DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008"

Transkripsi

1 DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008

2 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

3 KATA PENGANTAR Keberhasilan penyebaran teapi aittiretroviral penggunaan obat yang rasional. (ARV) memerlukan Berhagai pedonian pengobatan yang beredar sebelumnya selalu ittcnyatukail prosedur pembenan ARV pada dewasa dan anak. Karenanya dipandang penting untuk inembuat panduan Manajemen Infeksi HIV dan Terapi ARV untuk Bayi dan Anak. WHO meltincurkan Pedoman khusus untuk Anak pada tahun 2006 iii. Tempi khusus tmtuk Regional Asia, diterjentalikan lag" mcnjadi panduan dengan betuk panduan algoritmik, yang menunnit penggtinanya untuk sampai pada tahap manajemen klinik tertentu. Buku iii merupakan adaptasi dart Panduan \'(H() Regional, dengan maksud untuk membcri panduan pada tenaga kesehatan dan manajer program I-11V/AIDS di Tndonesia dalam hal tatalaksana I II V pada anak yang tennfeksi HIV. Panduan ini dibedakan antara tata laksana pada bayi atau anak yang tennfeksi dan yang terpajan (e\posed, prefix Ii pada klasifikasi klinis CDC yang belum tenth teruifeksi). Panduan ini menggunakan gambar dan tabel algonitmik scperti langkahlangkah setiap kali mendapatkan kasus. Setiap kali menggunakannya diusahakan untuk menyelesaikan tahapan pada halaman tersebut sebelum berpindah ke halaman berikutnya. Panduan ini direncanakan untuk aplikatif tetapi tetap tcrbuka pada masukan dan kritisi, dengan harapan untuk dilakukan revisi bcrkala scsuai perkembaiigan teknologi kedokteran dan panduan global. Bagi pemegang program, rekomendasi VI 10 "Anliretronrral therapy of T III' infection in infants and children in resource -lmuted settings, towards universal access.. Recommendations for a public health approach 2006 revision" sebaiknya tetap dibaca bila diperlukan keterangan mendetail. I'un Adaptasi T

4 DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (DEPKES) HIV/ADDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan masvarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi. Dan 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang melaporkan kasus AIDS terdapat 32 provinsi, dan kabupaten/ kota yang me-laporkan kasus AIDS 178 kabupaten/kota Berdasarkan hasil estimasi oleh Depkes pada tahun 2006 diperkirakan terdapat ODHA di Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 Juni 2007 adalah 4,27 per penduduk (retisi berdasarkan data BPS 2005, jumlabpenduduk Indonesia jiua). Dengan semakin meningkatnya pengidap IIIV dan Kasus AIDS yang memerlukan terapi ARV maka strategi penanggulangan HIV/AIDS di-laksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya peravvatan, dukungan serta pengobatan. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia diterbitkan sehag.u salah satu upaya diatas yang dapat menjadi acuan hagi semua pihak terkait dalam penanggulangan dan pengendalian HIV /AIDS khususnya terapi Antiretroviral pada anak. Buku iii juga akan melengkapi buku Pedoman Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ()DI IA, serta buku Pcdoman Nasiona] Terapi Antiretroviral. Akhirnya kepada semua tim penyusun dan semua pihak yang telah ber-peran serta dalam penvusunan dan penvempurnaan buku iii disampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginva. Semoga Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Anti-rctroviral iii dapat bermanfaat bagi penanggulangan I-IIV/AIDS khususnya program terapi antiretoviral bagi anak di Indonesia. Jakarta, Maret 2008 Direktur Jenderal PP & PI. Dep. Ices. Dr. I Nyoman Kandun, MPH NIP iii

5 IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA Infeksi I IIV pada bayi clan arak adalah masalah klinis dan epidemiologi yang mulai meningkat di Indonesia. \Icskipun belum ada data resmi penderita yang tergolong pada kelompok umur dan anak, sehingga besaran masalah belum ada, tetapi laporan sporadik mengenai kasus-kasus ini sudah banyak. Kasus infcksi HIV ini harus segera dikuasai laju kesakitan dan kcmatiannya, oleh karena itu penyebarin pengetahuan mengenai infcksi HIV pada anak perlu dilakukan baik di kalangal praktisi umurn maupun spesialis anak. Meskipun memedukan program pelatihan tersendin, tetapi integrasi dengat pelatihan infeksi ILIV sepern yang sudah herjalan scat ini masih dapat dinngkatkan dcngan menanbah topik khusus infeksi pada anak. l ntuk menangani kasus anak, diperlukan penctapan kompetensi manajemen infeksi I IIV anak untuk doktcr yang bekerja di strata tertentu. Sehelum ditetapkan, untuk menjemlydtani kesenjangan antara masalah yang mulai muncul dan standar kompetensi mengenai tatalaksana HIV ini dipcrlukui pelatihan singkat diserrai program mentoring klinis berkesinambungan; dilengkapi miten-materi yang dapat dijadikan rujukan. Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya diperlukin suatu buku yang mernbahas m;uiajemen infcksi HIV pada anak yang dapat menjadi panduan tatalaksana I III` pada anal, Sebagaimana buku-buku lainnya yang bertujuan menjadi rujukan di tempat kerja, buku panduan iru hams mudah digunakan, mencakup semua masalah yang paling Bering ditemukan discrtai penyclesaman masalahnya. \teskipun merupakan adaptasi panduan dan \XH IO SE ARC), diharapkan sudah disesuaikan dengan situasi terkini yang kira hadapi. Buku-buku panduan ini memiliki keterhatasan dimensi waktu, oleh karena itu hagi pembacanya, terutama anggota IDAI, diharapkan untuk sclalu berusaha melakukan pembaruan pengetahuan (update) pada topik yang memang sering berubah. Pada akhirnya sciaku Ketua U mum Pengurus Pusat IDAI kami mengharapkan buku ini bcrmanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan pada saat mcnatalaksana kasus IIIV pada anak di Indonesia. Jakarta, Mci 2008 Ketua 'mum Pengurus Pusat ID AI Dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K).,FACC.,FESC iv

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar Kata Sambutan DEPKES Kata Sambutan IDAI Daftar Isi Daftar Istdah dan Singkatan Daftar Kontributor n iv v viii x 1. Bagan Peni1aian dan 'I'ata I,aksana Awal 1 2. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak Menvingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pads Bavi dan Anak Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan 5 Status HIV Ihu Tidak Diketahui Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan 6 Mendapat ASI Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu 7 HIV Positif dengan I Iasil Negatif 1 iji Virologi Awal dan Terdapat Tanda/Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnva Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV pada Bayi dan Anak < 18 7 Bulan dan Terdapat Tanda/Gejala I IIV Yang Berat 2.2 Bagan diagnosis HIV pada bavi dan anak? 18 bulan 9 3. Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan HIV, Usia < 18 Bulan dengan 11 Penetapan Diagnosis 1-IIV Belum Dapat Dipastikan atau Tidak Memungkinkan 4. Profilaksis Kotrimoksazol ((-TX) Untuk Pneumonia Pnemocysti; Jirotra Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV 12 Positif 4.2 Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak Penilaian dantata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi 1IIV Ditegakkan Stadium 1IIV pada anak Kritcria klinis Kriteria imunologis Berdasarkan CD Berdasarkan hitung limfosit total 17 (Total Lymphocyte Count, TLC)

7 7. Kriteria Pemberian ART'\4enggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis Bagan Pemberian ART %lctiggunakan Kriteria Klinis Bagan pembcrian ART pada anak < 18 bulan tanpa konfirmasi infeksi 20 HIV dengan tanda dan gejala penvakit HIV vang berat (Ianjutan Prosedur 2.1.4) 8. Pemantauan Anak Terinfeksi HIV yang Tidak M4endapat ART Persiapan pemberian ART' Rekomendasi r\rt Regimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse 24 Traus,iiptue Inhibitor (NR'IT) + 1 Non-nucleo-fide ReverseTrzmsniptase Inhibitor (NN R1'I) 10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak A.4endapat Terapi TB dengan Rifampisin M4emastikan Keparuhan langka Panjang dan Respons yang Baik'Ierhadap ART Pemantauan Setelah \4ulai 4lendapat AKI' Evaluast Respons T'erhadap ART Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Bcrikutnva (follow up vistl) 13.2 Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan 34 Klinis pada Kunjungan Bcriklitnya (follow up tisil) 13.3 Bagan Evaluasi Respons Terhadap AKT' pada Anak 'l'anpa Perbaikan 35 Klinis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up ittril) Tata Laksana Toksisitas ART Prinsip 'Para Laksana Toksisitas ARV 14.2 Kapan Efek Samping dan'loksisitas ARV Terjadi? T'okstsitas Berat Pada Bavi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV I,ini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) Diagnosis Diferensial Kcjadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART T'ata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV Rencana %Iengubah Ke Rejimen Luu Kedua Rejimen Lini Kedua Yang Direkomcndasikan Untuk Bayi dan Anak Pada 47 Kegagalan'1'erapi Dengan Lini Pertama 19.1 Rekomendasi bila litti pertama adalah 47 2NRTI+INNRI'l=2NRT1baru+1P Rekomendast lini kedua hila lini pertama 48 3NRTI=INR'IT+INNRTI+IPI 36 vi

8 20. "I'uberkulosis 20.1 Bagan Skrining Kontak 'IB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto 49 Rontgen Dada Tidak Tersedia 20.2 Bagan ["it Tapis Kontak TB dantata I.aksana dengan Dasar ('It 51 Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada 20.3 Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmona] Definisi kasus TB Pengobatan TB Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada 58 Anak Terinfeksi H1V 49 Lampiran Lampiran A. Bagian A: Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi lily 64 Lampiran A. Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Unruk Mengenali Gejala 66 Minis yang Berhubungan dengan HIV/AIDS pada Bayi dan Anak Lampiran B. Lampiran C. yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik 76 I Infeksi Respiratorius 76 II Diare 79 III Demam Persisten atau Rekuren 83 IV Abnormalitas Neurologi 85 Formulasi dan Dosis Anti Retroviral Untuk Anak Lampiran D. Obat Yang %Iempunyai Interaksi Dengan Anti Retroviral 94 Lampiran E. Toksisitas Akut dan Kronik ARV Yang Memerlukan Modifikasi Terapi 97 Lampiran F. Penvimpanan obat ARV 101 Lampiran G. Derajat Beratnva Toksisitas Minis dan Iaboratorium Yang Sering 103 Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Lampiran H. Lampiran I. Direkomendasikan Panduan Unruk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder 107 Pada Anak Rujukan elektronik vii

9 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 3TC : lamitwdine ABC abacatir BTA = AFB : bakteri rahan asam = acid fast bacillus AIDS AI'1' : acquired immuno deficient' syndrome ARV ohat anti retroviral ulanine transanrinase = pemeriksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati, dikenal juga dengan SGI'C (serimgh4tamicpynutic transaminase) AR'I antiretrot-zral therapy = terapi antiretroviral AST : acparrate aminotransferase pemenksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati dikenal juga SCOT (serumghrtamu awlacrdc truraaminate) ALT a^idothymidine (juga dikenal -idorrudine) = ZDV BA 1, bronchoal solar latuge = bilasan brokboaleolar CD4 CD4 + T Lymphocyte C\4V Cytomegalotirus SSP : susunan syaraf pusat = central nenaus system = C- NS CSP : cairan serebrospiral = cerrbrospina/jlmd = CSF CSF : cerebrospiral fluid = cairan serebrospiral = CS P d4t dd I DNA EFV FDC FTC Ilb HIV HSV IDV INI f IP'I' IRIS LDH LDI. LIP : statrudine cidanosine : deoxynbonucleic acid efai reni : fixed dose combination = kombinasi dosis tetap emtnatabrne : hemoglobin 1,11V : lopinatir L.PV /r MAC Nfl'CT N FV N RTI NNRTI : human immunodeficiency t rrus : herpes simplev virus indinatir isonialid isonia-id prerentire therapy = terapi profilaksi INI I : immune reconstitution inflammatory syndrome : lactate dehydrogenase latrr-density bpoprvtein : lympho ytic interstitial pneumonia lopinarir/ ntonatir : mycobactenum attum complex rratlxr-to^ivld mmsmiozon of HIT%= pcnularan HIV dan ibu ke anak : ne4tinarir : nucleoside retene transniptase inhibitor non-nucleoside rerun transniptase inhibitor viii

10 NVP neiirapine OHP oral hairy leukoplakia 10 tnfeksi oportunistik = 01(opportumstic infection) PCP : pneumogstis jiroted pneumonia (sebel umnya pneumo ystis carima) PCR poly'merase chain reaction PI protease inhibitor PGL : persistentgenera6zed lymphadenopathy; peradangan dengan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang Was yang mchbatkan lebih dari dua tempat PM'I'CT RTV SD SQV : Prevention of Mother-T o-child Transmission of H1V = Penccgahan penularan HIV dan Ibu ke Anak ritonatir standard detiation = deviasi standar sagmnatir PMS = IMS = STI : penyakit menular seksual = infeksi menular seksual = setually transmitted infection TB : tuberkulosis -I'DF TLC TRIP-SMY TST UL N UNICEF : tenofotir disopraail fumarate totallymphoyte count = jumlah limfosit total : lrimethoprim-su /imethowtok arau kotrimoksasol (lihat CIA) : tuberculin skin test = tes kulit TBC : upper limit of normal = nilai ambang atas normal : United N,oons Clildreni Fund = Organisasi Diva untuk Dana Anak WHO : IVorld I lealth Organitiation = Organisasi Keschatan l)unia ZDV jidotudine (lihat juga AZI) ASI air susu ibu IMCI Integrated Mfanagemnet of Childhood Illnesses yang diterjemahkan sebagai Manajemen Terpadu Balita sakit MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit ELISA : enrim kinked immunoabsorbentatsay, jenis pemeriksaan serologi dengan menggunakan enzim BB : berat badan C, 1-x. kotrimoksasol Ill : tuberculin unit, satuan dosis untuk tes tuberkulin ix

11 DAFTAR KONTRIBUTOR Editor Nia Kurniati (IDAI) Kontribitor: IDAI Zakiudin Munasin H. Hindra Irawan Satari Nia Kurniati M. Sholeh Kosim Dewi Murniati Sri Kusumo Amdani Rudy Firmansyah B Rivai DEPKES RI Sigit Priohutomo Nunung 8 Priyanti Asik Surya Dyah Erti Mustikawati Grace Ginting Munthe Ainor Rasyid Hariadi Wisnuwardana WHO Indonesia Sabine Flessenkaemper Sri Pandam Pulungsih Clinton Foundation Joseph Irvin Harwell Shaffiq M Essajee

12 1 Bagan Penilaian dan Tata Laksana Awal Anak dengan pajanan FIIV Penilaian kemungkinan infeksi HIV dengan mcmeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan IYavI tcrhadalr ARN7 Cara kclahiran dan Iaktasi 1 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi bila anak mempunyai Ganda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik Lakukan pemeriksaan dan pengobaran yang sesuai 1 Identifikasi kebutuhan untuk ART dan kotrimoksazol untuk mencegah PCP (prosedur IX). Idcntifikasi kebutuhan anak usia > I tahun untuk meneruskan kotrimoksazol Lakukan uji diagnostik HIV :titetode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II) Anak sakit berat, pajanan 1-1 IV tidal diketahui, dicurigai terinfcksi HIV I Identifikasi faktor risiko HIV- Status penyakit HIV pada ibu Transfusi darah Penularan seksual Pemakaian narkoba suntik Cara kelahiran dan laktasi 1 I.akukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi hila anak mempunyai tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai Identifikasi faktor risiko dan I atau tanda/gejala yang sesuai dengan infeksi HIV atau infeksi oportunistik yang mungkin disebabkan I IIV Pertimbangkan uji diagnostik HIV dan konseling Metode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II) Pada kasus status HIV ibu tidak dapat ditentukan dan uji virologik tidak dapat dikcrjakan untuk diagnosis infeksi I IIV pada anak usia < 18 bulan, uji antibodi HIV harus dikerjakan.

13 2 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapi Antlretrovirat Pada Anak Di Indonesia PCP = Pneu,mi ystis jirored7 pneumonia Catatan: Sernua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh d( kter, bila mungkin doktcr anak Manifestasi klinis IIIV stadium lanjut atau lutung CD4+ yang rendah pada ibu merupakan faktor risiko pentilaran HIV dan ibu ke bayi selama kehanulan, persalinan dan laktasi. Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko transmisi IIIV. Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PivITCl) dengan monoterapi AZT, monotcrapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut sekitar 5-10"'%, 3-5%, 10-20"0, pada ibu yang tidak menyusui. Insiders transmisi sekitar 2'0 pada ibu yang menerima kombinasi ART.' Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko mendapat IIIV selama mendapat ASI. i Antintrorirat drugs fir treating pngnant women and preventing HI!"injection in infanu in resoum-6mrted semngs: towards unvesat aancc. Rtrommendations for a public health approach. U

14 2 lagnosis Infeksi HIV pada Anak 2.1. Menyingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pada Bayi dan Anak i Diagnosis definitif infeksi I IIV pads bayi dan anak mcmbutuhkan uji diagnostik yang memastikan adanya virus I I1V. Cji antibodi HI V mendeteksi adanya antibodi Ill V yangdiproduksi sebagai bagian respons imun terhadap uifeksi HTV. Pada anak usia >_ 18 bulan, uji antibodi I TIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa. Antibodi IIIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi I IIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan. Bayi yang terpajan IIIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi IIIV, namun diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan. Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena infeksi IIIV Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi T I IV Baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu. i Adaptasi dart Antiretrociral therapy of HII infection in infants and children in resource-limited.settings: towards universal aaess. WHO Chanty Cf Cooper ER, Pelan SI, Zorilh, C, Hillyer G 4 ; DiaZ C. Serorerersion in human immunodeiaeng virus -etpo.red but uninfe ted infants. Pediatr Infra Du J.1995.%1ay;14(5L in RaEusan 7A, Parrott RH, SmerJL I1'mitatioxs in the laboratory diagnosis of crrti.-ally acquired HIV infection. J Acquir Immune Defic Syndr. 1991,-4(2)

15 I 4 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapi Anti retroviral Pada AnakDi Indonesia Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak: 1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat i1si, pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu HIV-DNA atau IIIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI > 6 minggu. 2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu Bila uji antibodi IIIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV. Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininva usia 9-12 bulan karena 74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi I LIV akan menunjukkan basil antibodi negatif pada usia tersebut.

