BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

KAJIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS POHON DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT ART FUDLAILI FANUZIA

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB I PENDAHULUAN. Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

BAB I PENDAHULUAN. hasilhutan non kayu adalah hasil hutan yang didapat secara langsung.air bersih

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

TINJAUAN EKONOMI HUTAN RAKYAT Oleh: Dudung Darusman dan Hardjanto 1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

Daftar Pertanyaan Wawancara

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

Tabel 2.8 Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Urusan Kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Hutan berdasarkan statusnya (Pasal 5 UU 41 Tahun 1999)

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik (Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun 1999). Definisi ini merupakan penegasan bahwa hutan rakyat bukanlah hutan negara yang tanahnya tidak dibebani hak milik. Menurut Suharjito (2000), terdapat konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan dari pengertian tersebut, yaitu: 1. Hutan yang tumbuh di atas tanah adat dan dikelola oleh keluarga petani sebagai anggota suatu kelompok masyarakat adat diklaim pemerintah sebagai hutan negara dan tidak termasuk ke dalam hutan rakyat. 2. Hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan oleh orang-orang kota atau perusahaan swasta yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal dapat dikategorikan sebagai hutan rakyat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (2004) tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 hektar, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Menurut Suharjito (2000) hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karena hutan rakyat juga disebut hutan milik. Bagi masyarakat Jawa, hutan rakyat lebih dikenal dengan istilah tegalan, pekarangan, kebun, dan lain sebagainya. Menurut Hardjanto (2000), hutan rakyat memiliki beberapa ciri pengusahaan, antara lain: 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah. 2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik.

7 3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang dapat diusahakan dengan cara-cara sederhana. 4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidental dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total. Kelestarian hutan rakyat ditentukan oleh struktur tegakan hutan. Struktur tegakan hutan yang diharapkan memenuhi syarat bagi tercapainya kelestarian, yakni kurang lebih menyerupai hutan normal. Budidaya hutan rakyat pada dasarnya telah dikuasai oleh para petani hutan rakyat, walaupun dalam pengertian apa adanya. Artinya, mulai dari penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai siap jual semuanya dilakukan secara sederhana (Hardjanto 2000). Usaha pengelolaan hutan rakyat dapat menyerap banyak tenaga kerja karena kegiatannya yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. Pada umumnya hutan rakyat yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa tidak lebih dari 0,25 Hektar. Hal ini disebabkan rata-rata kepemilikan lahan di Pulau Jawa sempit. Oleh sebab itu umumnya pemilik berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan tanaman-tanaman yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan, dan tanaman konsumsi sehari-hari. Selain pada pekarangan rumah, umumnya hutan rakyat ditemui pada lahan marginal (lahan yang tidak/kurang menghasilkan komoditi pangan) serta pada lahan-lahan terlantar (Hardjanto 2000). Menurut Dinas Kehutanan Jawa Tengah (2007), pola hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman adalah : 1. Didominasi oleh satu jenis tanaman. Contoh : jati, akasia, mahoni. 2. Pola hutan rakyat campuran, didominasi oleh dua atau lebih jenis tanaman kehutanan. Contoh : jati dan mahoni, jati dan sengon, mahoni, dan sengon. 3. Pola hutan rakyat agroforestri merupakan hutan rakyat campuran antara tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman hijau makanan ternak yang dipadukan dengan tanaman pangan semusim (empon-empon, kunyit, jahe, dan lain-lain). Pola agroforestri paling diminati masyarakat karena bisa menghasilkan panen harian, mingguan, maupun tahunan (jangka panjang).

8 Manfaat hutan rakyat sangat dirasakan masyarakat, selain sebagai investasi ternyata juga dapat memberi tambahan penghasilan yang dapat diandalkan. Masyarakat bisa memanfaatkan kayu yang ditanam di lahan milik sendiri untuk berbagai keperluan terutama untuk mencukupi kebutuhan kayu sebagai bahan baku bangunan atau mebel. Sewaktu-waktu mereka menjual kayunya ketika ada kebutuhan ekonomi yang mendesak, akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang mewariskan pohon yang masih berdiri untuk anak cucu mereka (Sukadaryanti 2006). Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dihasilkan adalah kayu yang digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka yang dulunya terbuat dari bambu. Selain itu, petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat baik dalam bentuk pohon berdiri maupun dalam bentuk kayu bakar. Penjualan kayu hasil hutan rakyat ini biasanya dilakukan apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak dan keuangan yang ada kurang mampu mencukupi (Suharjito 2000). Ketika pembangunan hutan rakyat berhasil, maka akan ada sumbangsih positif terhadap pembangunan nasional, menurut Simon (1995) sumbangsih tersebut dalam bentuk 1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, 2) memperluas aksesibilitas dan kesempatan kerja di pedesaan, 3) memperbaiki sistem tata air dan meningkatkan proses penguraian CO 2 dan polutan lain di udara karena adanya peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi, 4) dari proses fotosintesis dapat menjaga kadar oksigen udara segar tetap pada tingkat yang menguntungkan bagi makhluk hidup, dan 5) menyediakan habitat untuk menjaga keragaman hayati. Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990), kerangka dasar sistem pengelolaan hutan rakyat melibatkan beberapa sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil dan sub sistem pemasaran hasil. Tujuan yang ingin dicapai dari tiap-tiap sub sistem adalah sebagai berikut : 1. Sub sistem produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah, jenis, dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat.

9 2. Sub sistem pengolahan hasil, adalah terciptanya kombinasi bentuk hasil yang memberikan keuntungan besar bagi pemilik lahan hutan rakyat. 3. Sub sistem pemasaran hasil, adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, yakni semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran. Pada dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan merencanakan, membina, mengembangkan, dan menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahaannya secara terus-menerus selama daur (Lembaga Penelitian IPB 1990). Pembangunan hutan rakyat saat ini perlu mendapat perhatian lebih, karena merupakan program nasional yang sangat strategis, baik ditinjau dari kepentingan nasional maupun dari segi pandangan global, meliputi aspek ekonomi, ekologis maupun sosial budaya. Hutan rakyat yang bermula dari kegiatan penghijauan lahan kritis milik masyarakat, sekarang sudah berkembang menjadi salah satu bidang usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan usaha lainnya serta menunjang pemenuhan bahan baku industri. Di Pulau Jawa, hutan rakyat disamping berasal dari kegiatan programprogram bantuan pemerintah, juga dikembangkan oleh masyarakat secara swadaya murni baik pada lahan kritis maupun lahan produktif. Hal ini disebabkan masyarakat sudah merasakan adanya nilai tambah dari usaha hutan rakyat. Harga komoditas kayu rakyat pun meningkat dari tahun ke tahun, sehingga telah memberi peluang yang besar bagi pengembangan hutan rakyat dan peningkatan kesejahteraan (Widiarti 2000). 2.2 Pengambilan Keputusan Keputusan adalah kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik. Oleh karena itu teori keputusan juga merupakan suatu teknik analisis yang berkenaan dengan

10 pengambilan keputusan melalui bermacam-macam model (Manik 2003). Seseorang yang melakukan pengambilan keputusan, pada dasarnya dia telah melakukan pemilihan terhadap alternatif-alternatif yang tersedia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan atau pilihan yang tersedia bagi tindakan pengambilan keputusan itu akan dibatasi oleh kondisi dan kapasitas individu yang bersangkutan dan faktor eksternal misalnya lingkungan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan fisik, dan sebagainya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan menurut Depdiknas (2007), yaitu: 1. Posisi/kedudukan 2. Masalah. Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki, dan harus diselesaikan. Masalah tidak selalu dapat dikenali dengan segera, ada yang memerlukan analisis, ada pula yang bahkan memerlukan riset sendiri. 3. Situasi. Situasi adalah keseluruhan faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. 4. Kondisi. Kondisi adalah keseluruhan faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya. 5. Tujuan. Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah ditentukan. Pada pengambilan keputusan, terdapat bermacam-macam dasar yang digunakan. Terry (1977) dalam Depdiknas (2007) menjelaskan dasar-dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Intuisi. Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat yang subyektif sehingga mudah terkena pengaruh. 2. Pengalaman. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman seseorang maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-

11 ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Begitu pula karena pengalaman seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat memperkirakan cara penyelesaiannya. 3. Fakta. Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. 4. Wewenang. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. 5. Rasional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Berdasarkan analisis terhadap kasus-kasus pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga, secara garis besar ditemukan paling sedikit empat jenis pengaruh yang mendasari keputusan petani dalam pengelolaan lahan hutan. Keempat jenis pengaruh itu adalah 1) pengaruh ekonomis, 2) pengaruh ekologis, 3) pengaruh sosial, dan 4) pengaruh kultural (Lubis 1997). Beragamnya pertimbangan dalam pengambilan keputusan, juga dialami oleh petani dalam menentukan jenis pohon yang akan ditanam di lahan miliknya. Suharjito (2000) mengatakan bahwa beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, yaitu faktor ekologis, ekonomi, dan budaya. Ketiga faktor tersebut turut menentukan pemilihan jenis pohon oleh petani hutan rakyat. Alasan yang mendasari petani dalam memilih jenis pohon kayu adalah 1) pertumbuhannya cepat; 2) pemasaran mudah; 3) harga cukup baik; 4) produksinya bagus; 5) bibit mudah didapat; 6) tempat tumbuh sesuai; dan 7) pemeliharaan mudah. Sedangkan alasan petani memilih membudidayakan jenis pohon penghasil buah yaitu 1) mereka mendapatkan penghasilan secara rutin dari hasil buah-

12 buahan dan tanaman lainnya; 2) akibat urbanisasi ketersediaan tenaga kerja di pedesaan berkurang budi daya pohon sedikit membutuhkan masukan tenaga kerja dan memberikan penghasilan yang relatif lebih tinggi; 3) keterbatasan kondisi lingkungan dan akses pada kredit menghambat petani untuk mengusahakan lahan secara intensif; dan 4) ketersediaan pasar produk kebun campuran (Widiarti dan Mindawati 2006). Penelitian lain juga memaparkan alasan-alasan petani terkait pemilihan tanaman. Alasan-alasan utama pemilihan jenis tanaman yang diusahakan di kebun-talun saat ini adalah: 1) supaya hasilnya banyak atau maksimal; 2) supaya hasilnya beragam; 3) mudah memelihara; 4) mudah pemasarannya; 5) harga stabil/naik; 6) warisan orang tua; 7) tanahnya kecil/sempit; dan 8) sesuai dengan kondisi tanahnya (Suharjito 2002). Pada dimensi waktu, usaha kebun-talun memberikan jaminan hasil untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani sehari-hari atau pada waktu tertentu. Pada dimensi kegunaan, kebun-talun mempunyai fungsi sebagai sumber pendapatan uang (cash income) yang dapat diperoleh setiap hari dan sepanjang tahun, yang berarti menunjukkan orientasi komersial; dan fungsi sebagai sumber makanan, yang berarti menunjukkan orientasi subsisten (Suharjito 2002). Alasan-alasan lain terkait pemilihan jenis oleh petani di lahan hutan negara maupun lahan milik menurut Febryano (2008), adalah: 1) pendapatan uang, 2) kontinuitas produksi, 3) kecepatan berproduksi, 4) kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, 5) kemudahan pengolahan pascapanen, 6) kemampuan ditanam dengan tanaman lain, dan 7) keamanan penguasaan lahan (khusus penanaman di lahan hutan negara). Lubis (1997) menyatakan bahwa fluktuasi harga yang tajam mempengaruhi petani dalam memutuskan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Kasus melonjaknya harga cengkeh pada tahun 1970-an mendorong petani untuk berlomba-lomba menanam cengkeh, dan ketika harga cengkeh merosot tajam mereka segera pula mengeliminasi cengkeh dari pilihannya. Pertimbangan petani dalam menanam tanaman berkayu pada lahan miliknya, mendapatkan perhatian dari peneliti-peneliti di seluruh dunia. Antara

13 lain penelitian pada kasus di dataran tinggi Ethiopia Tengah, yang menyatakan hasil dari pemodelan keputusan mengungkapkan bahwa tanaman berkayu yang tumbuh di lahan pertanian dipilih berdasarkan kegunaan spesies pohon tersebut, terutama untuk kayu bakar dan produk berbasis kayu, diikuti oleh pendapatan uang (Krause dan Uibrig 2006). Pada dasarnya, kegunaan dari jenis pohon yang ditanam dan keuntungan keuangan telah menjadi alasan-alasan petani dalam memilih jenis pohon berkayu untuk ditanam di lahan miliknya. Kasus lain yang terdapat di Pakistan terkait keputusan petani untuk menanam pohon, peneliti memaparkan bahwa kecuali masalah yang berkaitan dengan pemasaran, kurangnya pembibitan, persepsi kehutanan-pertanian sebagai bisnis jangka panjang, dan kerusakan bibit oleh hewan dan manusia dapat ditangani, intervensi kebijakan untuk meningkatkan pohon yang tumbuh di lahan pertanian sebagai bagian dari strategi mata pencaharian petani akan tetap dipertanyakan (Zubair dan Garforth 2005).