HASIL DAN PEMBAHASAN. Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda. Kondisi minim air dapat menyebabkan itik mengalami stress berat dan

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

HASIL DAN PEMBAHASAN. HSP 70 yang muncul pada sampel itik saat pengukuran menggunakan PCR harus

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5:

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kadar Asam Urat Darah Itik Cihateup Fase Grower

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Nekrosis Sel-Sel Ileum Itik Cihateup Fase Grower

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Makro Ileum. Tabel 6. Rataan Panjang dan Diameter Ileum Itik Cihateup.

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

Rita Patriasih, S.Pd., M.Si Prodi Pendidikan Tata Boga PKK FPTK UPI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sumber: Encyclopedia of Life, Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan berat telur rata-rata 65-70gram per butir (Rasyaf, 1993). Indonesia

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1

Transkripsi:

42 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Keterangan Tabel 4. Rata-rata Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Jumlah Eritrosit Rata-rata Kadar (x10 4 per ml) Hemoglobin (g%) P1 216,633 ± 18,929 a 8,550 ± 0,331 a P2 223,100 ± 2.845 a 9,203 ± 0.511 b : Abjad yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm Perbedaan jumlah eritrosit eritrosit dan kadar hemoglobin itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi dan tanpa pemberian kitosan iradiasi juga ditunjukkan, masing-masing pada Illustrasi 1 dan 2.

43 224 Jumlah Eritrosit (x10 4 per ml) 222 220 218 216 214 212 Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 1. Rata-rata Jumlah Eritrosit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit itik Cihateup. Rata-rata jumlah eritrosit itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 223,1x10 4 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 216,633x10 4 per ml (Tabel 4, Illustrasi 1). Begitu pula terhadap kadar hemoglobin, menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar hemoglobin itik Cihateup. Rata-rata kadar hemoglobin itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 9,203 g% dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 8,550 g% (Tabel 4, Illustrasi 2).

44 9.4 Kadar Hemoglobin (g%) 9.2 9 8.8 8.6 8.4 8.2 Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 2. Rata-rata Kadar Hemoglobin Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Jumlah eritrosit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Sturkie (1976) dalam dalam Achmad (2013) yang melaporkan bahwa jumlah eritrosit normal pada itik yaitu 2,00x10 6 /μl. Kisaran yang berbeda dilaporkan oleh Biester dan Schwart (1965), jumlah eritrosit normal pada itik yaitu 3,06x10 6 /μl. Perbedaan jumlah eritrosit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan. Hal ini sesuai yang dikemukakan Sturkie (1976) dalam dalam Achmad (2013) bahwa perbedaan jumlah eritrosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, bangsa, penyakit, suhu, lingkungan, keaadaan geografis, kebuntingan dan kegiatan fisik. Berbeda dengan kadar hemoglobin, salah satu kelompok itik menunjukkan kadar hemoglobin dalam kisaran yang tidak normal. Kelompok itik yang menunjukkan kadar hemoglobin dalam kisaran yang tidak normal adalah

45 kelompok itik tanpa pemberian kitosan iradiasi, sedangkan kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi masih mendekati kisaran normal. Hasil penelitian melaporkan bahwa kadar hemoglobin itik betina sebesar 12,7 g/100 ml darah (Sturkie, 1976). Hasil penelitian lain melaporkan rataan kadar hemoglobin itik betina produksi (layer) sebesar 10,81 g/100 ml (Ismoyowati, 2006). Perbedaan kadar hemoglobin pada itik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur hewan, spesies, lingkungan, pakan dan ada tidaknya kerusakan eritrosit. Pada penelitian ini sistem pemeliharaan ternak percobaan yang diterapkan adalah sistem pemeliharaan intensif, dimana itik tidak beri kolam atau air yang banyak untuk membasahi tubuhnya. Air hanya disediakan untuk minum (minim air). Pemeliharaan dengan kondisi minim air menyebabkan ternak mengalami cekaman panas hingga stres. Stres mengganggu proses metabolisme dan sel-sel imun, karena hormon-hormon stres meningkat. Ternak yang stress terlihat gelisah, meningkatkan konsumsi air minum, dan menurunkan konsumsi pakan. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang lebih rendah pada kelompok itik tanpa pemberian kitosan menunjukkan sebuah proses penyesuaian terhadap keadaan lingkungan kandang yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan kebutuhan suhu ideal untuk tenak itik. Suhu lingkungan kandang yang tinggi, menyebabkan kontraksi otot yang berperan dalam sistem pernafasan menjadi meningkat (Dawson dan Whittow, 2000). Selain itu, kebutuhan energi untuk proses pengeluaran panas memerlukan energi lebih banyak. Terkait dengan masalah ini maka kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi reduksi dalam sintesis ATP menjadi meningkat. Begitu pula pengeluaran air melalui pernafasan untuk mempertahankan panas tubuh, disertai pengeluaran karbon dioksida juga menjadi meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peran hemoglobin semakin

46 penting. Hemoglobin adalah molekul protein pada eritrosit yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kadar eritrosit dan hemoglobin yang lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi (Tabel 4 dan Illustrasi 1,2) merupakan dampak fisiologik atas kemampuan kitosan iradiasi menurunkan dampak stres panas pada kelompok itik percobaan tersebut. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan pemberian kitosan mampu meningkatan pertumbuhan villi. Pertumbuhan villi illium yang lebih baik dapat dipastikan bahwa absorbsi nutrient menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian dilaporkan oleh (Huang dkk., 2005) menunjukkan absorbsi asam-asam amino esensial maupun non esensial lebih tinggi pada ternak percobaan yang diberi kitosan dibanding tanpa pemberian kitosan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa asam amino metionin tampak diabsorbsi lebih banyak dengan perlakuan pemberian kitosan dalam ransum ternak percobaan tersebut. Kadar eritrosit dan haemoglobin pada kelompok itik yang mendapatkan kitosan iradiasi menunjukkan kelompok itk tersebut tidak mengalami stres panas sebagaimana yang dialami kelompok itik tanpa pemberian kitosan. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan peran asam amino metionin yang diabsorbsi lebih tinggi ke dalam darah maupun sel pada kelompok itik yang diberi kitosan. Terkait fungsi metionin, Hancock (2005) dan Campbell dkk. (2004) menyatakan bahwa asam amino metionin dapat berperan sebagai zat neurotransmitter. Metionin sebagai neurotransmitter berperan dalam menghambat dan transmisi dari central nervous system atau system syaraf pusat ke reseptor-reseptor syaraf tepi atau ujung-ujung syaraf atau sebaliknya (Hausser dkk., 2007; Nelson dkk., 2008). Kemampuan metionin tersebut menyebabkan ekspos panas pada kelompok itik

47 yang diberi kitosan, diterima sistem syaraf dan direspon sangat lambat oleh sistem syaraf pusat sehingga respon fisilogik sel terhadap panas menjadi lambat. Dengan demikian, tidak mengganggu sistem cairan tubuh ternak (termasuk darah), bahkan metionin menjadi prekursor sintesis hemoglobin dan eritrosit. Inilah yang menjadi alasan utama terjadinya peningkatan kadar eritrosit dan haemoglobin itik pada kondisi pemeliharaan di atas zona termoneutral (upper termonutral zone) dan minim air, namun diberi kitosan iradiasi. Penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan, pemberian kitosan pada kelompok itik percobaan mampu meningkatkan kinerja sel darah merah. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhou dkk (2009) yang melaporkan bahwa kitosan mampu meningkatkan kinerja sel darah merah dan konsentrasi kolesterol highdensity lipoprotein dalam darah. Peningkatan jumlah eritrosit pada itik akan menyebabkan kadar hemoglobin juga meningkat. Wardhana (2001) juga telah melaporkan bahwa kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur hewan, spesies, lingkungan, pakan dan ada tidaknya kerusakan eritrosit. 4.2 Nilai Hematokrit Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan nilai hematokrit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Nilai Hematokrit Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Nilai Hematokrit (%) Signifikansi P1 43,600 ± 0,853 a P2 45,320 ± 0,73 b Keterangan : Abjad yang berbeda (a,b) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm 48 45.5 Nilai Hematokrit (%) 45 44.5 44 43.5 43 42.5 Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 3. Rata-rata Nilai Hematokrit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit itik Cihateup. Rata-rata nilai hematokrit itik Cihateup lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan

49 (P2) yaitu 45,32 persen dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 43,6 persen (Tabel 5 dan Illustrasi 3). Nilai hematokrit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ismoyowati dkk, (2006) dan Isroli (2003) melaporkan kadar hematokrit itik normal sebesar 36,85 persen dan 39,2 persen. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa kisaran normal nilai hematokrit itik yaitu 44,2 persen dan nilai hematokrit jantan yaitu 40,7 persen (Sturkie, 1976 dalam Achmad, 2013). Pengukuran nilai hematokrit dilakukan untuk mengetahui perbandingan terhadap volume sel-sel darah merah (eritrosit). Nilai hematokrit sangat tergantung pada jumlah eritrosit, karena eritrosit merupakan masa sel terbesar dalam darah. Semakin meningkat jumlah eritrosit maka nilai hematokrit akan meningkat juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit (Sturkie, 1976 dalam Achmad, 2013). Nilai hematokrit pada kelompok itik Cihateup tanpa pemberian kitosan iradiasi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi (Tabel 5 dan Illustrasi 3), itu terjadi karena adanya gangguan metabolisme dalam darah. Hal ini menunjukkan nilai hematokrit berubah sejalan dengan perubahan erirosit. Selain eritrosit, nilai hematokrit juga berubah sejalan dengan kadar hemoglobin. Tingginya nilai hematokrit berhubungan dengan kebutuhan oksigen, dimana jumlah oksigen yang diperlukan di dalam tubuh berhubungan dengan produk metabolisme.

50 Dapat dikemukakan pula bahwa peningkatan kadar eritrosit pada kelompok itik yang diberikan kitosan (sebagaimana dijelaskan pada pembahsan 4.1 sebelumnya), menjadi alasan utama peningkatan kadar hematokrit tersebut. Kitosan yang mampu meningkatkan pertumbuhan villi dan ukuran organ hati (Smiricky-Tjardes dkk., 2003) menjadi alasan penting terhadap peningkatan hematokrit. Peningkatan pertumbuhan villi menyebabkan jumlah absorbs sekaligus efisiensi nutrient meningkat dan pertumbuhan organ hati berarti meningkatkan kapasias sel-sel hati untuk memproduksi hormon terkait sintesis sel-sel darah. 4.3 Jumlah Leukosit Itik Cihateup yang Diberi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Data hasil pengamatan jumlah leukosit itik Cihateup yang diberi dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Jumlah Leukosit Itik Cihateup Perlakuan Rata-rata Jumlah Leukosit (x10 2 per ml) Signifikansi P1 115,403 ± 14,73 a P2 110,363 ± 6.694 a Keterangan : Abjad yang tidak berbeda (a,a) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) P1 = Tanpa pemberian kitosan iradiasi P2 = Pemberian kitosan iradiasi 150 ppm

51 116 115 114 113 112 111 110 109 108 107 Jumlah Leukosit (x10 2 per ml) Tanpa Kitosan Iradiasi Kitosan Iradiasi Ilustrasi 4. Rata - rata Jumlah Leukosit Itik Cihateup yang Diberi Kitosan Iradiasi dan Tanpa Kitosan Iradiasi Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah leukosit itik Cihateup. Rata-rata jumlah leukosit itik Cihateup lebih rendah pada kelompok itik yang diberi kitosan (P2) yaitu 110,363x10 2 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan (P1) yaitu 115,403x10 2 per ml (Tabel 6 dan Illustrasi 4). Leukosit merupakan unit aktif dari sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dari serangan penyakit yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan dan status fisiologis ternak itik. Hartoyo dkk. (2015) menyatakan bahwa fungsi dari leukosit yaitu menjaga tubuh dari penyakit. Peningkatan dan penurunan leukosit dalam darah merupakan mekanisme respon tubuh terhadap penyakit. Jumlah leukosit pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ristiana (2012) yang

52 melaporkan bahwa rata-rata normal leukosit itik yaitu berkisar antara 6000-10000 sel/μl. Kisaran yang berbeda dilaporkan oleh Ismoyowati dkk. (2006), jumlah leukosit normal itik berkisar antara 5520-9110 sel/μl. Perbedaan jumlah leukosit itik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, penyakit, hormon, kondisi lingkungan dan kandungan nutrisi pakan (Soeharsono dkk., 2010; Addass dkk., 2012; Etim dkk., 2014). Pada penelitian ini, pemeliharaan dalam kondisi minim air mengakibatkan ternak percobaan mengalami stres, sehingga kortikosteron akan meningkat. Kehadiran kortikosteron dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh. Terganggunya fungsi kekebalan tubuh tersebut ditandai dengan peningkatan rasio neutrofil dan limfosit dalam darah. Rasio antara neutrofil dan limfosit dapat dijadikan indikator stres pada ternak (Sonjaya, 2012). Berdasarkan data hasil analisis yang diperoleh dari salah satu rekan dalam tim penelitian menunjukkan bahwa pemberian kitosan iradiasi sebanyak 150 ppm menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar limfosit dan neutrofil darah itik Cihateup. Rata-rata kadar limfosit lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi yaitu 7,4x10 2 per ml dibandingkan dengan kelompok itik tanpa pemberian kitosan iradiasi yaitu 6,2x10 2 per ml. Sebaliknya rata-rata kadar neutrofil lebih rendah pada kelompok itik yang diberi kitosan iradiasi yaitu 3,8 x10 3 per ml dibandingkan kelompok tanpa pemberian kitosan yaitu 4,19x10 3 per ml. Kadar neutrofil pada kedua kelompok itik tersebut masih berada dalam kisaran normal. Sebaliknya kadar limfosit pada kedua kelompok tidak berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Ismoyowati dkk.

53 (2012) yang melaporkan bahwa kisaran normal kadar limfosit yaitu 1518-2095 sel/μl, sedangkan kisaran normal kadar neutrofil 2169-6354 sel/μl. Perubahan komposisi limfosit dan neutrofil memberikan kontiribusi yang besar terhadap peningkatan leukosit. Hal ini yang menjadi penyebab, bahwa dalam keadaan cekaman panas menyebabkan peningkatan radikal bebas (Mashaly dkk., 2004). Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas sangat reaktif dan akan bereaksi dengan atom atau molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan meningkatkan kerusakan sel-sel (peroksidasi lipid) dan kematian sel. Kerusakan sel-sel dan kematian sel-sel merespon sistem immun (kelenjar-kelenjar timus, lymphoid) untuk mensekresikan lebih tinggi leukosit (antara lain neutrofil dan limfosit). Jumlah leukosit yang lebih rendah dengan pemberian kitosan (Illustrasi 4), dapat disebabkan oleh kitosan yang berfungsi sebagai antioksidan (Xie dan Liu, 2001), sehingga menyebabkan pengikatan terhadap senyawa radikal. Antioksidan adalah molekul yang mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga meredam aktivitas radikal bebas. Penurunan konsentrasi radikal bebas berarti mengurangi risiko kerusakan sel-sel dan kematian sel-sel.