16 Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung unfeksi HIV Uji Viimlogi HIV Tersedia Positif f- HIV posmf I Prosedure penilaian tndak lanjut dan testa laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur V) 11 Negatit 11 Apakah mendapat ASI selatna 6-12 minggu terakhir 4 I..ihat pmsedur Catatan: jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih dahulu sebelum uji virologi pads anak. Apabila basil pemeriksaan FIIV pada ibu negatif, can faktor risiko lain untuk transmisi HIV. Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko tennfeksi I IIV, sehingga Infeksi I IIV baru dapat disitngkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 mingo Lji virologi I IIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (iiralload) atau deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan diagnosis f IV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa antibodi IIIV maternal, schingga sulit untuk menginterpretasikan hasil uji antibodi I IIV. Olch karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji virologi I IIV yang dire koniendasikan. Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi IIIV pada spesimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang terbatas, uji antibodi IIIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi Infeksi.HIV.

17 6 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Ant iretroviral Pada Anak DI Indonesia Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendanat ASI Anak usia < 18 bulan dan mendapat ASI (bu terinfeksi HIV I Tndak diketahui Uji antibodi HIV a Positit "' i,gatit 1 I egatif, hentikan Il1V positif Ulang uji virologi ASI atau antibodi Lihat HIV setelah ASI prosedur sudah dihentikan VIL2 Prosedur penilaian tindak > 6 minggu h lanjut dan tita laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur V) Catatan: Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelutnnva, masilt mendapatkan ASI dan status ibu IIIV positif, sebaiknva segera lakukan uji virologi pada usia berapa pun. a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9-12 bulan. Sebanyak 74 /o aiak saat usia 9 bulatt, dan 96 o anak saat usia 12 bulan, tidak tennfeksi HIV dan akin menunjukkan hasil antibodi negatif b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi H1\, sehingga infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu. Hasil up antibodi HIV pada anak yang pernbenan ASlnya sudah dihentikan dapat menunjukkan basil negatif pada 4-26 anak, tergantung usia anak scat diuji, olch karma it-li uji antibodi HIV konlirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.

18 Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu HIV Positif, dengan Hasil Negatif Uji Virologi Awal dan Terdapat Tanda /Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnya Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut HIV negatif 111V positif IAang uji virologi atau antibodi IV setelah ASI dihentikan > 6 minggub IvIcI gcya Anak < 18 Bulan dan Terdapat TandalGejala HIV Yang Berat Bila ada I kriteria berikut PCP, meingitis kriptokokus, kandidiasis esofagus "I'oksoplasmosis Malnutrisi berat yang tidak membaik dengan pengobatan standar Atau Minimal 2 gejala herikut: Otal thnush Pneumonia berat Sepsis berat Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang Ian jut pada ibu CD4+ < 20% b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.

19 8 Pedoman Tatalaksana Infeksi I IIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia Catatan: Menunit definisi Integrated Management of Childhood Illness (1MC1): a. Oral thrush adalah lapisan putih kckuningan di atas mukosa yang normal atau kemerahan (pseudomcmbran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal. b. Pneumonia adalah batuk atau sesak papas pada anak dengan gambaran chest indranm, stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang sclama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik. c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang herat seperti bernapas cepat, chest indravinn, ubun-ubun besar membonjol, letargi, gerakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.

20 Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak >_ 18 Bulan Anak usia? 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV HIV negatif Ya Ulang uji antibodi lily setelah ASI dihentikan > 6 minggu b Konfirmasi uji m ibodi HIV cgatif Inkonklusif. Lanjutkan sesuai pedoman uji HIV pada dewasa 'Panda; gcj.ila sesuai infeksi I IIV Y '1'idak Ncgatif Inkonkiusif. Konfirmasi uji Lanjutkan sesuai antibodi HIV pedoman uji HIV pada dewasa a HIV positif HIV positif a Prosedur uji fly hares mengikuti pedoman dan algoritma Hl V nasional. b Anak yang mendapst ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dipat disutgkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.

21 10 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral Pada Anak Di Indonesia Catatan: Hasil positif uji antibodi I HV awal (rapid atau ELISA) hams dikonfirmasi oleh uji kcdua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertarna harus merniliki sensitivitas tertinggi, scdangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi daripada uji pertama. Unnimnya, WHO menganjurkan uji yang tnempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi. Di negara dengan estimasi prevalensi HTV rcndah, uji konfirmasi (uji antibodi I I1 V ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik tanpa pajanan tcrhadap I I IV Diagnosis definitif HIV pada anak >_ 18 bulan (nlvayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa. 0 Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.

22 Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan 3 ' V, Usia < 18 Bulan dengan Penetapan `Y^agnosis HIV Belum Dapat Dipastikan atau idak Memungkinkan Sudahkah anda melalui prosedur II? Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. Berikan kotrimoksazol untuk mencegah pneumonia Pneumocystisjirot d (prosedur IV), juga malari, diare bakterial dan pneumonia Nilai tanda dan gejala infeksi I IIV. Bila ada dan konsisten dengan infeksi HIV yang berat, pertimbangkan untuk memberi ART (proscdur VI dan lampiran A, bagian A). Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik, lakukan prosedur diagnosis dan berikan terapi bila ada kecurigaan (lihat lampiran A, bagian B). Nilai situasi keluarga dan hen bimbingan, dukungan dan terapi untuk keluarga dengan infeksi I IRI atau yang berisiko. Iakukan uji antibodi HIV mulai usia 9-12 bulan. Infeksi HIV dapat disingkirkan hila antibodi negatif dan bayi sudah tidal: mendapat ASI > 6 minggu (prosedur 11.2). Diagnosis I liv pada anak usia < 18 bulan di tempat dengan fasilitas kesehatan terbatas tidak mungkin dilakukan karena belum tersedia pemeriksaan PCR DNA-I IIV atau RNA-HIV atau antigen p24. Simpulan Prosedur Uji HIV Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV inenggttnakan ELISA atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap infeksi HIV apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI. Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan antibodi IIIV positif, uji antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menvingkirkan kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.

23 4 rofilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk neumonia Pnemocystis Jiroveci 4.1. Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV Positif Bays tcrpajan I iiv Mulai kotrimoksazol scat usia 4-6 minggu dan dilanjutkan hingga infeksi HIV dapat disingkirkan (lihat prosedur II) I va Uji virologi I IIV usia 6-8 minggu T HIV positit I lentikan l kotrimoksazol, kecuali mendapat ASI Prosedur penilaian tindak lanjut dan tata laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur `) Lanjutkan kotrimoksazol hingga usia 12 bulan atau diagnosis HIV dengan cara lain sudah disingkirkan Catatan: I)osis kotrimoksazol lihat lampiran 11. I,ihat pula panduan PM I CT Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.

24 Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk Pneumonia Pnemocystlsliroveci Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak < 1 tahun 1-5 tahun > 6 tahun Profilaksis Profilaksis Stadium WHO Stadium WHO kotrimoksazol kotrimoksazol 2-4 tanpa melihat berapapun dan secara umum diindikasikan tanpa persentase CD4+ CD4+ < 350 diindikasikan melihat persentase A'I'AU ATAU mulai 4-6 minggu CD4+ atiu status Stadium WHO Stadium WHO setelah lahir dan klinis berapapun dengan 3 atau 4 dan dipertahankan CD4+ < 250,'o berapapun nilai sampai tidak ada risiko transmisi CD4+ HIV dan infeksi HIV disingkirkan Catatan: Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrunoksazol dapat mulai diberikan bila CD4+ < 25 o pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia? 6 tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan malaria, diare bakterial, pneumonia dan pencegahan PCP serta toksoplasmosis. Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I \X'HO) tidak memerlukan profilaksis kotnmoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur lutung CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profil laboratorium dapat menunjukkan sudah terjadinya ittiunodetisiensi.

25 5 2nilaian dan Tata Laksana Setelah agnosis Infeksi HIV Ditegakkan Sudahkah anda mengeryakan prosedur II, III dan IV? Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. Nilai status imunisasi dan berikan imunisasi yang sesuai. Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik (lihat lampiran A) dan pajanan '1B. Bila dicurigai terdapat infeksi oportunistik (10), lakukan diagnosis dan pengobatan 10 sebelum pemberian ART. Lakukan penilaian stadium penyakit I IIV menggunakan kriteria klinis (Stadium klinis WHO 1 sampai 4) (prosedur VI, lampir n A bagian A). Pastikan anak mendapat kotrimoksazol (prosedur TV). Identifikasi pemberian obat lain yang diberikan bersamaan termasuk obat tradisional, yang mungkin mempunyai interaksi obat dengan ARV Lakukan penilaian status imunologis (stadium WHO) (prosedur VI) Periksa persentase CD4+ (pada anak < 5 tahun) dan hitung CD4+ (pada anak >_ 5 tahun). Hitung CD4+ dan persentasenya memerlukan pemeriksaan darah tepi lengkap. Hitung limfosit total merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk memulai pemberian ART bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia (prosedur VI). I

26 Penilalan dan Tata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan 15 Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII). Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya Identifikasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk mcmatuhi pengobatan dan pemantauan pada anak tcrutarna ART. Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi IIIV dan pengobatannya serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga. Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk fnernbiayai perjalanan ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat.1rv tertentu. Catatan: Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama pengasuh atau orang tua, karcna mereka harus metnahami tujuan pengobatan, mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan AR"I' maka harus ada satu yang utama, yang memastikan bahwa anak uii minum obat. Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan keluarga. JANGAN MULAI MFMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan bag' anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit I II V dan mendukung keluarga yang mengasuh anak IIIV. Umumnya orangtua dan anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi I IIV, maka pcnting bagi manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota keluarga lainnya. Kcpatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan terapi keluarga.

27 I- 6 tadium HIV pada Anak 6.1. Kriteria Klinis Klinis Stadium Klinis VMH7-jll Asimtomatik 1 Ringan 2 Sedang 3 Berat 4 (lihat lampiran A, bagian A.) Catatan: Stadium klinis anak yang tidak diterapi ART dapat menjadi prediksi mortalitasnva. Stadium kinis dapat digunakan untuk memulai pembenan kotrimoksazol dan memulai ART khususnra bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia Kriteria Imunologis Nilai CD4+ Menurut tlmur lmunodcfisicnsi <11 bulan (%) bulan (%) bulan (./o) > 5 tahun (sel /mm') Tidak ada > 35 > ill > 25 > 54)4) 7 Ringan i Sedang Berat < 25 < 21) < 15 < 200 atau < 15 0

28 Stadium HIV pada Anak 17 Catatan: CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi. Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4+ dapat dgunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun digttnakan persentase CD4+. Bila > 5 tahun, persentase CD4+ clan niwi CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pads anak > 1 tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak < I tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+ yang tinggi. 'Kan )ta I ^e ^od Nilai TLC Berdasarkan Umur < 11 bulan (sel/mm3) bulan (sel/mm3) bulan (sel/mm3) >_ 5 tahun (sel/mm) TLC <4000 <3000 <2500 <2000 CD4+ <1500 <750 <350 at-au <200 Catatan: Hitting limfosit total (I'LC) dgunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak dengan stadium 2. Hitung TLC ticlak dapat dgunakan untuk pemantauan terapi ARV Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit.

29 Kriteria Pemberian ART Menggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis Sudahkah anda mengedakan prosedur V dan VI? 7.1 Bagan Pemberian ART Menggunakan Kriteria Minis Anak deng-aan 11"- positif CD4+ menunjukkan imonodefisiensi berat yang dikaitkan dengan I IIV Tidak Ulang pemeriksaan CD4+ dengan sampel berbeda 1'a MuLti AR!' Jika CD4+ tidak mcnunjukkan imunodefisiensi berat yang dikaitkan dengan HIV, tunda ART 173 = tuberarlosis. LIP = lymphoid-interstitial pneumonilis. 0! IL = oral hairy leukoplakia

30 Krlteria Pemberian ART Menqgunakan Krlterla Kllnls dan Imunologls 19 Catatan: Risiko kematian tertinggi tcrjadi pada anak dengan stadium Minis 3 atau 4, sehingga harus segera dimulai ART. Anak usia < 12 bulan dan tenrtama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi cintuk menjadi progresif atau coati pada nilai CD4+ normal. Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pultnonal dan kelenjar serta lwvnphoiti-interrtitial pneumonitrs (UP), kadar CD4+ harus diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut. Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang didentanya. Bila mungkin hanis ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas scbelum ART dimulai. Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+ setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muds. Pemantauan 'II,C tidak diperlukan. Bila terdapat > 2 gcjala yang memenuhi stadium 2 WHO clan pemeriksaan CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART (prosedur IV.2).

31 20 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl AntlretrovIral Pada Anak Cif Indonesia 7.2 Bagan Pemberian ART pada Anak < 18 Bulan Tanpa Konfirmasi Infeksi HIV dengan Tanda dan Gejala Penyakit HIV yang Berat (Lanjutan Prosedur 2.1.4) Aiiak usia < 18 bulan dengan status infekst belum pasti Mlulm AKI' (prosedur IX) 1. Anak < 18 bulan dcngan uji antihodi H IV positif dan berada dalam kondisi klinis yang bcrat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi ARV setelah kondisi klinisnya stabil. Tes antihodi hares diulang pada usia 18 bulan. 2. A iak < 18 bulan dengan till PCR positif dan kondisi klinis yang berat atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25 o harus mendapat ART secepatnya. Tes antibodi hares dilakukan pada usia 18 bulan. 3. Anak > 18 hulan dengan hasil till antibodi positif dan apakah sedang dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25 o sebaiknya juga mcndapat ART. a Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefisiensi bcrat, penentuan stadium klinis tidak mungkin dilakukan. b Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4

32 emantauan Anak Terinfeksi HIV yang idak Mendapat ART. Pemantauan teratur dire kornendasikan tmtuk: Memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya Mendeteksi dini kasus yang memerlukan ART. Menangani penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, yang bila secara dim ditangani dapat memperlambat perjalanan penyakit. Memastikan kepatuhan berobat pasien, khususnya profilaksis kotrimoksazol. Memantau basil pengobatan dan efek camping. Konseling. Selain hal-hal di atas, orangtua anak juga dianjurkan untuk membawwa anak bila sakit. Apabila anak tidak dapat datang, maka usaha seperti kunjungan rumah dapat dilakukan.

33 2 2 PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia Klinis Evaluasi klinis X' 1 X X Berat dan tinggi ` X ` ` X X badan Status nutrisi dan l X X 1 1 kebutuhannya Kebuttthan CTX dan kepatuhan x X X X X X berobat 2 Konscling untukrnencegah pemakaian narkoba, x X t penularan PMMS dan kehatnilan 5 Pencegahan 10 dan pengobatan 6 Laboratorium Fib and leukosit 1 X SGP"l' 3 CD4+ 4, atau ` X absolut 4 1 Termasuk ananuiesis, pemeriksaan fisik dan penilaian tutnhuh kembang. t?ntuk anak < 12 bulan, frekuensi pemantauan harus lehih senng karena risiko progresifitas tinggi 2 Lihat prosedur I V dan lampiran I I yang merujuk pemberian profilaksis kotnmoksazol. 3 SGP"I' pada awal aclalah pcmantauan minimal untuk kcrusakan halt. Bila nilai SGPT > 5 kali nilai normal, maka perlu (lilakukan pcmenksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta hepatitis C. 4 CD4+ digunakan untuk anak < 5 tahun. tintuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TI.C dapat digtmakan hila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mcngklasifikasi imunodeftsicnsi berat dan memulai pembenan ART. 5 Pada retnaja putri berikan konseling mengcnai pencegahan kchatnilan dan penyakit menular seksual (l'ms). Konseling juga mcliputi pencegahan transmisi I I1,' kepada orang lain, dan risiko transmisi I I I V kcpada bayi. 6 l.akukan penilaian pajanan TB (lampiran B dan G).

