Nasional. Secara umum, kontribusi Industri Kimia, Tekstil dan Aneka mengalami penurunan dari tahun Hal ini disebabkan adanya perlambatan ekonomi global yang sempat terjadi di berbagai negara maju sehingga berpengaruh kepada negara negara berkembang. Walaupun begitu, diharapkan pada tahun kontribusi komoditas Industri Kimia, Tekstil dan Aneka kembali meningkat terhadap Industri Nasional. 6

14 Tabel 1.2 : Peran Tiap Cabang Industri Kimia, Tekstil dan Aneka terhadap PDB Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun Uraian Dalam persen 2015 (tr. 1) Konstribusi terhadap PDB Nasional Industri Kimia Tekstil dan Aneka » Kimia Hulu » Kimia Hilir » Bahan Galian Non Logam » Tekstil dan Aneka Industri (Sumber : BPS, diolah Kemenperin) Realisasi penyerapan investasi di sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka selama periode tahun mengalami tren peningkatan, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pada tahun 2013 penyerapan investasi Industri Kimia, Tekstil dan Aneka mencapai Rp. 625,1 triliun, atau pertumbuhannya sekitar 9,40 persen dan penyerapan investasi hingga tahun 2014 mencapai Rp. 708,1 triliun. Meningkatnya realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain stabilitas makro ekonomi Indonesia, stabilitas politik dalam negeri, pertumbuhan masyarakat kelas menengah, serta upaya pemerintah dalam perbaikan iklim investasi melalui penyederhanaan proses perizinan investasi dan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal bagi industri padat karya dan industri yang berorientasi ekspor. 7

15 Tabel 1.3 : Penyerapan Nilai Investasi Industri tahun Industri Penyerapan Nilai Investasi Pertb. (%) Industri Kimia, Tekstil, dan 478,2 511,7 562,3 625,1 708,1 9,40 Aneka A. Industri Kimia Dasar 233,0 241,7 258,6 282,0 303,9 6,62 B. Industri Kimia Hilir 75,0 91,1 112,7 137,6 171,9 22,54 C. Industri Galian Non Logam D. Industri Tekstil dan Aneka 170,2 178,9 191,1 205,5 232,2 6,52 Keterangan : (*) Prognosa hingga Triwulan III 2015 (Sumber : BPS, diolah Kemenperin) Rp. Triliun Dilihat dari penambahan investasi sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka dari tahun terjadi penambahan investasi yang cukup signifikan hingga rata-rata pertumbuhannya mencapai 49,17 persen yang utamanya disumbang dari cabang industri bahan galian non logam (seperti semen, kapur, gips dan sejenis) yang pertumbuhannya mencapai 62,85 persen. Tabel 1.4 : Penambahan Nilai Investasi Industri tahun Industri Penambahan Nilai Investasi Rp. Triliun Pertb. (%) Industri Kimia, Tekstil, dan 15,4 33,6 50,6 62,7 83,02 49,17 Aneka A. Industri Kimia Dasar 7,6 8,7 16,9 23,4 21,94 36,42 B. Industri Kimia Hilir 2,1 7,4 9,5 11,0 11,56 46,35 C. Industri Galian Non 2,5 8,6 12,1 13,9 22,79 62,85 Logam D. Industri Tekstil dan Aneka 3,1 8,8 12,1 14,4 26,73 61,29 Sumber : BPS, diolah Kemenperin 8

16 Gambar 1.2 : Penambahan Nilai Investasi Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Rp.triliun Series4 Series3 Series (Sumber : BPS, diolah Kemenperin) Cabang industri pengolahan non-migas yang paling banyak diminati baik oleh investor lokal maupun asing untuk sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka adalah: (1) industri kimia dan farmasi dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 137,76 triliun. Gambar 1.3 : Komposisi Realisasi Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 Semester Ind. Instrumen Kedokteran, Presisi, Optik & Jam, 0.2% Ind. Mineral Non-Logam, 7.2% Ind. KBM dan Alat Transportasi Lainnya, 14.0% Ind. Logam, Mesin & Elektroni k, 19.4% Ind. Karet & Plastik, 5.2% Ind. Lainnya, 0.8% Ind. Makanan, 23.9% Ind. Kimia & Farmasi, 21.0% Ind. Tekstil, 5.5% Ind. Barang Dari Kulit & Ind. Kayu, 0.7% Ind. Kertas & Percetakan, 9.7% Alas Kaki, 1.5% 9

