HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau, Kecamatan Kebayoran Lama Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau berlokasi di Komplek Perumahan Permata Hijau II, Kecamatan Kebayoran Lama yang merupakan bagian dari kota Jakarta Selatan dan terletak antara BT sampai dengan BT dan pada LS (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Topografi wilayah Jakarta Selatan pada umumnya berupa daerah perbukitan rendah pada tingkat kemiringan 0,25%. Rata-rata ketinggian tanah mencapai 5-50 m dpl. Wilayah ini beriklim panas pada suhu rata-rata per tahun 27 C dengan tingkat kelembaban berkisar antara 80%-90%. Arah angin dipengaruhi angin Muson Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 mm. Puncak musim kemarau terjadi pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 mm (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Manajemen perkandangan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu indukan, anakan dan pejantan. Kandang pejantan dibuat secara khusus dan hanya diisi seekor ayam dewasa. Konstruksi kandang dibuat dari bahan-bahan yang aman dan sesuai dengan tata bangunan perkandangan. Proses pemeliharaan dilakukan semi-intensif dengan pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada siang dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi bulir jagung yang dicampur dedak. Tujuan pemeliharaan ayam Ketawa di peternakan ini dikhususkan sebagai ternak hias, sehingga peternak memberikan perlakuan khusus untuk menghasilkan ayam Ketawa yang berkualitas dan diharapkan dapat menjuarai kompetisi berkokok. Beberapa contoh perlakuan khusus yang dilakukan meliputi pemberian vitamin, suplemen, jamu khusus untuk suara kokok dan latihan berkokok setiap hari. Kanopi buatan dan alami ditemukan pada peternakan tersebut untuk mengontrol perubahan cuaca yang fluktuatif. Lokasi peternakan dibangun di sekitar tempat pembibitan pohon salak, namun juga ditemukan pohon besar lain seperti pohon mangga dan rambutan. Gambar 5 menyajikan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Permata Hijau Jakarta.

2 Jalan Cidodol Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau II Jalan Cidodol Sumber: Google Map (2012) Gambar 5. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau II Peternakan Ayam Ketawa Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman Kecamatan Godean merupakan bagian dari Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak diantara sampai dengan BT dan LS sampai dengan LS. Wilayah ini memiliki suhu rataan per tahun 26 o C dan kelembaban 74%-87%. Kecamatan Godean terletak sekitar 10 km sebelah barat daya ibukota Kabupaten Sleman. Luas wilayah sebesar ha. Bentangan wilayah di Kecamatan Godean berupa tanah datar dan sedikit berbukit (Dinas Pemerintah Kabupaten Sleman, 2011). Peternakan ayam Ketawa Godean berlokasi di Desa Pasar Godean, Kabupaten Sleman. Ayam Ketawa dipelihara dengan tujuan untuk memperoleh ayam hias berkualitas serta bernilai ekonomis tinggi. Lokasi peternakan ini berada di lingkungan pedesaan yang cukup jauh dari Yogyakarta, sehingga memiliki cuaca yang masih relatif stabil, sedikit polusi dan nyaman untuk peternakan unggas. Perkandangan dibagi menjadi tiga, yaitu kandang indukan, anakan dan pejantan. Bangunan kandang dibuat dari bahan-bahan tradisional (bambu). Pemeliharaan dilakukan secara semi-intensif, terutama pada kandang anakan. Ayam diumbar mulai pagi hingga sore hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dengan campuran dedak. Perlakuan khusus seperti pemberian jamu pada ayam pejantan, dilakukan karena jantan digunakan dalam kontes ayam hias. Jamu dibuat dari bahan bubuk kencur, jahe, kuning telur bebek dan madu. Peternak melatih ayam jantan untuk

3 berkokok sesuai dengan tipe kokok masing-masing ayam secara individual yang kegiatan ini dimulai dari pukul WIB. Gambar 6 menyajikan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Godean di Kabupaten Sleman. Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Godean Sumber: Google Map (2012) Gambar 6. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Godean Peternakan Ayam Ketawa Mughni Al-Maliki, Kecamatan Cileungsi Kecamatan Cileungsi terletak di Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan industri di wilayah Jabodetabek, karena memiliki fasilitas cukup lengkap dan mudah dijangkau dari Jakarta (Dinas Pemerintah Kabupaten Bogor, 2011). Peternakan ayam Ketawa Mughni Al-Maliki terletak di lingkungan pesantren Mughni Al-Maliki Kelurahan Cileungsi Bogor. Kepemilikan ayam Ketawa masih sebatas hobi atau ayam hias kesayangan, sehingga jumlah ayam Ketawa yang dipelihara belum banyak dan belum pernah mengikuti kontes. Peternakan ini terletak di tengah-tengah area persawahan yang tidak jauh dari pemukiman. Kondisi peternakan lembab dan agak panas, karena terletak pada dataran rendah yang tidak banyak dijumpai pepohonan yang merupakan kanopi alami. Sistem pemeliharaan yang digunakan pada peternakan ini adalah semiintensif, ayam diumbar pada siang hari di sekitar pekarangan peternakan. Konstruksi kandang bertingkat yang terbuat dari bahan bambu. Ayam diberi pakan berupa konsentrat dan vitamin. Peternakan ini memiliki mesin tetas buatan sendiri untuk perbanyakan jumlah ayam Ketawa. Gambar 7 merupakan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Cileungsi, Kabupaten Bogor.