34 9,ersiapan Pemberian ART Pastikan Anda mengeij akan prosedur II hingga VII dahulu Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namur setelah ART dimulai, obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap han. Keticlakpattihan berobat merupakan alasan utama kegagalan pengobatan. Memulai pemberian ART pads saat anak atau orangtua belum siap dapat mengakibatkan kepatuhan yang buruk dan resistesi ART. Persiapan pengasuh anak Persiapan anak Pengasuh harus mampu untuk- Mengern pegalanan penyakit infeksi HIV pads anak, keuntungan dan efek samping ART Mengerti pentingnya meminum ARV tepat waktu setiap hari dan marnpu memastikan kepatuhan berohat Bertanggung jawab langsung untuk mengamati anak meininum ARV setiap han bertanggung jawab untuk mernastikan kepatuhan berohat pada remaja. Pemantauan Iangsung konsumsi obat pads remaja mungkin tidak diperlukan. Pcngasuh dapat memberikan tanggung jawab kepada remaja tersehut untuk meminum ARV Menyimpan ARV secara tepat Memv*idcat care mega zripur slat mengulntc ART Mampu menyediakan ART, pemantauan lahoratorium dan transportasi ke rumah sakit bila diperlukan Anak yang rnengetahui status IiIV mereka (penjelasan diberikan olch tcnaga kesehatan sesuai tingkat kcdewasaan anak) harus marnpu untuk: Mengerti perjalanan pemakit infeksi HIS, keuntungan dan efek samping ART Mengerti pentingnya meminum ARV tepat waktu setiap hari dan mampu patuh berobat Anak yang tidak mengetahui status I IHV mereka harus diberikan penjelasan mengcnai alasati meminum ARV dengan menggunakan penjelasan sesuai umur tanpa harus menggunakan kata IIi V atau AIDS Mereka harus mampu until Siap dan setuju untdt mendapat ART (tergantung maturitas, namun biasanya pada anak > 6 tahun. Penjelasan diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai tingkat maturitas anak) Mengerti pentingnya mcminum ARV tcpat waktu setiap han dan mampu patuh berobat Setuju dcngan rcncana pengobatan Pengasuh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen ART dan perjanjian tindak lanjut (folow tp) yang dapat dipatuhi oleh pengasuh/anak j Penilaian pcraiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kcpatuhan Ndai pemahaman pengasuh/ anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek samping dan bagaimana ART diminum (dosis, waktu dan hubungannya dcngan makanan) Nilai faktor yang dapat mcmcnuhi status III V. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk mcmulai ART, namun membuka status HI V dianjurkan bila pcngasuh slap dan anak dianggap matur dan dapat menyimpan rahasia_dukungan tenaga kesehatan diperlukan

35 1 0 ekomendasi AR Rejimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + I Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor ( NNRTI) Berdasarkan ketersediaan dan pedoman AR1', terdapat 3 kombinasi NR'fl yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa juga bisa digunakan utuuk anak anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus anak belum tentu tcrscdia, oleh karena itu diperltdcan modifikasi pemberian, dalam bentiik pembagian tablet dan pembuatan puycr. Sekarang sudah ada tablet ARV kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = I'DC) yang direkomendasikan olch WHO, yang mengandung stavudin (d4t), lanuv-udin (3TC) dan nevirapin (NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan sebagai pihlian pertama untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC, maka saat IM mulai banyak digunakan di negara lain. Langkah 1 : Pilih I NRTI untuk dikombinasi dengan 3TC a: NRTI Zidovudin (AZT)b dipilih bila Hb > 7,5 g/dl) 6euntungan \Z_'f kurang mcnyebabkan lipodistrofi dun asidosis laktat AZT tidak memerlukan pcnvimpanan di lemari pendingin Kerugi AZT kurang Efek samping inisial gastrointestinal AZT lebih banyak Dalam bentuk sirup A7.T jauh lebih banyak dan toleransi pasien rendah Anemia dan neutropenia berat dapat terjadi. Pemantauan darah tepi Iengkap sebelum dan sesudah tetapi berguna terutama pada daerah endemik malaria r

36 Rekomendasi ART 25 IVRT! Keuntungan Kerugian Stavudin(d4'I) c Abacavir(ABC) d4t memiliki efek camping gastrouitesinal dan anemia lebih sedikit dibandingkan AZT ABC paling sedikit menimbulkan lipodistrofi dan acidosis laktat Toksisitas hematologik ABC sedikit dan toleransi baik ABC tidak memerlukan lemari pendingin AliC mempunyai cfik;t^i balk d4t lebih sering menimbulkan lipodistrofi, acidosis laktat dan neuropati perifer Sirup d4t memerlukan penyimpanan lemari pendingin. Kapsul terkecil adalah 15 mg, cukup untuk anak dengan berat > 15 kg ke atas ABC dihuhungkan dengan potensi hipersensitivitas fatal sebesar 3% pada anak-anak di negara maju ABC lebih mahal dari AZT and d4t dan tidak ada bentuk gencrik a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena mernihki catatan efikasi, keamanan dart tolerabilitas yang baik. Namun mudah timbal resistensi bda tidak patuh minum ARV. b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stawdin (d4t). Karena FDC belum ada yang mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4t. c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4t jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4t ke AZT (bila [lb anak? 8 gr/di). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu mempertimbangkan masak-masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.

37 26 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Langkah 2: Pilih 1 NNRTI l NNRTI Nevirapin (NVP) a,b Efavircnz (I-.F\) b Keuniungatt NVP dapat diberikan pada setnua umur Tidak memiliki efek teratogenik Tersedia dalam bentuk pil dan sirup.tidak memerlukan Leman pendingin N\P merupakan salah saw kombinasi obat yang dapat digtmakan pacla anak yang lebih tua EFV mcnyebabkan roam dan hepatotoksisitas lebiln sedikit dan NVP. Roam yang muncul umumnva organ Kadarnya lebih tidak terpengaruh oleh nfampisin dan dianggap scbagat NNR'11 tcrpihh pada anak yang mendapat terapi TB Pala anak yang belum dapat menelan kapsul, kapsul EFV dapat diind a clun ditanbahkan pads mm uin.u,,tau makes 'an Insidens ruam lebih tinggi clan EFV.. Ruam NVP mungkin herat dan mengancam jiwa Dihubungkan dengan potensi hepatotoksisitas yang mampu mengancam jiwa Keduanya lebih senng terjadi pads perempuan dengan CD4+ > 250 cells/mm, karenanva jika digunakan Pala rema)a putri, pemantauan ketat pada 12 minggu pertama kehanulan diperlukan (nsiko toksik tingg) Rifampisin menurunkan kadar NVP lebih berat dan EPV EFV han ya dapat ditnmakan pada anak? 3 tahun atau BB? 10 kg Gangguan SSP sementara dapat terjadi pada 2(-36 6 anak, jangan diberikan Pala anak dengan gangguan psikiatnk berat El-%' mennliki efth teratogvuk, hares dihunclari pada remaja putri yang potensial untuk hanxil Tndak terseclia dalam bentuk sirup EFL chili mahal danpada N V P Ringkasan pemilihan ART lini pertama Pilih 3 ()bat dcngan vvarna yang berbeda, kecuali bila tersedia FDC, otomatis 1nenggunakan d4t, 31 C, dan NVP 3TC a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalarn program pencegahan penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai nsiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen bcrbasis NNRTI. OIeh karma itu, 2 NRl'1 + I NNRTI tetap merupakan pihhan utama untuk anak -anak tersebul b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang tnengandung estrogen. Kondom hares selalu digtmakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat scrostatus I IIV. Remaja putri dalam masa re-produktif yang mendapat EFV harus menghindan kchamilan (lampiran C).

38 Rekomendasl ART Rejimen Lini Pertama Bila Anak Mendapat Terapi TB dengan Rifampisin )ika terapi 1'B telah berjalan, maka ART yang digunakan: 2 NRT1 F.FV (anak? 3 tahun) Sesudah terapi 'IB selesai alihkan ke rejimen lini pertama 2NRTI + NV''P atau EFV untuk efikasi lebih baik 2 NR'1'l + NVI' A/ I' at»u d4'1' + 3'I'C + :\BC 2NR'l'l NVP a Lanjutkan rejimen sesudah tempi TB selesai Ganti ke 2NRTI + ABC atau 2 NRTI + EFL' (umur > 3 tahun) Catatan: Apabila diagnosis TB ditegakkan, tempi TB harus dimulai lebih dabulu dan ART diberikan 2-8 minggu setelah tunbul toleransi tempi TB dan untuk menurunkan risiko suidrom pulih imam (immune reconstitution inflammatory _yndrome, IRIS). Keuntungan dan kerugian memilih ALT atau d4t + 31'C + ABC: - Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan nfampisin. - Kerugian : Kombuiasi ini memihki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV. ABC lebih mahal dan tidak ada bentuk genenk. a Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NW dan EFV bih digunakan bersamaan dengan rifampisin. Bda terdapat perangkat pemeriksaan fungsi ham, dosis NVP dapat dinaikkan 30 'o. Sedangkan dosis standar EI V tetap dapat digunakan.

39 28 PedomanTatalaksana Infeksl HIV danterapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART: I + ABC I + EFL' 72R" 'I+ NVP 1, ruskan Teruskan Gantikc2 NRTI+ABCatau2NR1'I+ I- v (umur > 3 tahun) L Catatan: 'I'idak ada interaksi obat antara NR'I'i dan rifampisi.n. Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan fiingsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Scdangkan dosis standar FFV tetap dapat digunakan. Obat 1'B lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART Pada pengobatan '1B, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus digunakan dalam rejunen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan pertama pengobatan. Pergantian terapi '1'B dari rifampisin ke non rifampisin dalam masa pemchharaan tergantung pada kebijakan dokter yang merawat. Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRIl dapat tumpang tindih, karma itu diperlukan pemantauan fungsi hati. 'I'ctap waspadai kenwngkinan sindrom pulih unun (IRIS)

40 11 Memastikan Kepatuhan Jangka Panjang dan Respons yang Balk Terhadap ART Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART '1'cnaga kesehatan perlu memahami masalah orangtua/anak dan dapat memberikan dukungan yang positif Nleminum ARV tepat waktu setiap hari bukanlah tugas yang mudah. '1'enaga kesehatan tidak boleh mencerca atau menegur apabila pengasuh/ anak tidak patuh, namun bekerja sama dengan mereka untuk menyelesaikan masalah yang mempengaruhi kepatuhan. Alaaan tidak patuh a. Doeia terlewat (nriues doses) Tanyakan apakah anak tclah mclewatkan dosis dalam 3 hari terakhir dan scjak kunjungan terakhir Tanyakan waktu anak meminum ARV 'ran vakan alasan ketidakpatuhan Dosisterlcwat dapar terjadi: -^ - waktu minum obat tidak scsuai dengan kebiasaan hidup pengasuh/anak - Rcjimcn ohat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa tidak cnak - Masalah penyediaan ART (finansial, resep inadekuat) - Anak menolak (khususnva pads anak yang lebih tua yang jenuh minum obat *tau tidak mengetahui status I II V nya) b. Doaia tidak tepat. 'lenaga kesehatan harus memastikan pads setiap kunjungan: - dosis setiap ARV - cars penyiapan ARV cara penyimpanan ARV c. Efck camping Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa seriug tidak dipantau atau ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan Lipodistrof dapat menycbabkan remaja berhenti minum obat d. Lain-lain Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam bcrobat. C'.ontohnya hubungan yang tidak balk antara tenaga kesehatan dengan keluarga, penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah, masalah sosial, perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.

41 30 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Solusi yang disarankan I Tata laksana Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk: - mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat - mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai - dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula yang sesuai - melatih menclan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum Mencan tahu alasan penyediaan ARV terganggu - bantu pengasuh untuk menyelesaikan masalah ini Mencari tahu alasan anak menolak ART - konselntg, khususnya peergmup cminseling - apabila anak tidak mengetahui status HIV, tenaga kesehatan bekerja sama dengan pcngasuh untuk membuka status 1{IV Tata laksana Alat bantu seperti boks pil. l)apat juga kartu tertulis atau bergambar mengenai keterangan rejimen secara rinci Periksa dosis dan mints pengasuh/anak untuk menunjukkan cara menviapkan ART Scsuaikan dose menurut TB/BB anak Tata laksana Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat keparahan Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa yang dirasakan anak Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang menyebahkan bpodistrofi Tata laksana Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan bersahabat sehingga pcngasuh/anak merasa nyaman untuk menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifikasi ART mungkin diperlukan Melihatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung

42 12 Pemantauan Setelah Mulai Mendapat ART Klinis Evaluasi Minis 1 Z X X \ t 1 Berat dan tinggi badan Perhitungan dosis ART I Obat lain yang bersamaan 2 Nilai kepatuhan minum obat 3 x \ x 1 Y x x 1 l 1 k x 1 ^: X x 1 Pasien anak yang diben ART dengan cepat bcrtambah herat dan tingginya sesuai dengan pertumbuhan, karenanya penghitungan dons harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah akan menimbulkan resistenst. 2 Obat yang diminum bersantaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol diminum (pada anak yang tenndikasi) atau ada ohat lain yang potensial berinteraksi dengan ART (lampiran D). 3 Kepatuhan minum ohat ditanyakan dengan cars menanyakan dosis yang tedewat dan waktu anak minum obat. Yang ideal adalah menghinmg sisa tablet atau puyer, atau sisa sirup bila tersedia sediaan sirup.

43 32 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Laboratorium Fib dan leukosit 4 1 k Kinua da.tah Iengkap 5 Tes kchamilan pada rcmaja 6 x Catatan: Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak latijut, maka hares diupayakan untuk menghubungi anak/orang tua (misainva dengan telcpon atau kunjungan rumah). Pengasuh hares didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping dan intolcransi. 4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menenma AZT pada bulan 1, 2 dan ke 3. 5 Pemcriksaau kirnia darah lengeap mcliputi enzim -enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase, lipase dan elektrolit. Petnantauan bergantung pada gelala dan obat ART yang dipilih. Pada rcmaja puts dengan CD4+ > 25(1 sel/mm' pcmantauan fungi hati dalatn 3 bulan pertama ART dipertimbangkan bila memakai NVP. luga pada kasus anak dcngan koinfeksi hepatitis R dan C atau penyakit hati laimrya. 6 Tes kchamilan harus dilakukan pada remaja putri yang akan mendapat EF-V, dan iuga dilakukan konseling keluarga. 7 Apabda terdapat perburukan klutis. maka pcmeriksaan CD4+ lehih awal dilakukan. I litung lunfosit total tidak dapat digunakan untuk pcanantauan terapi ART selwtgga tidak dapat menggantikan CD4+. Bila pemenksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter kluus untuk pemantauan. 1

44 13 IL:-;valuasi Respons Terhadap ART Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit) Anak dengan AKI' pada kunjungan berikutnva Lihat prosedur 13.2 Ulangi konsultasi Ulangi konsultasi kepatuhan berobat nutrisi Memperkuat Memperkuat dukungan nutrisi dukungan pengobatan

45 34 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan Minis pada Kunjungan Berikutnya ( follow up visit) Lanjutkan ART Ya Lihat prosedur 13.3 Ulangi konsultasi kepatuhan berobat Memperk-uat dukungan pengobatan Ulangi konsultasi nutnsi Memperkuat dukungan nutnsi a Perbaikan laboratorium (hiasanva terjadi dalam 24 minggu) Kenaikan hitung atau persentase CD4+. Kenaikan kadar hemoglobin, leukosit dan tromhosit.

46 Evaluasi ResponsTerhadap ART Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan Minis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit) Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan berikutnya l'a Timbulnya Periksa penyebab penyakit barn 1'idak Lanjtkan ART Infeksi oportunistik baru IRIS Terkait ARV Toksisitas Intcraksi obat Jika ART > 24 minggu, Ikn kit,unak lnasa pertimbangkan kegagalan pengobatan Lanjtkan ART Catatan: Sesuai stadium klinis 3 dan 4 %U 10, kejadian kluus baru didefinisikan sebagai infeksi oportunistik yang baru atau penvakit yang biasanya berhubungan dcngan HIV

47 14 i ata Laksana Toksisitas A RI Prinsip Tata Laksana Toksisitas ARV 1. Tentukan beratnya toksisitas 2. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya 3. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus pads anak yang timbul iktcrus pads AR'I) 4. Tata laksana efek simpang bergantung pads beratnya reaksi. Secara umum adalah: Derajat 4: Reakriyan mengancamjiwa (lanpiran E): segera hentikan semua obat ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan rejimen yang sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas) setelah pasien stabil Derajat 3: Reakri berat. ganti obat yang dimaksud tanpa menghentikan pemberian ARV secara keselunrhan Derajat 2: Reaki sedang: beherapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer) memedukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap mclanjutkan rejimen yang sekarang sedapatnya; jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatik, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV Derajra 1: Reakci nngr»t: memang mengganggu tetapi tidak memedukan penggantian terapi. 5. Tekankan pentingnya tetap meminum ohat meskipun ada toksisitas pads reaksi ringan dan sedang. Pasien dan orangtua diyakinkan bahwa beherapa reaksi ringan akan menghilang sendiri selarna ohat ARV tetap diminum 6. jika diperlukan untuk menghentikan pemberian ART karena reaksi yang mengancam jiwa, semua ART harus dihentikan sampai pasien stabil Catatan: I)erajat ber<atnya toksisitas dan tata laksana terdapat pada larnpiran E. Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidal: herat dan dapat diatasi dengan mcmbcri tempi suportif. F:fck samping minor dapat menyebabkan pasien tidak patch minum obat, karenanya tenaga kesehatan hams tens mengkonseling pasien dan mendukung terapi. Oleh karena itu setiap akan memul:ti pemberian ARV, masalah toksisitas ini sudah bans ditcrrngkan sejak awal dan bagaimana cara penanggulangannya, sehingga pasien tidak akan dihentikan pemberian ARVnya. Bila diperlukan pcnghcntian ARV, NNRTl (NVP dan EFti) hares segera dihentikan, tetapi 2 NRTI kinnya tetap diberikan hingga 2 minggu kemudian, barn diputuskan dihcntik :rn atau diteruskan disertai substitusi/mengganti NNRTI dcngan golongan PI r

48 Tata l aksana Toksisitas ART Kapan Efek Samping dan Toksisitas ARV Terjadi? 7 Dalam I'l-I 1;!7,:,;!cstinal adalah mual, muntah dan diare. Efek beheripa minggu pertama samping mni bersifat ie4-bmitin^ dan hanya membutuhkan terapi simtomatik Ruam dan toksisitas hati umumnva terjadi akibat obat NNRTI, narnun dapat juga oleh obat NR'TI seperti ABC dan PI Menaikkan secara bertahap dosis NVP dapat menurunkan risiko toksisitas Ruam ringan sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi dengan pemantauan, terapi simtomatik dan perawatan suportif Ruam yang berat dan tokszisitas hati dengan SGPT > 10 kali nilai normal dapat mengancam jiwa dan NVP harus diganti (lampiran L) Toksisitas SSP olch EFV bersifat self-limiting. Karena EIS' menvebabkan pusing, dianjurkan untuk dirmnum scat malam han Iiipersensitivitas terhadap AI3C biasanya terjadi dalam 6 minggu pertama dan dapat mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan tidak usah digunakan lagi Dari 4 minggu dan sesudahrtya Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT Penvebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati. Anemia nngan asimtomatik dapat terjadi. Jika terjadi anemia berat dengan HI) < 7,5 gr/dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3, maka A%T harus diganti ke ABC atau d4t (lampiran E)

49 38 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 6-18 bulan r + o. Disfungsi mitokondria rerutarna terjadi O;cL :"ir Nh 11, tcrmasuk asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, ncuropan periter, lipoatrofi dan miopati. Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4t dan dapat menyebabkan kcrusakan bentuk tubuh permanen Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja, terutama dikaitkan dengan penggunaan d4t. Acidosis laktat yang berat dapat mengancam jiwa I:elainan metabolik umum terjadi oleh P1, termasuk hipcrlipidemia, akumulasi lcmak, resistensi insulin, diabetes dan osteopenla. Bergantung pada jenis reaksi, hentikan NRTI dan ganti dengan obat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda (prosedur 14.2) Setclah. Nefrolitiasis urnurn terjadi oleh IDS' I tahun Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF. flentikan obat penyebab dan ganti dengan ohat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda 1

50 Tata I aksana Toksisltas ART Toksisitas Berat Pada Bayi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV Lini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya BC Itcakst hipersensitiaitas AZT atau d l 1 I' Anemia atau neutropenia berat a d4t atau ABC, Asidosis Iaktat ABC Ganti NRTI dengan PI + NNRfI jika ABC tidak tersedia Intolertnsi saluran cerna berat b d4t atau ABC d4t Asidosis laktat ABC c Neuropati penfer Pankreatitis Lipoatrofi/sindrom metabolik d AZT atau ABC 3I'C Pankreatitis e ABC atau AZT a Anemia herat adalah Hb < 7,5 g/dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3. Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis. b Batasannva adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat ARV (mual dan muntah persisten). c ABC dipilih pada kondisi ini, tetapi bila ABC tidak tersedia boleh diginakan AZT d Substitusi d4t umumnv a tidak akan menghilangkan Lipoatrofi. Pada anak ABC atau AZT dapat dianggap sebagai altematif e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FI'C) dilaporkan pada orang dewasa, namun sangat jarang pada anak.

51 40 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia EPV '1'oksisitas sistem saraf pusat berat dan pcrmanen f Potensial tcratogenik (Iraqi rcmaja putri hamil pada trimester I NVP atau yang mungkin hamil dan tidal: memakai kontrtsepsi yang memadai) NVP Hepatitis simtomatik akut g EI'V h Reaksi hipersensitivitas Reaksi hipersensitivitas Lest kulit yang mengancam jiwa (Stevens-Johnson Syndrome) ' Dipertimbangkan untuk diganti dengan NRTI yaitu: NRTI ketiga (kerugian: mungkin kurang poten) atau PT (kcrugian: terlalu ccpat dipilih obat lint kedua) I f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusmasi persisten atau psikosis, g Toksisitas hati yang dihubtmgkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV yang belum mcncapai usia rcmaja. h EFV seat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan scbaiknya udak holeh dibeokan pada remaja puts yang hamil trimester I atau aktif sccara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang memadai. i I cm kulit yang berat didefinisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi, angioedema, atau reaksi mirip serum sickness, atau lesi discrtai gejala konstitusional sepc rti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial, konjungtivitis. Sindrom Stevens- Iohnson dapat mengancam jiwa, olch karena itu hentikan NVP 2 2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya I 'niuk SS-1 penggantinya tidak holeh dangolongan NNR'I'I lagi. j Pemberian PI dalain rejimen lint pertama mengakibatkan pilihan obat berdcutnva terbatas bila sudah terjadi kegagalan terapi.

52 15 immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) Definisi. Kumpulan tanda dan gejala akibat meningkamya kemampuan Frekuensi Waktu Tanda dan gejala Kejadian IRIS paling umum Tata laksana respon imun terhadap antigen atau organisme yang dikaitkan dengan pemulihan imun dengan pemherian ART'. 10 'o dan semua pasien dalam inisiasi ART. 25,'0 pada pasien dalam inisiasi ART dengan hitung CD4+ < 50 sel mm' atau pent' akit klinis berat (stadium WI 10 3 atau 4) Biasanya dalam 2-12 ntinggu pada inisiasi ART, namun dapat juga muncul setelahnya. Deteriorasi tiba-tiba status klinis segera setelah memulai ART Infeksi subklinis yang tidak tampak seperti TB, yang muncul sehagai penyakit aktif Baru dan munculnya abses pada tempat vaksinasi BCG. Memburuknva inteksi yang sudah ada, seperti hepatitis B atau C Al. tuberculosis, Al. aiium cvrnplex (MAC), infeksi virus sitomegalo dan penyakit kriptokokus. Lanjutkan ART jika pasien dapat mentoleransinya Obati inteksi oportunistik yang muncul Pada sebagian besar kasus, gejala IRIS menghilang setelah beberapa minggu, namun beberapa reaksi dapat menjadi berat dan mengancam jiwa dan memerlukan kortikosteroid jangka pendek untuk menekan respon inflamasi yang berlebihan Prednison 0,5-1 mg/kg1313/han selama 5-10 han disarankan untuk kasus yang sedang sampai berat " i Robertson ],.Meier. M, II"all J, Ying J Fichtenbaum C Immune Remnstitution Syndrome in H1I I aidating a Case Definition and Identifying C:knical Predictors in Persons Initiating AntireMniral Therapy IRIS. Ckn Infect Dis 200,-42: ii French MA, Lenin N. John Al, et al Immune restoration disease after the treatment of immunodefident HII' infected patients with highly active antiretroeiral therapy. HII' Med 2000; 1: iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al Paradasical reactions during tuberculo sis treatment inpatients with and without III I' co-infection. Thorax 2004; 59: iv Ms(omsy G, Whalen C, Mawborter S. et al Placebo- controlled trial of prednisone in advanad HI I'-1 infection. AIDS 2001;

53 r 16 Diagnosis Diferensial Kejadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 3 Bulan Pertama Pemberian ART 1 1 W-Mm Mual ART: Hepatitis 13 clan C yang Muntah AZT, self-limiting dalam 2 tninggu timbul karena IRIS Profilaksis 01: Dicurigai bila muacl, Kotritnoksazol atau INH muntah disertai iktcrus Nyen A RT: Hepatitis B dan C yang abdominal d4"1' atau ddl dapat mcnyebahkan timbul karena IRIS atau pankrcatitis. Dicurigai bila mual, pinggang. NVP (EF'V Ichih jar tng) rnuntah disertai iktents dan/atau menyebahkan disfungsi hati yang ikterus membutuhkan penghentian obat Profilaksis 01: Kotrimoksuol atau IN II Diare ART : IRIS yang berasal dari NFV dan golongan PI lainnya MAC atau C\R' dapat biasanya mcnycbabkan diare. menyehahkan diare Hipersensitif AB(. Sakit kepala ART: Nilai untuk meningitis AZT atau E FV, biasanya ref/kmitin^ kriptokokus dan tmosis atau dapat bertah.in dalarn 4-8 minggu

54 Diagnosis Diferensial Kejadlan KlinisTerjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART 43 Demam ARI: Reaksi hipersensitivitas ABC atau 6 0 reaksi simpang NVP IRIS yang disel,i i ' beberapa organtsmc, seperti MAC, TB, CMV kriptokokus, herpes zoster Batuk ART: IRIS yang dikaitkan Kesulitan NR'I'I dikaitkan dengan asidosis dcngan PCP, TB, bernafas metabolik pneumonia baktcri atau Hipersensitivitas ABC fungal Fatigue ART` Dicurigai IRIS MAC Ducat ALT, biasanya berkembang dalam 4-6 bila fatigue, demam dan minggu setelah inisiasi anemia Ruam kulit ART': Kondisi kulit yang dapat Gatal. NVP atau ABC mengalami flare up karena Harus dinilai secara seksama IRIS dalam 3 bulan dan dapat dipertimbangkan pertarna pemberian ART penghentian obat pada reaksi. I-herpes simpleks dan berat. Ruarn EFV bersifat self zostcr limitinrg Virus papiloma (warts) Profilaksis 01:. Infeksi jamur Kotrimoksazol atau INH Dermatitis atopik

55 Tata Laksana Kegagalan 17!Pengobatan ARV Langkah 1 : Nilai kritcria klinis untuk kegagalan pengobatan Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan herikutrnya Periksa kegagalan ^' Perlu perubahan ke ART klinis a lini kedua I Tidak Periksa kriteria kegagalan imunologis Apakah anak memenuhi salah sane kriteria: Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya berespons terhadap pengobatan. I Iilangnya neurodevelopmcntal milestones atau muncuhtya ensefalopati. Adanya infeksi oportunistik bare atau keganasan atau rekurensi uifeksi seperti kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau kandidiasis esofagus. Gcjala bukan IRIS atau penyebab launnya yang tidak relevan a Kriteria kegagalan khnis

56 Tata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV 45 Langkah 2: Nilai kriteria imunologis untuk kegagalan pengobatan Anak dengan ART tanpa pcrbaikan klinis pada kunjungan berikutnya [tiriteria kegagalan imunologis Tidak Lanjutkan ART 1a CD4 CD4 CD4 Sevrcr unmunodeficrcncv Sevr if m odrficieney Pcrlu perufr,tlran kc ART lint kedu,i Catatan: Tipe 1. Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setclah pernah pemuhhan imun inisial. Tipe 2. Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi dengan minimal satu pemeriksaan CD4+. Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi berat menurut usia.

57 1 8 Rencana Mengubah Ke Rejimen Jni Kedua Masan utama kegagalan pengobatan adalah kepatuhan yang kurang. Kepatuhan harus diperbaiki dan perlu pemantapan mekanisme suportif kembali sebelum pindah rejimen Merubah ke rejimen lint kedua BUKAN keadaan gawat darurat Penting untuk memastikan bahwa anak mendapat profilaksis infeksi oportunistik yang tepat Rcjimcn yang gagal biasanya tetap menyimpan aktivitas anti HIV, oleh karena itu secara umum anak tetap melanjutkan rejimen tersehut sampai anak siap untuk rejimen lini kedua Apakah anak mempunyai kepatuhan baik terhadap ART Bekerja sama dengan keluarga untuk menyelesaikan masalah penyebab ketidakpatuhan Melanjutkan rejimen lini pertama yang sama, ben profilaksis infcksi oportunistik dan dipantau secara ketak Mulai terapi lini kedua setath dipastikan kepatuhan balk 1'a mempunyai kegagalan pengobatan secara klinis 1"a 1 1'idak Apabila anak mempunyai kegagalan CD$+ tanpa disertai kegagalan klinis, maka perubahan terapi lini kedua tidak perlu terburu-buru Anak dapat mclanjutkan rejimen lint pertama yang sama sementara kepatuhan diperkuat, dan dilakukan profilaksis infeksi oportunistik, pemantauan ketat dan pemertiksaan (:D$+ Pcruhahan ke terapi lini kedua hanya jika anak/ keluarga slap dan CD4+ masih dalam rentang imunode fisiensi berat Apakah pengasuh/anak telah 1 id.d Kerjakan poin tersebut pada memenuhi poin di persiapan pengasuh/anak untuk persiapan pemberian ART (prosedur 10) mulai terapi lint kedua l'a Persetujuan dalam rencana pengohatan dan penyelesaian faktor penyebab ketidakpatuhan Penga suh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen lini kedua dan perjanjian pertemuan tindak lanjut yang dapat dihadiri oleh pengasuh/anak Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mcmpengaruhi kepatuhan dan beker a sama denganpangasuh /anak untuk menvclesaikannya 1

58 19 Rejimen Lini Kedua Yang Direkomendasikan Untuk Bayi dan Anak Pada Kegagalan Terapi Dengan Lini Pertama Konsultasi ahli dianjurkan jika dicurigai ada kegagalan ART Rekomendasi bila lini pertama adalah :2NRTIbaru+1PI Langkah 1 : Pilih 2 NRTI \/'I' atliu d-i'l I ddl + ABC ABC + 3TC ddl + AZT Mcncruskan penggunaan 3TC pads reiunen luu kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC dihubungkan dengan herkurangnva ketahanan virus HIV Langkah 2: Pilih 1 PI P1 Terpilih Keuntungan Keru;ian Lopinavir /ritonavirlpv /r Saquinavir/ Ritonavir SQV/r Efikasi sangat baik, khususnya anak yang belum pernah mendapat PI Ambang terhadap resistensi tinggi karena kadar obat tinggi dengan penambahan ntonatir Tersedia dalam bentuk sirup, pil dan tablet Dosis anak sudah tersedia Dapat digunakan bersama iilunru r hoorting 1`16.ik,t balk Membutuhkan penyimpanan dalain lemari pendingin Kapsul gel ukuruinya besar Harganya mahal Rasa tidak enak Sirup mengandung 43% alkohol, dan kapsul mengandung 12% alkohol Tidak bisa dibagi Untuk anak > 25 kg dan mampu menelan kapsul Ukuran kapsul besar dan memerlukan penvimpanan di lemari pendingin Beban pil banyak Sexing ditemukan efek camping saluran cema

59 48 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia metwnjukk n efikasi dan keamanan yang haik Sedikit sekali menimbulkan hipcrlipidemia dan lipodistrofi dibandingkan,ilona;rr-booved Pi cfikasi lebih rendah dart boosted I'll clan EFN'. Behan pjl banyak String ditemukan efek sarnping saluran cerna Terdapat kekhawatiran adanya komponen karsinogenik Rekomendasi lini kedua bila lini pertama 3 NRTI = 1 NRTI + 1 NNRTI + 1 PI Rejitnen 'L;uu Per, en lint kcdua Al' "/.'atau d4'i' + 3TC + ABC ddl + EFL' atau N'AT + I PI (paling haik LPV/r atau SQ\' /r. Alternatif lain NFL') Catatan: Resistenst silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV terus berproliferasi meskipun dalam pengohatan ART. lika kegagalan terapi terjadi dengan rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC. Memilih mencruskan NNR11 pada kondisi tni tidak ada gunanya, tetapi mencruskan pembetian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV. AZT dan d4t hampir selalu bereaksi silting dan mempunyai pola resistensi yang sama, schingga tidak dianjurkan menggantt sane dengan pang lainnya. Prinsip pcmilihan rcjimen lint kedua: Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin. - Bila kelas yang sama akan dipilth, pilth obat yang sama sekali belum digunakan sebelumn y a dan poly resistensinva tidak orrrkipping. Tujuan pemberian rejimen lint kedua adalah unnik mencapai respons klinis dan imunologis ((:D4+), tetapi responsnya tidak sebaik pads rejimen lint pertama karena mungkin sudah terjad) resistensi silang di antara ohat ARV. Sehelum pindah ke rejimen lint kedua, keparuhan berobat hams benar-henar dindat. Anak pang dengan rejimen lint kedua pun gagal, terapi penyelamatan yang efekttf masih sulit dilakukan. Konsultasi dengan panel ahli dipedukan. Untuk rejimen berbasis rimnazir -bo,isted PI, pcmeriksaan lipid (trighserida dan kolesterol, jtka mungkin LDL. dan HIM.) dilakukan settap 6-12 bulan. r

60 20 Tuberkulosis Bagan Skrining Kontak TB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada Tidak Tersedia -1nak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak T13, tanpa tanda/gejala yang mendukung'ib Riwayat kontak TB (dewasa):.apapun sputum posinf atau kultur positif Kontak eras Tidak Tindal: lanjut reguler Ya RIinis sehat Tidak ada tanda/gejala TB 'I'idak r Penilaian penyakit'1'b 1'a IPT Irarus diberikan selama 6 bulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB IP'I' = Isontatiid Prevention Therapy

61 5o Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Catatan: Banyak midi menemukan hahwa tnencart kontak 'TB penting dalam identifikasi kasus TB baru dan dirckomendasikan olch ATHO dan Ldernational Union _-1gaints 1 uberrnloses and Lrrit,g Disease. Direkomendasikan bahwa senlua anak terinfeksi HIV yang memiliki kontak TB dalatn satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap harm selanla minimal 6 bulan). Anak yang nnggal bersama dengan pendenta't'b pulmonal dengan apusan positif (atau dinyatakan mcnderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko itlfeksi lebih besar bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah dengan bayi. Cara terbaik tultuk deteksi infeksi TB pada anak adalah till tuberkuhli dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk kontak penyakit 'I'B. Apabila uji tuberkuhn dan foto rontgen dada tidak tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata laksana terhadapnya. Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menemukan apakah anak sehat atau simton atik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga hartts tersedia untuk sumbcr TB pulmonal dengan apusan negatif Apabila anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala, nlaka diagnosis 'IB perlu dican, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila asimtonlatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada kebijakan nasional. Tcrapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah isoniazid 5 mg/kgbb setiap harm sclama 6 bulan. Tindak laniut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap. Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.

62 Tuberkulosis Bagan Uji Tapis Kontak TB dan Tata Laksana dengan Dasar Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB I F Riwayat kontak TB (dewasa):. Apapun sputum positif atau kultur positif Kontak erat '1"idak Tindak lanjut reguler Ya Minis sehat '1'idak ada randa/gejala 'IB Tidak Penilaian penyakit'1b Ya C Uii tuberkulin positif Tidak dan/atau foto rontgen dada positif IPT harus diberikan selama 6 hulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB Ya Penilaian penyakit TB

63 52 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Uji Tuberkulin Uji tuberkuhn harus distandarisasi di setiap negara, balk menggunakan tuherkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar 5 TU (tuberculin unit, ataupun tuherkulin PPI) RT'23. Kcduanya memberikan reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus terlatih dalam melakukan clan membaca hasil uji tuberkulin. Uji tuberkulun dikatakan positif bila: Pada anak dengan risiko tinggi (tcrmasuk anak terinfcksi HIV dan gizi buruk, seperti adanva tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter indurasi > 5 min Pada anak lainnya (balk dengran atau tanpa vaksin Bacille (.almette-guerin, B(,G): diameter indurisi > 10 min Nilai Uji Uji tuberkulin dapat digtinakan untuk menyaring anak yang terpajan TB (misalnya dengan kontak TB pada sate rumah), nanuin anak tetap dapat menerima kemoprofilaksis meskipun up tuberkulin tidak tersedia Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmonal Diagnosis TB pada anak membutuhkan penilaian yang menycluruh, meliputi anamnesis teliti, pemeriksaan Minis dan pemeriksaan yang terkait, seperti uji tuberkulin, futo rontgen dada dan mikroskop apusan sputum. Sebagian besar anak yang tennfeksi TB terkena '1B pulmonal. Meskipun konfirmasi bakteriologi tidak sckalu tersedia namun harus dilakukan jika nningkin, seperti pemenksaan nukroskopik sputum anak yang dicurigai TB pulmonal bila anak sudah mampu mengeluarkan sputum. Bergantung umur anak, sainpai 250o TB pada anak adalah TB ekstrapulmonal, tempat paling sering adalah kelenjar getah bening, pleura, pcnkardiuin, meninges (Lan TB miliar. Anak dengan penyakit I IIV lanjut bcrisiko tinggi unttik'lb ekstrapulinonal. Terapi percobaan dengan obat anti TB tidak dianjurkan sebagai metode diagnosis presumptif TB pada anak. Setelah diagnosis TB ditegakkan, maka terapi Icngkap harus diberikan. a Wi 10 Guidrna for National Tnbemdotis Programmes on the Alan, emeni of Tuberculosis in (:hi4hen 20(M

64 Tuberkulosis 53 Pendekatan rekomendasi untuk diagnosis TB a 1. Anannesis teiti (termatiuk Mayat kontak TB dan gejala konsisten dengan'ib) 2. Pemeriksaan klinis (termasaik penilaian pertumbuhan) 3. Uji tuberkulin 4. Konfirmasi bakteriologi apabila memungkmkan 5. Imestigasi yang berkaitan dengan suspek 'IB pulmonal dan ekstrapulmonal 6. Uji HIV (di area dengan prevalenst I liv yang tinggi) Definisi Kasus TB b Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum positif 1. Dua atau lebili pemeriksaan apusan sputum uusial menunjukkan BTA positif, atau 2. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan ada abnormalitas radiografi sesuai dengan'1b pulmonal aktif, yang ditentukan oleh klinisi, atau 3. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan kultur positif untuk M. tuberculosis. Anak dengan apusan sputum positif umumnva sudah berusia remaja atau anak pada usia berapapun dengan penyakit intratorak berat. Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum negatif Kasus TB pulmonal yang tidak memenuhi definisi di atas untuk apusan positif. Kelompok ini termasuk kasus TB yang tidak ada hasil pemeriksaan sputum, dan lebih sexing pada kasus anak dibandingkan dewasa. Catatan: Sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat, kriteria diagnosis untuk 'IB pulmonal harus meliputi: Minimal 3 sputum mentmjukkan BTA ncgatif, dan Abnormahtas radiografi sesuai dengan TB pulmonal aktif, clan Tidak berespons dengan pemakaian antibiotik spektrum luas, dan Keputusan untuk memben kemoterapi tuberkulosis terletak pada k inisi a IY'110 Grddana for National Tubrrrulosis Programmes on the Management of Tuhemilosis in C:hildrrn 2006 b Guidana for National Tubemdads Programmes on the Management of Tubenwlosis in Oildren 2006

65 54 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretrovlrat Pada Anak DI Indonesia TB ekstrapulmonal Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak dengan TB pulmonal dan c k strap ulmonal harus diklasifikasikan dalam kelompok TB pulmonal Pengobatan TB a Terapi anti TB Pedoman internasional merekomendasikan bahwa 'lb pada anak yang terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak yang tidak tcrinfcksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi IIIV harus diobati dengan rejimen rifampisin selatna durasi pengobatan, karena penggunaan etambutol pada kasus de,,,wasa dengan mnfeksi HIV tuituk masa lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan 'I'B, terniasuk yang tennfeksi IIIV, mempunvai respon yang bagus terhadap rejimen sclania 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan seperti ketidakpatuhan bcrobat, absorpsi obat yang buruk, resistensi obat dan diagnosis banding, harus diselidiki lcbih lanjut pada anak yang tidak mengalatni perbaikan dengan terapi anti TB Dosis rekomendasi obat anti-tb lini pertama untuk dewasa dan anak b Obat Setiap hari Dosis dan Rentang (mg/ kgbb ) Maksimum per hari (mg) '1'iga kali seminggu Dosis dan rentang (mg/kgbb) Maksimum per hari Isoniazid 5 (4-6) (8 12) - (mg) Rifampisin 10 (8-12) (8-12) 600 Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) - Erambutol Anak 20 (15-25) Denvasa 15 (15-20) 30 (25-35) - Strcptomicin 15 (l2 18) 15 (12-18) - a WHO G,idan a for National Taberoelo, as Programmes on the Management of T abenmlosis in Children 2006 b W'Tlo T'natment of 1 irbenulosir Giidel' nes for :'atonal Programmer 2003

66 Tuberkulosis 55 Catatan: i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg) daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik (konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etarnbutol sering dihilangkan dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebii muda, literatur menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/ hari (rentang mg/kg). ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada anak terutama untuk menuigitis 'I'B pada 2 bulan pertama. Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB secara umum sarna antara anak dengan dewasa. Kasus barn masuk kategori I (apusan Baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan keterlibatan parenkim luas, bentuk 'I'll ekstrapulmonal yang berat, penvakit I IIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal, ch luar kategori I, bentuk TB ekstrapuhnonal yang lebih rungan). Sebagian besar kasus TB anak adalah '1'B pulmonal dengan apusan negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan jaringan pulmonal yang luas atau bentuk T'B ekstrapulmonal yang berat (seperti TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis TB dan TB miltar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya terdapat apusan positif '1'B pulmonal) atau kategori IV (kronik dan mullidrug resistant MDR-TB). Terapi TB pada anak yang terinfeksi IIIV memerlukan perhatian khusus.

67 56 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia Rekomendasi rejimen pengobatan untuk anak pada setiap diagnosis kategori TB III 11i pulmu_mal apusan 211RZ -11 IK.trio 611F ncgatif Baru (di luar kategori 1) Bcntuk TB ekstrapulmonal yang lebih ringan 1. Apusan Baru positif 21 IRZE 41-IR atau 61-IE "IB pulmonal Apusan Baru negatif TB pulmonal '1B dengan keterlibatan parcnkim paru luas Bentuk T13 ekstrapulmonal yang berat (sci un meningitis TB) Penyakit penyerta I IIV yang berat I Meningitis 'IT3 2RT IZS 1ORII 11 TB pulmonal apusan 2HRZES/ 5HRE positif yang sebelumnva telah diobati relaps pcngobatan setalah putus obat kegagalan pengohatan 1I-IRZE IV Kronik dan MMDR- I'B Rejimen dirancang per individu F = etambutol; I I = isoniazid; R = rifampisin; S = streptomisua; Z = pirazinamid, MDR = multtdrug-resistant

68 Tuberkulosis 57 Catatan: i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama fase inisial clan face lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu ii. Selain kategon I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama fast inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi olch basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak Sang lebih muda yang terinfeksi TB primer. Petnilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien. in. Rejimen 2IIRZE/611E dihubungkan dengan tingkat kegagalan pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang menggunakan rifampisin dalam Ease lanjutan. iv Pada meningitis'1'b, meskipun tergolong kategori 1 digunakan streptomisin untuk mcnggantikan etambutol. Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalarn hitungan bulan. Nomor subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dusts obat per minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum setiap Bari. Contoh 2H RZ/4 H ar a Fase inisial terdin dari 21 IRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat diminum setiap hari, yang terdii dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid. Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, schingga durasi Ease tersebut 4 bulan, dengan isoniazid clan rifainpsisin clinunum 3 kali dalam semuaglna.

69 21 Diagnosis Minis dan Tata Laksana 'nfeksi Oportunistik pada Anak Terinfeksi HIV 11

70 Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunlstlk Pada AnakTerlnfeksl HIV c R O ^,Gc L N r. -i N 7.. R O.. q y R y 3 :a r^ u 'O K C,d L K ^: pqc. LC y C. ^, ti nt K on CC C R ce y R rl o ` ^ Ca. v N Y ea w R J o do R e G n C' fi R G tz y Gc a ^tc 7 b Y a C -w 0 to V ' ^ N a 7 O - E ^ R ;v E Y C 4 ' ^^... I C w+ Or Lt G 00 V ti! G C C. 00 C R R E E Y b L _ Y C M 0. G.C 0 o.^

71 ' 60 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia F E C C n ^ C v : ^Q C.V E ^ x '= E 'o 3 " C F v :: N y to C R C GC b ( N E E r 5 ci ò o ^ -3 \ f C M E ^c c.e C Y x o.e 9 y\ o w r-i E C= M C E. o R sa J w 1 'b 7 R y ' yj r v C ^ ^.. L s r C- y N E - C C- - ^; o. o N R K ^, e f r_ cctt, '+^ v J w y E -a CL ll 1a.^ F.G N'; Y F ti y cd iy V y 'C Ll 'LS R L ^_ v 7 C Y Y 7 y3 nt r C E 7 QC E Rv C 'O r C 'C n C C.r'. C cci b F M; E E 3 :C OC E L oc E? G '_' e o v M = F c a L n.^ d.: i U. U C E a 0. p.r. i4 u 3 c v r 1 c c E c W v a^? r E E L h Y E d G L ] C c r F M c: y 1

72 Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV 61 x A C v n u\^ ^ C C C ^^ C x z.r E Ef X. o ^ :a\ h C.^q^.sC X.- $ Y\ ^ y M; ' v \ X K v, ^r. OC M _ y ^^ E y v.,, SOYA IE. N c "a C EPQ o a rv -U E o -CO a.t a vj u j\ C.. 04 r G\ E E G o x v x so sa / +G - v. E E x a x a ^- N ^n - p ri A- c n. Soo K v.o ^ C- er, N Y c e C v b 73 t ^ C C C 73 c a C ^= u N, m p - E E ^On o a v c R a m b R b 6nY u C o E y 5 x e v ^ y E L A r a " c a u 4 a r ^ E c 7..5 a u '- Q e c.^ o G C C 2 O L 1 C _ AQ N ^`d kd ^] r s L U o E E p `c z c K R ` 1 15 a C. v rnc ;' ^? ti Q E Q o Y r J m x E a E - i a N a z G K 8 v T c u L ^ C ti c c E E c. U ^ r O Cq a ' b C E E C ' v u u u c b N ir E ^? c^ c E -o c E a as c v ^, a s >. E r E C E 0 U M N ^+ a o n c a c c x v x 'Oe NO 4 G O 0 C U E U

73 . 62 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia r e 7 E c s ^r ^ pq Y - - e7 1 < t _ E c l E G _ o v\ y G E 71 G C «5 : - t4 C- t a 73 s c c Q - G i ti x y c 9 c_ a ^^ y ^ 5 it r v o I^ E [^ v... c«a ^^ c E C C d^ y u 7 C y C C.i «_ U h t" C :e SC)J,^... C cre '^ y L Cl. K a s4^ L R ^ C 1 'O «. G G ee C 0. C J V t0 -j W E X C.. R C W, R C-. «k " O R ^. R a v, A y R r,.. C- v S G i v tz CL C H r J X G N K,YJ y ^' 2 R 'D a 7C. C C C ^- C ' p y C y y y w : R R C E:_, -a -5 v a.^- 0.C 5.c ac R ^ C C(^',^ ec 7 E C. v y ccc F. v. 73 tko y C. 11 w ^ Z E o v t: ^ >. x= 0. dc.' C C y L C O! «J R O C..«w G R A C v C C 1=.SC C 1

74 Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV 63 c b u x Y r E v 0 c a " x W. C. ^ a E c.y oc no m y o G G E 0. c 7 _ C u.0 C 3 E C- E 00 C^ b c. E K E y o u lj^ c _ a 0 fi' r :J C 0 J 05 u E o P-'9 c y c^.i0 ^ L N 7 0 t C ^ x E y G

75 64 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antlretroviral Pada Anak DI Indonesia Lampiran A, Bagian A: Stadium Minis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b Stadium klinis 1 Asimtomaril: I,imfadenopati generalisata persisten Stadium klinis 2 1 Iepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana Erupsi pruritik papular lnfeksi virus wart lugs r ingulzr i hei&ks Moluskum kontagiosum luas IJIserasi oral berulang Pembesaran kelenjar parotis persisten yang ridak dapat dijelaskan f.ritema ginggival lineal Ilerpes zoster Infeksi saluran napas atas kronik atau benilang (otitis media, otorrhoca, sinusitis, tonsillitis Infeksi kuku oleh fungus Stadium klinis 3 Malnutrisi sedang yang ridak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap terapi standara Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih) a Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dan 37.5 C intcrmiten atau konstan, > 1 bulan) a Kandidosis oral persisten (di luar saat 6-8 minggu pcrtama kchidupan) Oral b dn- leukoplaks'a Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut TB kelenjar TB Paru Pneumonia baktcrial yang berat dan berulang Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik Penyakit paru-berhubungan dcngan HIV yang krotuk rermasuk bronkiektasis Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl ), neutropenia (< 500/mm') atau rrombosiropenia (< / mm3) r

76 Lampiran A 65 Stadium klinis 4 n Malnutrisi, toasting dan stunting berat yang tidak dapat dijclaskan dan ridak bereṣ pons terhadap terapi standara Pneumonia pneumosistis lnfeksi bakterial berat yang berulang (misalnva empiema, piomiositis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infekst herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun) TB ekstrapulmonar Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset umur > lbulan Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomvcosis) Kriprospoddiosis kronik (dengan diarea) Isosporiasis kronik Infeksi mikobakteria non-tuherkulosis diseminata Kardiomiopati atau nefropari yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel 13 non-hodgkin atau limfoma serebral Progressive multifocal leukoencephalopathy Catatan: a. l'idak dapat dijelaskan ebrarn kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan olch sebab yang lain b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat discrtakan pada kategori ini

77 66 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapl Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia Lampiran A, Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Untuk Mengenali Gejala Minis yang Berhubungan dengan HIV/ AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV a Stadium Minis I :lsimtomatik 'I idak ada kcluhan rn;tupun tanda Diagnosis klinis I,imfadenopati Kclenjar Iimfc mcmbesar atau Diagnosis Minis gencralisata membengkak > 1 cm pada 2 atau persisten Icbih lokasi yang tidak berdekatan, sebab tidak diketahui Stadium klinis 2 Hepatosplenomegali Pcmbesarut han dan limpa tanpa Diagnosis klinis persisten yang tidak sebab pang jelas dapat dijclaskan Erupsi pruntik Iasi vesikular pruntik papular. Diagnosis klinis papular Senng juga ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi, kemungkinan skabies atau gigitan scrangga harus disingkirkan Infeksi fungal pada Paronikia fungal (dasar kuku Diagnosis klinis kuku mcmhengkak, mcrah dan nyen) atau onikolisis ',Iepasnya kuku tanpa discrtai rasa sakit) Onikomikosis proksimal benvarna putih jarang timbul tanpa disertii imunodcfisiensi Keilitis angulans Sariawan atau robekan pada sudut Diagnosis Mints mulct bukan karena defisiensi vitamin atau Fe membaik dengan terapi antitungal i

78 Lampiran A 67 Erirccnm:i ginggnva <;ans /pita eritem yang mengikuti Diagnosis Minis Linea kontur garis ginggiva yang bebas, sering dihubungkan dengan perdarahan spontan Infeksi virus wart Lesi wart khas, tonjolan kulit berisi Diagnosis klinis luas seperti huliran bergs ukurin kecil, teraba kasar, atau rata pada telapak kaki (lantar warts wajah, meliputi > 5'o permukaan kulit dan merusak penampilan Moluskum Lesi: benjolan kecil scwarna kulit, Diagnosis klinis kontagiosum luas atau keperakan atau merah muda, berbentuk kubah, dapat disertai bentuk pusat, dapat diikuti reaksi inflamasi, meliputi 5% perrnukaan tubuh dan ganggu penarnpilan Moluskum raksasa menunjukkan imunodefiensi lanjut Sariawan berulang Kondisi sekarang ditambah paling Diagnosis klinis (2 atau lebih dalam tidak I episode dalam 6 bulan 6 bulan ) terakhir. Ulserasi afta bentuk khasnya adalah inflamasi berbentuk halo dan pseudomembran berwarna kuning keabuan Pembesaran kelenjar Pembengkakan kelenjar parotis Diagnosis klinis parotis yang tidak bilateral asimtomatik yang dapat dapat dijelaskan hilang timbul, tidak nyeri, dengan sebab yang tidak diketahui I lerpes zoster Vesikel yang nycri dengan distribusi Diagnosis klinis dermatomal, dengan dasar eritem atau hemoragik, lesi dapat menyatu, tidak menyeberangi garis tengah

79 68 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia lnfcksi Saluran Episode st:at ini den, iii j. lhat^^: i,!.linis ^lapas Atas herulang,tiro kronik Stadium klinis 3 tidak 1 episode lain dalam 6 bulan terakhir. Gejala: dcmarn deng,ur nyeri wajah unilateral dan sekresi hidung (sinusitis) atau nyeri telinga dengan pembengkakan membran (otitis media), nyeri tenggorokan disertai batuk produktif (bronkitis), riven tenggorokan (faringitis) dan hatuk mengkungkung seperti croup. Keluar cairan telinga persisten atau rekuren M:rlnutrisi scdang Penurunan herat badan: Berat di Pcmctaan pada graft yang tidal: dapat bawah - 2 standar deviasi mcnurut pertumbuhan, BB dijelaskan umur, hukan karena pembenan terletak di bawah - asupan makan yang kurang dan 2SD, berat tidak naik atau adanya inteksi lain, dan tidak dengan tata Iaksana berespons secara baik pada terapi standar dan scbab standar lain tidak dapat diketahui selama proses diagnosis Diare persisten Diare berlangsung 14 han atau lebih Pemenksaan yang tidak dapat (feses enter,? 3 kali schari), tidak analisis feses tidak dijelaskan ada respons dengan pengohatan ditemukan penyebab. standar Kultur feses dan pemenksaan sediaan langsung steal Demam persisten Dilaporkan sebagai dema-n Dipastikan dengan yang tidak dapat atau berkenngat malam yang riwavat suhu > 37.5 C, dijelaskan berlangsung > I bulan, haik dengan kultur darah > 37,5 C intcrrniten atau konstan, tanpa negatif, uji malaria intcrnuten atau respons dengan pengobatan negatif, Ro toraks konstan, > I bulan) antibiotik atau antimalaria. normal atau tidak Sebab lain tidak ditemukan pada prosedur diagnostik. Malaria harus disingkirkan pad, daerah endemis berubah, tidak ada sumber dcmam yang n ata 1

80 Lampiran A 69 7 kandidlasis oral Phil; kckuningan atau putih yang Kultur atau persisten persisten atau bcrulang, dapat pemcriksaan (di luar masa 6-8 diangkat (pscudomembran) atau mikroskopik minggu pert ma bercak kemerahan di lidah, palatum kehidupan) atau garis mulut, umumnya nyeri atau tegang (bentuk eritem) Oral hairy leukoplakia Bercak linear berupa garis pada tepi Diagnosis klinis lateral lidah, umumnya bilateral, tidak mullah diangkat TB kelenjar Limfadenopati tanpa rasa nyeri, Dipastikan dengan tidak akut, lokasi terbatas sate regio. pemeriksaan Membaik dengan terapi TB standar histologik pada dalam 1 bulan sediaan dari aspirat dan diwarnai dengan pcwarnaan atau kultur Ziehl Neelsen TB Paru Gejala non spesifik seperti batuk Sat atau lebih apusan kronik, dcmam, keringat malam, sputum positif anoreksia, dan penurunan berat dan/atau kelainan badan. Pada anak lebih besar radiologis yang mungkin ditemukan batuk berdahak konsisten dengan TB dan hemoptisis. Terdapat riwayat aktif dan/atau kultur kontak dengan penderita TB dewasa M. tuberculosis positif dengan apusan positif Pneumonia bakterial Demam dengan napas cepat, client Dipastikan dengan yang berat dan indraa-ink, napas cuping hidung, isolasi bakteri dan berulang mengi dan merintih. Rongki atau spesimen yang konsolidasi pada auskultasi. Dapat adekuat(sputum membaik dengan antibiotik. yang diinduksi, Episode scat ini ditambah 1 episode cairan bersihan lain dalam 6 bulan terakhir bronkus, aspirasi paru) Ginggivitis atau Papila ulseratif gusi, sangat nyeri, Diagnosis klinis stomatitis ulseratif gigi rontok, perdarahan spontan, nekrotikans akut berbau tidak sedap, gigi rontok dan hilang cepatnva massy tulang tissue

81 70 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia 1 T M IJP simtomatik Tidak ada pcmcrik;.i.ii Iui 1)1 "71 1,.IK,ul Ito dada: infiltrit, uaterstisial, retikulonodular bilateral, berlangsung > 2 hulan, tanpa ada respons pada terapi antibiotik, dan tidak ada patogen lain ditcmukan. Saturasi oksigen tetap di < 90 - o. Mungkin terlthat hersama kor pulmonale dan fatigue karma peningkatan aktivitas fisik. Histologi memastikan diagnosis Penyakit paru Riwayat batuk produktif, lendir Pada Ro paru dapat berhubungan purulen (pada bronkiektasis) dengan diperlihatkan adan}a dengan I ITV, atau tanpa disertai bentuk jan tabuh, kista kecil-kecil dan termasuk halitosis dan krepitasi dan atau atau area persisten hronkiektasis mengi pada saat auskultasi opasifikasi dan /atau destruksi lugs paru dengan fibrosis, dan kehilangan volume paru Anemia yang tidak Tidak ada pemeriksaan presumtif Diagnosis dengan dapat dijelaskan pemeriksaan (< 8g/dl), atau laboratorium, tidak neutropenia disehabkan olch (<1000/mm3) atau kondisi non-i III' trombositopenia lain, tidak berespons kronik dengan terapi (< / mm3) standar hematinik, antimalana atau atitihelmintik sesuai pedoman IAICI I

82 Lampiran A 71 Stadium Minis 4 ^Ialnutrisi, asting Pcnunman beat badan persisten, Terraratnya Berta dan stunting herat tidak disclrabkan oleh pola makan menurut tinggi atau yang tidak dapat yang buruk atau inadekuat, infeksi berat menurut umur dijelaskan dan tidak lain dan tidak berespon adekuat kurang dari - 3 SD berespons terhadap dengan terapi standar selama 2 +/- edema terapi standar minggu. Ditandai dengan : wasting otot yang berat, dengan atau tanpa edema di kedua kaki, dan/arau nilai BB/TB terletak - 3SD, sesuai dengan pedoman MCI WHO Pneumonia 13atuk kering, kesulitan nafas yang Pemeriksaan pneumsistis (PCP) progresif, sianosis, takipnu dan mikroskopik demam, cheytindrauing, atau stnd(,r (pneumonia begat atau sangat bcrat menurut BIC]). Biasanya onset ccpat khususnya pada bayi < 6 bulan. Berespons dengan terapi kotrimoksazol dosis tinggi (baik dengan atau tanpa prednisolon) Moto Ro menunjukkan infiltrat perihilar difus bilateral. imunofluoresens sputum yang diinduksi atau cairan bersihan bronkus atau histologi jaringan paru Infeksi hakterial Demam disertai gejala atau tanda Diagnosis dengan begat yang berulang spesifik infeksi lokal. Berespons kultur spesimen (misalnya empiema, terhadap antibiotik. Episode saat ini klinis yang sesuai piominsitis, infeksi ditambah 1 atau lebih episode lain tulang dan sendi, dalam 6 bulan terakhir meningitis, kecuali pneumonia) Infeksi herpes Lesi orolabial, genital atau anorektal Diagnosis dengan simplex kronik yang nyeri, berat dan progresif, kultur dan/atau (orolahial atau disebabkan oleh infeksi HST' saat ini histologi kutaneus > I bulan atau lebih dari I hulan atau viscralis di lokasi manapun)

83 72 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia ndidiasi^^ nosis dengan csofagus I' ll (atau menelan (makanan padat atau penarnpilan trakea, bronkus, atau c,uran). Pada bayi, dicurigai bila makroskopik paru) terdapat kandidiasis oral dan anak saat endoskopi, menolak malkan dan/atau kesulitan atau menangis saat makan makroskopik dan jaringan atau makroskopik dengan bronkoskopi atau histologi TB ekstrapulmonar Penyakit sistemik biasan}ia berupa Diagnosis dengan den-lim berkepanjangan, keringat makroskopik BTA malam, pcnurunan berat badan. positif atau kultur Manifestasi klinis terguttung organ A1. tuberarlotf, data yang terlibat seperti piuna stenl. darah atau spesimen penkarditis, asites, efusi pleura, lain, kecuali sputum meningitis, a-tntis, orkitis. Berespons atau bilasan bronkus. terhadap tcrapi standar anti ' 1'I3 Biopsi dan histologi Sarkoma Kaposi Penampakan khas di kulit atau Tidak diperlukan, orofanng berupa bercak datar, persrsten, berwarna merah muda atau merah lebam, lesi kulit biasanya berkembang menjadi nodul namun dapat dikonfirmasi mclalui: lesi tipikal berwarna merah keunguan dilihat mclalui bronkoskopi atau endoskopi; massa padat di kelenjar hmfe, visera atau paru dengan palpasi atau radiologi ; histologi Infeksi Ilanya retinitis. Retinitis CMV Diagnosis definitif sitomegalovirus dapat didiagnosis olch klinisi dibutuhkan dan (CMV), retinitis berpengalanan: lesi mata tipikal infeksi di organ atau infeksi CMV pada pemenksaan funduskopi serial; lain. Histologi, PCR pada organ lain, bercak diskret keputihan pada cairan serebrospinal dengan onset urnur retina dengan batas tcgas, menyebar > I bulan sentrifugal, mengikuti pembuluh darah, dikaitkan dengan vaskulitis retina, perdarahan dan nekrosis

84 I ampiran A 73 Toksoplasmosis susunan saraf pusat (umur r > I bulan) Demam, sakit kepala, tanda neurologi fokal, kejang. Biasany a berespons dalam 10 hari dengan terapi spesifik CT scan menunjukkan lesi multipel atau tunggal dengan efek desak ruang/penyangatan dengan kontras Kriptokokosis Meningitis: hiasanya suhakut, Diagnosis dengan ekstrapulmonar demam dengan sakit kepala berat mikroskopik cairan termasuk meningitis yang bertarnbah, meningismus, screbrospinal bingung, perubahan perilaku, dan bercspons dengan terapi kriptokokus (pewarnaan Gram atau tinta India), serum atau uji antigen dan kultur cairan seebrospinal Ensefalopati HIV Minimal sane dari berikut, Pemeriksaan berlangsung minimal 2 bulan, tanpa radiologis kepala ada penyakit lain: dapat menunjukkan gagal untuk mencapai, atau atrofi dan kalsifikasi kehilangan, developmental ganglia basal milestones, kehilangan dan meniadakan kemampuan intelektual, penyebah lain atau atau kerusakan pertumbuhan otak progresif, ditandai dengan stagnasi lingkar kepala, defisit motor simetrik didapat dengan 2 atau lebih dari paresis, reflek patologi, ataksia dan gangguan jalan (gait disturbances)

85 74 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia KmidlNi Klink Diagnosis Klinis \Iikosis endemik Tidak ada pemcrikst;in presumtif I Il:r I,.i"MVa diseminata pembentukan (histoplasmosis, granuloma coccidiomycosis) Isolasi: deteksi antigen dan janngan yang sakit, kultur atau mikroskopik dari specimen klinis atau kultur darah Infeksi mikohakteria Tidak ada pemeriksaan presumtif Gejala Minis non-tuberkulosis nonspesifik meliputi diseminata penurunan berat badan progresit, den><am, anernia, keringat malam, fatig atau diarc, ditambah dengan kultur spesies mikobaktena atipikal dari feses, darah, c<uran tubuh atau jaringan tubuh lain, kecuali paru Kriptosporidiosis Tidak ada pemeriksaan presumtif Kista teridentifikasi kronik pada pemeriksaan feses menggunakan modifikasi ZN

86 Lampiran A 75 Isosporiasis kronik Tidak ada pemeriksaan presumtif Identifikasi Isospora Limfoma sel B Tidak ada pemeriksaan presumtif Diagnosis dengan non-i lodgkin atau limfoma screbral pencitraan SSP, dan histologi dari spesimen yang terkait Progreni e multifocal Tidak ada pemeriksaan presumtif Kelainan neurologis lcukoencephalopath} y (PAL) progresif(disfungsi kognitif, bicara/ berlalan, rtsualloss, kclcmahan tungkai dan lumpuh saraf kranialis) dibuktikan dengan hipodens substansi alba otak pada pencitraan atau PCR poliomavirus JC Nefropati karena Tidak ada pcmeriksaan presumtif Biopsi ginjal I IIV simtomatik Kardiomiopati Tidak ada pemcnksaan presumtif Kardiomegali karena HIV dan bukti simtomatik buruknya fungsi jantung kiri yang dihuktikan melalui ekokardiografi

87 76 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapi Antiretroviral Pada AnakD1 Indonesia Lampiran B: Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik l- ii Apakah anak datang dengan batuk? _lnak dengan batuk (tanpa mclihat usia) Oksigen dan foto rontgen dada a Diagnosis presumtif: pneumonia baktcri Diberikan anribiotik Diagnosis presumtie LIP atau infeksi respiratorius akut oleh virus Lihat prosedur 20 a. Foto rontgen dada liarus dilakukan, jika tersedia Pneumonia bakteri : intiltrasi lobar atau bercak-bercak PCP: infiltrat interstisial bilateral 'IT3 primer: pembesaran hilus atau nodus limfe paratrake l dengan infiltrasi pulmoiial l imphoid Interstitial Prtermronitis (LIP): infiltrat retikulonodular interstisial bilateral persisten Diagnosis presumptif (berdasarkan foto rontgen dada) harus didasan pada tanda klinis dan pemeriksaan tambahan bila terscdia, seperti mikroskopi sputum dan efusi pleura. Jn"ted management of adolescent and adulthood and illness. I$'1-HO 2006 in punt Clinical management t f HI1 '/AIDS,.1Iinutry of Pubic Health Thailand 2004

88 Lampiran B 77 Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto rontgen dada Distres pernafasan berat dan hail foto rontgen dada a Dalam profilaksis kotrimoksazol Ya Tidak Pertimhangkan PCP b Terapa dengan kotrimoksazol TMP/kgBB/hari, setiap 6 jam, selama hari b Pernmbangkan pneumonia bakteri. Terapi dengan ampisilin intravena atau sefalosforin generasi ketiga c intravena a. 1 Soto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia Pneumonia bakteri: mfiltrasi lobar atau bercak-bercak PCP: infiltrat interstisial bilateral b. PCP merupakan penyakit serius pads anak yang terinfeksi HIV. PCP sangat dicurigai pada anak dengan distres pernafasan akut dan tidak ada riwayat konsumsi profilaksis primer. Terapi TMl'-SMX dosis tinggi harus segera diberikan. Steroid mengurangi mortalitas pada kasus PCP berat. Pada keadaan intoleransi TMP-SMX, obat alternatif yaitu dapson + trimetoprim atau primakuin + klindamisin. c. Ampisilin 25 mg/kgbb intravena atau intramuskular, setiap 6 jam. Pada area terdapat resistensi obat terhadap Streptococcus pneumonia, diberikan sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim 50 mg/kgbb intravena, setiap 6 jam, atau seftriakson 80 mg/kgbb /hari intravena atau intramuskular, diberikan dalam 30 menit, selama minimal 1 i i hari.

89 78 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada Batuk keying dan pcncmuan foto rontgen dada a '1'idak Pneumonia virus '1'idak Investigasi lebih lanjut Prednisolon 1-2 mg/kgbb/ hari, I x /hari, selama han, taper off Terapi suportif c a. Moto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia. b. limphoid Interstitial Pnetmnorrittic (1.IPP infiltrat retikulonodular interstisial bilateral persisten. UP hanya memerlukan pengobatan apabila timbul gejala hipoksemia. c. Icrapi suportif: Apabila anak demam (> 39 C), yang menyebabkan distres, berikan parasctamol Apabila terdapat mengi, benkan bronkodilator kerja cepat Sekret kental (11 tenggorokan dihisap dengan perlahan apabila anak tidak dapat mengeluarkannva Pastikan anak mendapat cairan pemcltharaan setiap hari yang sesuai dengan usia, namun huidari overhidrasi Dorong anak untuk makan apabila sudah dapat makan Po.- R -k of Hospital Carr %r Children. W7 10 C;uidebesfar The Management of Common Illnes s enth Limited Rer^nnr 2005

90 Lampiran B 79 Apakah anak sedang dare? Anak dengan diare Diare selama 4 hari atau Iebih tanpa darah pada feses Koreksi dengan curan rehidrasi oral atau cairan intravena, kemudian nilai kembali Apabila Panda dchidrasi berat menetap rujuk ke rumah sakit Antibiotik jangan diberikan rutin. Cari penyebab Obati dengan antibiotik untuk shigellosis: siprofloksasin untuk 5 hari I nvestigasi lebih lanjut untuk diare kronik Pengobatan sclcsai Gantt antihiotik untuk diare oleh protozoa atau parasit Diare Akut Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi IIIV simtomatik. Daire akut cair (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai defekasi cair > 3x/ hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana untuk penyakit umum pada tenipat dengan sumber daya terbatas.

91 80 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan untuk mencari uifeksi lain seperti pneumonia. Kultur feses dapat mengidentifikasi Salmonella, Shigellu clan ataupun bakteri patogen lainnya. I ibria cholera Kultur darah clilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik. Bakteri seperti Sa/nionelia,,tifycobaclerium arium carp/e\ atau lainnya sering terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV. Anak hares diperiksa lagi setclah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang scbelunmya dialami, usia < 1 tahun, menctapnva darah dalam tinja atau tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefinisikan sebagai: penambahan berat badan, hilanfmya demam dan darah dalam tinja, frckucnsi diare berkurang dan perbaikan nafsu makan. Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar disebabkan oleh Shigelth dan hampir semuanya tnemerlukan pengobatan antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifikasi Shigella dan bakten patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain: Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata Nyerz abdominal Konvulsi, Ietargi Prolaps rektal I^rekuensi defekasi meningkat Demam Dehidrasi Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi sebagian besar jenis Shi,;el%i, contohnya darn golongan florokuinolon yaitu siprofloksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya resistensi yang luas. Diare kronik Definisi diare kronik: feces cair (> 3x/hari) selanna? 14 hari pada anak dengan gejala infeksi I IIV. Diare kronik umum tenjadi pada anak yang teninfcksi HIV Apabila anak tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak malnutrisi), pantau anak dan pcrtahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare asam empedu atau infeksi CMV. Tcrapi empinik dengan neomisin oral atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi HIV sendiri dapat mettvebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.

92 Lampiran B 81 Pemeriksaan nukroskopis untuk mengidentifikasi Candida, Cryptosporrdium, :Llicrosporidia dan parasit yang dapat menyebabkan diare persisten. Dapat dilakukan apusan feses dengan pewarnaan tahan asam yang dunodifikasi dan pewarnaan trikrom yang dimodifikasi. Pada apusan feses dican adanya darah dan neutrofil. Penemuan 'nil dapat mendukung diagnosis infekst bakten (seperti Shigella, Sabitonella, Campylobacter). Kultur feses dapat mengidentifikasi mfeksi bakten. Tabel di bawah menunjukkan terapi antibiotik untuk diare Bakteri patogen pada diare kronik BAKTERI fir' IMD1;Y9Y.Salmonella ( non-typhoidal) Shigella Siprofloksasin * mg/kgbb, 2x/hari, selama 5 hari Escherichia coli Tanpa antibiotik Canrpylobacterjquni Eritomisin 12,5 mg/ kgbb, 4x/hari, selama 5 hari at-au Stprofloksasin* mg/kgbb, 2x/hari, sciama 5 hari Mycobacterium atium complex Klaritromisin 15 mg/kgbb/hari, 2x/hari, ditambah F.tunbutol mg/kgbb, 4x/hari, ditambah Ritabutin# Gmg/kgBB, Ix/hari Mycobacterium tuberculosis Yen-inia enterocolztiaa VIRUS Terapi standar untuk tubcrkulosis 1:MP -SM1X (TMP 4 mg/kgbb, S%fX 20 mg/kgbl3), 2x/hari, selama 5 hari Sitomegalovirus Terapi suportif (terapi dengan gansiklovir mahal) Rotavirus Terapi suportif

93 82 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia PROTOZOA Crptospos dirim Tidak ada terapi yang terbukti cfektif, penvembuhan spontan dapat terjadi setelah pemberian ARV Ifopora helk TAMP-S\^fX PAW 4 mg/kgbb, SAXX 20 mg/kgbb), 4x/hart selama 10 han, kcmudian 2x/hari selarna 10 hart. Terapi pemeltharaan dapat dipertimbangkan Giardia lambka Metronidazol 5 mg/kgbb, oral, 3x/hari, selama 5 hari Entamoeba hysto/ykca tiletronidazol 10 mg/kgbb, oral, 3x/hart, sclama 10 hari Mu7vjpondla Albendazol 10 mg/kgbb, 2x/hari, selama 4 minggu (maksimum 400 rng/dosis) PARASIT Stroq,yloide.c Albendazol 10 mg/kgbb, 1x/Iran, selama 3 han (rnaksimum 400 mg/dosis) JAMUR Candida alhicans Nistatin IU, oral, 3x/hari, selama 5-7 hart untuk kasus ringan Altematif : Ketokonazol 5 mg/kgbb/dosis lx/hart atau 2x/hari atau Flukonazol 3-6 mg/ kgbb lx/hari Ouga dapat untuk kasus sedang sampai hcrat) * Tidak dapat digunakan pada bap dan anak < 5 tahun. Kuurolon dikonsumsi secara oral dapat menyehahkan masalah tulang pada hewan dan hams hart-hati bila diherikan pada anak. # Rifahutin tidak tersedia di kawasan Asia "lenggara. Semua dosis unnrk satu kali pembenan.

94 Lampiran B 83 Apakah anak sedang demam? C Anak dengan demam 11 Diagnosis malaria dan pengobatan sesuai dengan pedoman nasional malaria b I noes tigasi lebih lanjut dan terapi suportif sesuai pedoman nasional dengue b Punksi lumbal (bila mungkin) Obati meningitis dengan antibiotik intravena c Irhat lampiran A a. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh > 37,5 C (aksila); 38 C (oral); 38,5 C (rcktal) Demam persisten : dcmani lebih dari. 5 hari Demam rekuren : demam lebih dari 1 episode dakun periods 5 hari Anak mungkin deniam sebagai akibat penyakit anak uruumnya, penyakit edemik, infeksi oportunistik atau bakteri yang serius, neoplasma dan/atau I IIV itu scndin. Dengan adanya kemungkutan tersebut, demam dikaitkan dengan tanda dan gejala spesifik. Anamnesis teliti: Berapa lama demam? Apakah ada gejala lain? Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak? b. Ikuti pedoman tats laksana spesifik. c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa tanda abnormalitas neurologi. Ultrasonogram kranial dan/atau abdominal mungkui berguna. Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobaktenimia mudah dideteksi melalui aulomaled culture system.

95 84 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia Anak dengan demam persisten atau rekuren Anak dengan demam pcrsisten atau rekuran l Tanda/gejala penyakit terkait HIV' Pcriksa: TB Infeksi Infeksi fungal sistemik 1h,cobacterium atrium complex Bacterial foci Penyakit virus Investigasi lebih lanjut Investigasi Iebih lanjut dan terapi suportif dan terapi suportif sesuai indikasi sesuai indikasi a. Pcrtirnbangkan: Panda/ gejala penyakit terkait HIV Periksa oral thrush Periksa lesi kulit Periksa tanda lokal spesifik Apabila dalam ART, periksa kejadian simpang akibat ARV Apabila dalam ART, periksa IRIS b. Apabila dernam tinggi persisten dan curiga infeksi bakteri, periksa infeksi fokal. Terapi empirik dengan sefotaksim 50 mg/kgbb intravena atau intratnuskular setiap 6 jam atau scftriakson 80 mg/kgbb/hari sebagai dosis tunggal dibcrikan dalam 30 menit. lika demam menghilang, namun sumber masih belum diketahui, terapi dapat dihentikan setelah 7-10 hari. 1

96 Lampiran B 85 Apakah anak mempunyai abnormalitas neurologi dan/atau sakit kepala? Anamnesis teliti: Anak dengan abnormalitas neurologi/sakit kepala 1 Apakah terdapat kclcmahan di bagian tubuh Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma Apakah baru mengalami kejang Obat apa yang sudah diminum anak Apakah anak mempunvai kesulitan konsentrasi/mcmusatkan perhatian Apakah perilaku anak berubah Apakah anak tampak bingung Apakah gejala terjadi tiba-tiba Apakah gejala berkembang progresif Pemeriksaan klinis Apakah ada tanda neurologi fokal Pcriksa paralisis Hasid Periksa kekuatan Masalah berjalan Masalah berbicara Masalah pergerakan bola mata Penksa kaku kuduk Apakah anak tampak bingung Jika satu patogen telah dndentifikast, tempi 10 sf suai rekonnendasi (prosedur 21). jika ada defisit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal Cl' 'Scan dengan kontras) diperlukan untuk menvingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan. Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CI' scan akan menunjukkan inassa hipodens multipel dengan penyangatan tepi (nng enbuncemenl). Path lunfoma SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan kontras. Atrofi otak lebih tnenunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab lain abnortnalitas neurologi pads arutk terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV, tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif. Hitung CI)4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi oportunistik mana yang ditemukan.

97 86 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Anak dengan episode abnormalitas neurologi I Anak dengan episode progresif abnormalitas neurologi J-- Disfungsi kognitif atau motorik progresif atau sty Episode akut b Tidak Ya Obati sebagai HIV ensefalopati Terapi suportif Pertimbangkan ART Punksi lumbal jika mungkin Periksa meningitis bakterial Periksa meningitis kriptokokus Periksa meningitis TB K Cairan serebrospinal menunjukkan kemungkinan infeksi spesifik c Ya )hat Want; jeiual Tidak Kenaikan tekanan cairan scrcbrospinal Tidak Curiga Ya perdarahan SSP arau Iesi desak massy HIV ensefalopati dan mulai ART d a. Definisi: Ensefalopati progresif Penurunan progresif fungsi motorik, kognitif atau bahasa, bukti hilangnya atau keterlambatan tumbuh kembang, onset dapat awal sejak tahun pertama kehidupan atau dapat terjadi kapan saja. Ensefalopati statik: disfungsi motorik dan defisit perkembangan lainnya yang derajat keparahannya bervariasi, namun tidak progresif, ditemukan pada pcmenksaan neurologi dan tumbuh kembang secara serial. Episode akut: onset akut kejang, kelainan neurologi fokal (seperti toksoplasmosis) atau meningisnn s (seperti meningitis kriptokokus, meningitis bakterial, meningitis'i'b atau ensefalitis CMV). Ananuiesis teliti dan pemeriksaan fisik termasuk pcmcriksaan neurologi dan pemeriksaan tumbuh kembang sangat penting karena penatalaksanaan episode akut berbeda antara enscfalopati progresif atau stank.

98 Lamptran B 87 b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat atau dapat terjadi pada anak yang stuiah didiagnosis ensefalopati HIV. c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan: Meningitis akut: hitting leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram clan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat menunjukkan adanya bakteri. Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan scl rag'. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau cairan serebrospinal. Meningitis fungal: kultur cairan screbrospinal dapat mendeteksi infeksi jamur. d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4't karena penetrasi SSP yang tinggi.

99 88 Pedoman TTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia I )irai -tom/ 'l oimulasi cian Dosis Anti Retroviral Un Anak E E E c

100 Lamplran C 89 " rl - E a, ^ w.0 0 A r, - 7 ^ u a `7 v `A 3 C E ^ E " t -^ m L L ' c O CO S L A CG R ^ 7 E bpd.q 0 W 7 A A E R, y _ C E S i -b c ro s ^p^ ac \ M JC Vk ' W V Al L y C] ^i R n t Cl '^ 7 C1 E u a 5,c R.= a =' v ll ri v M E EGni E d v EO n M 7 L " R A E ^3S E a cx` v A ^ n E '^ F q^ o E E c E ^ E E k_ E a p E E c E E J k if'.9 'C A j F C '^ ^C U^ k Obi ^tl a u v

101 90 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia a E 60 S x k x L ^ N1 6b ^e v - a ^ x x c ^ c K _s 'G El o9 r: i yc a Lea Y...? n F E m E E S 1 Y C 77 E b F N E 7 N - O en d `^' 7 j., c! r E n s L L' C1 \ ', 'C h Cv S a 0 R C1 S n k E 00 E c x ae q ^ ^4 2 T 7 E cry ; C.Ni

102 Lamph'an C 91 p- o n C C qq L/ fl 7 q `^ _ 'II a > a.'n D '^. ^ S C 3 "C m T ^ I u 'C S E R u e^^, b.^ n 6. y a A 00 D ^Ft L '^ I ^ a P ^ a R C A E i ^ E ^ m E '^ OCQ a f1 fl v lila V^^ Gig E,^,n Cl II II II II E E E E O O O E? ^ - eo ac ec - E E r-^ ' o E o E ' C E ' o ^ k cz ^ cdf ^, E -^ a S ci Al A A h OC a E 3 60 n E 60 E E C ^e ^T k3 0. ^ M -y ' 7 _ a7

103 .. 92 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia R R R k L 5 E soso c E ' J L ER E L ; L C^i Y E a c ' F L g a 3 73 L 'J^.'(' ' J p, ' tea"..^. :S 1'1..^R K L L C{ ^L S is L., \ n U M Y N f N J o" N ^C r.1 \ E E E E E a S' c S R g ^ C x^!o t R C., / Opr,I a a R 7^ ' 9 e C, I q E E E ` cf r _ E L 5 c R -^ \ \ R E - a v c R 0 E v - be. EY R gg to 9 k -^' w'^ E'A c g E 6p^ "q 3 R a a ti x.l S.C.^ - R q L E.^ o "-^ ^ r n o c _.n' b a c{ n v ^ Al n A c o ^^ A a E R.Y c V E n ^9 R W L L ^O.9 A. ' i+,s A' C S M.. C+ N X^ ; 5 "'? 8 E 7 b OC L y 4C -.. M, c.n,^4 C E E O y e 0 o 0 c a + $o kc" a V ci o, R to ` 6k a c 0 7 C N 5 Rc R E a eo c F o. eo a a o c R R co o- E ' F? + E 7 t E F n. ' q L Fi G E C- r

104 Lampiran C 93 Table 20: Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDC) pads anak Singkatan Menurut WHO Stavudine (D4T)/tablet (mg) Lamivudine (3TC)/tablet (mg) Nevirapine (NVP)/tablet (mg) Paediatric FDC 6 dual Paediatric FDC 6 triple Paediatric FDC 12 dual Paediatric FDC 12 triple Rcntang Badan Rejimcn D4T 3TC NVP Rcjimcn D4T 3TC EFV Inittiasi Pemherian ARV U ste Hari 1 sampai 14 pemeliharaan D41' 3TC EFV setelah inisiasi 't'ablet Tablet Tablet Tablet 'T'ablet Tablet Triple Dual Triple Triple Dual Dual pagi malarn pagi malam pagi malam ha mal EFV males kg FDC kg EFV6dak kg 1 l I I butch kg diberikan pada Berat 7-7.9kg Badan 8-8.9kg < 10 kg 9-9.9kg kg mg kg Mg kg mg kg FDC mg plu, 50 mg kg mgp1tv, 50 mg kg mg plus 2x50mg IS kg (X) mg plus 1 i0 nug

105 94 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV clan Terapi Anuretroviral Pada Anak Di Indonesia Lampiran D: 5 R ^ n n R a JY, y x ~. J LY.^ n % C = c ' ^ 2L n t c R a 3 n ^' S r C ^ F n e 7c C. : C p ^ C 'C C -= 'n A m x X n^ b fi ^,a x a ^' V VO o i ` R w L ^ 2 c L r x - L'.C..C C U x xgti s 5^^? 'G w c. a.. c ^,y C.C C O d ^ c ^ I c E, ` N a fi a^

106 Lamplran D 95 a^ Z v.7i u o. a r O ^ J-^ - f-= c n E Y c! cc` `r a p.' 7 i ^, " S rt C^ A ^^ Ez cc ^ a R'^ se N c a$ 5 L u y ^ 'O M I i 5W "'cam R,a OC tl R R R '^ CM L R^. R ri 0.F- ^ it R R R R U Z m.c ^. E 3 F Y^ E 6 E--

107 96 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretroviral Pada Anak Di Indonesia f a? ^ i S ^.i L y ^ R C c7i +'e 75 :2 :7 1F ty 9ai a G a G tl 4[ Div ti C C ^ 'a Q C G R L C G. -Y -L C re-^7.^ m '^ c ^.C - c ^ a ^ C a -+: R y -- F: ^ 5 ^ ^ ^e H C u y^y G L a. `^ 1 a v L^ 7 2c -2 e o $ c o a 0 x v $ C y w c R F 8 G c^, a lo'a ' erc O. C? 3B l 7 R S Y `7 ^ t Y ya 7 I n i. J t 13 v ^ ^ x go '.r u.. C h n M N J C c y^ R ^ ^Q ^ R JC X Y Ci ^ Y r 'r F= F C] a F. C ' a = 1

108 Lampiran E 97 roksisitas Akut dan Kronfl Reakri SimpvnB. lk u Semis Hepatitis stmtomatik akut (NNR'I'I, tenuama NVI H\ - lchih iarang; NRTIs atau P1) lktenis Transamunase Hentikan scmua ARV Pembesaran hepar nieningkat sampal gejala membaik Gejala gastrointestinal Bilirubin meningkat Pantau kadar transaminase, Fatigue, anoreksia biliruhin Mungkin ada gejala Bila sebelumnya memakai hipersensitivitas (kulit NVP, tidak boleh kemerahan, demam, gejala digunakan lagi seumur sistemik), timbul dalam 6-8 hidup minggu Setelah balk Mungkin ada gejala asidosis - ART dimulai lagi ganti laktat yang terjadi sekunder NVP dengan alternatif pada golongan NRTI lain A1'A1 - ART yang lalu Pankreatitis akut (NRT1, terutama d4t, ddi ; 3TC Iebih jarang) dimulai lagi dengan pemantauan ketat; bila gejala herulang gunakan ARV lain Mual dan muntah hebat Amilase pankreas Hentikan scmua ARV Nyeri perut hebat mcningkat sampai gejala hilang Mungkin disertai gejala. Lipase meningkat 1'antau kadar amilase, asidosis laktat lipase Sctelah gejala hilang mulai lagi pemberian ART dengan penggantian obat NRTI, terutama yang tidak menyebabkan foksisitas pankreas `

109 98 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia Manifestasi Minis yang Munitkin (Obat ARV) Kelainan Laboratoriurn yang Mungkin' Imph'kasi padatata Lakgama Obat Antiretroriral Reaksi hipersensitivitas (ABC atau NVP) ABC: Kombinasi onset akut gejala respirasi dan gastrointestinal setelah mulai minum ABC; termasuk demam, mual, muntah, fatigue, mialgia, diare nyeri pcrut, faringitis, batuk, sesak ; lesi kulit (umumnya ringan) dapat timbul; gelala memburuk dengan cepat terjadi dalam waktu 6-8 minggu,v l''p: Gejala sistemik demartt, mialgia, artralgia, hepatitis, dapat disertai lest kulit Peningkatan transaminase Hitting cosinofil meningkat Segera hentikan semua ARV sampai gejala menghilang NVP atau ABC jangan diberikan lagi scumur hidup Sesudah geiala membaik, mulai ART lagi dengan me anh ABC atau NVP ` Asidosis laktat (NRTI, terutama d4t) Kelmahan dan fatigue umum Gejala gastrointestinal (mual, muntah, diare, raven pent, hepatomegali, anoreksia, penurunan berat badan atau berat tidak naik) Mungkin disertai hepatitis atau pankreatitis Gejala respirarorik (takipne dan dispneu) Gejala neurologis (termasuk kelemahan motorik) Anion gap meningkat Asidosis laktat km inotrans fcrase meningkat CPK meningkat LDH meningkat Hentikan semua ARV sampai membaik Gejala karena acidosis laktat mungkin akan tents herlangsung atau memburuk meskipun ARV sudah dihentikan Sctelah gejala menghilang, ART mulai diherikan lagi dengan pemberian NRTI alternatif dengan risiko toksisitas mitokondria rendah (ABC atau AZT)

110 Lampiran E 99 rkelainan kult hehat/stevens Johnson Syndrome (NNR II, terutarna NVI1 L+ \ lebih jarang) Lesi kuht umumnya muncul l'eningkatan lika lesi ringan sampai pada pembenan 6-8 aminotransfcrases sedang, ART dapat minggu pertama diteruskan tanpa harus L e.4 ringan sampai sedantr dihentikan tetapi dengan bcntuk makulopapular, pemantauan lebih ketat entematus, konfluens, Untuk lest yang ditemukan terutama pada mengancam jiwa, hentikan tuhuh dan lengan, tanpa semua ARVsampai gejala gejala sistemik reda I rri knk7 yang berar lesi luas NVP tidak boleh diberikan dengan deskuamasi basah lagi seumur hidup angioedema, atau serum Setelah gejala membaik, sickness - like reaction ; atau ART dimulai lagi dengan lesi kuht dengan gejala mengganti NVP (banyak konstirusionalseperti ahli tidak menganjurkan demam, sanawan, melepuh, pemilihan NNR11 lagi bila edema fasial, konjungtivitis Sindrom Stevens Johnson yang mengancam jiwa atau toxic epidermal necrolysis Anemia berat (AZT) sehelumnya ada Sindrom Steven Johnson karena NVP) Pucat, takikardia Haemoglobin rendah Bila tidak ada reaksi Fatigue Gagal jantung kongestif Netropenia berat (AZT) dengan terapi simtomatik (misalnya transfusi), hentikan AZ'h saja dan ganti dengan NRTI lain Sepsis/ infeksi l litung jenis nerrofil Bila tidak ada reaksi rendah dengan terapi simtomatik (misainva transfusi), hentikan AZT saja dan tnn ci(:uall A k I

111 100 PedomanTatalaksana Infeksi HIV danterapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia t Reakci rinrpan, kronik (lumbar) yimg senus Lipodistrofi/sindrom metaholik (d41; I'I) Kehilangan lemak arau Hipertriglisendenua Penggantian d4 Tdcngan penumpukan lemak di regio I liperkolestrolemia ABC atau AZT dapat tubuh tertentu: Kadar HDL rendah mencegah atrofi lebih - Penumpukan lemak di Hiperglikemia lanjut sekitar perut, buffalo. Pertggantian PI dengan hump, hipertrofi \NRT1 akan menurwikan mammac ahnormalitas kadar lipid - Hilangnya lapisan lemak serum dari tungkai, bokong dan wajah, bervariasi Resistensi insulin, termasuk diabetes mclhtus Risiko potensial unruk penyakit arten koroner Neuropati perifer yang herat (d4t, ddl; 3TC lebih jarang) Nyeri, kesemutan, kebas Tidak ada Hentikan NRTI yang tangan dan kaki, menolak berjalan Kehilangan sensoris distal Kelemahan otot ringan clan areheksia dicungai saja dan ganti dengan NRTI lain yang tidak mempunyai efek neurotoksisitasc Redanya gejala mungkin memakan waktu lama Singkatan: ARV - obat antirctroviral; ART - tcrapi antirctroviral; CPK - creatinine phosphate kinase; LDH - lactate dchydrogenasc; IIDL - high-density lipoprotein; NRTI - nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI - non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor; P1 - protease inhibitor Catatan: a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum akhirnya disimpulkan karma ARV. 11kinajcmen pada tabel ini hanva membahas pcnggantian ART, tidak manajernen klinis secara keseluruhan. b. Kelainan laboratorium mungkin ndak seluruhnya ada. c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII. I

112 Lampiran F 101 Nucleoside R77s Ahacavir (NBC) Zidovudine (AZ]) Didanosine (dal) Emtricitahine (FTC) Lunivudine (3TC) Stavudine (d4t) Stavudine (d4t) + L.amivudine (3T() + Nevirapin (NAB') Zidovudine (A7. t) + L,univudine (3TC) + Abacavir (ABC) Zidovudine (AZ'I) + Lacnivudine (3TC) + Nevirapin (NV P) Non-nucleoside RTIs Efavircnz (F.FV) Ncvirapin (NVP) Suhu ruant;an Suhu niangan Suhu ruangan untuk tablet dan kapsul. Reconstituted buffered powder harus disimpan dalam pendingin. Cairan oral untuk anak stabil setelah rckonstitusi sel,una 30 hari iika didinginkan Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan. Setelah rekonstitusi, cairan oral harus disimpan dalam pendingin, sehingga stabil selama 30 hari Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan

113 102 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia Protease inhibitory Atazanavir (ATV) Indinavir (IDV) Fos-amprenavir (Fos-APB) Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan L.opinavir/Ritonavir kapsul Dalam pendingin untuk jangka lama. Lopinavir/ Ritonavir heatstable tablets Nelfinavir (NFV) Ritonavir (RTV) Sayuinavir - bad gel cups. (SQVi,K) Suhu ruangan: C. Pendingin : 2-8 C. Pada suhu ruangan stabil selama 30 han Suhu ruangan Suhu ruangan Kapsul disimpan dalam pendingin. Pada suhu ruangan stabil selama 30 han. Suhu ruangan untuk cairan oral (jangan disimpan dalam pendingin Suhu rutngan

114 I Lampiran G 103 ^Derajat Beratnya Toksisitas Minis dan Laboratorium Yang Sering Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Direkomendasikan 7 :+u a D o V S E oo N c7 C O^ ^ OC G o _ a x ^J 1 fl E v v v v V v r x ^ A r ^ ^j loi^ V a ^ Sz ^ ^^ r V I o &D E - E '- ' 0 N O_ - N (J C C -. 0 v 0. o I i C 00 N - O v v X 5Ḵ > E vi.5 nc r - n x fl 4 F v c v Y.a a - E :jj11 u _. : a (^ c 1 a C 'O a E ^i= c. 'E 9 I x.a - ^n fly o N M i^ o od- e V x C EE o g E x E r R r 0 3 ^ QC ^.e O q E ro E m I

115 I I I I : 104 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia 1. % = :R 43 S "E? Z L 0 C 'C n v v e 2 n ro a 3.r Y x 0 x x x? s uv ul E C ^. = A A A A A 1 a L E L ^O ^' Oc, c r-.g o x x x x x C c c c o c ^ ^o C = ^ri vi.r. 4, 7 v ar 'C F - a 3 o a n w v ^u c ' ^ ^ ^ ^ ^, La ^ cc ' '^ N 'b C ya p i k G. v o 0..0 Y 1 Cl eri Cl C tc C k i,t L n ro., =i 571 = b m r R A E v; E^ 8. / E C r C j^ - oc x x : x : x O O ^ O C V1 u CI T Cl x P ti- Y a iro. f^ 3 '7 ro CJ oc ro o R 7 ro '^ V C ro y 'Y w qg Y a 3 '4 r,^7 `^ ro F' C :0. C r l d 0...., 7 k c 0. > ^ u 0 d v a ro I u ^ I Q L C C x x X x x ro 7_ ro Y a c E a Y ro 6 -^ ro C I I I uui^ i p Y G-.^ E b Cl CJ E ` v C, y «a f; r. %^ x '^ Y C,,r ro ca E C C N L 5 E.^.. C z.s E z N L N 7 x 3; m.^ _ r= I I _ C? _ r

116 ' Lampiran G 105 y ^1 - a v n eo.^+ R '^ pp C F C C i ' i a E 5 = k.j5 5u R 7 A L ' Leff t: r R `S R «J-. u R R R.. C R L ^^ o ri ^ :j C 2^ ^ Q a C jl» R R C F C ;f n 5 o a C y a O 0 u R x GC S R b> > 'a E s i c R L i O.C. yed 0-0 p 5C b a F u ^e ai a. R u.`s 5o h E 2 'L a E o :3 C d a U V R E E a p u R c ^ y u o X ^^ R a 5c o '^ a R Y E c a E v A R ' E gnu cr A^ s $ p A _ 'h E E a L. 5 Z Sc E w G" E E - ^o ^ ^ y OU R 4C is 7 OC. ^ c ;,^ ^ o.^ 4 R E 3. a M 7 ro a ^q C C 7..a q 'C '9 G O, S o E s E 9 ;7 ^' ^ C A o p N ^ - q o 'c C^ S ^ L ti v E ' E uc E oc SS E q a ' 7 c v b n a Y y c R ^ ^ E Gq C v '." _ 7 ra ^ E c ^^ 9 R E 2 - v < Zi E o E -P ^^"y sc r I M s C 7 CC C 7 Y 7 C R E-^ $ a C 0 W z 2^ F?? kc ^v

117 I 106 Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia m O O C p R _\ o Y m, G ^E y a E 3 72 OE = ec d E ro a a G 'V ^0 is.'a E'5 E = O R b \ ^M E ^ E n r._ 0 'o ; K is c V E 5" v c n n n n a c n n z Y eo F a.: c j C E E E F A a Y J E E r l c 5 3 I I a E y EE.r. n r.a -. ' e d pp l I ' C V R E _c e^ N d it M er f^1 J? u- n ^,, C N A A C 1 -- r] -+ 1 C Y Nr ac x en c ^_ z o f c A G Y, C k Y C ^+ d a C R K n. C R E 'D G z E x E. E - t` en in M Cl f`i tf 1` C X. r V V V `V ti ^ I '^ V I I - OC OC N I I 0 O 7 R.] J k ^-. Cl At c O f^ Y 00 V V,1^r, u v x] E E E E n z E $ v er. V V V V ` E A c z o b C ^- O V 7 v R' p G ^ r Fib ab A ^ n R y^ tl 7 v n 7,^" y 'Sa ' EC b v a ^ E c x = a E% E '^ r 1 c_; A a u

118 Lampiran H 107 Panduan Untuk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder Pada Anak Profilaksis primer Organisms PCP Kapan Mulai 141 emberi Anak terpajan HIV Profilaksis kotrimoksazol dibenkan mulai umur 4-6 minggu dan dihentikan setelah risiko transmisi HIV tidak ada dan infeksi HIV disingkirkan Rejimen Obai Kotrimoksazol : suspensi (200 mg SMX, 40 mg TMP), tablet pediatrik (100 mg SMX, 20 mg TMP), tablet dewasa (400 mg SMX, 80 mg '1VIP) Anak terinfeksi HIV Usiu < 1 tahum profilaksis kotnmoksazol dibenkan tanpa melihat CD4" 'o atau status klinis Usia 1-5 tahun: stadium I IO 2-4 tanpa melihat CD4 % atau Stadium UIIO berapapun dan CD4+% < 25% Usia? 6lahun stadium V 1-10 berapapun dan CD4+ < 350 sel/mm' atau Stadium WI 10 3 atau 4 dan hitung CD4+ berapapun Rekomendasi (target minimal 3 hari dalam seminggu atau tiap hari) Usia < 6 bulan: suspensi 2,5 ml an 1 tablet pediatrik atau tablet dewuasa setara dengan 100 mg SMX/20 mg TMP Urfa 6 bulan-5 tabu,: suspensi 5 ml atau 2 tablet pediatrik atau ' tablet dewasa setara dengan 200 mg SMX/40 mg TMP C;sia 6-14 tahun- suspensi 10 ml atau 4 tablet pediatrik atau 1 tablet dewasa Usia > 14 tahun: 1 tablet dewasa (atau!/1 tablet dewasa forte) setara dengan 400 mg SMX/80 mg TMP Alternatif 1. Dapsonc 2 mg/kg, 1x/han atau 2. Dapsone 4 mg/kg lx/ minggu

119 108 PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia TB M AC Scmua anak yang kontak dengan penderiti '1B aktif, tcrutama yang tinggal serumah, tanpa mclihat nilau CD4+ (Untuk menyingkirkan penyakit diperlukan pemeriksaan fisis, tuherkulin dan rontgen dada) CD4+ <50 sel /mm' pada > 6 tahun CD4+ < 75 scl/mm3 pada umur 2-6 tahun CD4+ < 500 sel /mm' pada umur 1-2 tahun CD4+ < 750 sel/ mm3 pada bay < 1 tahun I lentikan bila CD4+ di atas ambang selama > 3 hulan Rekomendasi INH (5 mg/kg) (max 300 mg) per han selama 6-9 bulan Rekomendasi 1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/ dosis (max 500 mg), 2x/hari atau 2. Azitromisin 20 mg/kg (max 1200 mg) sekali seminggu Alternatif Azitrornisin 5 mg/kg (max 250 mg' sekali sehari Profilaksis sekunder Rejimen Obat PCP TB Anak dengan riwayat PCP hares mcndapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Keamanan menghentikan profilaksis sekunder pada pasien ini helum drtcliri,ecara luas Tidak dirckomendasi Sama seperti profilaksis primer I

120 Lampiran H 109 Denis Infeksi Oportunistik MAC Cryptoeoecrrs neoformans orzdiodes in1iii/r! Histop/auma capsu/atum Penicillum marneei T atop/armagondii Saat Memberi Pengobatan Anak dengan nwayat MAC diseminata harus mendapat profilaksis scumur hidup unnik mencegah rekurensi. Keamanan menghentikan profilaksis sckunder pada pasien ini helum diteliti secara luas Anak dengan nwayat meningitis knpto harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data kcainanan penghentian obat secara Iuas Anak dengan riw-ayat histoplasmosis /peniciliosis harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data keamanan menghentikan obat profilaksis Anak dengan nwayat toksoplasmosis serebral harus mendapat profilaksis scumur hidup untuk mencegah rekurensi. Keamanan penghcntian obat profilaksis helum ditcliti secara luas. Rejimen Rekomendasi Klaritromisin 7,5 mg/kg/dosis (max 500 mg) 2x/han ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per hari Alternatif Azitromisin 5 mg/kg/dosis (max 250 mg) ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per han Rekomendasi Flukonazol 3-6 mg/kg/sekali sehari Alternatif Itrakunazol 2-5 mg/kg sekali ^ch:1n Itrakonazol 2-5 mg/kg sekali sehari Rekomendasi Sulfadiazinc mg/kg/ han dihagi 2-4x/hari ditambah pirimetamin I mg/ kg (max 25 mg) sekali sehari ditambah leukovorin 5 mg setiap 3 han Alternatif Klindamisin mg/kg/ hari dibagi 4 dosis per hari ditambah pirimetarnin dan leukovorin seperti di atas

121 110 Pedoman Tatalakcana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia Lampiran I: Rujukan Elektronik v.who.int/hiv/en/ littp:// /cn/ /par/ipc/(irugl)ric (in(-).shtml,#i III-/:AIDS en/seciionlo/section 18.htm h ttp: / / http: / / littp://%%avw.rncdscape.com//i lomc/'iupics/aids/.1ids.htm1, littp://\k-\v\%-.ai-nfar.org hivandhep:tntis.cc,m / It ttp://vvvvw.bhiva.org/ Ii ttp: / / /hiv/ trcatment.h trn Iittp://ww\v.1-da.gov/ua,:,Iii/aids/iii%,.litii-J, / /hiv.aspx litq)://w\v\v.liopkiiis-aids.edu/ http: //hivinsite.ucsf.edu /InSite /wtv^v:<tidsmap.com / littp://,,\,-\k-\v.1iiniiat.org/ X/antiretrovirals_HP.htm

Pedoman Tatalaksana Infeksi

Pedoman Tatalaksana Infeksi B A K T I H U S A A D Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Anak di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Lebih terperinci

Pedoman Tatalaksana Infeksi

Pedoman Tatalaksana Infeksi Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Antiretroviral di Indonesia Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV Pada Anak dan Terapi Antiretroviral Di Indonesia I D A I KATA PENGANTAR Keberhasilan penyebaran

Lebih terperinci

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak Proses pengambilan keputusan untuk mulai ART pada bayi dan anak

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV Tuberkulosis (TB) mewakili ancaman yang bermakna pada kesehatan

Lebih terperinci

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV Anak dengan pajanan HIV Penilaian kemungkinan infeksi HIV Dengan memeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan bayi terhadap ARV Cara kelahiran dan laktasi

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati Infeksi HIV pada Anak Nia Kurniati Topik Transmisi Diagnosis Manajemen Transmisi Vertikal Kehamilan Persalinan Laktasi Horisontal Sama seperti penularan pada orang dewasa Case 1 Seorang anak perempuan,

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi Kepatuhan yang kurang, tingkat obat yang tidak cukup, resistansi

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak Pertimbangan untuk pengobatan dengan pendekatan

Lebih terperinci

PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA

PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA IK S I 616.979 2 Ind e PEDOMAN TATALAKSANA INFEKSI HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DI INDONESIA O D N K TER ANAK I N D ON A E T A A Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 Kata Pengantar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN TERAPI HIV PADA ANAK

PEDOMAN PENERAPAN TERAPI HIV PADA ANAK IK S I 616.979 2 Ind e PEDOMAN PENERAPAN TERAPI HIV PADA ANAK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 World Health Organization O D N A T A K TER ANAK I N D ON E A IK S I 616.979 2 Ind e PEDOMAN

Lebih terperinci

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab penyakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yang sangat mematikan dan merupakan penyakit infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus

PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS Apakah HIV itu? HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus Penyebab AIDS. Virus ini menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, dengan fokus untuk mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian yang dipilih adalah rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian dan penularan Human Immnunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh manusia melemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia SERI BUKU KECIL HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan Buku ini adalah terjemahan dan penyesuaian dari HIV, Pregnancy

Lebih terperinci

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? Spiritia seri buku kecil hiv-aids 2016 Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? HEALTH Spiritia seri buku kecil hiv-aids 2016 Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai? Chris W Green Spiritia Jl. Kemiri No.10, Gondangdia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir dekade ini telah di jumpai berbagai macam penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 TINDAK LANJUT Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Cheaper HIV viral load in-house assay and simplified HIV Test Algorithm

Cheaper HIV viral load in-house assay and simplified HIV Test Algorithm Cheaper HIV viral load in-house assay and simplified HIV Test Algorithm Agnes R Indrati Clinical Pathology dept, Hasan Sadikin hospital/ University of Padjadjaran Bandung Diperesentasikan pada: 3 rd Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011

Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011 Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011 PMTCT 1. Tindakan pencegahan primer terhadap HIV 2. Pencegahan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia hingga saat ini. TB menjadi penyakit infeksi penyebab kematian terbesar kedua di

Lebih terperinci

MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV

MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV POKOK BAHASAN 1 INFORMASI TB BEBAN PERMASALAHAN TB DI INDONESIA 2016* 5 Indikator Tingkat Jumlah Rate /100.000 Insidensi (pertahun) Global

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas

PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas PEDOMAN PRAKTIS DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS Pada keadaan Sumber Daya Terbatas Agung Nugroho Divisi Peny. Tropik & Infeksi Bag. / SMF Ilmu penyakit Dalam FK-UNSRAT / RSUP. Prof. Dr. R.D. kandou

Lebih terperinci

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? SERI BUKU KECIL Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? Oleh Chris W. Green Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Telp: (021) 422 5163, 422 5168, Fax: (021) 4287 1866, E-mail: info@spiritia.or.id,

Lebih terperinci

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 vi ABSTRAK STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Francine Anne Yosi, 2007; Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., MS Pembimbing II: July Ivone, dr. AIDS (Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU Pengobatan TB pada keadaan khusus Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 a. TB pada Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya. Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta

Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya. Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta Artikel Asli Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta Martani Widjajanti Kelompok Kerja Alergi Imunologi SMF Anak RSAB Harapan Kita Jakarta Latar

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum HUBUNGAN JENIS INFEKSI OPORTUNISTIK DENGAN MORTALITAS ANAK HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME Studi di RSUP Dr. Kariadi Semarang LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas Update tentang Pengobatan HIV 1. Perkenalkan diri serta pengalaman Anda. Perkenalkan sesi ini sebagai ringkasan yang sangat singkat mengenai perkembangan dalam perawatan,

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci