HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih. Kondisi Umum Pengecambahan tanaman jarak pagar dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo IPB, Bogor. Banyaknya pohon-pohon yang sudah besar di sekitar rumah kaca menyebabkan terhalangnya cahaya matahari pada tanaman selain itu kondisi atap rumah kaca yang bocor pada saat musim penghujan juga diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Rata- rata suhu di rumah kaca selama penelitian pada siang hari 35 0 C dan sore hari 32 0 C, sementara RH pada siang hari 40,9% dan sore hari 43.3%. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar adalah C, pada daerah dengan suhu di atas 35 0 C atau lebih rendah dari 15 0 C akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan kadar minyak dalam biji serta mengubah komposisinya. Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya. Rata rata benih mulai berkecambah pada umur 3 hari setelah tanam. Rekapitulasi analisis ragam hasil uji F indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih terhadap beberapa tolok ukur meliputi Daya Berkecambah (DB), Berat Kering Benih (BKB), Kecepatan Tumbuh (K CT ), T 50, First Count Germination (FCG), Kandungan Lemak Total (KLT), Asam Lemak Bebas (ALB), Total Klorofil dan Total Karotenoid disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, bobot kering benih, first count germination, kadar lemak total, kadar asam lemak bebas, dan untuk tolok ukur K CT, T 50, total klorofil serta total karotenoid tidak berpengaruh nyata. Sidik ragam untuk masing masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 5 13.

2 50 Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih. Tolok Ukur Tingkat Kemasakan Koefisien Keragaman (%) Daya Berkecambah (%) * Bobot Kering Benih (g) * 3.48 T 50 (hari) tn Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) tn First Count Germination (%) * Kadar Lemak Total (%) * 1.98 Kadar Asam Lemak Bebas (%) * Total Karotenoid (µmol/g) tn 6.03 Total Klorofil (µmol/g) tn Keterangan : tn = Tidak nyata. * = Nyata pada taraf uji 5% A. Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi. Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Ilyas (2004) menyatakan bahwa pemanenan benih sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, berat kering, dan vigor benih. Perubahan secara fisiologi selama proses pemasakan benih diamati dengan tolok ukur bobot kering benih, viabilitas potensial (Vp) berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan vigor kekuatan tumbuh (V KT ) berdasarkan tolok ukur K CT, T 50, dan FCG. Hasil uji lanjut viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai daya berkecambah mencapai 80% dengan kriteria warna buah kuning kecoklatan, berbeda nyata dengan tingkat kemasakan benih 42 HSA dengan nilai daya

3 51 berkecambah 57 % dengan kriteria warna buah hijau tua namun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 47, 52 dan 62 HSA. Copeland dan Mcdonald (2001) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai. Walaupun benih yang belum masak fisiologi sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi. Tabel 3 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan Tolok Ukur DB BKB K CT T 50 FCG HSA b b b HSA ab b b HSA ab b b HSA a a a HSA ab b b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KA = Kadar Air (%), DB = Daya Berkecambah (%), BKB = Bobot Kering Benih (g), K CT = Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal), T 50 = Waktu untuk mencapai 50 persen perkecambahan total (hari), FCG = First Count Germination (%). Pada tingkat kemasakan 57 HSA bobot kering benih maksimum sebesar g yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 62 HSA, pada tingkat kemasakan 62 HSA bobot kering benih menurun kembali dan tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47 dan 52 HSA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (1994) bobot kering benih makadamia maksimum pada stadia umur 147 HSB sebesar g dimana tercapainya masak fisiologi dan pada stadia umur 197 HSB bobot kering benih menurun kembali sebesar 6.75 g. Roberts (1972) menyatakan bahwa bobot kering benih yang makin menurun sejalan dengan menurunnya vigor benih adalah sebagai akibat metabolisme di dalam benih yang menurun. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara statistik nilai K CT dan T 50 tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan namun demikian dari angka

4 52 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai K CT sebesar %KN/etmal dan perkecambahan untuk mencapai 50% (T 50 ) yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA (2.65 hari) dimana masak fisiologi tercapai. Selanjutnya baik K CT maupun T 50 mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya (62 HSA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1986) juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya. Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination (FCG). Pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar % yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat kemasakan benih 52 HSA (73.33%) mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya. Kolasinska, et al. (2000) menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA. B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia. Secara biokimiawi proses pemasakan benih di tandai dengan perubahan bentuk dan struktur pada benih selama proses pemasakan. Perubahan perubahan yang terjadi diantaranya penurunan kadar lemak dan meningkatnya asam lemak bebas, selanjutnya menurunnya kandungan klorofil dan meningkatnya karotenoid selama proses pemasakan benih.

5 53 Selama proses pemasakan benih, total lemak secara perlahan akan terhidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan asam lemak bebas, sehingga jumlahnya semakin berkurang dengan meningkatnya kemasakan pada benih. Tabel 4 menunjukkan pada tingkat kemasakan 62 HSA nilai total lemak terendah sebesar 39.05% yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan HSA dan pada tingkat kemasakan HSA secara statistik tidak berbeda nyata. Sementara asam lemak bebas menunjukkan pada tingkat kemasakan 42 HSA nilai terendah sebesar 0.16% berbeda nyata dengan HSA. Selanjutnya asam lemak bebas terus meningkat secara tidak nyata sampai pada tingkat kemasakan 62 HSA. Seiring dengan meningkatnya kemasakan benih, nilai kandungan klorofil semakin menurun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan, namun dari angka yang diperoleh pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai klorofil 0.90µmol/g terendah bila dibandingkan dengan tingkat kemasakan lainnya dimana masak fisiologi tercapai (Tabel 4). Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara statistik nilai total karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap tingkat kemasakan. Total karotenoid berbanding terbalik dengan total klorofil pada benih jarak pagar. Nilai total karotenoid secara tidak nyata menunjukkan peningkatan secara perlahan dari tingkat kemasakan HSA. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan secara kimiawi khususnya total karotenoid selama proses pemasakan benih pada jarak pagar terus berlangsung dan belum dapat dipastikan nilai maksimum yang tepat, yang dapat dijadikan sebagai indikasi masak fisiologi benih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyatingsih (2006) pada benih jagung dan Sinuraya (2007) pada benih cabai rawit yang menunjukkan

6 54 bahwa nilai total karotenoid meningkat sejalan dengan kemasakan dan maksimum pada masak fisiologi, setelah itu total karotenoid benih menurun. Tabel 4 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawi benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan Tolok Ukur KLT ALB Tot.klorofil(µmol/g)* Tot.karotenoid (µmol/g)** HSA a 0.16 c 1.69 (1.46) (2.36) HSA a 0.22 b 1.45 (1.39) (2.45) HSA a 0.24 ab 1.12 (1.26) (2.45) HSA ab 0.25 ab 0.90 (1.18) (2.50) HSA b 0.28 a 0.96 (1.20) (2.60) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KLT = Kadar Lemak (%), ALB = Asam Lemak Bebas (%), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasii ( X +0.5), (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x). Gross (1991) menyatakan bahwa pada tanaman yang memproduksi banyak karotenoid pada saat pemasakannya, kloroplas dirubah menjadi kromoplas dan disertai dengan perubahan jenis karotenoid. Proses disintegrasi kloroplas terjadi secara perlahan-lahan disertai dengan hilangnya klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Setelah grana tilakoid berpisah, karotenogenesis dimulai dengan biosintesis karotenoid dalam kromoplas yang baru. Pada fase inilah karotenoid menjadi struktur yang dominan. Selanjutnya Britton (1976) menambahkan bahwa pada beberapa jenis buah buahan, proses pemasakan disertai dengan sintesis yang kompleks dari karotenoid yang terkandung didalamnya seperti perubahan kloroplas menjadi kromoplas. Klorofil yang mendominasi saat buah masih berwarna hijau akan diubah menjadi kromoplas yang mengandung banyak karotenoid. Proses ini biasanya terjadi pada buah yang mengalami perubahan warna saat pemasakannya. Penurunan kadar lemak total dan peningkatan asam lemak bebas selama proses pemasakan benih dari HSA merupakan salah satu petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan adanya aktivitas antioksidan. Karotenoid merupakan salah satu pigmen dalam benih yang berfungsi sebagai antioksidan

7 55 yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan tripletkarotenoid dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen pada saat perombakan total lemak menjadi asam lemak bebas, sehingga proses pembentukan asam lemak bebas pada benih selama pemasakan dapat dinetralisir (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). Meningkatnya kandungan karotenoid secara tidak nyata pada benih jarak pagar selama proses pemasakan pada penelitian ini diduga sangat berhubungan dengan proses evolusi seperti yang diutarakan oleh (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar. Tabel 5 menunjukkan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara total lemak dan asam lemak bebas dengan tolok ukur BKB, DB, T 50, K CT dan FGC vigor benih. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sangat kecil baik pada total lemak maupun kandungan asam lemak bebas terhadap tolok ukur BKB, DB, T 50, K CT dan FCG. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakterandalan tolok ukur yang standar dalam menerangkan keragaman nilai total lemak dan kandungan asam lemak bebas sehingga total lemak dan asam lemak bebas tidak berhubungan dengan tolok ukur BKB, DB, T 50, K CT dan FCG. Tabel 5 Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar. Tolok Ukur Total Lemak Kand.Asam lemak bebas Persamaan garis (R 2 ) Persamaan garis (R 2 ) BKB Y= X tn Y= X tn DB Y= X tn Y= X tn T 50 Y= X tn Y= X tn K CT Y= X tn Y= X tn FCG Y= X tn Y= X tn Keterangan : tn = tidak nyata R 2 = koefisien determinasi

8 56 D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Rekapitulasi analisis regresi dan korelasi, persamaan garis, nilai koefisien korelasi ( r ) dan koefisien determinasi ( R 2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih terhadap total klorofil pada benih jarak pagar disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menggambarkan total klorofil benih jarak pagar berkorelasi dengan viabilitas potensial pada tolok ukur daya berkecambah benih dengan nilai koefisien korelasi (r) dan vigor kekuatan tumbuh benih dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (K CT ) dan first count germination (FCG) yang mempunyai nilai koefisien korelasi (r) dan yang sangat nyata, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara total klorofil benih dengan DB, K CT dan FCG bekorelasi secara negatif dimana semakin rendah nilai klorofil maka nilai DB, K CT dan FCG semakin tinggi. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada tolok ukur DB sebesar , K CT sebesar dan FCG sebesar yang sangat nyata, sementara nilai koefisien determinasi (R 2 ) untuk tolok ukur BKB dan T 50 sangat kecil antara dan tidak nyata, sehingga total klorofil benih jarak pagar tidak berhubungan nyata dengan tolok ukur BKB dan T 50. Tabel 6 Hubungan total klorofil dengan viabilitas dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien Korelasi ( r ) Koefisien Determinasi (R 2 ) BKB Y = X tn DB Y = X ** T 50 Y= X tn K CT Y= X ** FCG Y= X ** Keterangan : R 2 = Koefisien determinasi (%) tn = Tidak nyata ** = Sangat nyata pada taraf 1%. Gambar menunjukkan hubungan total klorofil dengan tolok ukur masak fisiologi benih ( DB, K CT dan FCG ).

9 57 Total Klorofil (U mol/g) y = x R 2 = Nilai FCG (%) Gambar 10 Hubungan total klorofil dengan daya berkecambah benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih. 3 Total Klorofil (U mol/g) y = x R 2 = Nilai KCT (%/etmal) Gambar 11 Hubungan total klorofil dengan K CT benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.

10 58 Total Klorofil (U mol/g) y = x R 2 = Nilai FCG (%) Gambar 12 Hubungan total klorofil dengan FCG benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih. E. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Tabel 7 menunjukkan persamaan garis dan koefisien determinasi ( R 2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor benih terhadap total karotenoid pada benih jarak pagar. Tabel 7 Hubungan total karotenoid dengan viabilitas potensial dan vigor benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien Determinasi (R 2 ) BKB Y = X tn DB Y = X tn T 50 Y = X tn K CT Y = X tn FCG Y = X tn Keterangan : tn = Tidak nyata Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan total karotenoid dengan masing - masing tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang sangat kecil pada semua tolok

11 59 ukur standar yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa tolok ukur BKB, DB, T 50, K CT dan FCG tidak berhubungan dengan keragaman nilai kandungan karotenoid benih jarak pagar IP-1P. Berdasarkan efisiensi waktu, tolok ukur yang biasa digunakan untuk menentukan masak fisiologi mempunyai kelemahan dalam menentukan waktu panen benih dengan tepat. Tolok ukur daya berkecambah benih, bobot kering benih, kecepatan tumbuh benih, waktu mencapai 50% perkecambahan dan first count germination membutuhkan waktu beberapa hari dalam penentuannya, sementara tolok ukur kadar air benih lebih cepat namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Total klorofil pada benih jarak pagar sangat erat hubungannya dengan viabilitas potensial dan vigor benih terutama dengan tolok ukur DB, K CT dan FCG, hal ini mengindikasikan bahwa total klorofil pada benih jarak pagar IP- 1P berpotensi digunakan sebagai tolok ukur baru untuk mendeteksi masak fisiologis benih. Percobaan II Pengaruh Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar. Kondisi Umum Penyimpanan benih dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih IPB. Benih di simpan selama 0 sampai 4 bulan pada suhu ruang berkisar o C dan RH %. Benih di kemas dalam plastik seal dengan kadar air benih 9,50 11,31 % pada saat awal penyimpanan. Benih di tanam di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada boks boks plastik dan diletakkan dalam rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, sehingga asumsinya kebutuhan cahaya dapat tercukupi dan merata. Hama yang menyerang diantaranya adalah semut dan lalat, penyakit yang menyerang adalah busuk kecambah dan jamur. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan kecuali pada tolok ukur total klorofil hanya berpengaruh

12 60 nyata. Perlakuan tingkat kemasakan benih berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur K CT, KLT, ALB dan total karotenoid, pengaruh yang nyata ditunjukkan oleh DB dan FCG sementara tolok ukur KA, T 50 dan total klorofil tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam untuk masing masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran Interaksi antara perlakuan periode simpan dan tingkat kemasakan benih jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap K CT, KLT dan ALB. Sementara tolok ukur KA, DB, T 50, FCG, total karotenoid dan klorofil tidak nyata ( Tabel 8). Tabel 8 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh periode simpan (P) dan tingkat kemasakan (K) serta interaksinya (KxP) terhadap parameter viabilitas potesial, V KT, V DS dan (V biok ) benih jarak pagar. Tolok Ukur Perlakuan K P KxP Kadar Air (%) tn ** tn Daya Berkecambah (%) * ** tn Kecepatan Tumbuh (%/etmal) ** ** ** T 50 (hari) tn ** tn First Count Germination (%) * ** tn Kadar Lemak Total (%) ** ** ** Kadar Asam Lemak Bebas (%) ** ** ** Total Karotenoid (µmol/g) ** ** tn Total Klorofil(µmol/g) tn * tn Keterangan: tn = Tidak nyata * = Nyata pada taraf uji 5% ** = Sangat nyata pada taraf uji 1% Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Vigor Kekuatan Tumbuh Vigor kekuatan tumbuh dapat dilihat dari tolok ukur kecepatan tumbuh. Menurut Sadjad (1993) tolok ukur kecepatan tumbuh (K CT ) mengindikasikan V KT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penyimpanan 0 dan 1 bulan, K CT benih pada semua tingkat kemasakan menunjukkan nilai yang sama. Selanjutnya pada

13 61 periode simpan 2 bulan, K CT benih pada tingkat kemasakan 52 HSA memiliki persentase tertinggi sebesar %KN/etmal, disusul oleh benih pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar %KN/etmal, dan yang rendah pada tingkat kemasakan 47 HSA sebesar %KN/etmal. Hal yang sama dengan nilai yang berbeda juga terjadi pada periode simpan 3 dan 4 bulan. Perbedaan nilai K CT benih terutama pada periode simpan 4 bulan antara tingkat kemasakan 47 HSA dengan 52 dan 57 HSA mengindikasikan adanya perbedaan vigor. Tabel 9 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (%KN/etmal) Periode Simpan Tingkat Kemasakan Benih (Bulan) 47 HSA 52 HSA 57 HSA g g fg efg efg cde def abc abcde bcde a ab ef ab abcd Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT) Persentase K CT benih dari ketiga tingkat kemasakan menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin lama periode simpan dan menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada tingkat kemasakan 47 HSA nilai K CT mengalami peningkatan, terutama setelah benih di simpan selama 3 bulan yang berbeda nyata dengan 0 bulan simpan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan nilai K CT benih secara tidak nyata menurun kembali, hal yang sama juga terjadi pada tingkat kemasakan 52 HSA. Sementara pada tingkat kemasakan 57 HSA mulai periode simpan 1 bulan sudah menunjukkan peningkatan nilai K CT benih, peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan, selanjutnya pada periode simpan 4 bulan terjadi penurunan kembali namun tidak berbeda nyata. Meningkatnya nilai K CT pada ketiga tingkat kemasakan setelah benih disimpan 1 bulan mengindikasikan bahwa benih jarak pagar mengalami masa after- ripening. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Jepsen et al.,(2004) yang menyatakan bahwa benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya

14 62 after-ripening, hal yang sama juga dinyatakan oleh Hasnam (2006) dan Kusmarya (2007). Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Biokimiawi Benih Benih jarak pagar menghasilkan kadar lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar %. Tabel 10 menunjukkan persentase kadar lemak total pada awal penyimpanan adalah sama. Semakin lama periode simpan kadar lemak total dari setiap tingkat kemasakan semakin menurun dan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada periode simpan 1 bulan penurunan total lemak mulai terlihat pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar % yang berbeda nyata dengan 47 HSA sebesar %. Sementara antara 57 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata demikian juga antara 52 dengan 47 HSA. Hal yang sama juga terjadi pada periode simpan 2 bulan. Penurunan kadar lemak total terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan, dimana kadar lemak total terendah ditunjukkan oleh 57 HSA (18.96%) dan 52 HSA (20.41%) yang berbeda nyata dengan 47 HSA (33.71%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kandungan lemak total menurun seiring dengan semakin meningkatnya kemasakan benih dan semakin lamanya periode simpan. Penurunan kadar lemak total pada penelitian ini juga terjadi pada benih dengan kadar lemak tinggi lainnya seperti yang dilaporkan oleh Vivantari (1994) pada benih wijen (Sesamum indikum L.) yang sudah disimpan selama 6 bulan dan penelitian Syamsuddin (1998) pada benih sudah disimpan 4 bulan. gmelina yang Tabel 10 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kadar lemak total (%) Periode Simpan Tingkat Kemasakan Benih (Bulan) 47 HSA 52 HSA 57 HSA a a a ab bc cde dc de de e e e f g g Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)

15 63 Tabel 11 menunjukkan bahwa pada 0 dan 1 bulan penyimpanan kandungan asam lemak bebas tidak berbeda nyata dari setiap tingkat kemasakan, akan tetapi dengan semakin lama periode simpan kandungan asam lemak bebas semakin meningkat. Pada periode simpan 2 bulan kandungan asam lemak bebas meningkat pada 57 HSA yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Peningkatan asam lemak bebas yang sangat signifikan terlihat pada periode simpan 3 bulan yang berbeda nyata pada setiap tingkat kemasakan. Peningkatan kandungan asam lemak bebas terus berlanjut sampai periode simpan 4 bulan, dimana asam lemak bebas tertinggi pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 2.51% yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Ketaren (2008) menyatakan bahwa salah satu penyebab kerusakan lemak yang ada di dalam jaringan adalah adanya enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida), sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Demikian juga menurut Pomeranz (1992) dan Priestly (1986), melaporkan bahwa lemak biji-bijian dapat dipecah oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol, terutama jika suhu dan kadar air bahan tinggi. Asam lemak bebas merupakan indeks kerusakan biji-bijian yang mengandung lemak selama penyimpanan. Selanjutnya Ketaren (2008) menambahkan bahwa lemak dari suatu bahan bisa rusak dan terurai melalui proses hidrolisis. Pada reaksi hidrolisis, lemak akan dirubah menjadi asam asam lemak bebas dan gliserol (Gambar 13). O H C O C R 2 HC O C R O H C O C R 2 trigliseri da O H C OH O 3H O HC OH + 3R C OH 2 2 H C OH 2 air gliserol asam lemak Gambar 13 Reaksi hidrolisis lemak (Ketaren 2008)

16 64 Tabel 11 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur asam lemak bebas (%) Periode Simpan Tingkat Kemasakan Benih (Bulan) 47 HSA 52 HSA 57 HSA f 0.24 f 0.25 f ef 0.29 ef 0.32 ef ef 0.36 e 0.62 d d 0.75 c 2.30 b c 0.79 c 2.51 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT) Penurunan kadar lemak total dan meningkatnya asam lemak bebas pada tingkat kemasakan yang berbeda selama periode simpan, mengindikasikan bahwa setiap lot benih mempunyai tingkat metabolisme yang berbeda, seperti yang diutarakan oleh Heydecker (1977) bahwa perbedaan tingkat kemasakan benih akan menyebabkan perbedaan vigor dalam satu lot benih. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan total lemak dan peningkatan asam lemak bebas selama periode simpan paling cepat terjadi pada tingkat kemasakan 57 HSA disusul 52 HSA dan terakhir 47 HSA. Hubungan Kandungan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur DB, K CT, T 50 dan FCG Selama Periode Simpan Pada Benih Jarak Pagar. Tabel 12 menunjukkan bahwa persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara kandungan asam lemak bebas dengan tolok ukur V P dan V KT. Nilai koefisien determinasi yang sangat kecil (0 0.16) pada kandungan asam lemak bebas, menjelaskan selama periode simpan tidak ada hubungan yang erat antara tolok ukur V P dan V KT dengan kandungan asam lemak bebas. Hal ini menjelaskan bahwa bila tolok ukur biokimia (perubahan asam lemak pada benih) dihubungkan dengan tolok ukur fisiologi benih, maka dapat dikatakan bahwa perubahan asam lemak tidak berkorelasi dengan tolok ukur fisiologi benih. Pada akhir periode simpan, nilai DB dan FCG masih sangat baik.

17 65 Tabel 12 Hubungan kandungan asam lemak bebas dengan V P dan V KT selama periode simpan jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien Determinasi (R 2 ) DB Y = X tn T 50 Y = X tn K CT Y = X tn FCG Y = X tn Keterangan : tn = Tidak nyata. Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Kusmarya (2007) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan asam lemak bebas secara nyata pada benih jarak pagar mulai umur simpan 2-3 bulan sebesar ( %) yang diikuti menurunnya tingkat V P dan V KT secara nyata juga. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik, lokasi dan perlakuan benih serta lot benihnya yang berbeda. Pengaruh Faktor Tunggal Tingkat Kemasakan BenihTerhadap Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh Benih (V KT ) danvigor Biokimiawi (V biok ) Benih Jarak Pagar. Tingkat kemasakan benih jarak pagar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tolok ukur DB, FCG dan total karotenoid. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas potensial, vigor kekuatan tumbuh benih (V KT ) dan vigor biokimiawi (V biok ) benih jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 13 dan 14. Viabilitas Potensial dan Vigor Kekuatan Tumbuh. Sadjad (1993) menyatakan bahwa viabilitas potensial benih dapat dideteksi dengan beberapa pendekatan. Pendekatan yang paling lazim adalah melalui pendekatan fisiologi yaitu dengan mengamati kemampuan berkecambah suatu lot benih. Salah satu tolok ukur yang dapat menunjukkan parameter viabilitas potensial benih adalah daya berkecambah.

18 66 Tabel 13 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya berkecambah dan FCG benih jarak pagar IP-1P. Tingkat Kemasakan Tolok Ukur Daya berkecambah (%) First count germination (%) HSA b b HSA ab a HSA a a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). Tabel 13 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya tingkat kemasakan pada benih, persentase nilai daya berkecambah semakin meningkat. Pada tingkat kemasakan 47 HSA daya berkecambah sebesar 87.73% tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 52 HSA (91.20%), peningkatan daya berkecambah berlanjut sampai pada 57 HSA sebesar 92.53% yang berbeda nyata dengan 47 HSA namun tidak berbeda nyata dengan 52 HSA. Persentase First Count Germination (FCG) merupakan salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan tumbuh benih dilapang. Pada tingkat kemasakan 57 dan 52 HSA nilai FCG tertinggi yang berbeda nyata dengan 47 HSA. Menurut Kolasinska et al. (2000) menyatakan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah dilapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat kemasakan 52 dan 57 HSA menunjukkan kemampuan tumbuh benih dilapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan 47 HSA. Walaupun terjadi peningkatan DB dan FCG yang sangat signifikan pada 57 HSA akan tetapi pada tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mencapai viabilitas dan vigor diatas 80 %. Hal ini menunjukkan bahwa mulai tingkat kemasakan 47 HSA buah jarak pagar IP-1P sudah dapat dipanen untuk dijadikan benih sesuai dengan pernyataan dari Dirjenbun (2006) yang menyebutkan bahwa nilai daya berkecambah yang baik pada benih jarak pagar adalah =80%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Adikadarsih dan Hartono (2007) menyatakan benih jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning atau

19 67 lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur HSA menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Vigor biokimia benih ( V biok ). Sadjad et al, (1999) mengemukakan bahwa membahas vigor benih juga dapat dikaitkan bagaimana unsur-unsur biokimiawi dan genetik yang berpengaruh atau berdampak pada tingkat vigor seperti dampak perlakuan etanol terhadap unsur- unsur biokimia pada berbagai enzim, asam lemak bebas. Seperti penjelasan pada percobaan I bahwa selama proses pemasakan benih, kandungan karotenoid berhubungan erat dengan kandungan klorofil. Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA terjadi peningkatan total karotenoid sebesar µmol/g yang berbeda nyata dengan 47 dan 52 HSA, namun antara tingkat kemasakan 47 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata Tabel 14 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap kandungan karotenoid benih jarak pagar pada tiga tingkat kemasakan benih. Tingkat Kemasakan Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g)* Total karotenoid(µmol/g)** HSA (1.15) (2.31 b ) HSA (1.08) (2.33 b ) HSA (1.08) (2.43 a ) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi ( X +0.5), (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x). Klorofil dan karotenoid sangat berhungan dengan asam absisat (ABA) dan giberelin (GA). ABA dan GA sangat berperan dalam perkembangan benih (Bewley dan Black, 1994). Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang defisien GA memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan tetuanya, sedangkan benih yang defisien ABA memiliki klorofil yang paling rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya hubungan proses biosintesis ABA, GA dan klorofil. Defisiensi GA setelah terjadinya hambatan dalam tahap

20 68 spesifik pada biosintesis GA akan meningkatkan pigmentasi, baik klorofil maupun karotenoid. Maluf et al, (1997) menyatakan bahwa mutan benih jagung yang mengalami defisien ABA juga akan mengalami defisien klorofil dan karotenoid. Mutan ini memiliki ekspresi geranil-geranil pirofosfat sintase yang rendah. Enzim tersebut bertanggung jawab dalam proses sintesis geranil-geranil pirofosfat klorofil dan karotenoid yang merupakan prekusor ABA. Menurut Copeland dan McDonald (2001) ABA merupakan salah satu jenis inhibitor yang menghambat perkecambahan pada benih. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA persentase total karotenoid sangat tinggi. Karotenoid sebagai prekursor ABA dalam benih, maka jumlah ABA juga bertambah seiring dengan meningkatnya karotenoid dalam benih yang berperan sebagai inhibitor untuk melindungi sel dalam benih akibat perombakan cadangan makanan selama pemasakan benih dalam benih, selain itu diduga salah satu penyebab terjadinya after ripening pada benih jarak pagar adalah adanya ABA yang menghambat perkecambahan pada benih. Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan BenihTerhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh (V KT ) danvigor Biokimiawi (V biok ) Benih Jarak Pagar. Byrd (1983) menyatakan tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Selama proses penyimpanan, benih secara alami akan mengalami kemunduran viabilitas sejalan dengan berlangsungnya waktu penyimpanan. Periode simpan benih jarak pagar yang berbeda menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan. Menentukan periode simpan yang tepat untuk benih jarak pagar merupakan salah satu tujuan dari penelitian ini. Daya simpan merupakan prakiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Daya simpan merupakan parameter lot benih dalam satuan waktu untuk suatu periode simpan. Periode simpan ialah kurun waktu simpan benih, dari benih siap disimpan sampai benih siap ditanam (Sadjad et. al, 1999).

21 69 Kadar Air Benih (KA). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan dan kemunduran benih selama periode simpan adalah kadar air. Kadar air yang tinggi memberikan peluang yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Direktorat Jendral Perkebunan dan Hasnam (2007) menetapkan salah satu persyaratan mutu benih jarak pagar yaitu kadar airnya berkisar 7 9 %. Pada penelitian ini rata-rata kadar air benih setelah disimpan 1-4 bulan sebesar %. Tabel 15 menunjukkan pengaruh kadar air benih selama periode simpan dari 0 sampai 4 bulan penyimpanan. Kadar air benih sebelum simpan terlihat sangat tinggi (10.47 %) yang berbeda nyata dengan 1 sampai 4 bulan periode simpan. Penurunan kadar air yang sangat signifikan mulai terlihat pada periode simpan 1 bulan sebesar 7.91%, selanjutnya kadar air benih konstan sampai periode simpan 4 bulan. Hal ini menunjukkan telah terjadi kadar air keseimbangan dengan ruang simpan yaitu %. Saenong (1986) menyatakan bahwa pada umumnya kadar air keseimbangan benih berlemak lebih rendah daripada benih bertepung pada kondisi kelembaban relatif dan suhu yang sama. Tabel 15 Pengaruh periode simpan benih terhadap kadar air dan viabilitas potensial (V P ) benih jarak pagar. Periode Simpan Tolok Ukur Kadar air (%) Daya berkecambah (%) 0 bulan a c 1 bulan 7.91 b b 2 bulan 7.94 b ab 3 bulan 8.34 b a 4 bulan 8.69 b ab Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). Viabilitas potensial (V P ) Tabel 15 menunjukkan pada periode simpan 0 bulan nilai daya berkecambah masih rendah (76.44%). Setelah benih di simpan 1 bulan, mulai terjadi peningkatan nilai daya berkecambah yang sangat signifikan sebesar 89.78% yang tidak berbeda nyata dengan periode simpan 2 dan 4 bulan.

22 70 Selanjutnya persentase daya berkecambah terus meningkat tidak nyata mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan (97.33%). dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih jarak pagar IP-1P yang disimpan sampai 4 bulan dengan suhu ruang berkisar o C dan RH % mempunyai persentase daya berkecambah di atas 90%. Hasil observasi di Kebun Percobaan Muktiharjo tentang daya simpan benih jarak pagar, menunjukkan bahwa penyimpanan benih pada kadar air sekitar 7 %, dalam wadah kaleng/blek tertutup rapat, hasil pengujian Daya Berkecambah (DB) pada bulan ke-12 masih dapat mencapai 90 % (Yoga 2007). Vigor Kekuatan Tumbuh (V KT ) Benih yang vigornya tinggi merupakan dambaan oleh setiap petani karena benih yang vigornya tinggi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan benih tumbuh secara normal pada lingkungan yang suboptimum tatapi juga mempunyai daya simpan yang panjang untuk ditanam pada musim selanjutnya. Vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Vigor benih selama penyimpanan dapat dilihat dari tolok ukur T 50 dan FCG (Sadjad et al.,1999). Tabel 16 Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor kekuatan tumbuh benih (V KT ) benih jarak pagar. Periode Simpan Tolok Ukur T 50 (Hari) First count germination (%) 0 bulan 3.60 a b 1 bulan 3.44 ab a 2 bulan 3.15 c a 3 bulan 2.69 d a 4 bulan 3.24 bc a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). Tabel 16 menunjukkan waktu untuk mencapai 50% total perkecambahan (T 50 ) pada periode simpan 2 bulan mulai mengalami peningkatan yang berbeda nyata dengan 0, 1 dan 3 bulan simpan, sementara tidak berbeda nyata dengan

23 71 periode simpan 4 bulan. Peningkatan T 50 terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan sebesar (2.69 hari) yang berbeda nyata dengan periode simpan 0, 1, 2 dan 4 bulan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan T 50 mengalami penurunan kembali yang tidak berbeda nyata dengan 1 dan 2 bulan, namun berbeda nyata dengan 0 dan 4 bulan. Sementara nilai First Count Germination (FCG) juga mengalami peningkatan selama periode simpan, sebelum simpan (0 bulan) nilai FCG masih rendah (63.33%), selanjutnya meningkat mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan sebesar 95.55% walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan periode simpan 1, 2 dan 4 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vigor benih jarak pagar IP-1P sampai pada periode simpan 4 bulan masih tinggi. Hasil pengamatan tolok ukur fisiologi pada benih jarak pagar selama periode simpan menunjukkan bahwa meningkatnya nilai DB, K CT, T 50 dan FCG yang sangat signifikan pada periode simpan 1 bulan mengindikasikan adanya after- ripening pada benih jarak pagar selama 1 bulan. After- ripening termasuk tipe innate dormansi yang membutuhkan waktu penyimpanan kering tertentu. Dormansi pada benih tersebut akan hilang sendirinya setelah disimpan pada suhu dan waktu tertentu tanpa perlakuan apapun. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Kusmarya (2007) bahwa benih jarak pagar mengalami after- ripening selama 1 bulan. Jepsen et al. (2004) menyebutkan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya after-ripening. Hasil penelitian Hasnam dan Mahmud (2006) menyatakan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengalami dormansi, yang ditandai dengan rendahnya daya berkecambah benih. Heller (1996) menambahkan bahwa benih jarak pagar memiliki sifat innate dormansi yaitu dormansi primer yang berasal dari dalam benih itu sendiri. Namun tidak sama halnya dengan hasil penelitian Sinaga (2008) yang menunjukkan tidak ada masa after- ripening pada benih jarak pagar dari berbagai provenan dan improved population yang diujikan hal ini didukung oleh nilai DB pada kontrol diatas 80%, hasil yang sama pada benih jarak pagar juga dibuktikan oleh Worang (2008). Perbedaan ini diduga adanya pengaruh faktor lingkungan berupa panjang hari, kelembaban, nutrisi mineral, suhu dan waktu panen yang berbeda (Copeland dan McDonald, 2001).

24 72 Baskin dan Baskin (2001) menyatakan variasi perkecambahan dapat terjadi pada beberapa spesies benih yang dipanen dari tempat yang sama dalam tahun yang berbeda. Demikian juga hasil penelitian Santika (2006) bahwa biji padi yang dipanen pada musim kering memiliki masa dormansi yang lebih pendek dibanding dengan benih yang dipanen pada musim hujan. Vigor biokimia benih ( V biok ). Benih yang merupakan benda hidup selama periode simpan akan selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Selama masa penyimpanan benih berespirasi dan bermetabolisme sehingga terjadinya perubahan-perubahan bahan kimia dalam benih. Perubahan secara biokimia benih dapat ditinjau dari total kandungan klorofil dan total kandungan karotenoid yang terjadi pada benih jarak pagar selama periode simpan. Selama periode simpan total klorofil (Tabel 17) mengalami penurunan sampai pada periode simpan 4 bulan yang berbeda nyata dengan 0 dan 1 bulan simpan dan tidak berbeda nyata dengan 2 dan 4 bulan simpan. sementara nilai total klorofil 0 sampai 3 bulan simpan menurun secara tidak nyata, hal ini mengindikasikan bahwa selama masa penyimpanan proses degradasi klorofil pada benih jarak pagar terus berlanjut seperti halnya yang dilaporkan oleh Suhartanto (2003) pada benih tomat, degradasi klorofil pada benih tomat terus berlanjut meskipun benih sudah dikeringkan. Degradasi klorofil pada benih selama periode simpan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, cahaya dan kelembaban. Selanjutnya Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang di simpan pada ruang simpan cahaya merah menurun klorofilnya tetapi pada ruang simpan gelap klorofil relatif tetap dan daya simpan pada cahaya merah lebih baik bila dibandingkan ruang gelap. Diduga klorofil dari benih dapat menjadi sumber radikal bebas yang dapat mempengaruhi viabilitas benih. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa karoten merupakan antioksidan yang terdapat pada biji-bijian, merupakan turunan senyawa isoprenoid, termasuk didalamnya karotenoid. Prekursor vitamin A yaitu ß-karoten merupakan karotenoid yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi. Prekursor utama pembentukan karotenoid adalah asam mevalonat.

25 73 Tabel 17 Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor biokimiawi (V biok ) benih jarak pagar. Periode Simpan Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g).* Total karotenoid(µmol/g)**. 0 bulan 0.99 (1.21 a ) (2.22 c ) 1 bulan 0.95 (1.19 a ) (2.28 bc ) 2 bulan 0.73 (1.10 ab ) (2.32 b ) 3 bulan 0.60 (1.04 ab ) (2.47 a ) 4 bulan 0.49 (0.99 b ) (2.52 a ) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi ( X +0.5), (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x). Pada Tabel 17 jelas terlihat bahwa kandungan karotenoid terus mengalami peningkatan selama periode simpan. Pada awal penyimpanan 0 bulan total karotenoid hanya µmol/g dan mulai periode simpan 2 bulan total karotenoid mulai terlihat peningkatannya yang tidak berbeda nyata dengan 1 bulan simpan. Selanjutnya peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan ( µmol/g) yang berbeda nyata dengan 0 sampai dengan 3 bulan penyimpanan. Meningkatnya asam lemak bebas pada benih jarak pagar selama periode simpan diikuti dengan peningkatan total karotenoid. Selama proses penyimpanan pada benih jarak pagar diduga terjadi proses perombakan lipid menjadi asam lemak bebas oleh enzim lipase yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk perkecambahan benih. Sadjad et. al,. (1999) menyatakan bahwa enzim lipoksigenase berperan dalam proses peroksidasi lemak. Enzim ini tetap aktif dalam benih walaupun benih dalam keadaan kering (kadar air dibawah 8%). Proses peroksidasi komponen lemak, terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam membran menyebabkan kebocoran membran sel makin membesar. Untuk menetralisir proses peroksidasi komponen lemak menjadi asam lemak dalam benih maka sel berusaha melindungi kerusakan membran akibat proses tersebut dengan melibatkan senyawa scavenger yang bereaksi dengan radikal bebas superoksida untuk membentuk oksigen. Hasil penelitian Pinzino (1999) menyatakan bahwa pada benih Wheat mengandung lutein, suatu karotenoid yang

26 74 bertindak sebagai penangkap radikal (scavenger). Antioksidan adalah senyawa scavenger yang berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas, sehingga secara teori dapat menurunkan laju kemunduran benih dan meningkatkan daya simpan benih (Siregar, 2004). Pada penelitian ini diduga peningkatan karotenoid selama proses penyimpanan dapat melindungi kerusakan membran sel akibat dari hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Hal ini yang diduga menyebabkan viabilitas benih masih tetap tinggi walaupun sudah di simpan selama 4 bulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

PERUBAHAN FISIOLOGI DAN KANDUNGAN KLOROFIL SELAMA PEMASAKAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.

PERUBAHAN FISIOLOGI DAN KANDUNGAN KLOROFIL SELAMA PEMASAKAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L. PERUBAHAN FISIOLOGI DAN KANDUNGAN KLOROFIL SELAMA PEMASAKAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Physiology and Chlorophyll Change during Ripening and Their Relationship

Lebih terperinci

tanaman akar wangi atau serai wangi akan mampu melindungi tanggul kecil dari kerusakan erosi akibat aliran air permukaan. Upaya penghijaun dengan

tanaman akar wangi atau serai wangi akan mampu melindungi tanggul kecil dari kerusakan erosi akibat aliran air permukaan. Upaya penghijaun dengan 23 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah. Tanaman jarak pagar dibawa ke Indonesia dan di tanam paksa pada pemerintahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan. Benih kacang tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 37 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai Januari 2009, di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium RGCI Departemen Agronomi dan Hortikultura

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

PENENTUAN PERIODE AFTER-RIPENING

PENENTUAN PERIODE AFTER-RIPENING Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PENENTUAN PERIODE AFTER-RIPENING BENIH JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) PADA BERBAGAI PROVENAN DAN IMPROVED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Secara agronomis biji merupakan hasil budidaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat 1,48

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Makalah Seminar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut. Lahan yang digunakan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji Padi pada Malai Terhadap Kematangan dan Viabilitas pada Berbagai Umur Panen Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) menunjukkan bahwa posisi benih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Kering Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisis varian dua jalur terhadap variabel berat kering biji jagung yang berasal dari posisi yang berbeda pada

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhan yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi. Tetapi secara fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM Compared to Natural Storage Syarifa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi Menurut Byrd (1983) perkecambahan adalah berkembangnya strukturstruktur penting dari embrio benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisa varian (ANAVA) 5% tiga jalur menunjukkan bahwa posisi biji pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji merupakan sumber makanan yang penting bagi hewan dan manusia. Diantara divisi Angiospermae, family Poaceae paling banyak menghasilkan pangan yang berasal dari

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Kacang Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Kacang Tanah Faktor-faktor yang ikut berperan terhadap peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kacang tanah, antara lain varietas unggul dan benih bermutu, perbaikan

Lebih terperinci

Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao. Sulistyani Pancaningtyas 1)

Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao. Sulistyani Pancaningtyas 1) Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao Sulistyani Pancaningtyas 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penerapan teknologi seed coating sudah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

PERKECAMBAHAN BENIH SEBAGAI SUATU SISTEM

PERKECAMBAHAN BENIH SEBAGAI SUATU SISTEM PERKECAMBAHAN BENIH SEBAGAI SUATU SISTEM Melati Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 melatinazar@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. ) HASANUDDIN

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. ) HASANUDDIN 1 PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. ) HASANUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 2 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) MAKALAH SEMINAR UMUM ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) Disusun Oleh: MAHFUD NIM: 10/297477/PN/11918 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Prapto Yudhono, M.Sc. JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

Lampiran 2.Rataan persentasi perkecambahan (%)

Lampiran 2.Rataan persentasi perkecambahan (%) 51 Lampiran 1.Rataan umur perkecambahan (hari) P0 0 0 0 0 0 P1 16 0 0 16 5.33 P2 0 0 0 0 0 P3 19 0 19 38 12.66 P4 18 22.4 19.8 60.2 20.06 P5 19.18 18.16 17,167 54.51 18.17 P6 18 0 0 18 6 P7 17 19 18 54

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah diisyaratkan dalam Al-Qur an jauh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

STUDI PERIODE PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH SERTA PENGARUH PERLAKUAN BENIH DAN JENIS MEDIA PERKECAMBAHAN PADA BENIH JARAK PAGAR

STUDI PERIODE PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH SERTA PENGARUH PERLAKUAN BENIH DAN JENIS MEDIA PERKECAMBAHAN PADA BENIH JARAK PAGAR Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor STUDI PERIODE PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH SERTA PENGARUH PERLAKUAN BENIH DAN JENIS MEDIA PERKECAMBAHAN PADA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci