28 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara sebagai lokasi kegiatan usaha perikanan cakalang. Peta Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama dilakukan survei awal untuk mengetahui kondisi lapangan dan mengidentifikasi permasalahan yang ada pada bulan September 2004. Tahapan kedua melakukan penyususnan proposal rencana penelitian dengan permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya dimulai dari bulan November 2004 sampai dengan bulan Januari 2005. Tahapan ketiga melakukan pengumpulan data dan pengamatan secara langsung dengan mengikuti operasi penangkapan cakalang dengan unit penangkapan pole and line dan melakukan pengolahan data serta penyusunan tesis pada bulan Januari 2005 hingga selesai. 3.2 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan bersumber dari nelayan, pemilik kapal, perusahaan, koperasi dan instansi-instansi yang terkait dengan sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei. Metode ini sangat tepat digunakan karena kajian ini membutuhkan tinjauan langsung mengenai keadaan aktual dari berbagai pelaku (stakeholder) yang terlibat dalam sistem usaha perikanan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui cara observasi langsung dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan, diskusi, pengisian kuesioner dan wawancara dengan para pelaku sistem untuk mengidentifikasi kebutuhan yang diinginkan kelompok-kelompok pelaku sistem dan faktor-faktor yang berperan dalam sistem usaha perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. Berdasarkan jumlah kapal dalam usaha perikanan cakalang yang ada sebanyak 89 unit dengan ukuran yang hampir seragam yaitu 10-15 GT maka ditentukan sampel kapal sebanyak 12 unit. Responden yang mewakili pemilik
29 kapal dan ABK, perusahaan dan pelaku sistem lainnya ditetapkan secara purposive sampling yaitu sebanyak 20 orang. Data primer yang dikumpulkan berkaitan dengan : (1) Status Potensi Lestari sumber daya ikan cakalang meliputi hasil tangkapan dan upaya tangkap. Pengumpulan data hasil tangkapan diperoleh melalui data time series selama lima tahun pada Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan. Namun dengan melihat kondisi yang ada dimana kemungkinan hasil tangkapan nelayan Kota Tidore Kepulauan berasal dari perairan Bacan maka pengambilan data yang ada berdasarkan presentase jumlah dan ukuran kapal yang mendaratkan hasil tangkapan pada TPI Bacan yaitu sebesar 65% dari hasil tangkapan yang dilaporkan ke Dinas perikanan Kota Tidore Kepulauan. Data upaya penangkapan didapatkan berdasarkan jumlah keseluruhan unit penangkapan yang beroperasi di perairan Kota Tidore Kepulauan dikalikan dengan jumlah hari operasi kapal dalam setahun. Hasil olahan data ini dimasukan ke dalam perhitungan Catch per Unit Effort (CPUE), Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Upaya Tangkap Optimum (F Optimum ). (2) Indeks musim penangkapan meliputi hasil tangkapan dan upaya tangkap. Pengumpulan data diperoleh melalui data hasil tangkapan bulanan selama 10 tahun. (3) Model fungsi produksi meliputi hasil tangkapan, anak buah kapal (ABK), hari operasi, umpan, bahan bakar minyak (BBM), umur kapal, daerah penangkapan dan musim penangkapan. Data tersebut dikumpulkan melalui observasi langsung pada saat mengikuti operasi penangkapan selama 2 bulan. (4) Pendapatan nelayan meliputi hasil tangkapan, nilai jual ikan (harga ikan), biaya eksploitasi dan biaya retribusi. Data tersebut diperoleh dari nelayan, perusahaan dan hasil observasi langsung dengan mengikuti operasi penangkapan selama dua bulan. (5) Kelayakan usaha yang meliputi biaya investasi, biaya operasional (bahan bakar, umpan, es, air dan konsumsi ABK), biaya perawatan ( kapal, alat, mesin dan perlengkapan lainnya), biaya penyusutan ( kapal, alat, mesin dan
30 perlengkapan lainnya), biaya administrasi lainnya, sistem bagi hasil (pendapatan), jumlah produksi dan nilai produksi (harga). Data tersebut diperoleh dari nelayan, perusahaan, KUD dan observasi langsung dengan mengikuti operasi penangkapan selama dua bulan. (6) Fasilitas penunjang lainnya meliputi cold storage, dermaga atau PPI, bagan dan rumpon. Pengumpulan data fasilitas penunjang mela lui informasi dari Dinas perikanan setempat dan observasi langsung ke lapangan. (7) Data penunjang lainnya yang meliputi kegiatan operasi penangkapan, teknik operasi penangkapan, pengolahan dan pemasaran dan lain-lain. Data informasi tersebut diperoleh melalui observasi langsung ke lapangan dan mengikuti operasi penangkapan. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka dan studi literatur pada instansi terkait mulai dari tingkat Kota Tidore Kepula uan hingga Provinsi Maluku Utara. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi umum lokasi penelitian, produksi tahunan, perkembangan unit penangkapan dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan penelitian. 3.3 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu; (1) Analisis kebutuhan pelaku sistem, identifikasi sistem dan formulasi masalah yang terdapat dalam sistem usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan melalui metode pendekatan sistem ; (2) Analisis sub sistem dalam sistem usaha perikanan cakalang dengan memperhatikan faktor kendala dan penunjang dan (3) Analisis pengembangan meliputi kajian deskriptrif tentang alternatif pengembangan perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan melalui hasil analisis sebelumnya. Analisis sub sistem perikanan cakalang dibagi menjadi tiga, yaitu ; 1) Sub sistem sumber daya ikan (aspek biologi) yang meliputi potensi sumber daya ikan cakalang melalui pendekatan surplus produksi dan pola musim penangkapan ; 2) Sub sistem produksi (aspek teknologi) yang meliputi analisis faktor-faktor teknis produksi yang be rpengaruh terhadap hasil tangkapan melalui pendekatan linear berganda; 3) Analisis sub siste m pemasaran (aspek sosial ekonomi) yang meliputi pendapatan dan kelaya kan usaha melalui pendekatan
31 finansial dan mekanisme harga ikan yang kemudian dibandingkan dengan upah minimum regional (UMR). 3.3.1 Pendekatan sistem Pendekatan sistem (System approach) adalah salah satu pendekatan yang dipakai dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkarakteristik kompleks, dinamis dan probabilistik. Sifat kompleksnya ditandai dengan interaksi antar elemen yang cukup rumit. Dikatakan dinamis jika ada faktornya yang berubah menurut waktu disertai dengan adanya pendugaan ke masa depan, sed angkan karakteristik probabilistik ditunjukkan oleh perlunya fungsi peluang dalam informasi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999). Pendekatan sistem merupakan metode penyelesaian masalah yang dimulai dengan mengidentifikasi semua kebutuhan pelaku sistem dan dilanjutkan dengan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari masalah yang hendak dipecahkan untuk mencukupi kebutuhankebutuhan tersebut yang dituangkan dalam diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. 1) Analisis kebutuhan Ana lisis kebutuhan diidentifikasi berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari masing-masing pelaku sistem. Pelaku sistem adalah orang-orang atau suatu instansi yang terkait langsung dengan sistem usaha perikanan cakalang. Agar kepentingan pelaku sistem dapat teridentifikasi dengan baik maka dilakukan analisis kebutuhan. Analisis ini merupakan tahap awal pengkajian dari sistem perikanan cakalang yang ada di Kota Tidore Kepulauan. 2) Identifikasi sistem Identifikasi sistem merupakan gambaran pelaku sistem serta masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dituangkan dalam diagram lingkar sebab akibat dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat mendeskripsikan hubungan dan keterkaitan faktorfaktor yang mempengaruhi di dalam sistem. Faktor-faktor yang memberikan
32 dampak positif disimbolkan dengan tanda (+), sedangkan yang berdampak negatif diberikan tanda (-). Sedangkan diagram input output mendeskripsikan masukan dan keluaran serta kontrol dari pengembangan sistem perikanan di Kota Tidore Kepulauan. 3.3.2 Potensi sumber daya ikan Analisis potensi sumber daya ikan dilakukan untuk mengetahui kondisi riil sumber daya ikan cakalang dan hubungannya dengan tingkat pemanfaatan dan pengupayaan. Sumber daya ikan cakalang yang tertangkap di perairan Kota Tidore Kepulauan hanya menggunakan alat tangkap Pole and line. Fluktuasi produksi dapat terjadi oleh karena ketersediaan potensi sumber daya pada suatu perairan. Unt uk mengetahui potensi yang ada, metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode Surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk menghitung potensi lestari dan upaya optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan (f) dengan hasil tangkapan per satuan upaya. Data yang digunakan berupa data hasil tangkap (catch) dan upaya penangkapan (effort) dengan pengolahan data dapat melalui model Schaeffer dan Fox (Gambar 2). Hubungan antara hasil tangkap dengan upaya penangkapan dirumuska n sebagai berikut : Y = C = af- bf 2...(1) Dengan demikian hubungan CPUE dengan upaya penangkapan adalah CPUE = a - bf...(2) Perhitungan upaya penangkapan optimum, dilakukan dengan menurunkan persamaan (1) terhadap upaya penangkapan yang nilainya sama dengan nol, sehingga dc = a 2bf df o = a 2bf a = 2bf a f optimum =. (3) 2b
33 Perhitungan nilai MSY pada model Schaeffer ditempuh dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (1), sehingga didapat kondisi MSY sebagai berikut : 2 a MSY =.. (4) 4b Perhitungan nilai MSY pada model Fox diperoleh kondisi MSY sebagai berikut : MSY a 1 = e (5) b Sedangkan upaya penangkapan optimumnya diperoleh dari rumus : 1 f optimum = (6) b Penggunaan kedua model di atas adalah untuk mengetahui model mana yang lebih cocok digunakan pada kondisi penangkapan cakalang di perairan Kota Tidore Kepulauan. 3.3.3 Indeks musim penangkapan Analisis indeks musim penangkapan dilakukan untuk mengetahui trend hasil tangkapan dalam kurun waktu tertentu. Pendugaan musim penangkapan dilakukan dengan menganalisis data hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan cakalang selama 11 tahun (1994-2004) (Gambar 3). Data hasil tangkapan bulanan dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total ikan yang didaratkan dengan banyaknya upaya yang dilakukan pada bulan tersebut (CPUE). Banyaknya upaya penangkapan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah kapal yang melakukan penangkapan pada bulan yang bersangkutan. Secara matematis perhitungan CPUE sebagai berikut : Ket :...(7) CPUE : Jumlah total tangkapan per upaya penangkapan bulan ke-i (kg/hari) Ci Fi Ci CPUE = fi : Total hasil tangkapan bulan ke-i (kg) : total upaya penangkapan bulan ke- i (hari)
34 Selanjutnya pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (Moving average). Langkah perhitungannya menurut Dajan (1984) dalam Halim (2005) adalah sebagai berikut : (1) Menyusun deret CPUE bulan Januari tahun 2000 sampai Desember 2004 ni = CPUEi...(8) Ket : i = 1,2,3...60 ni = urutan ke-i (2) Menyusun deret jumlah bergerak CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan np = p + 6 j = p 6 CPUEj...(9) Ket : p = 6,7,8... np = Urutan ke-p j = Urutan ke-j pada deret ni (3) Menyusun deret rata-rata bergerak CPUE per 12 bulan untuk setiap bulan 1 nq = np 12...(10) Ket : q = 6,7,8. nq = Urutan ke-q np = S CPUE bergerak 12 bulan untuk bulan ke-j (4) Menyusun deret jumlah bergerak 2 bulan untuk setiap bulan nr = r r 1 nq (11) Ket : r = 7,8,9.. nr = Urutan ke-r nq = Rata-rata bergerak per 12 bulan untuk setiap bulan (5) Menyusun rata-rata bergerak 12 bulan dipusatkan Ket : s = 7,8,9 1 ns = nr 2 (12)
35 ns = Urutan ke-s nr = Deret jumlah bergerak 2 bulan (6) Menghitung prosentase rata-rata bergerak untuk setiap bulan CPUEj prosentase rata ratabulan j = 100% Rataanbergerak12bulanyangdipusatkan.(13) (7) Menyusun nilai prosentase rata-rata bergerak setiap bulan pada suatu matrik dimulai pada bulan Juli sampai Juni, kemudian menghitung rata-rata variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan (IMP) Variasi musim ke-j = n 1 1 n 1 i= 1 Xij..(14) Ket : n = Banyaknya tahun data Jumlah variasi musim = 1 n 1 12 n 1 j i i= 1 Xij. (15) Indeks Musim Penangkapan bulan j Variasimusimbulanke j = 100% Rata rata var iasimusimbulanan (16) Selanjutnya untuk menentukan pola musim penangkapan ikan digunakan kriteria jika nilai IMP lebih dari 100% berarti terjadinya musim penangk apan dan jika nilai IMP kurang dari 100% berarti bukan musim penangkapan. 3.3.4 Model pendugaan fungsi produksi Analisis model produksi tangkapan ikan cakalang dilakukan dengan menentukan fungsi regresi linear berganda melalui pendekatan statistik program Statistical Product and Service Solution (SPSS). Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor teknis produksi (Xi) sebagai faktor indipenden dan hasil tangkapan (Y) sebagai faktor dipenden disebut fungsi produksi (Gambar 4).
36 Kuantitas hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis seperti alat tangkap, kapal, nelayan dan lain- lain. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka faktor- faktor teknis produksi yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan dengan menggunakan pole and line adalah sebagai berikut : 1. Jumlah anak buah kapal Anak buah kapal (ABK) adalah tenaga kerja yang berperan langsung dalam setiap kegiatan operasi penangkapan. ABK merupakan salah satu faktor utama dalam memperoleh hasil tangkapan. Perbedaan jumlah ABK dalam setiap unit kapal akan dapat mempengaruhi hasil tangkapan sehingga jumlah ABK yang bervariasi pada setiap unit kapal pole and line di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi. 2. Jumlah hari operasi Hari operasi penangkap an adalah lama waktu yang digunakan suatu unit penangkapan dalam kegiatan operasi penangkapan. Hari operasi yang berbeda pada suatu unit penangkapan pole and line dapat memberikan hasil tangkapan yang bervariasi. Oleh karena itu jumlah hari operasi penangkapan yang bervariasi pada unit kapal pole and line yang ada di Kota Tidore Kepulauan dimasukan kedalam faktor teknis produksi. 3. Jumlah bahan bakar minyak Bahan bakar adalah salah satu faktor utama dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Bahan bakar digunakan untuk kepentingan motorisasi. Pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan bahan bakar dibutuhkan dalam kegiatan pencarian daerah penangkapan di luar lokasi penempatan rumpon. Oleh karena itu ba han bakar dimasukkan dalam fakto r teknis produksi. 4. Jumlah umpan hidup Umpan hidup adalah ikan-ikan kecil yang digunakan dalam proses pemancingan. Pada perikanan cakalang, umpan hidup merupakan faktor yang sangat penting karena ketersediaannya dapat menghambat atau memperlancar aktivitas operasi penangkapan. Oleh karena itu Umpan hidup dimasukan kedalam faktor teknis produksi.
37 5. Umur kapal Umur kapal adalah waktu kapal yang digunakan selama melakukan operasi penangkapan. Umur kapal dihitung dari pertama kali kapal melakukan penangkapan ikan hingga saat sekarang. Semakin lama kapal yang digunakan dalam kegiatan penangkapan akan menurunkan kemampuan teknisnya dalam olah gerak. Ikan cakalang yang bersifat higly migratory membutuhkan kapal dengan kemampuauan teknis yang mampu menjangkau daerah penangkapan yang jauh dan berpindah pindah. Sehingga umur kapal yang berbeda-beda pada usaha perikanan cakalang di Kota Tidore Kepulauan dimasukan salah satu faktor teknis produksi. 6. Daerah penangkapan Daerah penangkapan adalah lokasi terjadinya proses pemancingan. Terkait dengan karakteristik ikan cakalang yang bermigrasi jauh dan musiman maka daerah penangkapan tanpa menggunakan rumpon akan memungkinkan berbeda lokasi penangkapan tiap musim. Keterbatasan rumpon yang ada di perairan Kota Tidore Kepulauan menyebabkan nelayan sering melakukan pencarian daerah penangkapan sehingga jarak daerah penangkapan akan berbeda pada setiap unit penangkapan pole and line. Oleh karena itu daerah penangkapan dijadikan salah satu faktor teknis produksi. 7. Musim penangkapan Musim penangkapan adalah kurun waktu tertentu ada tidaknya hasil tangkapan pada proses penangkapan. Musim penangkapan berhubungan erat dengan aktifitas penangkapan sehingga musim dapat berpengaruh terhadap jumlah tangkapan. Oleh karena itu musim merupakan salah satu faktor teknis yang dimasukkan dalam faktor teknis produksi. Untuk memastikan faktor- faktor teknis diatas yang mempengaruhi produktivitas, maka dilakukan analisis fungsi produksi yang dinyatakan dalam model matematika sebagai berikut : Y = a + n i= 1 bixi...(17) Keterangan : Y = Hasil tangkapan Xi = Faktor- faktor teknis produksi yang terdiri atas :
38 X1 = Jumlah anak buah kapal (orang/kapal/bulan) X2 = Jumlah hari operasi (hari/kapal/bulan) X3 = Jumlah bahan bakar minyak ( liter/kapal/bulan) X4 = Jumlah umpan hidup (ember/kapal/bulan) X5 = Umur kapal (bulan) X6 = Daerah penangkapan X7 = Musim penangkapan a dan b = Konstanta n = banyaknya variabel faktor teknis produksi Proses analisis regresi berganda dan korelasi program SPSS akan menghasilkan 6 tabel out put yaitu: (1) Tabel descriptive statistic : menjelaskan ringkasan statistik masingmasing variabel (2) Tabel korelasi : menjelaskan tentang hubungan antar variabel dipenden dengan variabel indipenden dengan urutan terbesar hingga terkecil (3) Tabel variabel entered/removed : terdapat beberapa tahapan model dalam tabel ini yang menjelaskan variabel yang tidak layak masuk dalam regresi dan dikeluarkan satu per satu hingga model terakhir yang digunakan dalam persamaan model produksi. (4) Tabel model summary : menjelaskan tentang Adjusted R square (R yang disesuaikan) yakni presentase tingkat pengaruh faktor indipenden terhadap faktor dipenden (5) Tabel Anova : menjelaskan tingkat signifikansi dengan probabilitas < 0.05 atau < 0,01 dalam pemakaian model (6) Tabel coefficient : menjelaskan tentang hubungan antara variabel bebas (multikolinearitas), menguji signifikansi konstanta dan variabel indipenden berdasarkan probabilitas dan menggambarkan persamaan model regresi yang akan akan digunakan.. 3.3.5 Pendapatan ABK Analisis pendapatan ABK digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan pendapatan yang didapat oleh nelayan (Gambar 5). Nela yan sebagai tenaga
39 pekerja yang berperan langsung dalam proses produksi sangat layak memperoleh imbalan yang sesuai dengan usaha dan pengorbanan yang dilakukan. Pendapatan nelayan dalam usaha penangkapan ini merupakan pembagian pendapatan bersih dari setia p trip penangkapan, yaitu pendapatan bersih dikurangi restribusi dan biaya operasional dibagi dua ((50% pemilik, 50 % untuk ABK). Kemudian pendapatan ABK dibagi lagi secara proporsional kepada nakhoda, juru mesin, boy-boy, nelayan dan juru masak dengan tingkat pembagian yang telah ditetapkan. Analisis pendapatan kotor dihitung berdasarkan persamaan berikut : PK (Rp) = HT x P...(18) Keterangan : PK = Pendapatan kotor (Rp) HT = Hasil tangkapan (Kg) P = Harga Ikan (RP/kg) PB () = PK BE (19) Keterangan : PB = Pendapatan bersih () PK = Pendapatan kotor (Rp) BE = Biaya eksploitasi (Rp) Dalam pembagian sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan ABK adalah 50% : 50% dari pendapatan bersih sehingga pendapatan ABK dapat dirumuskan sebagai berikut : P ABK Keterangan : P ABK PB BR = 50 % x (PB BR)...(20) = Pendapatan ABK (Rp) = Pendapatan bersih ( Rp) = Biaya retribusi (Rp) Kemudian pendapatan nelayan dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) dengan ketentuan bahwa jika pendapatan nelayan lebih kecil dari UMR maka pendapatan nelayan tersebut tidak layak dan sebaliknya jika pendapatan nelayan lebih besar dari UMR maka pendapatan tersebut dianggap layak.
40 3.3.6 Harga ikan Analisis harga ikan dilakukan secara deskriptif dan melakukan simulasi untuk mengetahui keuntungan yang didapatkan nelayan dengan membandingkan harga ikan di pasar lokal dengan harga yang ditetapkan perusahaan. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan solu si bagi ketentuan harga yang diberikan perusahaan kepada pemilik kapal dan nelayan. 3.3.7 Kelayakan usaha Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan (profitability) atau kerugian yang diperoleh dari sistem perikanan cakalang yang ada. Dua pendekatan analisis yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan ekonomi (Kadariah, 1999). Analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham yang ditanam untuk kepentingan perusahaan atau perorangan yang berkepentingan dengan usaha tersebut. Analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperole h dari semua sumber daya yang digunakan dalam usaha untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis kelayakan terdapat banyak metode analisis dan ratio keuangan, di mana setiap metode mempunyai tujuan tersendiri. Dalam penelitian ini digunakan hanya analisis finansial yang meliputi Net benefit cost ratio (Net B/C Ratio), Break event point (BEP) dan analisis untuk mengetahui waktu pengembalian modal ( Pay back period). Diagram alir analisis ini dapat dilihat pada Gambar 6. (1) Net benefit cost ratio Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha yang dianalisis dengan Net B/C ratio membutuhkan data penjualan yang merupakan keuntungan bersih dan biaya yang dikeluarkan. Jika B/C ratio > 1 maka usaha yang dijalankan layak untuk dikembangkan atau mengalami keuntungan. Jika B/C ratio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C ratio = 1 maka usaha berada pada titik impas (break event point). Net B/C ratio dapat dianalisis dengan menggunakan rumus : Net B/C ratio Penjualan =...(21) Biaya
41 (2) Break event point Analisis break event point atau titik pulang pokok (impas) adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan dan volume penjualan yang dikenal juga dengan analisis CPV (cost-profit-volume). Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai dimana pada tingkat tersebut usaha tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Analisis ini dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) untuk nilai produksi dan (2) nilai jual ikan (harga dalam rupiah). Rumus yang digunakan adalah : (1) Analisis BEP untuk produksi (banyaknya hasil tangkapan) : BEP (kg) = FCxC S VC (2) Analisis BEP untuk harga jual : Keterangan : BEP (Rp) = FC = Biaya tetap C = Hasil tangkapan VC = Biaya variabel S = hasil penjualan FC VC 1 S..(22) (23) Dalam penentuan kelayakan usaha yang dilakukan dengan BEP (TR = TC) maka keuntungan usaha dapat dicapai jika produksi dan nilai jual ikan berada di atas nilai BEP dan akan mengalami kerugian jika berada di bawah nilai BEP ( Ibrahim, 2003). (3) Pay back period (PBP) Analisis Pay back period (PBP) dalam kelayakan usaha merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dijalankan untuk dapat mengembalikan investasi dalam bentuk cash flow didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan. Untuk mengetahui nilai Pay back period digunakan formulasi sebagai berikut :
42 PBP = NI MR + MP.(24) Keterangan : PBP = Pay back period NI = Nilai Investasi MR = Rata-rata keuntungan per tahun MP = Rata-rata penyusutan per tahun 3.3.7 Pengembangan Analisis ini dilakukan untuk memberikan alternatif kebijakan yang perlu diambil dalam pengembangan usaha perikanan cakalang yang didasarkan pada hasil hasil analisis sebelumnya. Hasil ini dideskripsikan dalam bentuk skematik rumusan model pengembangan berkelanjutan (Sustainable development model). Diagram alir konsep model sistem pengembangan perikanan cakalang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 2. Diagram alir model analisis sumber daya ikan 43
Gambar 3. Diagram alir model analisis indeks musim penangkapan 44
Gambar 4. Diagram alir analisis model fungsi peroduksi 45
Gambar 5. Diagram alir model analisis pendapatan nelayan perikanan cakalang 46
Gambar 6. Diagram alir analisis model analisis finansial 47
Gambar 7. Diagram alir model sistem pengembangan perikanan cakalang 48