17 Ekspor produk sektor industri kimia, tekstil, dan aneka selama periode mencapai US$ 172,9 miliar dan memberikan kontribusi sebesar 19 persen dari total ekspor nasional yang sebesar US$. 909,8 miliar. Produk sektor industri kimia, tekstil, dan aneka yang paling banyak diekspor adalah produk industri tekstil dan aneka dengan nilai ekspor sebesar US$ 104,7 miliar, atau 18,5 persen dari dari total ekpor produk industri. Sejak tahun 2012 terjadi tren penurunan ekspor produk industri pengolahan non-migas bersamaan dengan menurunnya total ekspor nasional. Nilai ekspor produk industri pengolahan non-migas mengalami penurunan sebesar 4,92 persen dari US$ 122,18 miliar pada tahun 2011 menjadi US$ 116,17 miliar pada tahun 2012 dan kembali mengalami penurunan sebesar 2,66 persen pada tahun 2013 menjadi US$ 113,09 miliar. Penurunan ekspor produk industri pengolahan non-migas disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ketidakpastian perekonomian global, serta permasalahan dalam negeri seperti keterbatasan sarana dan prasarana pendukung kegiatan industri. Tabel 1.4 : Perkembangan Nilai Ekpor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Tahun US$ Juta Industri Pert b. (%) Industri Kimia, , , , , ,0 6,25 Tekstil, dan Aneka A. Industri Kimia 4.855, , , , ,1 2,24 Dasar B. Industri Kimia 5.321, , , , ,0 7,41 Hilir C. Industri Galian Non Logam 959, ,1 896,4 901,5 902,0-2,52 D. Industri Tekstil dan Aneka , , , , ,9 7,39 Perkembangan Kontribusi Ekspor IKTA Terhadap Ekspor Nasional Ekspor Total , , , , ,7 1,19 Kontribusi terhadap ekspor total 17,8 17,7 18,4 19,6 21,6 Ekspor Non Migas , , , , ,8 1,65 10

18 Industri Kontribusi terhadap ekspor non migas Ekspor Industri Non Migas Kontribusi terhadap ekspor industri non migas 21,7 22,2 22,9 23,9 26,1 Pert b. (%) , , , , ,1 2,95 28,7 29,5 30,1 31,7 32,4 Sumber : BPS, diolah Kementerian Perindustrian Impor sektor industri kimia, tekstil, dan aneka selama periode tahun mencapai US$ 180,8 miliar, atau 20,82 persen dari total impor nasional yang sebesar US$ 868,2 miliar. Dengan demikian maka defisit neraca perdagangan sektor industri pengolahan non-migas selama tahun mencapai -US$ 54,64 miliar. Semua sektor industri kimia, tekstil, dan aneka mengalami tren peningkatan impor yaitu kelompok industri kimia dasar, kelompok industri kimia hilir, kelompok industri galian non logam, dan kelompok industri tekstil dan aneka. Sebagian besar produk impor kelompok industri tersebut berasal dari negara-negara yang telah menandatangani kesepakatan kerjasama perdagangan (free trade agreement) dengan Indonesia. Tabel 1.3 : Perkembangan Nilai Impor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Tahun US$ juta Industri Pertb. (%) Industri Kimia, , , , , ,2 8,01 Tekstil, dan Aneka A. Industri Kimia , , , , ,1 7,57 Dasar B. Industri Kimia 5.982, , , , ,0 9,39 Hilir C. Industri Galian Non Logam 813,1 985, , , ,6 17,87 11

19 Industri Pertb. (%) D. Industri Tekstil dan Aneka 7.812, , , , ,5 6,63 Perkembangan Kontribusi Impor IKTA Terhadap Ekspor Nasional Impor Total , , , , , 6,36 Kontribusi terhadap impor total ,9 30,1 30,5 30,8 30,8 Impor Non Migas , , , , , 9 Kontribusi 37,6 39,1 39,2 40,6 40,6 terhadap impor non migas Impor Industri Non Migas Kontribusi terhadap impor industri non migas , , , , , ,2 42,4 41,9 43,7 43,7 Sumber : BPS, diolah Kementerian Perindustrian Beberapa permasalahan yang masih menjadi kendala terkait tingginya impor produk industri diantaranya adalah produk industri dalam negeri yang belum mampu bersaing dengan produk impor, masih tingginya impor bahan baku dan bahan setengah jadi, dan belum berkembangnya industri komponen di dalam negeri yang mampu menunjang industri barang modal. Dalam rangka menekan laju impor tersebut pemerintah mendorong pengembangan industri subtitusi impor dan mempercepat hilirisasi industri berbasis sumber daya alam. Hingga tahun 2014, jumlah tenaga kerja di sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka mencapai tenaga kerja, atau meningkat sebesar 8,76 persen dari jumlah tenaga kerja di sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka pada tahun 2013 yaitu sebesar tenaga kerja. Cabang industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri tekstil dan aneka. 5,07 4,78 12

20 Tabel 1.6 : Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Tahun (dalam ribu orang) Industri Pertb. (%) Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka 2.828, , , , ,7 8,76 A. Industri Kimia 76,4 76,8 77,6 122,9 159,7 21,45 Dasar B. Industri Kimia 377,2 396,9 384,1 401,8 479,0 5,02 Hilir C. Industri Galian Non Logam 169,9 174,8 192,5 182,4 222,6 6,00 D. Industri Tekstil dan Aneka 2.204, , , , ,3 9,06 Sumber : BPS, diolah Direktorat Jenderal BIM B. Pencapaian Program Prioritas Sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Sejak periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II tahun 2009 hingga saat ini, pembangunan di sektor industri telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka melalui berbagai program dan kegiatan, baik program pengembangan industri prioritas maupun program pendukung pelaksanaan program prioritas, dengan hasilhasil utama yang dicapai pada tahun untuk Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka menghasilkan : 1. Revitalisasi Industri Pupuk melalui penyediaan suplai gas sebagai bahan baku industri pupuk dan pembangunan pabrik pupuk baru; 2. Peningkatan investasi dan pembangunan pabrik petrokimia butadiena, kosmetika, acrylic acid, asam nitrat, super absorbent polyer, dan pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia di Cilegon, Banten; 3. Restrukturisasi Industri TPT dan Alas Kaki sejak tahun dengan total nilai bantuan sebesar Rp 976 miliar dan menghasilkan investasi sebesar Rp 9,96 triliun. 13

21 1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Berikut ini hasil identifikasi potensi dan permasalahan serta tindak lanjut yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dan memanfaatkan potensi yang ada dalam rangka mewujudkan visi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka tahun A. Potensi Dinamika Sektor Industri 1. Pertumbuhan jumlah dan penduduk serta peningkatan kesejahteraan penduduk mendorong sektor industri manufaktur, sebagai penyumbang kontribusi terbesar, untuk dapat tumbuh lebih tinggi. 2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan akan memudahkan dan meningkatkan produksi produk Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. 3. Globalisasi proses produksi akan meningkatkan peluang akses pasar luar negeri termasuk untuk produk Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. 4. Indonesia memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air) 5. Peningkatan kepedulian terhadap lingkungan mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Perjanjian Kerjasama Ekonomi dengan Negara Lain Peluang bagi Industri Kimia, Tekstil dan Aneka untuk memperluas pasar bagi produk-produk Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kebijakan Otonomi Daerah Dengan adanya kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah, maka pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota 14

22 berpeluang untuk mempercepat pembangunan dan persebaran industri pada Industri Kimia, Tekstil dan Aneka di daerah. ` B. Permasalahan Permasalahan utama yang masih dihadapi dalam pembangunan industri nasional antara lain: Dinamika Sektor Industri 1. Tidak meratanya persebaran dan tingkat pendapatan penduduk. 2. Rendahnya tingkat pendidikan, ketrampilan, dan produktivitas tenaga kerja 3. Lemahnya penguasaan teknologi oleh sektor industri yang menyebabkan daya saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. 4. Belum terpadunya pengembangan iptek di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan dunia industri. 5. Keterlibatan industri nasional dalam rantai pasok global berpotensi pada kerentanan terhadap gejolak perekonomian dunia 6. Kelangkaan energi yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi sektor indutri. Pada tahun 2030 kebutuhan energi diperkirakan akan meningkat menjadi hampir tiga kali lipat 7. Masih banyak industri yang belum menerapkan standar industri hijau dalam kegiatan produksinya. Perjanjian Kerjasama Ekonomi dengan Negara Lain 1. Semakin berkurangnya instrumen perlindungan, baik yang bersifat tarif maupun non-tarif, bagi pengembangan, ketahanan maupun daya saing industri di dalam negeri 2. Semakin derasnya arus impor produk barang dan jasa yang berpotensi mengancam kondisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran 15

23 3. Semakin ketatnya persaingan antara pekerja asing dengan pekerja domestik dengan adanya pergerakan pekerja terampil (Movement of Natural Person MNP), sehingga dikhawatirkan pekerja terampil asing mengungguli pekerja terampil domestik Kebijakan Otonomi Daerah 1. Permasalahan internal lambannya birokrasi, kualitas SDM aparatur, dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. 2. Permasalahan eksternal: keterbatasan ketersediaan infrastruktur dan lahan industri. Otonomi daerah berdampak kepada pengelolaan keuangan daerah dimana ruang gerak daerah dalam pembiayaan sektor-sektor cenderung terbatasan dana yang dimiliki pemerintah daerah karena sebagian besar dari pendapatan daerah dialokasikan untuk belanja pegawai. Infrastruktur 1. Tidak tersedianya secara memadai fasilitas jalan dan pelabuhan dalam rencana pembangunan smelter untuk industri pengolahan mineral terutama di kawasan timur Indonesia (Sulawesi, Kalimantan, dan Papua). 2. Semakin menurunnya tingkat pelayanan jalan dan pelabuhan di Pulau Jawa terutama di sekitar Jabodetabek yang diindikasikan dengan meningkatnya waktu tempuh dari kawasan-kawasan industri ke Pelabuhan Tanjung Priok dan waktu tunggu (dwelling time) yang lebih lama di Pelabuhan Tanjung Priok. Energi 1. Kurangnya pasokan gas untuk industri manufaktur, sebagai contoh rencana revitalisasi 5 pabrik pupuk yang sudah tua dan boros energi tidak bisa direalisasikan sepenuhnya karena keterbatasan pasokan gas. 2. Belum tersedianya energi listrik yang dapat mencukupi kebutuhan pembangunan smelter maupun industri baru lainnya. 16

24 3. Belum optimalnya diversifikasi energi. Lahan Belum terselesaikannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga menghambat rencana investasi, contoh lahan untuk kawasan industri Sei Mangke dan lahan untuk industri garam di Nagekeo Regulasi 1. Tidak harmonisnya tarif bea masuk produk produk industri antara hulu dan hilir, contoh bea masuk PP dan PE sebagai bahan baku untuk industri kemasan plastik sebesar 10% sedangkan bea masuk produk hilir seperti barang jadi plastik sebesar 0%. 2. Belum optimalnya pemanfaatan insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan BMDTP karena prosedur administrasi yang rumit dan panjang. 3. Prosedur pengembalian restitusi pajak bagi wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas KITE relatif lama sehingga mengganggu cash flow perusahaan Ketergantungan impor bahan baku, barang modal dan bahan penolong Masih tingginya ketergantungan industri dalam negeri terhadap impor bahan baku, barang modal dan bahan penolong. Pada Tahun 2013, impor bahan baku dan penolong sebesar US$ 89,54 miliar (68,14%), diikuti oleh barang modal US$ 31,49 miliar (23,96%), dan barang konsumsi US$ 10,37 miliar (7,38%). Hal ini disebabkan belum kuat dan dalamnya struktur industri karena belum berkembangnya industri hulu dan antara sehingga sangat rentan terhadap pengaruh kondisi sosial ekonomi negara asal dan menghabiskan devisa dalam jumlah yang besar. 17

25 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN DITJEN INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA 2.1. VISI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan, dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab I, maka Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai salah satu unit tingkat Eselon I di Kementerian Perindustrian dituntut untuk melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri dibidang Kimia, Tekstil dan Aneka. Untuk itu, maka disusunlah visi dan misi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka berdasarkan visi dan misi Kementerian Perindustrian yang akan dicapai melalui pencapaian tujuan, sasaran strategis, dan pelaksanaan program dan kegiatan utama maupun kegiatan pendukung sebagaimana digambarkan pada peta strategis Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka pada gambar II.2. Dalam hal ini visi dan misi yang disusun berdasarkan RPJMN Tahun Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian visi, misi, sasaran, dan target Kementerian Perindustrian sebagaimana diamanatkan pada pembangunan nasional RPJMN , serta mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Visi Kementerian Perindustrian tahun adalah : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan 18

26 Sedangkan visi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka sebagai turunan dari visi Kementerian Perindustrian tahun adalah: Terwujudnya Industri Kimia, Tekstil dan Aneka yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan 2.2. MISI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk 4 (empat) misi sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka sebagai berikut : 1. Memperkuat dan memperdalam struktur Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka untuk mewujudkan industri nasional yang mandiri, berdaya saing, maju, dan berwawasan lingkungan; 2. Meningkatkan nilai tambah Industri Kimia, Tekstil dan Aneka di dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri yang berkelanjutan dengan meningkatkan penguasaan teknologi dan inovasi; 3. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; 4. Mendukung pemerataan pembangunan Industri Manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi di atas, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan Peta Strategis Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Ukuran keberhasilan pencapaian tujuan tersebut melalui indikator tujuan yakni Meningkatnya Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka dan Meningkatnya Pangsa Pasar Produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap total permintaan pasar dalam negeri. Tujuan tersebut yaitu: Terbangunnya Industri Kimia, Tekstil dan Aneka yang tangguh dan berdaya saing 19

27 NO TUJUAN 1 Terbangunnya Industri Kimia, Tekstil dan Aneka yang tangguh dan berdaya saing INDIKATOR Meningkatnya Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka Meningkatnya Pangsa Pasar Produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap total permintaan pasar dalam negeri INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN Persen 38,47 38,21 38,09 37,99 37,87 Persen 43,00 39,00 36,00 33,00 30, SASARAN STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA A. Perspektif Pemangku Kepentingan Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya peran industri kimia, tekstil, dan aneka dalam perekonomian nasional. Meningkatnya peran industri kimia, tekstil, dan aneka di dalam perekonomian nasional diindikasikan dengan laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka yang diharapkan tumbuh di atas pertumbuhan PDB nasional serta meningkatnya kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB nasional. Dengan demikian, Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah : 1. Laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka; 2. Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB Nasional. 20

28 Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri. Meningkatnya penguasaan pasar dalam negeri dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk industri kimia, tekstil, dan aneka dalam negeri dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar. Sedangkan penguasaan pangsa pasar di luar negeri dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka sehingga dapat meningkatkan rasio/perbandingan nilai ekspor industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap nilai ekspor nasional. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah: 1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional Sasaran Strategis 3 : Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka. Salah satu peran utama sektor industri dalam perekonomian nasional adalah dengan menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan kerja yang produktif. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah : 1. Jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka. Sasaran Strategis 4 : Menguatnya struktur industri Salah satu sasaran pembangunan industri adalah menguatnya struktur industri kimia, tekstil, dan aneka melalui penumbuhan industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam. Struktur industri yang kuat mempunyai ciri antara lain adanya kaitan (linkage) yang kuat dan sinergis antar sub sektor industri dengan berbagai sektor ekonomi lainnya, memiliki kandungan lokal yang tinggi, menguasai pasar domestik, memiliki produk unggulan industri masa depan, tumbuh secara berkelanjutan, serta mempunyai daya tahan (resilience) yang tinggi terhadap gejolak perekonomian. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah : 21

29 1. Rasio impor bahan baku, bahan penolong, dan bahan modal industri kimia, tekstil dan aneka terhadap PDB industri kimia, tekstil, dan aneka. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dalam perspektif pemangku kepentingan merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka. B. Perspektif Proses Internal Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya daya saing industri melalui pengembangan standardisasi industri kimia, tekstil, dan aneka. Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Standardisasi industri juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan produk industri hijau serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1. Jumlah Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) industri kimia, tekstil, dan aneka; 2. Jumlah regulasi teknis pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI), Standar Teknis (ST), dan/atau Pedoman Tata Cara (PTC) secara wajib; Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya investasi sektor industri kimia, tekstil, dan aneka melalui fasilitasi pemberian insentif fiskal dan non-fiskal Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri kimia, tekstil, dan aneka dibutuhkan pembiayaan investasi di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka yang bersumber dari penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal pemerintah khususnya untuk 22

30 pengembangan industri strategis. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah : 1. Nilai investasi di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka Sasaran Strategis 3 : Meningkatnya penggunaan produk dalam negeri industri kimia, tekstil, dan aneka. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha dan masyarakat, memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; dan memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan baku, komponen, teknologi dan sdm dari dalam negeri. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah : 1. Produk industri kimia, tekstil, dan aneka yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Sasaran Strategis 4 : Meningkatnya ketersediaan data sektor industri melalui penyelenggaraan sistem informasi industri nasional Penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) bertujuan untuk menjamin ketersediaan, kualitas, kerahasiaan dan akses terhadap data dan/atau informasi, mempercepat pengumpulan, penyampaian/ pengadaan, pengolahan/ pemrosesan, analisis, penyimpanan, dan penyajian, termasuk penyebarluasan data dan/atau informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu, dan mewujudkan penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas, inovasi, dan pelayanan publik, dalam mendukung pembangunan industri kimia, tekstil, dan aneka. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah : 1. Jenis data yang tersedia pada Sistem Informasi Industri Nasional; 2. Jenis informasi yang tersedia pada Sistem Informasi Industri Nasional. 23

31 C. Perspektif Pembelajaran Organisasi Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Agar pelaksanaan tugas dan fungsi pegawai dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sarana dan prasarana kerja yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1. Tingkat pemenuhan sarana dan prasarana kerja Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran Ditjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka diharapkan dapat menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan dengan memperhatikan penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkeadilan. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1. Tingkat kesesuaian rencana kegiatan dengan dokumen perencanaan Sasaran Strategis 3 : Meningkatnya kualitas pelaporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran Pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai tindak lanjut Tap MPR RI dan Undang-Undang tersebut, mewajibkan tiap pimpinan Departemen/ Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja di dalamnya, membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Laporan akuntabilitas kinerja merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban dari pelaksanaan kegiatan dan anggaran dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang 24

32 baik (Good Governance). Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1. Tingkat ketepatan waktu penyampaian laporan; 2. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Sasaran Strategis 4 : Meningkatnya transparansi, akuntabilitas, dan kualitas tata kelola keuangan Undang-Undang no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam keuangan publik. Laporan keuangan memang merupakan salah satu hasil dari transparansi dan akuntabilitas keuangan publik. Dan ini berarti laporan keuangan yang disusun pun harus memenuhi syarat akuntabilitas dan transparansi. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah: 1. Tingkat kualitas laporan keuangan 25

33 Gambar 2.1. PETA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

34 Gambar 2.2. PETA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA TAHUN Terbangunnya industri kimia, tekstil, dan aneka yang tangguh dan berdaya saing PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN 1 Meningkatnya peran industri dalam perekonomian nasional 2 Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri 3 Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor Industri 4 Menguatnya struktur industri PERSPEKTIF PROSES INTERNAL PERUMUSAN KEBIJAKAN 1. Meningkatnya investasi sektor industri kimia, tekstil, dan aneka melalui fasilitasi pemberian insentif fiskal dan non-fiskal 2. Meningkatnya daya saing industri melalui pengembangan standardisasi industri 3. Meningkatnya penggunaan produk dalam negeri sektor industri kimia, tekstil, dan aneka PELAKSANAAN TEKNIS 4. Meningkatnya ketersediaan data sektor industri melalui penyelenggaraan sistem informasi industri nasional INFRASTRUKTUR PERENCANAAN DAN PELAPORAN AKUNTABILITAS PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI 1. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi 3. Meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran 4. Meningkatnya kualitas pelaporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran 5. Meningkatnya transparansi, akuntabilitas, dan kualitas tata kelola keuangan 27

35 Tabel 0-1 Sasaran Strategis Dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Tahun Kode SS Sasaran Strategis (SS) Penjelasan SS Kode IKSS Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) Penjelasan IKSS Satuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) S1 Meningkatnya peran industri kimia, tekstil, dan aneka dalam perekonomian nasional Peran industri kimia, tekstil, dan aneka dalam perekonomian diindikasikan dengan perkembangan laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka dan Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB nasional PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN S1.1 Laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka Laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka dihitung atas dasar harga berlaku konstan tahun 2010 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Persen S1.2 Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB nasional Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka dihitung dengan membandingkan nilai PDB industri kimia, tekstil, dan aneka dengan nilai PDB Indonesia Persen S2 Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri Meningkatnya penguasaan pasar dalam negeri dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk industri kimia, tekstil, dan aneka dalam negeri dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar. Sedangkan penguasaan pangsa pasar di luar negeri dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka sehingga dapat meningkatkan rasio/perbandingan nilai ekspor industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap nilai ekspor keseluruhan. S2.1 Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional Perbandingan nilai ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap nilai ekspor nasional setiap tahunnya. Persen S3 Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan lapangan kerja produktif. S3.1 Jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka Juta Orang 28

36 Kode SS Sasaran Strategis (SS) Penjelasan SS Kode IKSS Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) Penjelasan IKSS Satuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) S4 T1 T2 T3 Menguatnya struktur industri Meningkatnya daya saing industri melalui pengembangan standardisasi industri kimia, tekstil, dan aneka Meningkatnya investasi sektor industri kimia, tekstil, dan aneka melalui fasilitasi pemberian insentif fiskal dan non-fiskal Meningkatnya penggunaan produk dalam negeri industri kimia, tekstil, dan aneka Memperkuat struktur industri kimia, tekstil, dan aneka dengan menumbuhkan industri hulu dan antara yang berbasis sumber daya alam Meningkatnya daya saing industri kimia, tekstil, dan aneka melalui Penyusunan SNI, ST dan PTC sesuai arah kebijakan pembangunan industri, penerapan SNI secara sukarela dan penerapan SNI, ST dan PTC yang diberlakukan secara wajib serta penguatan infrastruktur mutu standardisasi industri Upaya meningkatkan investasi di industri kimia, tekstil, dan aneka melalui pemberian fasilitasi, promosi investasi industri, serta pemberian insentif bagi investasi di bidang industri Meningkatnya jumlah produk industri kimia, tekstil, dan aneka yang mempunyai sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) S4.1 Rasio impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal terhadap PDB Industri Pengolahan nonmigas PERSPEKTIF PROSES INTERNAL T1.1 Jumlah Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) industri kimia, tekstil, dan aneka Perbandingan nilai impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal terhadap PDB industri pengolahan non migas yang diharapkan terus menurun. Rancangan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas T1.2 Jumlah regulasi teknis pemberlakuan Regulasi teknis pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib untuk meningkatkan daya saing produk industri SNI, ST dan/atau kimia, tekstil, dan aneka PTC secara wajib T2.1 Nilai investasi di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka Jumlah realisasi investasi di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BKPM. T3.1 Produk industri kimia, tekstil, dan aneka yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Jumlah produk industri kimia, tekstil, dan aneka yang diberikan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Persen RSNI Regulasi Rp triliun Sertifikat 29

37 Kode SS Sasaran Strategis (SS) Penjelasan SS Kode IKSS Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) Penjelasan IKSS Satuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) T4 Meningkatnya ketersediaan data sektor industri melalui penyelenggaraan sistem informasi industri nasional Membangun Sistem Informasi yang mampu mengumpulkan dan mengolah data dan informasi industri secara elektronik, terkoneksi antar sistem, terjamin keamanan dan kerahasiannya serta mudah diakses, sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik, efisiensi, inovasi dalam pembangunan industri T4.1 Jenis Data yang tersedia pada Sistem Informasi Industri Nasional T4.2 Jenis Informasi yang tersedia pada Sistem Informasi Industri Nasional PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI Data yang tersedia dalam Sistem Informasi Industri Nasional paling sedikit meliputi : Data Industri; Data Kawasan Industri; data perkembangan dan peluang pasar; dan data perkembangan Teknologi Industri. Informasi yang tersedia dalam Sistem Informasi Industri Nasional paling sedikit meliputi : perkembangan Industri; perkembangan dan peluang pasar; perkembangan Teknologi Industri; perkembangan investasi dan sumber pembiayaan Industri; perwilayahan Industri; sarana dan prasarana Industri; sumber daya Industri;dan kebijakan Industri dan fasilitas Industri. Database Jenis Informasi L1 Meningkatnya Meningkatnya pemenuhan sarana dan L1.1 Tingkat Tingkat pemenuhan sarana dan prasarana Persen ketersediaan sarana prasarana di Ditjen Industri Kimia, Tekstil, pemenuhan kerja diukur dari perbandingan antara dan prasarana dan Aneka sarana dan kebutuhan dengan sarana dan prasarana pendukung prasarana kerja yang tersedia pelaksanaan tugas dan fungsi 30

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2015 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO NOMOR : 20.1/IA/PER/3/2015

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31.1/MIND/PER/3/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN 2016 Ringkasan Eksekutif Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF i Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan Lakip Kementerian Perindustrian Tahun 2013 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA JUMPA PERS AKHIR TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA JUMPA PERS AKHIR TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA JUMPA PERS AKHIR TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 18 DESEMBER 2015 Yth. : Para Wartawan serta hadirin

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2004-2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2013 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO BOGOR, 7 9 FEBRUARI 2013 PENDAHULUAN Pengembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KATA PENGANTAR Sebagai salah satu unit Eselon

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 BIRO PERENCANAAN 2015 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN DALAM KULIAH UMUM UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI (UIGM) DI PALEMBANG MENGENAI GERAKAN NASIONAL DALAM RANGKA MEMASUKI ERA MASYARAKAT

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN BARAT INDONESIA TAHUN 2008 Surabaya,

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA 3rd SUSTAINABLE BUSINESS DIALOGUE IN COOPERATION WITH THE GLOBAL PRACTITIONERS DIALOGUE ON CLIMATE

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 2014 (REVISI II) DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 oleh : Muhammad Khayam Direktur Industri Kimia HUlu. Hotel Rancamaya Bogor, 10-11 Januari 2018 INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035 Industri

Lebih terperinci

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), disusun berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 7 Tahun 1999, disajikan dengan menggunakan standar penyusunan laporan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Parigi, 4 Mei 2015 Yth.: 1. Bupati Parigi Moutong; 2.

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN)

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) Pokok Bahasan I II III IV V PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) ISU STRATEGIS DITJEN BIM 2012 2 I PENDAHULUAN PERMENPERIN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 Kementerian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BIRO PERENCANAAN 2017 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH I. Pendahuluan Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA),

Lebih terperinci

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA.

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA. KINERJA Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III - 2017 triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA KINERJA Pagu Anggaran SEKTOR Ditjen IKTA S.D IKTATRIWULAN Tahun 2017III

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ALAT TRANSPORTASI DAN ELEKTRONIKA TAHUN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ALAT TRANSPORTASI DAN ELEKTRONIKA TAHUN RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ALAT TRANSPORTASI DAN ELEKTRONIKA TAHUN 2015 2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI LOGAM MESIN ALAT TRANSPORTASI DAN ELEKTRONIKA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013 SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT Bandung, 8 Juni 2013 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur Jawa Barat; 2. Saudara Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Ketua Kadin Prov. Jawa Barat; 4. Ketua Forum Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi KOPI, Jakarta Kinerja industri nasional kembali menunjukkan agresivitasnya seiring dengan peningkatan permintaan pasar domestik dan adanya perluasan usaha. Capaian ini terungkap berdasarkan laporan indeks

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam Sejahtera dan Selamat Sore, Yang

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014 RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN JAKARTA, APRIL DAFTAR ISI I. Laporan Rekapitulasi Rencana Kerja Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran II. Rekapitulasi Per Program Rincian kegiatan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci