BAB II LANDASAN TEORITIS. Terdapat lima tugas pokok di dalam sebuah organisasi pemeliharaan. Tugas-tugas pokok tersebut antara lain (Assauri, 2008):

dokumen-dokumen yang mirip
PERANCANGAN IMPLEMENTASI RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA PT INDONEPTUNE NET MANUFACTURING

Objek dalam penelitian ini adalah mesin pendukung sistem boiler yang berbahan bakar batu bara di PT Indo Pusaka Berau.

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam dunia industri khususnya sebagai supplier bahan baku

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 4793

Gambar 3.1 Diagram Alir Sistematika Pemecahan Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...

PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PADA MESIN BOILER DI PT PG CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mempelajari Manajemen Pemeliharaan Mesin Filling Betadine Pada PT Mahakam Beta Farma. Disusun Oleh : Fazri Akbar ( )

BAB I PENDAHULUAN. operasi pada suatu perusahaan adalah kesiapan mesin mesin produksi dalam. diperlukan adanya suatu sistem perawatan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL VIII STUDI KASUS PERENCANAAN PEMELIHARAAN MESIN BALLMILL DENGAN BASIS RCM (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE )

MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) PADA MESIN DEKOMPOSER DI PETROGANIK PT. PETROKIMIA GRESIK SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meminimisasi terhambatnya proses produksi jika terjadi kerusakan.

OPTIMASI PERAWATAN STONE CRUSHER MENGGUNAKAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

KETERANGAN SELESAI PENELITIAN...

BAB III LANDASAN TEORI

PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN MESIN PERCETAKAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II DI PT. RIYADI WIROTO SANTOSO SURABAYA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan manufaktur menjadi semakin ketat. Setiap perusahaan berusaha

Perancangan Kebijakan Perawatan Mesin Printer 3D CLab A01

SISTEM PEWRAWATAN TERPADU (INTEGRATED MAINTENANCE SYSTEM)

RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK RELIABILITY-CENTERED MAINTENANCE (RCM) UNTUK GARDU INDUK

Bab I Pendahuluan. Recycle. 1.1 Latar Belakang

Trainer Agri Group Tier-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar terhadap produktivitas pada bidang manufaktur maupun jasa. Dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan produksi secara terus menerus. Mesin-mesin merupakan komponen

Identifikasi Bahaya dan Penentuan Kegiatan Perawatan Pada Tower Crane 50T Menggunakan Metode RCM II (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Kapal)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE REABILITY MAINTENANCE(RCM II) PADA MESIN ANDI PTP 3013 DI PT. PANGGUNG ELECTRIC CITRABUANA SKRIPSI

I. AKTUARIA (A.1) MANAJEMEN RESIKO DALAM STRATEGI PERAWATAN ASET. Erni D. Sumaryatie Fakultas Sains, Institut Teknologi Telkom Bandung

Desy Ambar Yunanta ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rancang Bangun Perangkat Lunak Reliability- Centered Maintenance untuk Gardu Induk

BAB 3 Metode Penelitian Persiapan Penelitian Berikut ini tahapan-tahapan yang dilakukan dalam persiapan penelitian ini: 1. Studi Lapangan.

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS PERAWATAN MODUL RPC 2000 PADA (RADAR SSR) DENGAN MENGGUNAKAN LPPNPI AIRNAV INDONESIA DISTRIK YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Usulan Kebijakan Perawatan Lokomotif Jenis CC201 Dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance Di PT. Kereta Api Indonesia DIPO Bandung *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PREVENTIVE MAINTENANCE

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memacu industri-industri

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

3. BAB III LANDASAN TEORI

ISBN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh: SEPTRIAN HILDA NUR HUDA (D )

BAB I PENDAHULUAN. melakukan produksi terus menerus. Mesin-mesin merupakan komponen

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah produksi listrik Perum Jasa Tirta II. Pembangkitan KWH

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

ROI ADENAN H / FTI / TI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pembagian 17 mesin di PT. Dwi Indah Divisi Plastik (Sumber : Divisi Plastik PT. Dwi Indah)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

PREVENTIVE MAINTENANCE MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA PT. ADILUHUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB 3. Perawatan Berbasis Keandalan (Reliability Centered Maintenance)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Heizer dan Render (2011:36) Manajemen operasi adalah

Sistem Manajemen Maintenance

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kepercayaan yang tinggi dari para konsumen, berlomba-lomba untuk

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR GAMBAR... xiii

Usulan Kebijakan Preventive Maintenance dan Pengelolaan Spare Part Mesin Weaving dengan Metode RCM dan RCS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENENTUAN JADWAL PERAWATAN MESIN POMPA MELALUI ANALISIS KEANDALAN PADA PDAM GUNUNG LIPAN, SAMARINDA SEBERANG, KALIMANTAN TIMUR

PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) DALAM MERENCANAKAN KEGIATAN PEMELIHARAAN MESIN PRODUKSI PADA PABRIK X

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE DALAM PERAWATAN F.O. SERVICE PUMP SISTEM BAHAN BAKAR KAPAL IKAN

PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN PADA UNIT PRODUKSI BUTIRAN DENGAN BASIC RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) DI PT PETROKIMIA KAYAKU GRESIK SKRIPSI

PERENCANAAN KEGIATAN PERAWATAN PADA TOWER CRANE MILIK PT. TATAMULIA NUSANTARA INDAH MENGGUNAKAN RCM II (RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia yang semakin berhubungan, juga saling terkait satu sama lain dalam

PERENCANAAN INTERVAL PERAWATAN PADA MESIN FORMING DENGAN PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM II) DI PT.IGLAS GRESIK SKRIPSI.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

TUGAS SARJANA. Oleh:

Konsumsi Baja per Kapita Tahun 2014

Perawatan Mesin Kompresor Udara dengan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus di PT Polidayaguna Perkasa Ungaran)

TUGAS SARJANA. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh WILBERT NIM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

RR. INTANTYA PRANANDINI SASMAYANTI

PENJADWALAN PERAWATAN MESIN GILING MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA UD BUMBU KELUARGA

PERANCANGAN RCM UNTUK MENGURANGI DOWNTIME MESIN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR ALUMINIUM RCM TO REDUCE DOWNTIME MACHINE AT ALUMINIUM MANUFACTURING

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

USULAN INTERVAL PERAWATAN KOMPONEN KRITIS PADA MESIN PENCETAK BOTOL (MOULD GEAR) BERDASARKAN KRITERIA MINIMASI DOWNTIME

CORRECTIVE MAINTENANCE

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORITIS 1.1 Manajemen Perawatan Manajemen perawatan merupakan sistem yang terdiri dari beberapa elemen berupa fasilitas (machine), penggantian komponen atau sparepart (material), biaya pemeliharaan (money), perencanaan kegiatan pemeliharaan (method), dan eksekutor pemeliharaan (man). Elemen-elemen tersebut saling terkait dan berinteraksi dalam kegiatan pemeliharaan di industri (Ansori dan Mustajib, 2013). Terdapat lima tugas pokok di dalam sebuah organisasi pemeliharaan. Tugas-tugas pokok tersebut antara lain (Assauri, 2008): 1. Kegiatan inspeksi yang meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan membuat laporan-laporan dari hasil pengecekan atau pemeriksaan tersebut. 2. Kegiatan teknik yang meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti. Kegiatan teknik termasuk pula kegiatan penyelidikan sebab-sebab terjadinya kerusakan pada peralatan tertentu dan cara-cara atau usaha-usaha untuk memperbaikinya yang sangat diperlukan dalam kegiatan produksi. 3. Kegiatan produksi yakni kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin atau peralatan. Secara fisik melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik. 4. Pekerjaan administrasi yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, komponen atau spare part yang dibutuhkan, laporan mengenai pemeliharaan yang telah dilakukan. Kegiatan pencatatan ini termasuk dalam penyusunan rencana dan penjadwalan kapan dilaksanakannya pemeliharaan. 6

7 5. Pemeliharaan bangunan yakni kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya. Kegiatan pemeliharaan bangunan juga meliputi pembersihan, pengecatan dan kegiatan yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian pemeliharaan (maintenance). 1.1.1 Tujuan Perawatan Tujuan utama dilakukannya sistem manajemen perawatan menurut Japan Institute of Plan Maintenance dan Consultant TPM India sebagai berikut (Ansori dan Mustajib, 2013): a. Pemakaian fasilitas produksi lebih lama. b. Ketersediaan optimum dari fasilitas produksi. c. Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan pada saat pemakaian darurat. d. Menjamin keselamatan operator dan pemakaian fasilitas. e. Membantu kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya. f. Mendukung pengurangan pemakaian dan penyimpanan yang diluar baas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan. g. Melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien agar tercapai tingkat biaya perawatan serendah mungkin (lowest maintenance cost). h. Kerjasama yang kuat dengan fungsi-fungsi utama dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 1.2 Metode Manajemen Perawatan Berikut ini adalah metode-metode yang dapat digunakan dalam melakukan manajemen perawatan (Keith, 2002): a. Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan

8 pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah nomaintenance. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama peralatan penting pabrik. b. Preventive Maintenance, ada banyak definisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan Mean Time To Failure (MTTF). c. Predictive Maintenance, seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah kerusakan fatal. Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi sistem, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu aktual sampai rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan sistem di pabrik. Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan menyediakan data faktual pada kondisi mekanik aktual dari setiap mesin dan efisiensi operasional setiap sistem proses. d. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya, selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab untuk pemeliharaan yang tidak efektif. Banyak pabrik domestik menggunakan salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi kekurangan pemeliharaan yang dirasakan.

9 1) Total Productive Maintenance (TPM) Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya produksi. 2) Reliability Centered Maintenance (RCM) Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara. 1.3 Reliability Centered Maintenance (RCM) Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan untuk menjamin setiap aset fisik tetap bekerja sesuai yang diinginkan atau suatu proses untuk menetukan perawatan yang efektif. Menurut Anthony Smith (1992) RCM adalah suatu metode untuk mengembangkan, memilih dan membuat alternatif strategi perawatan yang didasarkan pada kriteria operasional, ekonomi dan keamanan. RCM merupakan suatu pendekatan pada bagian perawatan yang didapat dari keandalan suatu komponen untuk mendapatkan hasil strategi perawatan terbaik (Kurniawan, 2013). Pada dasarnya penelitian RCM merupakan usaha untuk menjawab tujuh pertanyaan utama yang berkaitan dengan asset atau peralatan yang sedang diteliti. Ketujuh pertanyaan utama tersebut antara lain adalah (Moubray, 2000): 1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari asset dalam konteks operasional pada saat ini (system functions)? 2. Bagaimana asset tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya (functional failure)?

10 3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi asset tersebut (failure modes)? 4. Apa yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)? 5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut dapat terjadi (failure consequences)? 6. Apa yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah masingmasing kerusakan tersebut (proactive task and task interval)? 7. Apa yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak ditemukan (default action)? 1.3.1 Prinsip RCM Terdapat 7 prinsip RCM, yaitu (Rausand, 1998): 1. Memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu alat agar beroperasi tetapi agar fungsi sesuai harapan. 2. Fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu komponen mengalami kegagalan. 3. Berbasiskan pada kehandalan, yaitu kemampuan suatu sistem/equipment untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan 4. Menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut. 5. Mengutamakan keselamatan (safety) baru kemudian untuk masalah ekonomi. 6. Mendefinisikan kegagalan (failure) sebagai kondisi yang tidak memuaskan (unsatisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan. 7. Harus memberikan hasil-hasil yang nyata atau jelas, Tugas yang dikerjakan harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (failure) atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akaibat kegagalan.

11 1.3.2 Langkah-langkah RCM Berikut merupakan langkah-langkah yang diambil dalam menjalankan RCM (Smith, 1992): a. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi: sistem yang akan dipilih adalah sistem yang mempunyai frekuensi corrective maintenance yang tinggi, dengan biaya yang mahal dan berpengaruh besar terhadap kelancaran proses pada lingkungannya. b. Definisi batasan sistem: defenisi batasan sistem dilakukan untuk mengetahui apa yang termasuk dan tidak termasuk ke dalam sistem yang diamati. c. Deskripsi sistem dan Functional Diagram Block (FDB): setelah sistem dipilih dan batasan sistem telah dibuat, maka dilakukan pendeskripsian sistem. Bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumentasikan detail penting dari sistem. d. Penentuan fungsi dan kegagalan fungsional: fungsi dapat diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh suatu peralatan yang merupakan harapan pengguna. Fungsi berhubungan dengan masalah kecepatan, output, kapasitas dan kualitas produk. Kegagalan (failure) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk melakukan apa yang diharapkan oleh pengguna. Sedangkan kegagalan fungsional dapat diartikan sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk memenuhi fungsinya pada performasi standar yang dapat diterima oleh pengguna. Suatu fungsi dapat memiliki satu atau lebih kegagalan fungsional. e. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA): mode kegagalan merupakan suatu keadaan yang dapat menyebabkan kegagalan fungsional. Apabila mode kegagalan sudah diketahui maka memungkinkan untuk mengetahui dampak kegagalan yang menggambarkan apa yang akan terjadi ketika mode kegagalan tersebut terjadi, selanjutnya digunakan untuk menentukan konsekuensi dan memutuskan apa yang akan dilakukan untuk mengantisipasi, mencegah, mendeteksi atau memperbaikinya

12 f. Logic Tree Analysis (LTA): LTA merupakan suatu pengukuran kualitatif untuk mengklasifikasikan mode kegagalan. Mode kegagalan dapat diklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu: 1) Safety Problem (kategori A): mode kegagalan mempunyai konsekuensi dapat melukai atau mengancam jiwa sesorang. 2) Outage Problem (kategori B): mode kegagalan dapat mematikan sistem 3) Minor to Infestigation Economic Problem (kategori C): mode kegagalan tidak berdampak pada keamanan maupun mematikan sistem. Dampaknya tergolong kecil dan dapat diabaikan. 4) Hidden Failure (kategori D): kegagalan yang terjadi tidak dapat diketahui oleh operator g. Task selection (Pemilihan kebijakan perawatan): task selection dilakukan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang mungkin untuk diterapkan (efektif) dan memilih task yang paling efisien untuk setiap mode kegagalan. 2.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu program peningkatan dan pengendalian kualitas yang dapat mencegah terjadi kegagalan dalam suatu produk atau proses. Berikut adalah beberapa definisi FMEA yaitu: 1) FMEA menurut Chrysler (2008): FMEA merupakan metodologi analisis yang digunakan untuk memastikan masalah potensial pada produk dan proses dipertimbangkan dan dialamatkan secara menyeluruh melalui perbaikan proses. 2) FMEA menurut McDermott (2009): FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa FMEA adalah metode untuk mengidentifikasi dan menganalisa potensi kegagalan dan akibatnya yang bertujuan untuk merencanakan proses produksi secara baik dan dapat menghindari kegagalan proses produksi dan kerugian yang tidak diinginkan.

13 2.5.1 Tujuan FMEA Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki produk dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah proses menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan mengurangi serta mengeliminasi kegagalan (McDermott, 2009). Berikut adalah beberapa tujuan dari penerapan FMEA (Chrysler, 2008): a. Mengidentifikasi penyebab kegagalan proses dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. b. Memperkirakan risiko penyebab tertentu yang menyebabkan kegagalan. c. Mengevaluasi rencana pengendalian untuk mencegah kegagalan. d. Melaksanakan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh suatu proses bebas dari kesalahan. Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut (McDermott, 2009): a. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk atau proses. b. Meningkatkan kepuasan pelanggan. c. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada produk atau proses. d. Memprioritaskan pada kekurangan produk atau proses. e. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian. f. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah. g. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian bagi produk dan proses. h. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan fungsi-fungsinya. i. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut akan menghasilkan efek merugikan.

14 2.6 Logic Tree Analysis (LTA) Logic Tree Analysis (LTA) bertujuan untuk memberikan prioritas pada setiap mode kerusakan dan melakukan peninjauan terhadap fungsi dan kegagalan fungsi. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. LTA mengandung informasi mengenai nomor dan nama kegagalan fungsi, nomor dan mode kerusakan, analisis kekritisan dan keterangan tambahan yang dibutuhkan. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut: a. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi gangguan dalam sistem? b. Safety: Apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Outage: Apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin berhenti? Berdasarkan LTA tersebut failure mode dapat digolongkan dalam empat kategori, yaitu: a. Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi safety terhadap personel maupun lingkungan. b. Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi terhadap operasional pabrik (mempengaruhi kuantitas ataupun kualitas output) yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi secara signifikan. c. Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada safety maupun operasional pabrik dan hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif kecil untuk perbaikan. d. Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden failure, yang kemudian digolongkan lagi ke dalam kategori D/A, kategori D/B, dan kategori D/C.