4 Sumber: Google Map (2012) Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Cileungsi Gambar 7. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Cileungsi Peternakan Ayam Pelung Salabenda, Ayam Pelung Bestari Dramaga dan Ayam Kampung Bantarjati Kotamadya Bogor secara geografis terletak pada LS dan BT. Rata-rata suhu tahunan sebesar 26 C, sedangkan rata-rata suhu terendah adalah 21,8 C pada bulan Desember dan Januari. Kelembaban udara berkisar antara 70% dengan curah hujan tahunan sebesar mm. Bogor terletak pada 300 m dpl. Kemiringan lahan berkisar antara 0%-15% dan sebagian kecil wilayah berada pada kemiringan antara 15%-30%. Kelurahan Salabenda terletak di wilayah Kabupaten Bogor dan berbatasan dengan Jakarta dan Tangerang, yang secara umum memiliki kondisi topografi sama dengan kota Bogor. Peternakan ayam Pelung Salabenda berlokasi dekat dengan jalan Raya Bogor-Parung. Jumlah ayam Pelung yang dipelihara mencapai ratusan dan banyak yang menjadi juara pada kontes Pelung. Peternak memelihara ayam Pelung ini untuk menghasilkan bibit unggul sehingga peternak tidak sembarangan melakukan program pemuliaan. Bangunan kandang terdiri atas kandang indukan, anakan dan pejantan. Sistem pemeliharaan dilakukan secara semi intensif, ayam diumbar pada siang hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat, vitamin dan suplemen khusus untuk menjaga kesehatan ternak. Peternakan ayam Pelung Bestari Dramaga berlokasi di pinggir jalan Raya Dramaga, Kabupaten Bogor. Ayam Pelung yang dijual langsung kepada konsumen belum memiliki sertifikat kejuaraan ayam Pelung, tetapi berpotensi untuk siap dilatih

5 demi kepentingan kontes. Manajemen pemeliharaan pada peternakan semi-intensif, ayam diumbar pada siang hari dan pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa dedak yang dicampur dengan konsentrat. Perkandangan dibagi atas tiga bagian, yaitu kandang anakan, indukan dan pejantan; yang terletak dalam satu naungan. Perlakuan khusus tidak diberikan pada ayam Pelung, sehingga ayam yang dijual hanya berdasarkan performa fisik yaitu ayam Pelung, bukan sebagai ayam Pelung penyanyi. Peternakan ayam Kampung Bantarjati terletak di kelurahan Sempur, Bogor kota. Kepemilikan ayam Kampung berkisar antara 5-10 ekor pada setiap keluarga. Ayam Kampung dipelihara secara semi-ekstensif, dengan pemberian pakan tradisional yaitu berupa dedak dan sisa makanan rumah tangga. Peternak melakukan usaha ini sebagai pekerjaan tambahan, yang bertujuan untuk melengkapi pekerjaan utama sebagai pekerja pabrik. Pagi hari saat peternak bekerja di pabrik, ayam berada dalam kandang dan hanya dikeluarkan ketika peternak tiba di rumah yaitu sore hari. Peternak sering menitipkan ayam pada peternak lain untuk diumbar di siang hari. Bangunan kandang terbuat dari bahan-bahan alami dan tradisional; yang terdiri dari kandang indukan dan pejantan. Kandang anakan tidak tersedia khusus, namun akan dibuat ketika telur-telur induk telah menetas. Gambar 8 menunjukkan lokasi peternakan ayam Pelung Salabenda, Bestari Dramaga dan ayam Kampung Bantarjati, Kabupaten Bogor. Salabenda Bantarjati Sumber: Google Map (2012) Gambar 8. Lokasi Peternakan Ayam Pelung Salabenda, Ayam Pelung Dramaga dan Ayam Kampung Bantarjati

6 Analisis Statistik Deskriptif Kelompok Ayam Ketawa Hasil analisis statistik deskriptif pengukuran panjang femur (X 1 ), panjang tibia (X 2 ), panjang tarsometatarsus (X 3 ), lingkar tarsometatarsus (X 4 ), panjang jari ketiga (X 5 ), panjang sayap (X 6 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ), panjang leher (X 9 ), panjang sternum (X 10 ) dan leher sternum (X 11 ) ayam Ketawa kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor; disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa Jantan Kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor Peubah Yogyakarta n = 14 Panjang Femur (X 1 ) 108,45 ± 6,85 (6,31%) Panjang Tibia (X 2 ) 141,47 ± 12,60 (8,91%) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Bogor n = 15 Jakarta n = (mm) ,66 ± 28,06 (24,91%) 11,30 ± 0,98 (8,69%) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 61,44 ± 6,13 (9,97%) Panjang Sayap (X 6 ) 166,04 ± 12,14 (7,31%) Panjang Maxilla (X 7 ) 34,28 ± 3,13 (9,14%) Tinggi Jengger (X 8 ) 49,92 ± 14,37 (28,78%) Panjang Leher (X 9 ) 136,23 ± 15,67 (11,50%) Panjang Sternum (X 10 ) 104,55 ± 7,12 (6,81%) Lebar Sternum (X 11 ) 80,24 ± 7,06 (8,80%) 105,22 ± 6,25 (5,94%) 128,58 ± 16,21 (12,60%) 104,74 ± 7,30 (6,97%) 13,38 ± 1,42 (10,63%) 62,94 ± 5,38 (8,55%) 165,37 ± 27,22 (16,46%) 29,93 ± 3,55 (11,86%) 32,28 ± 15,45 (47,85%) 134,28 ± 13,04 (9,71%) 123,47 ± 10,99 (8,90%) 74,92 ± 9,39 (12,54%) 94,73 ± 10,93 (11,54%) 107,75 ± 9,44 (8,76%) 81,75 ± 7,29 (8,92) 12,11 ± 0,91 (7,52%) 56,37 ± 5,66 (10,05%) 148,24 ± 9,40 (6,34%) 24,54 ± 3,71 (15,13%) 21,04 ± 4,51 (21,44%) 96,45 ± 13,45 (13,95%) 94,90 ± 7,62 (8,03%) 74,66 ± 6,25 (8,37%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

