27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan 1. Pengaruh Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida DG-1 Interaksi faktor tunggal periode simpan dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap IV benih dan sangat nyata terhadap BKKN. Periode simpan secara nyata mempengaruhi tolok ukur K CT dan BKKN, sementara perlakuan berpengaruh nyata terhadap tolok ukur KA dan sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN (Tabel 1). Faktor tunggal periode simpan dan perlakuan maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap DB dan PTM benih. Pada akhir penyimpanan DB benih masih tetap tinggi dengan kisaran 96.00-98.67% dan PTM berkisar antara 98.00-98.67%. Tabel 1. Tolok ukur Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida DG-1 dan interaksinya PS P PSXP KK (%) DB tn tn tn 4.02 KCT * tn tn 6.00 IV tn tn * 13.77 PTM tn tn tn 1.60 BKKN * ** ** 12.08 KA tn * tn 10.99 Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, **= berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = koefisien keragaman Tabel 2 menunjukkan K CT benih padi secara nyata mengalami peningkatan terutama pada periode simpan 15 minggu. Rata-rata K CT di setiap periode simpannya berkisar antara 18.44-22.06% KN per etmal.
28 Tabel 2. Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan pada Benih Padi Hibrida DG-1 terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih (% KN per etmal) Rata-rata Bakteri 19.07 18.72 20.51 20.31 18.53 22.01 19.86 Asam askorbat 18.43 18.75 22.56 21.35 18.28 21.27 20.11 Tanpa 18.43 17.86 20.06 19.94 20.33 22.90 19.92 Rata-rata 18.64c 18.44c 21.04ab 20.53b 19.05c 22.06a pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT. menggunakan bakteri memberikan pengaruh yang nyata terhadap KA benih. Rataan nilai tengah masing-masing perlakuan menunjukkan perlakuan menggunakan bakteri dapat mempertahankan KA tetap rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh Faktor Tunggal Coating pada Benih Padi Hibrida DG-1 terhadap Tolok Ukur Kadar Air (%) Rata-rata Bakteri 10.33 9.33 9.33 9.33 9.00 9.33 9.44b Asam askorbat 9.33 9.33 9.33 9.67 10.00 9.67 9.56ab Tanpa 10.00 10.00 10.67 10.00 10.00 10.00 10.11a Rata-rata 9.89 9.56 9.78 9.67 9.67 9.67 pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT. IV tetap dapat dipertahankan sampai dengan akhir penyimpanan baik dengan rataan 94.00%. Pada periode simpan 6 minggu, perlakuan menggunakan asam askorbat menghasilkan IV yang nyata lebih tinggi yaitu 90.00% (Tabel 4). tanpa sampai dengan periode simpan 15 minggu mampu mempertahankan IV tetap tinggi yaitu 98%.
29 Tabel 4. Interaksi Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida DG-1 Bakteri 81.33a-d 65.33def 71.33c-f 79.33a-e 80.00a-e 93.33ab Asam askorbat 65.33def 53.33f 90.00abc 92.00ab 68.67def 92.00ab Tanpa 76.67b-e 72.00c-f 61.33ef 82.67a-d 82.67a-d 98.00a pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT. Tabel 5 menunjukkan pada periode akhir penyimpanan, perlakuan maupun tanpa tidak berbeda nyata berdasarkan tolok ukur BKKN. Selama periode simpan terjadi peningkatan BKKN terutama pada periode simpan 15 minggu. (%) Tabel 5. Interaksi Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal pada Benih Padi Hibrida DG-1 (gram) Bakteri 0.28def 0.19g 0.19g 0.29c-f 0.31b-e 0.39a Asam askorbat 0.26ef 0.22fg 0.36abc 0.35a-d 0.31b-e 0.38ab Tanpa 0.31b-e 0.28c-f 0.34a-e 0.32a-e 0.34a-e 0.39a pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT. Percobaan 2. Pengaruh Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida Intani-2 Faktor tunggal periode simpan, faktor tunggal perlakuan maupun interaksi kedua faktor tunggal tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih serta KA benih (Tabel 6).
30 Tabel 6. Tolok ukur Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 PS P PSXP KK (%) DB tn tn tn 7.64 KCT tn tn tn 7.39 IV tn tn tn 16.84 PTM tn tn tn 5.88 BKKN tn tn tn 3.82 KA tn tn tn 11.13 Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata KK = Koefisien keragaman Pada periode simpan 15 minggu benih masih memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi (Gambar 10 dan Gambar 11). KA benih selama penyimpanan juga masih dapat dipertahankan dibawah 11% terutama pada perlakuan menggunakan asam askorbat (Gambar 9). KA (%) 15 10 5 0 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol Gambar 9. Nilai Tengah Coating terhadap Tolok Ukur Kadar Air Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu
31 DB (%) 95 90 85 80 75 70 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol (a) PTM (%) 100 95 90 85 80 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol (b) BKKN (g) 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol (c) Gambar 10. Nilai Tengah Coating terhadap Tolok Ukur Viabilitas Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu
32 IV (%) 100 80 60 40 20 0 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol (d) KCT (%/etmal) 25 20 15 10 5 0 Periode simpan Bakteri Vit. C Kontrol (e) Gambar 11. Nilai Tengah Coating terhadap Tolok Ukur Vigor Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Periode Simpan 15 Minggu Percobaan 3. Pengaruh Coating terhadap Daya Simpan Benih Padi Hibrida SL-8 DB, K CT dan IV dipengaruhi sangat nyata oleh faktor tunggal perlakuan, periode simpan dan interaksinya. Faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN. PTM dan KA tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal perlakuan, periode simpan maupun interaksinya (Tabel 7).
33 Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Coating dan Periode Simpan pada Beberapa Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida SL-8 Tolok ukur PS P PSXP KK (%) DB ** ** ** 3.98 KCT ** ** ** 4.08 IV ** ** ** 11.74 PTM tn tn tn 3.18 BKKN ** tn tn 12.90 KA tn tn tn 15.65 Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, ** = berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = koefisien keragaman Tabel 8 menunjukkan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap BKKN. Pada periode simpan 15 minggu, BKKN memiliki nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan periode simpan lainnya. Pada periode simpan 9 minggu perlakuan menggunakan asam askorbat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur DB (Tabel 9). menggunakan asam askorbat juga menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 3 dan 12 minggu. Sementara, perlakuan menggunakan bakteri menghasilkan DB tertinggi pada periode simpan 15 minggu Tolok ukur K CT menunjukkan peningkatan di akhir penyimpanan baik pada perlakuan maupun tanpa. bakteri berpengaruh sangat nyata pada K CT benih terutama pada periode simpan 6 minggu (Tabel 10).
34 Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Coating pada Benih Padi Hibrida SL-8 terhadap Tolok Ukur Berat Kering Kecambah Normal (gram) Rata-rata Bakteri 0.26 0.19 0.34 0.31 0.32 0.37 0.30 Asam askorbat 0.31 0.21 0.27 0.35 0.34 0.40 0.31 Tanpa 0.31 0.17 0.28 0.37 0.33 0.40 0.31 Rata-rata 0.29d 0.19e 0.30cd 0.34b 0.33bc 0.39a pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT. Tabel 9. Interaksi Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah pada Benih Padi Hibrida SL-8 Bakteri 86.00de 72.00g 94.67abc 79.33f 88.67cd 96.67a Asam askorbat 93.33abc 94.00abc 93.33abc 92.67a-d 94.00abc 92.00a-d Tanpa 88.67cd 92.67a-d 89.33bcd 82.00ef 96.67a 96.00ab pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT Tabel 10. Interaksi Coating dengan Periode Simpan terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh pada Benih Padi Hibrida SL-8 (%) (% KN per etmal) Bakteri 19.03c 16.52e 22.48a 17.17de 18.08cd 21.86ab Asam askorbat 19.40c 19.14c 19.36c 21.33ab 18.82c 20.92b Tanpa 18.43cd 18.07cd 17.33de 18.15cd 18.78c 21.16ab pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT
35 Tabel 11 menunjukkan perlakuan menggunakan bakteri memberikan IV yang nyata tertinggi pada periode simpan 6 minggu. Sementara pada periode simpan 9 minggu perlakuan menggunakan asam askorbat menghasilkan IV tertinggi secara nyata. Tabel 11. Interaksi Coating dan Periode Simpan terhadap tolok ukur Indeks Vigor pada Benih Padi Hibrida SL-8 Bakteri 68.00def 40.67h 89.33ab 60.67efg 65.33d-g 93.33a Asam askorbat 78.00bcd 77.33bcd 76.00b-e 73.33cde 73.33cde 87.33abc Tanpa 76.67bcd 68.67def 54.00fgh 50.67gh 80.67a-d 86.67abc pada taraf 5% berdasarkan analisis DMRT (%) Pembahasan Viabilitas dan vigor benih padi hibrida yang diberi perlakuan maupun tanpa masih tinggi sampai akhir penyimpanan. Hal ini diduga karena KA benih yang masih terjaga selama periode simpan dan masih dalam batas aman penyimpanan sampai akhir periode simpan dengan rataan 9.70%. Selama periode simpan kemasan penyimpanan yang digunakan adalah plastik poliethylen yang resisten terhadap uap air sehingga KA benih tetap terjaga dan viabilitas benih dapat dipertahankan. Benih bersifat higroskopis, dimana KA benih akan selalu berkesetimbangan dengan kondisi lingkungan, sementara KA benih merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kemunduran mutu benih. KA benih yang tinggi maupun berfluktuasi dapat mempercepat laju kemunduran mutu benih. Oleh sebab itu, penting untuk mempertahankan kesetimbangan KA benih, salah satu caranya adalah dengan menggunakan kemasan kedap udara seperti plastik polyethylen, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh lingkungan yang berfluktuasi terhadap KA benih. Penelitian yang dilakukan oleh Giang dan Gowda (2007) menunjukkan bahwa benih padi hibrida (KRH-2) yang
36 di- menggunakan polimer (W Yellow) + kaptan+thiaram+gouch+super red 1 ml/kg pada 10 bulan penyimpanan, memiliki KA yang lebih aman (<13%) dengan DB 85.70% sementara benih yang disimpan dalam kain mengalami peningkatan KA yaitu sebesar 14.30% serta penurunan viabilitas yang ditunjukkan dengan rendahnya DB yang dihasilkan yaitu 62.00%. Seed menggunakan polimer dan bakteri P. fluorescens RH-4003 serta polimer dan asam askorbat 350 ppm pada tiga varietas padi hibrida selama penyimpanan memiliki respon yang berbeda terhadap masing-masing tolok ukur viabilitas dan vigor. Coating pada benih padi hibrida varietas Intani-2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih, sebaliknya benih padi hibrida varietas DG-1 dan SL-8 memberikan respon yang nyata baik terhadap perlakuan, periode simpan maupun interaksinya pada beberapa tolok ukur. SL-8 lebih responsif terhadap penyimpanan dan perlakuan yang diberikan dibandingkan DG-1 dan Intani-2. Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IV, K CT serta DB pada periode simpan 9 minggu. menggunakan bakteri juga menunjukkan pengaruh yang nyata lebih tinggi terhadap IV dan K CT benih terutama pada periode simpan 6 minggu. Perbedaan respon ini mungkin terkait dengan genetik masing-masing varietas yang berbeda akibat faktor genetik yang diturunkan dari masing-masing tetua yang berbeda. Perbedaan genetik ini ada yang tercermin langsung pada fisik benih, namun ada juga yang tidak terlihat. Copeland (1976) menyatakan perbedaan genetik dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia yang terkandung dalam benih, yang dapat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Gambar 12 (a) menunjukkan perbedaan fisik benih padi hibrida Intani-2 dibandingkan dua varietas lainnya (yaitu glume yang terbuka dan benih yang lebih kurus), sementara Gambar 12 (b) menunjukkan perubahan warna yang terjadi pada benih akibat diberi perlakuan. Penelitian yang dilakukan oleh Mettananda et al. (2001) menunjukkan faktor genetik mempengaruhi perbedaan toleransi viabilitas 6 varietas padi terhadap kondisi lingkungan yang ditunjukkan dengan perbedaan DB benih setelah mengalami penyimpanan. Benih padi varietas Bg 379-2, Bg 403 dan
37 At 353 mampu mempertahankan viabilitas (>85%) pada penyimpanan yang memiliki RH cukup tinggi (fluktuasi hingga 30%) sampai 8 bulan penyimpanan sementara tiga varietas lainnya (Bg 300, 400 dan 352) hanya mampu mempertahankan viabilitas sampai 5 bulan penyimpanan (ketika 6 bulan penyimpanan DB berada di kisaran 40-60%). Intani-2 DG-1 SL-8 (a) Benih Padi Hibrida Sebelum di- Intani-2 DG-1 SL-8 (b) Benih Padi Hibrida Setelah di- Gambar 12. Penampakan Fisik Benih Padi Hibrida Gambar 12 menunjukkan padi hibrida Intani-2 memiliki glume yang lebih terbuka dibandingkan dua varietas lainnya dan mungkin mempengaruhi viabilitas dan vigor benih padi ini. Meskipun dipanen satu bulan lebih lama dibandingkan varietas lainnya, viabilitas dan vigor benih padi hibrida Intani-2 lebih cepat mengalami kemunduran daripada varietas SL-8 maupun DG-1. Hal ini terlihat pada semua tolok ukur viabilitas dan vigor benih di awal penyimpanan dimana Intani-2 memiliki nilai tengah terendah dibandingkan varietas lainnya. Namun demikian, pada akhir penyimpanan, terlihat bahwa semua varietas benih termasuk Intani-2 tidak mengalami penurunan viabilitas dan vigor benih, hal ini menandakan kondisi penyimpanan maupun perlakuan mampu
38 mempertahankan viabilitas dan vigor ketiga varietas benih padi hibrida yang digunakan. Srivastava et al. (2008) menyatakan glume yang terbuka merupakan salah satu faktor sulitnya mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Glume yang terbuka akan menyebabkan penyakit maupun hama gudang akan mudah menyerang langsung pada endosperm benih. Hal ini semakin menegaskan bahwa selain faktor genetik, kondisi lingkungan penyimpanan yang baik berperan penting dalam mempertahankan viabilitas benih padi hibrida di penyimpanan. Plastik yang kedap udara dan kondisi awal benih yang disimpan menyebabkan sulit bagi hama dan penyakit untuk menyerang benih, sehingga perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa perlakuan yang diberikan tidak bersifat merusak atau meracuni benih padi hibrida Intani-2. menggunakan asam askorbat 350 ppm dalam penelitian ini terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi hibrida di penyimpanan. Pada Intani-2 perlakuan asam askorbat mampu mempertahankan KA tetap rendah yaitu 9.67%. Selain itu, perlakuan ini juga menghasilkan DB, K CT dan IV tertinggi walaupun tidak nyata berbeda. Pada SL-8 perlakuan asam askorbat menghasilkan DB (92.67%), K CT (21.33% KN per etmal) dan IV (73.33%) yang nyata lebih tinggi pada periode simpan 9 minggu. Pada DG-1 perlakuan ini mampu menghasilkan IV tertinggi secara nyata yaitu 90%. Pemberian asam askorbat sebagai antioksidan pada benih diduga mampu memperlambat laju kemunduran benih di penyimpanan karena mampu menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Rachmawati, 2010). Hasil serupa pernah dilaporkan oleh Dey et al. (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan menggunakan asam askorbat 100 μg/ml pada benih padi IR-64 di penyimpanan (7 bulan) mampu secara nyata meningkatkan DB yaitu 100% dibanding kontrol 70%. Asam askorbat berpotensi meminimalkan kerusakan membran benih padi yang dibuktikan dengan lebih tingginya aktivitas enzim
39 dehidrogenase pada benih yang diberi perlakuan asam askorbat (sekitar 1.50) dibandingkan kontrol (0.08). Pada periode simpan 6 minggu perlakuan menggunakan bakteri untuk benih padi hibrida SL-8 mampu secara nyata meningkatkan vigor benih. bakteri mampu meningkatkan K CT sebesar 22.48% KN per etmal sementara perlakuan tanpa 17.33% KN per etmal, begitu pula dengan IV pada perlakuan bakteri lebih tinggi (89.33%) dibandingkan tanpa (54.00%). Peningkatan ini mungkin terkait dengan kemampuan bakteri P. fluorescens dalam memproduksi IAA yang berfungsi dalam perkembangan tunas, perpanjangan sel-sel batang serta akar. Kemampuan perlakuan menggunakan bakteri dalam mempengaruhi tolok ukur viabilitas yang berfluktuasi selama periode simpan mungkin disebabkan polimer yang digunakan tidak mengandung cukup nutrisi sehingga populasi bakteri tidak stabil. Kusumowardani (2008) menyatakan pertumbuhan populasi pada media LB sebagai kontrol lebih stabil dibandingkan dengan media alternatif lainnya, karena media ini mengandung banyak nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan P. fluorescens. Kader et al. (2012) menambahkan benih menggunakan bakteri P. fluorescens 10 5-10 6 cfu/ml dengan bahan pembawa serbuk gergaji+cmc mampu mempertahankan viabilitas bakteri hingga 10 bulan (34.40 cfu/gr - 34.00 cfu/gr). Selain itu, efektifitas bakteri Pseudomonas diduga kurang terlihat pada kondisi lingkungan yang tidak tercekam. Penelitian yang dilakukan oleh Husen (2012) menunjukkan inokulasi Pseudomonas pada tanah non steril memiliki bobot tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan inokulasi pada tanah steril di pertanaman kedelai. Kemungkinan lainnya adalah auksin dalam dosis tertentu merupakan hormon pertumbuhan, dimana konsentrasi auksin yang berlebihan justru dapat menyebabkan terhambatnya petumbuhan sel-sel batang maupun akar. Populasi bakteri yang berfluktuasi mungkin mempengaruhi konsentrasi auksin yang dihasilkan, sehingga data yang diperoleh terhadap beberapa tolok ukur viabilitas dan vigor benih menjadi tidak stabil. Terhambatnya pertumbuhan kecambah dapat menyebabkan banyaknya kecambah abnormal yang terbentuk sehingga menurunkan nilai DB, IV dan K CT benih.