7 Hasil statistik deskriptif pada Tabel 2 dan Tabel 3 tersebut belum dapat memberikan perbedaan diantara ayam Ketawa jantan dan betina pada setiap lokasi pengamatan. Hal tersebut juga belum dapat menjelaskan perbedaan ayam Ketawa jantan antara lokasi pengamatan; juga pada ayam betina. Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa Betina Kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor Peubah Panjang Femur (X 1 ) 94,94 ± 7,83 (8,25%) Panjang Tibia (X 2 ) 114,05 ± 9,44 (8,27%) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) Panjang Sayap (X 6 ) Panjang Maxilla (X 7 ) Tinggi Jengger (X 8 ) Panjang Leher (X 9 ) Panjang Sternum (X 10 ) Lebar Sternum (X 11 ) Yogyakarta n = 15 Bogor n = 15 Jakarta n = (mm) ,39 ± 6,35 (7,62%) 11,30 ± 1,64 (14,51%) 47,44 ± 3,30 (6,95%) 144,64 ± 18,59 (12,85%) 29,45 ± 4,02 (13,66%) 18,68 ± 7,31 (39,15%) 108,08 ± 19,89 (18,41%) 91,39 ± 7,11 (7,78%) 72,55 ± 8,17 (11,26%) 100,36 ± 11,79 (11,75%) 114,34 ± 12,46 (10,90%) 77,42 ± 15,02 (19,41%) 11,28 ± 1,67 (14,77%) 52,93 ± 5,72 (10,80%) 145,42 ± 19,15 (13,17%) 30,14 ± 3,63 (12,03%) 33,98 ± 22,45 (66,06%) 130,67 ± 13,35 (10,21%) 99,59 ± 11,59 (11,64%) 71,76 ± 7,95 (11,07%) 71,82 ± 5,48 (7,63%) 96,20 ± 12,73 (13,24%) 70,15 ± 8,43 (12,01%) 9,81 ± 1,27 (12,95%) 45,75 ± 4,77 (10,42%) 143,83 ± 20,67 (14,37%) 21,31 ± 3,15 (14,80%) 19,76 ± 5,05 (25,56%) 98,91 ± 18,32 (18,53%) 94,42 ± 7,67 (8,13%) 72,66 ± 6,23 (8,58%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman Uji statistik T 2 -Hotelling memberikan hasil bahwa perbedaan antara jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan ditemukan (P<0,01) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa jantan lebih besar dibandingkan ayam betina pada lokasi pengamatan Yogyakarta, Jakarta dan Bogor.

8 Perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa jantan juga ditemukan diantara lokasi pengamatan (P<0,01) seperti yang disajikan pada Tabel 5. Hal yang sama juga ditemukan pada ayam betina (Tabel 6). Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Jantan dan Betina pada Setiap Lokasi yang Diamati Kelompok Statistik T 2 -Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Yogyakarta 6, ,427 0,000 ** Bogor 6, ,830 0,000 ** Jakarta 8, ,209 0,000 ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01) Jenis kelamin mempengaruhi ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa yang diamati. Berdasarkan Tabel 4, ukuran tubuh jantan lebih besar dari betina di setiap lokasi pengamatan. Hal ini disebabkan perbedaan hormon antara ayam jantan dan betina. Herren (2000) menyatakan bahwa hormon testosteron pada dosis rendah dapat meningkatkan pelebaran dari epiphysis tulang dan membantu kerja hormon pertumbuhan, sedangkan hormon estrogen menghambat pertumbuhan kerangka. Testosteron sebagai steroid dari androgen memicu pertumbuhan yang lebih cepat pada jantan. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Jantan pada Setiap Dua Kelompok yang Diamati Kelompok Yogyakarta Bogor Jakarta Yogyakarta Bogor ** Jakarta ** ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01) Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Betina pada Setiap Dua Kelompok yang Diamati Kelompok Yogyakarta Bogor Jakarta Yogyakarta Bogor ** Jakarta ** ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01)

9 Keberadaan interaksi genotipe dan lingkungan akan menghasilkan ekspresi fenotipik berbeda pada satu ternak dengan yang lain tergantung kondisi lingkungan (Mathur, 2003). Perbedaan lingkungan perkandangan yang meliputi bangunan kandang dan perlengkapannya, suhu lingkungan, pancaran sinar matahari di setiap lokasi yang diamati berpengaruh terhadap ukuran-ukuran tubuh ayam Ketawa. Wilayah Jakarta secara umum, beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27 C, tingkat kelembaban berkisar antara 80% - 90% (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Wilayah Godean pada Kabupaten Sleman memiliki suhu rataan per tahun 26 o C dan kelembaban 74% - 87%. Wilayah Cileungsi di Kabupeten Bogor memiliki suhu rataan per tahun sebesar 26 C dan kelembaban udara sekitar 70% (Dinas Pemerintahan Kabupaten Bogor, 2011). Perbedaan jenis pakan mempengaruhi ukuran tubuh ayam Ketawa yang diamati, karena memiliki kandungan nutrien yang berbeda. Jenis pakan yang diberikan di peternakan ayam Ketawa Jakarta adalah bulir jagung dan dedak. Jenis pakan yang digunakan di peternakan ayam Ketawa Bogor adalah konsentrat. Peternakan ayam Ketawa di Yogyakarta memberikan konsentrat dengan campuran dedak. Pemberian vitamin dan suplemen tambahan diberikan di peternakan ayam Ketawa Yogyakarta. Kandungan nutrien pakan ayam Ketawa Yogyakarta relatif lebih baik dibandingkan dengan dua lokasi pengamatan lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan rataan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh yang lebih besar ditemukan pada ayam Ketawa Yogyakarta. Kelompok Ayam Ketawa, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Statistik deskriptif ayam Ketawa, ayam Pelung dan ayam Kampung jenis kelamin jantan dan betina disajikan pada Tabel 7. Perbedaan ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan dan perbedaan ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina, ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina disajikan pada Tabel 8 berdasarkan uji statistik T 2 -Hotelling.

10 Tabel 7. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Peubah Ayam Ketawa Ayam Pelung Ayam Kampung n = 44 n = 45 n = 15 n = 15 n = 14 n = (mm) Panjang Femur (X 1 ) Panjang Tibia (X 2 ) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) Panjang Sayap (X 6 ) Panjang Maxilla (X 7 ) Tinggi Jengger (X 8 ) Panjang Leher (X 9 ) Panjang Sternum (X 10 ) Lebar Sternum (X 11 ) 102,67 ± 10,05 (9,78%) 125,0 ± 18,94 (15,08%) 99,42 ± 21,18 (21,30%) 12,28 ± 1,40 (11,42%) 60,22 ± 6,28 (10,43%) 159,74 ± 19,62 (12,28%) 29,47 ± 5,25 (17,83%) 34,06 ± 16,99 (49,90%) 122 ± 23,12 (18,95%) 107,71 ± 14,86 (13,79%) 76,52 ± 7,94 (10,38%) 89,04 ± 15,16 (17,03%) 108,2 ± 14,25 (13,17%) 76,98 ± 11,71 (15,22%) 10,79 ± 1,65 (15,36%) 48,70 ± 5,54 (11,37%) 144,63 ± 19,05 (13,17%) 26,96 ± 5,38 (19,95%) 24,14 ± 15,34 (63,52%) 112,55 ± 21,72 (19,29%) 95,13 ± 9,45 (9,93%) 72,32 ± 7,32 (10,12%) 135,66 ± 17,81 (13,13%) 166,23 ± 18,26 (10,98%) 129,06 ± 8,70 (6,74%) 19,83 ± 4,67 (23,56%) 73,36 ± 14,87 (20,26%) 207,12 ± 8,57 (4,14%) 36,41 ± 4,93 (13,55%) 57,59 ± 14,28 (24,80%) 191,09 ± 15,44 (8,08%) 130,97 ± 14,45 (11,04%) 75,26 ± 11,24 (14,94%) 122,29 ± 12,52 (10,24%) 148,56 ± 16,37 (11,02%) 114,89 ± 6,14 (5,35%) 13,46 ± 1,50 (11,15%) 71,20 ± 7,23 (10,16%) 196,11 ± 14,65 (7,47%) 36,32 ± 4,61 (12,68%) 25,45 ± 7,35 (28,90%) 167,93 ± 28,08 (16,72%) 128,89 ± 16,02 (12,43%) 75,78 ± 12,52 (16,52%) 125,45 ± 17,63 (14,05%) 143,04 ± 18,61 (13,01%) 111,12 ± 13,89 (12,50%) 19,42 ± 12,18 (62,71%) 65,85 ± 17,75 (29,96%) 166,77 ± 17,40 (10,43%) 33,03 ± 4,48 (13,55%) 36,50 ± 22,59 (61,89%) 140,19 ± 16,09 (11,48%) 135,66 ± 17,89 (13,19%) 71,61 ± 14,83 (20,71%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; = jantan; = betina 105,43 ± 10,14 (9,62%) 116,29 ± 13,52 (11,62%) 84,16 ± 7,23 (8,60%) 11,18 ± 1,82 (16,24%) 50,85 ± 4,40 (8,66%) 143,97 ± 9,71 (6,74%) 30,37 ± 2,18 (7,19%) 15,06 ± 9,80 (65,05%) 128,47 ± 18,63 (14,51%) 111,90 ± 16,63 (14,62%) 69,06 ± 6,98 (10,10%) Hasil mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran tubuh ayam jantan dan betina pada masing-masing jenis ayam, berbeda nyata (P<0,01). Perbedaan juga ditemukan

11 antara ukuran-ukuran tubuh ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan, juga antara ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina, ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina (P<0,01). Perbedaan jenis kelamin pada masing-masing jenis ayam berhubungan dengan perbedaan hormon. Hormon androgen pada jantan dapat menggertak pertumbuhan, sehingga ukuran ayam jantan lebih besar dari betina. Frandson (1992) menyatakan bahwa testosteron mengakibatkan anabolisme protein dan pertumbuhan tulang yang besar. Perbedaan ukuran diantara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan disebabkan perbedaan genetik pada masing-masing jenis ayam. Hal yang sama juga ditemukan antara kelompok betina pada ketiga jenis ayam tersebut. Perbedaan tujuan pemeliharaan juga memberikan sumbangan yang besar terhadap perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ketiga jenis ayam tersebut. Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa secara genetis ketiga ayam tersebut berbeda. Ayam Pelung memiliki sosok tubuh yang besar dan tegap, sedangkan ayam Ketawa dan ayam Kampung bertubuh lebih ramping. Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Keseluruhan, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Kelompok Statistik T 2 -Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Ketawa >< Pelung 6, ,043 0,000 ** Ketawa >< Kampung 1, ,998 0,000 ** Pelung >< Kampung 11, ,082 0,000 ** Ketawa >< Pelung 4, ,489 0,000 ** Ketawa >< Kampung 0, ,809 0,000 ** Pelung >< Kampung 11, ,498 0,000 ** Ketawa >< Ketawa 1, ,999 0,000 ** Pelung >< Pelung 6, ,972 0,000 ** Kampung >< Kampung 7, ,589 0,000 ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01); = jantan; = betina

12 Penggolongan Berdasarkan Analisis Diskriminan Fisher Hasil statistik T 2 -Hotelling belum dapat memberikan informasi mengenai perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh diantara jenis ayam yang diamati. Analisis diskriminan Fisher digunakan untuk memperoleh informasi perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam tersebut dengan terlebih dahulu menentukan statistik T 2 -Hotelling yang memberikan petunjuk bahwa kelompokkelompok yang diamati berbeda. Bahasan lebih lanjut akan membandingkan kelompok ayam Ketawa pada berbagai lokasi pengamatan. Bahasan kemudian dilanjutkan mengenai perbedaan antara ayam Ketawa dengan ayam Pelung dan ayam Kampung. Ayam Ketawa Kelompok Jantan Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan diskriminan hanya dapat dibentuk pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta. Tabel 9 menyajikan koefisien korelasi pada setiap ukuran permukaan linear tubuh yang tidak nyata pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Bogor. Tabel 9. Pengujian Koefisien Korelasi dengan Selang Kepercayaan 95% pada Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa Jantan Bogor Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,0707 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,1267 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,0562 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,2425 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,0373 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,0045 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1857 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,1692 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,0194 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,2906 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0913 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0

13 Tabel 10 menyajikan koefisien korelasi pada setiap ukuran permukaan linear tubuh yang tidak nyata pada ayam Ketawa jantan Bogor vs ayam Ketawa jantan Jakarta. Persamaan diskriminan tidak dapat dibentuk dari hasil yang tidak nyata atas pengujian koefisien korelasi 95%. Jenis ayam yang sama belum tentu menghasilkan performa fisik yang sama pula, sebab manajemen pemeliharaan dan arah program pemuliaan yang diterapkan pada masing-masing lokasi peternakan berbeda. Dessie et al. (2011) menyatakan bahwa keragaman tujuan pemeliharaan pada setiap lokasi peternakan berkontribusi besar terhadap pengkayaan keragaman genetik ternak. Arah program pemuliaan ayam Ketawa jantan Yogyakarta berbeda dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Ayam Ketawa jantan Yogyakarta lebih diarahkan ke ayam kontes, sedangkan ayam Ketawa jantan Jakarta ke arah pembibitan. Tabel 10. Pengujian Koefisien Korelasi dengan Selang Kepercayaan 95% pada Ayam Ketawa Jantan Bogor vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,2397 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,3196 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,6415 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,2164 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,2420 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,1711 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,3019 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,2010 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,5812 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,6148 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0066 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0 Koefisien korelasi nyata ditemukan pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta vs Jakarta, sehingga dapat dibentuk persamaan diskriminan, yang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 dapat ditentukan penggolongan Wald-Anderson, seperti disajikan pada Tabel 12.

14 Tabel 11. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi diskriminan yang Dibentuk Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,2306 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,4705 2) * Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2369 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,1327 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,1329 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 1,6803 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,4367 2) * Tinggi Jengger (X 8 ) 0,4257 2) * Panjang Leher (X 9 ) 0,4223 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,2019 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,1297 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,2463 X 2 + 0,8408 X 7 + 0,2115 X 8 0,1006 X 9 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Perbedaan tersebut diperlihatkan oleh peubah-peubah pembeda yang terbentuk melalui fungsi persamaan diskriminan Fisher; seperti disajikan pada Tabel 11. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara dua kelompok jantan ayam Ketawa tersebut secara nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh empat peubah yaitu panjang tibia (X 2 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ) dan panjang leher (X 9 ). Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua individu ayam Ketawa jantan Jakarta digolongkan ke dalam kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta. Hasil penggolongan ini secara aktual tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan berdasarkan skor Wald- Anderson. Tabel 12 menyajikan penggolongan individu-individu pada kelompok

15 ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta berdasarkan kriteria Wald-Anderson. Tabel 12. Penggolongan Individu Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta Jakarta % Koreksi Yogyakarta (n = 14) /14 x 100% = 100% Jakarta (n = 15) /15 x 100% = 100% Total (n = 29) Keterangan: n = jumlah sampel (29-0)/29 x 100% = 100% Hasil penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson menunjukkan bahwa kesalahan penggolongan tidak ditemukan diantara ayam Ketawa jantan pada lokasi Yogyakarta dan Jakarta; dengan faktor koreksi sebesar 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis ayam yang sama belum tentu menghasilkan performa fenotipik yang persis sama. Panjang tibia (X 2 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ) dan panjang leher (X 9 ) pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibanding dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan arah program pemuliaan. Seleksi ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta ditujukan sebagai ayam kontes; sedang pada ayam Ketawa jantan Jakarta ke arah pembibitan. Panjang leher dan panjang maxilla atas kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta memiliki ukuran yang lebih besar dengan keseragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Hal tersebut dinyatakan pada Tabel 2. Upaya seleksi terhadap ukuran panjang leher dan panjang maxilla atas kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta sudah dilakukan dengan ketat sehingga ayam Ketawa jantan Yogyakarta telah berhasil menjuarai kontes ayam Ketawa. Jatmiko (2001) menyatakan bahwa kualitas suara kokok ayam penyanyi, dalam hal ini ayam Pelung didukung ukuran-ukuran tubuh yang proporsional yaitu panjang leher, panjang paruh, panjang sternum dan lebar sternum. Panjang leher kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta telah mengalami seleksi tidak langsung sebagai akibat dari upaya seleksi peternak terhadap kualitas suara atau kokok. Ayam Ketawa

16 jantan Yogyakarta memiliki prestasi sebagai juara kokok ayam Ketawa pada berbagai kontes. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan manajemen pemeliharaan. Pemeliharaan ayam Ketawa jantan Yogyakarta yang semi intensif, yaitu ayam dibiarkan bebas berkeliaran di pekarangan peternakan, secara tidak langsung ayam-ayam tersebut terseleksi secara alami terhadap sifat peubah panjang maxilla atas yang berperanan penting dalam aktivitas makan (Rusdin, 2007). Ukuran panjang maxilla atas kelompok ayam tersebut lebih berkembang. Peran paruh pada ayam penyanyi berkaitan erat dengan aktivitas berkokok, yaitu berhubungan dengan sistem ekspirasi. Karena pada saat berkokok kondisi paruh ada dalam keadaan terbuka (Rusdin, 2007). Ukuran tinggi jengger kelompok jantan pada ayam Ketawa Yogyakarta lebih besar dibandingkan dengan ayam ketawa Jakarta, dengan keragaman yang sedikit lebih besar (Tabel 2). Ukuran tinggi jengger berkorelasi positif terhadap luasan permukaan jengger. Jengger mengandung banyak pembuluh darah dan bagian corium merupakan jaringan komplek yang terdiri atas kapiler darah (Nickel et al., 1977). Jengger berfungsi sebagai cooling system (sistem pendingin) yang berperanan dalam pengeluaran panas berlebih (Clauer, 2010) karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga kelebihan panas dalam darah dialirkan melalui jengger dan pial. Ukuran tinggi jengger yang lebih besar pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta, mengindikasikan bahwa ayam tersebut telah terseleksi secara alami terhadap lingkungan yang kurang nyaman karena ayam dibiarkan berkeliaran tanpa naungan. Kelompok jantan pada ayam Ketawa Jakarta dipelihara terus menerus dalam lingkungan kandang yang relatif lebih nyaman karena dinaungi tidak terpapar langsung sinar matahari, sehingga ayam-ayam dapat bertahan dengan ukuran tinggi jengger yang tidak besar. Keragaman tinggi jengger pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta yang relatif lebih besar dibandingkan ayam Ketawa jantan Jakarta, mengindikasikan bahwa secara tidak langsung seleksi alam masih dapat terus berlangsung atau peternak kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta masih dapat terus melakukan program seleksi ke arah tipe ayam penyanyi. Panjang tulang tibia pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta ditemukan lebih besar dibandingkan dengan ayam Ketawa Jakarta dengan keragaman yang lebih besar (Tabel 2). Alam secara tidak langsung telah berperan dalam

17 program pemuliaan. Suryaman (2001) menyatakan bahwa panjang tulang tibia berkorelasi nyata dengan bobot badan. Bagian paha ayam memiliki perdagingan yang paling banyak setelah bagian dada dibandingkan dengan bagian-bagian karkas lain. Semakin panjang ukuran tulang paha (femur, tibia dan tarsometatarsus) diharapkan perdagingan semakin banyak (Laela, 1991). Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta berdasarkan skor Wald- Anderson disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu pada Kelompok Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Grafik tersebut menunjukkan sebaran normal frekuensi data skor Wald- Anderson pada masing-masing individu ayam. Berdasarkan grafik, data kelompok jantan pada ayam Ketawa Yogyakarta berada di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok jantan pada ayam Ketawa Jakarta berada di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola tidak saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ada data kelompok ayam Ketawa Yogyakarta yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Ketawa Jakarta. Jarak minimum D 2 - Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Ketawa Yogyakarta vs ayam Ketawa Jakarta ditemukan sebesar 9,2977.

18 Kelompok Betina Ayam Ketawa Pengujian koefisien korelasi pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang tidak nyata pada kelompok pada ayam Ketawa betina Yogyakarta vs ayam Ketawa betina Bogor, ayam Ketawa betina Yogyakarta vs ayam Ketawa betina Jakarta dan pada ayam Ketawa betina Bogor vs ayam Ketawa betina Jakarta. Persamaan fungsi Diskriminan Fisher pada masing-masing pasangan kelompok ayam Ketawa betina tersebut tidak dapat dibentuk. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh peubah ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa pada masing-masing pasangan ditemukan tidak berbeda. Penggolongan berdasarkan kriteria Fisher dan Wald- Anderson tidak dapat dibentuk. Jarak ketidakserupaan morfometrik diantara kelompok ayam Ketawa betina tersebut tidak ditemukan atau tidak berjarak. Kesamaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa betina di tiga lokasi pengamatan mengindikasikan bahwa betina-betina tersebut tidak mendapatkan perlakuan seleksi. Jantan-jantan terseleksi dibiarkan kawin secara acak dengan betina-betina pada masing-masing lokasi. Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ditemukan peubah pembeda diantara ayam Ketawa jantan dengan ayam Pelung jantan sehingga fungsi persamaan diskriminan Fisher dapat dibentuk (Tabel 13). Tujuh peubah dijadikan sebagai peubah pembeda karena menunjukkan hasil yang nyata saat pengujian pada selang kepercayaan 95%. Ketujuh peubah pembeda tersebut adalah panjang panjang femur (X 1 ), panjang tibia (X 2 ), panjang tarsometatarsus (X 3 ), lingkar tarsometatarsus (X 4 ), panjang sayap (X 6 ), panjang leher (X 9 ) dan panjang sternum (X 10 ). Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan Fisher. Hasil penggolongan tersebut menunjukkan bahwa semua individu ayam Ketawa jantan tergolong ke dalam kelompok ayam Pelung jantan. Hal tersebut tidak aktual, sehingga perlu dilakukan penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson; yang disajikan pada Tabel 14.

19 Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi diskriminan yang Dibentuk Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,4697 2) * Panjang Tibia (X 2 ) 0,3826 2) * Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2772 2) * Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,5097 2) * Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,2532 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,4768 2) * Panjang Maxilla (X 7 ) 0,2367 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,2540 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,5680 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,2785 2) * Lebar Sternum (X 11 ) 0,0000 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,1150 X 1 + 0,0183 X 2 + 0,0576 X 3 1,3524 X 4 0,0537 X 6 0,2267 X 9 + 0,1688 X 10 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Hasil penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson menunjukkan bahwa tidak ditemukan kesalahan penggolongan antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis ayam yang berbeda akan menghasilkan performa morfometrik yang berbeda. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 10. Tabel 14. Penggolongan Individu Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Kelompok Ketawa Pelung % Koreksi Ketawa (n = 44) /44 x 100% = 100% Pelung (n = 15) /15 x 100% = 100% Total (n = 59) Keterangan: n = jumlah sampel (59-0)/59 x 100% = 100%

20 Secara umum, ukuran tubuh ayam Pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam Ketawa. Menurut Sulandari et al. (2007), performa fisik ayam Pelung besar, tegap dan jika berdiri tegak, temboloknya akan tampak menonjol. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Pelung jantan diseleksi ke arah bobot badan. Meskipun demikian, terdapat koefisien keragaman dua peubah permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa jantan dengan nilai yang lebih kecil. Nilai koefisian kecil tersebut ditemukan pada peubah panjang tulang femur dan lingkar tarsometatarsus. Ayam Ketawa jantan dipelihara di tiga lokasi berbeda, yaitu Yogyakarta, Bogor dan Jakarta. Alam secara tidak langsung telah berkontribusi dalam program seleksi ke arah kedua peubah tersebut, sehingga performa fenotipik yang dihasilkan lebih seragam. Ukuran tulang paha (tulang femur, tulang tibia, panjang dan lingkar tarsometatarsus) pada ayam Pelung menunjukkan bahwa konformasi tubuh ayam Pelung lebih besar dibandingkan ayam Ketawa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Santoso (1996) bahwa ayam Pelung memiliki kaki panjang dan kuat, serta berdaging tebal. Ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang dengan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh. Bentuk tubuh ayam dipengaruhi tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia (Nishida et al., 1982). Panjang tulang tibia berkorelasi nyata dengan bobot badan (Suryaman, 2001). Bagian paha ayam memiliki perdagingan yang paling banyak setelah bagian dada dibandingkan dengan bagian-bagian karkas lain. Semakin panjang ukuran tulang paha (femur, tibia dan tarsometatarsus) diharapkan perdagingan semakin banyak (Laela, 1991). Ukuran panjang tulang leher dan panjang tulang sternum pada ayam Pelung ditemukan lebih besar dengan nilai keragaman yang lebih kecil (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa ayam Pelung berukuran lebih besar dibandingkan ayam Ketawa. Kedua jenis ayam yang diamati tersebut merupakan tipe ayam penyanyi, namun memiliki karakteristik suara yang berbeda.

21 Gambar 10. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Jantan pada Ayam Ketawa vs Ayam Pelung Gambar 10 menunjukkan diagram batang frekuensi data skor Wald-Anderson pada masing-masing jenis ayam. Kelompok data ayam Ketawa jantan terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Pelung jantan di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan tidak ada saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ditemukan data kelompok ayam Ketawa jantan yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Pelung jantan. Pemisahan diagram batang antara data kedua jenis kelompok ayam yang diamati terjadi sebagai akibat dari tujuh peubah pembeda dari 11 peubah ukuran permukaan linear tubuh yang diamati. Pemisahan tersebut memiliki jarak minimum D 2 -Mahalanobis sebesar 16,0102. Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Kampung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling kelompok ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tidak ditemukan peubah pembeda antara ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, sehingga tidak dapat dibentuk persamaan fungsi Diskriminan Fisher.

22 Tabel 15. Pengujian Koefisien Korelasi Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Kelompok Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Kampung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,5293 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,2631 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,1686 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,3383 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,1572 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,1045 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1987 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,0376 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,2383 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,5088 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,1399 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0 Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ditemukan peubah pembeda permukaan linear tubuh antara ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan. Perbedaan tersebut diperlihatkan dengan peubah-peubah pembeda yang dibentuk melalui fungsi persamaan diskriminan Fisher. Tabel 16 menunjukkan persamaan fungsi diskriminan yang terbentuk berdasarkan perhitungan koefisien korelasi dan pengujian pada selang kepercayaan 95%. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan secara nyata (P<0,05) dipengaruhi panjang sayap (X 6 ) dan panjang leher (X 9 ). Dua peubah tersebut dijadikan sebagai peubah pembeda karena menunjukkan hasil yang nyata pada pengujian selang kepercayaan 95%.

23 Tabel 16. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,0863 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,1885 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2338 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,0067 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,0689 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,4459 2) * Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1073 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,1685 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,4840 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,0433 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0417 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,7739 X 6 + 0,5546 X 9 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua data individu ayam Pelung jantan dan Kampung jantan digolongkan ke dalam kelompok ayam Pelung jantan. Hal ini tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Tabel 17 menyajikan penggolongan data individu pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan berdasarkan kriteria Wald-Anderson. Tabel 17. Penggolongan Individu Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Kelompok % Koreksi Pelung Kampung Pelung (n = 15) /14 x 100% = 92,85% Kampung (n = 14) /14 x 100% = 100% Total (n = 29) Keterangan: n = jumlah sampel (29-1)/29 x 100% = 96,55%

24 Hasil penggolongan Wald-Anderson menunjukkan bahwa dari 14 ekor ayam Pelung jantan ditemukan satu ekor ayam Pelung jantan yang digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan dengan persentase koreksi sebesar 92,85%; sedangkan pada ayam Kampung jantan tidak ditemukan kesalahan penggolongan dan dikoreksi secara tepat sebesar 100%. Secara total pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan yang berjumlah 29 ekor, sebanyak 14 ekor ayam digolongkan ke dalam kelompok ayam Pelung jantan dan 15 ekor ayam digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Pelung jantan dan ayam Kampung jantan berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 11. Peubah pembeda antara kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan adalah panjang sayap (X 6 ) dan panjang leher (X 9 ). Kedua peubah pembeda tersebut berkaitan dengan tipe ayam yang diamati. Ayam tipe penyanyi memiliki ukuran leher dan sternum yang lebih besar dan proporsional (Rusdin, 2007). Blakely dan Blade (1991) menyatakan bahwa tulang unggas bersifat pneumatik (berongga). Tulang yang berongga dihubungkan dengan sistem pernafasan. Satu sayap yang patah pada nurung masih dapat membantu sistem pernapasan. Sistem pernapasan yang baik dapat menghasilkan kualitas suara kokok yang baik. Menurut Sulandari et al.(2007) ayam Pelung jantan memiliki ciri khas suara kokok yang panjang dan berirama yang pada penelitian ini dicirikan dengan ukuran panjang sayap sebagai peubah pembeda dengan jenis ayam Kampung jantan. Lebih lanjut Santoso (1996) menyatakan bahwa ayam Pelung yang dinilai bagus adalah ayam Pelung berukuran panjang leher yang tinggi untuk menghasilkan suara kokok yang panjang dan dapat terdengar jauh. Gambar 11 menunjukkan diagram batang frekuensi data skor Wald-Anderson pada masing-masing data individu ayam. Data kelompok ayam Pelung jantan terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Kampung jantan di sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola tidak saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ditemukan data kelompok ayam Pelung jantan yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Kampung jantan. Pemisahan grafik diagram batang tersebut diperjelas dengan jarak minimum D 2 -Mahalanobis atau jarak

25 ketidakserupaan morfometrik antara ayam Pelung jantan dan ayam Kampung jantan yang ditemukan sebesar 22,2707. Gambar 11. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Ayam Pelung Jantan dan Ayam Kampung Jantan Jumlah peubah pembeda diantara jenis ayam jantan yang diamati pada penelitian ini tidak berkorelasi positif terhadap jarak ketidakserupaan morfometrik. Jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Kampung jantan vs ayam Pelung jantan ditemukan lebih besar dibandingkan dengan antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, meskipun peubah pembeda antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan lebih banyak dibandingkan antara ayam Kampung jantan vs ayam Pelung jantan. Fenomena ini kemungkinan disebabkan perbedaan tipe ayam yang diperbandingkan. Ayam Ketawa jantan dan ayam Pelung jantan merupakan ayam tipe penyanyi (Sulandari et al., 2007), sehingga memiliki kesamaan morfometrik yang lebih tinggi yang diperlihatkan dengan jarak ketidakserupaan yang lebih dekat. Ayam Kampung jantan dan ayam Pelung jantan merupakan dua jenis ayam dengan tipe yang berbeda. Ayam Kampung menurut Sulandari et al. (2007) merupakan tipe dwiguna (telur dan pedaging), sedangkan ayam Pelung merupakan tipe ayam penyanyi dengan proporsi perototan yang besar (Santoso, 1996). Hal ini berakibat pada kesamaan morfometrik yang lebih rendah yang diperlihatkan dengan jarak ketidakserupaan yang lebih jauh.

26 Ayam Ketawa Betina, Ayam Pelun Betina dan Ayam Kampung Betina Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01); tetapi pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa peubah pembeda permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, tidak ditemukan. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina dan Ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina Persamaan fungsi Diskriminan Fisher tidak dapat dibentuk. Kesamaan morfometrik antara ayam Ketawa betina, Pelung betina dan Kampung betina mengindikasikan bahwa betina pada jenis ayam tersebut tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti ayam jantan. Perlakuan seleksi hanya diberlakukan pada ayam jantan karena menurut Rusfidra (2004) sifat penyanyi (kokok dan ketawa) merupakan sifat yang dibatasi jenis kelamin (sex limited). Peternak tidak menyeleksi betina karena stok jumlah betina yang dimiliki terbatas. Bila betina diseleksi maka jumlah keturunan atau produksi telur bibit (pada ayam Ketawa dan ayam Pelung) dan konsumsi yang dihasilkan (pada ayam Kampung) sedikit sehingga keberlangsungan peternakan tidak dapat dipertahankan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Ciamis Jawa Barat Kabupaten Ciamis terletak di provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian Lokasi Pengamatan Ayam Ketawa di Peternakan Arawa Peternakan Arawa (ayam Ketawa) berlokasi di sebuah kawasan perumahan mewah Permata Hijau, Kebayoran lama, Jakarta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanaraga (Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung disebut juga dengan istilah

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Penyebaran Ayam Kampung Ayam Kampung jenis ayam asli Indonesia. Ayam Kampung dikelompokkan ke dalam 31 galur ayam lokal (Nataamijaya, 2008). Ayam lokal dapat digolongkan sebagai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR.... Viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007) TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfium Vertebrata, kelas Aves, super order Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Perlengkapan penelitian 3.1.1 Objek ternak dan jumlah sampel Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan Coturnix coturnix

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan 7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Desa Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar Provinsi Riau, pada bulan Oktober sampai November 2014. 3.2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam merupakan jenis unggas dan diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordota, subphylum Vertebrata, kelas Aves, ordo Galliformes, famili Phasianidae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon Rumus: T 2 = X X S X X Selanjutnya: F = n + n p 1 (n + n 2) P T akan terdistribusi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Galliformes dan famili Phasianidae (Sulandari et al., 2007 a ). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam mempunyai jengger (comb)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio LAMPIRAN 124 Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio Gambar 1.1 Penampilan itik Alabio jantan dewasa Gambar 1.2 Penampilan itik Alabio betina dewasa Gambar 1.3 Pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, subkingdom Metazoa, phylum Chordata, subphylum Vertebrata, class Aves, family Phasinadae, genus Gallus dan species

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KETAWA, AYAM PELUNG DAN AYAM KAMPUNG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI WIDYA FITRI AKBAR KUSWARDANI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KETAWA, AYAM PELUNG DAN AYAM KAMPUNG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI WIDYA FITRI AKBAR KUSWARDANI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KETAWA, AYAM PELUNG DAN AYAM KAMPUNG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI WIDYA FITRI AKBAR KUSWARDANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08 Nama : MILA SILFIA NIM : 11.12.5933 Kelas : S1-SI 08 Permintaan daging ayam kampung cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagian masyarakat untuk mengkonsumsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km 23 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didirikan pada tanggal 17 Juni Saat ini jumlah populasi Ayam Kokok

HASIL DAN PEMBAHASAN. didirikan pada tanggal 17 Juni Saat ini jumlah populasi Ayam Kokok IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Profil Penangkaran Kinantan Bagombak Usaha penangkaran Kinantan Bagombak Ampang Kualo Kota Solok didirikan pada tanggal 7 Juni 0. Saat ini jumlah populasi Ayam Kokok Balenggek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) BRAM BRAHMANTIYO 1, RINI H. MULYONO 2 dan ADE SUTISNA 2 1 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III P.O.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci