KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

Transkripsi

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di pelosok masyarakat. Unggas merupakan penyumbang terbesar keperluan daging di Indonesia terutama ayam ras (52,53%) dan sebagian lainnya dari ayam lokal (10,03%) (Ditjennak, 2013). Sekarang ini, ayam lokal telah tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia dan telah menjadi ayam dengan morfologi yang beraneka ragam (Mansjoer, 1985). Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan epistatik dengan pengaruh lingkungan (non-genetik), serta tidak dapat dibedakan dengan jelas (Astuti dan Hardjosubroto, 1995). Ayam lokal merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1970, Indonesia mulai meningkatkan produksi daging ayam melalui perkembangan ayam ras pedaging (broiler), tetapi kehadirannya tidak mampu menggeser budaya masyarakat yang lebih memilih ayam lokal. Hal tersebut karena ayam lokal memiliki kelebihan dalam cita rasa yang khas dan harga relatif terjangkau sehingga potensi dalam mengganti kepopuleran konsumsi daging ayam ras pedaging masih terbuka. Taksanomi ayam lokal menurut Sarwono (2003) yaitu: Kingdom Filum : Animalia : Chordata

2 Subfilum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Vertebrata : Aves : Neonithes : Galiformes : Phasianidae : Gallus : Gallus domesticus Ayam lokal memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan ayam ras sehingga perkembangannya lambat, namun dengan perkembangan IPTEK, produktivitas ayam lokal dapat ditingkatkan dengan melalui seleksi dan perkawinan silang serta manajemen yang optimal baik dari segi perkandangan, pemberian ransum maupun tatalaksana pemeliharaannya. Peternakan ayam lokal sudah banyak yang lebih baik sebagai breeder maupun hanya pembesarannya saja. Salah satu peternakan ayam lokal yang cukup besar adalah Jimmy Farm dengan produk ayamnya yang dikenal sebagai ayam lokal Jimmy Farm. Ayam lokal Jimmy Farm merupakan salah satu ayam lokal hasil persilangan. Terdiri dari 7 macam ayam lokal asli yang disilangkan, diantaranya ayam kedu, ayam bangkok, ayam hutan, ayam pelung, ayam cemani, ayam sentul dan ayam kapas (Gabe, 2014). Persilangan yang dilakukan oleh peternakan ini diharapkan mampu mewarisi sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh masing-masing ayam tersebut baik dalam segi fisik, performa maupun hasil dagingnya. 2.2 Energi

3 Keseimbangan energi dan protein memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun ransum, apabila tidak seimbang akan mengakibatkan kelebihan atau kekurangan asupan energi dan protein dalam tubuhnya (Wahju, 1997). Energi digunakan untuk semua fungsi tubuh, seperti makan, bernafas, pencernaan makanan, tumbuh dan produksi. Energi berasal dari konsumsi ransum, pencernaan dan metabolisme pakan. Tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi sehingga dapat diperhitungkan berapa zat-zat makanan yang dikonsumsi sesuai dengan keperluan baik untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan dan produksi yang diharapkan. Karbohidrat, lemak dan protein dari bahan makanan adalah sebagai sumber energi bagi ternak unggas. Ransum yang dikonsumsi akan dicerna dan diserap oleh tubuh ternak. Produk dari pencernaan akan beredar dalam darah, masuk kedalam berbagai jaringan dan akhirnya diserap oleh sel dan dioksidasi untuk menghasilkan energi (Marks dkk, 2000). Ransum yang mengandung energi yang cukup tinggi, cenderung dapat mempercepat pertumbuhan unggas (Supardjata, 1983). Bila energi tinggi diikuti dengan kadar protein dan gizi lain yang tinggi pula, pertumbuhan tetap sangat baik (Oleyumi dan Fetuga, 1978). Secara naluriah unggas akan makan secukupnya sampai kebutuhan energi terpenuhi tetapi akan terus menerus mengonsumsi ransum sampai batas toleransi. Setelah batas itu terpenuhi, kegiatan konsumsi ransum akan berhenti (North, 1978). 1.3 Protein

4 Protein merupakan struktur penyusun jaringan tubuh terbesar setelah air serta merupakan senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Murray dan Pizzorno, 2003). Protein merupakan komponen penting penyusun jaringan sekaligus yang banyak terkandung dalam jaringan otot ternak (Church dan Pond, 1979). Protein diperlukan oleh ayam yang sedang tumbuh untuk hidup pokok, pertumbuhan bulu dan pertumbuhan jaringan (Scott dkk., 1982). Protein diperlukan sesempurna mungkin, maka asam amino essensial harus disediakan dalam jumlah yang tepat dan seimbang sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal (Anggorodi, 1990). Sumber protein pakan yang baik adalah mampu memasok asam amino sesuai dengan keperluan ternak tersebut dalam jumlah dan keseimbangan yang cukup. 2.4 Keperluan Energi dan Protein Ayam Lokal Keseimbangan energi dan protein memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun ransum, apabila tidak seimbang akan mengakibatkan kelebihan atau kekurangan asupan energi dan protein dalam tubuhnya (Wahju, 1997). Banyaknya ransum yang dikonsumsi akan mempengaruhi daya produksi dari ternak tersebut, apabila energi yang dikonsumsi berlebih maka akan di manfaatkan untuk disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Tillman, 1998; Jull, 1979). Keperluan untuk ayam lokal pedaging adalah 19% protein (0-6 minggu) dan 15% protein (>6-12 minggu) dengan energi metabolis 2900 kkal/kg (Iskandar, 2001). Protein 17%, energi 2900 kkal/kg dan 3100 kkal/kg serta protein 20%, energi 2900 kkal/kg dan 3100 kkal/kg dapat meningkatkan performans ayam lokal (Husmaini, 2000). Pada ayam tipe ringan umur 2-8 minggu memerlukan energi metabolis antara

5 kkal/kg dan protein ransum antara 18% - 21,4% (Scott dkk, 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam kampung pada masa pertumbuhan dapat diberikan ransum yang mengandung energi metabolis sebanyak kkal/kg dengan protein lebih besar sama dengan 18% (Sutama, 1991). 2.5 Darah Darah ayam mengandung eritrosit, leukosit dan trombosit yang tersuspensi dalam plasma darah (Khan dan Zafar, 2005). Jumlah sel darah merupakan indikator terhadap produksi dan kualitas sel darah. Jumlah sel darah yang kurang dari normal akan menyebabkan hewan mudah terkena penyakit, sehingga jumlah sel darah digunakan untuk diagnosis, pengobatan dan prognosis suatu penyakit (Tian W.X, dkk., 2013). Fungsi eritrosit secara umum berkaitan dengan fungsi hemoglobin yaitu berperan dalam pertukaran gas dan distribusi oksigen kedalam sel yang diperlukan oleh sel untuk proses metabolisme (Guyton, 1995). Selain itu eritrosit berperan pula dalam fungsi kekebalan tubuh secara menyeluruh yaitu mulai dari identifikasi, adhesi dan pembunuhan patogen sehingga mampu meregulasi sistem kekebalan tubuh (Tian W.X dkk., 2013). 2.6 Total Protein Protein plasma merupakan bagaian utama plasma darah yang terdiri dari campuran yang sangat kompleks yaitu protein sederhana dan protein konjugasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra, 1989). Protein plasma menurut R. D. Frandson (1992) memiliki 4 fungsi yaitu: 1. Fungsi Pengangkutan

6 Terdapat banyak zat-zat plasma yang tidak larut di dalam air tetapi apabila terikat dalam protein plasma menjadi terlarut dan karenanya mudah untuk diangkut di dalam plasma. Contohnya zat besi, tiroksin dan kortisol. Fungsi pengangkutan ini juga berperan sebagai tempat penampungan sementara bagi beberapa zat dalam plasma yang kemudian dapat menggantikan zat tersebut dalam bentuk bebas apabila konsentrasi bentuk bebas tersebut menurun. 2. Fungsi Imunitas Fraksi gamma globulin dari protein plasma terikat dengan imunitas dan resistensi terhadap penyakit. Fraksi ini memberikan respon kekebalan misalnya antibodi yang bereaksi terhadap antigen seperti bakteria atau protein-protein asing baik dengan menetralkan antigen ataupun memecahkannya. Gamaglobulin yang ada dalam darah akan meningkat setelah vaksinasi dan selama penyembuhan dari penyakit. 3. Fungsi Bufer Protein plasma membantu mencegah terjadinya perubahan-perubahan besar dalam ph darah. Fungsi bufer ini dapat berlangsung karena protein mempunyai gugus amida dan karboksil yang mengion serta dapat menerima lebihan ion hidrogen di dalam plasma atau memberikan ion hidrogen ke dalam plasma tetapi bufer darah yang lebih penting lainnya adalah bikarbonat, sulfat, fosfat dan hemoglobin. 4. Mempertahankan Tekanan Osmotik Tekanan osmotik total dari plasma pada suhu tubuh normal sekitar 290 mosm/liter. Protein dengan berat molekul yang besar (koloid) menyumbang hanya sebesar 1 atau 2 mosm/liter, sisanya berasal dari protein-protein dengan berat

7 molekul yang rendah meskipun konsentrasi maupun massanya rendah. Hal ini terjadi karena tekanan osmotik tergantung pada jumlah partikel-partikel yang aktif secara osmotis di dalam larutan dan bukan massa dari partikel serta jumlah protein yang berat molekulnya rendah sangat banyak dibandingkan dengan jumlah protein dengan berat molekul yang tinggi. Sel darah pada unggas memiliki masa hidup yang singkat dibandingkan mamalia. Rata-rata masa hidup eritrosit unggas rata-rata 28 sampai 35 hari (Sturkie, 1976). Tingkat metabolisme yang tinggi pada unggas mengakibatkan kinerja eritrosit lebih tinggi pula, sehingga sel darah merah cepat mati dan kembali bersiklus. Temperatur tubuh unggas yang tinggi menyebabkan tingkat proses metabolisme juga semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan pengangkutan darah harus lebih cepat. Menurut Sturkie (1976), meskipun masa hidup eritrosit unggas singkat namun daya tahannya cukup tinggi. Sel darah merah pada unggas akan mengalami hemolisis seluruhnya dengan penambahan NaCl 0,40-0,48% dan akan hemolisis seluruhnya pada konsentrasi NaCl 0,27-0,28%. Penyesuaian bentuk sel darah merah terhadap proses fisiologis tubuh unggas antara lain dengan tingkat fleksibilitas sel darah untuk mampu bergerak bebas dengan kecepatan yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan panas tubuh dari unggas. Eritrosit pada unggas memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan mamalia. Ukurannya bervariasi tergantung dari spesiesnya (Gunnasrson, 2012). Ukuran yang lebih besar terkait dengan jumlah molekul globin yang mampu dibawa dalam satu sel darah

8 merah. Meskipun ukuran sel darah merah unggas lebih besar namun bentuknya lebih datar, sehingga pergerakannya lebih cepat. Hati mensintesis dan melepaskan lebih dari 90% protein plasma (Martini dkk., 1992). Terdapat 3 fraksi utama protein dalam darah yaitu albumin, globulin dan fibrinogen. Albumin, fibrinogen dan globulin (50-80%) disintesis di hati, sedangkan sisa globulin lainnya dibentuk di jaringan limfoid. Secara fisiologis, konsentrasi protein serum dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, nutrisi, stress dan kehilangan cairan (Kaneko, 1997). Albumin dan globulin merupakan komponen protein darah yang penting. Selain berfungsi sebagai zat pengangkut macam-macam molekul yang lebih kecil di dalam darah misalnya asam-asam lemak dan pigmen-pigmen empedu, albumin juga memiliki peran sebagai prekursor sel-sel darah putih sebagai zat imun. Globulin dalam komponen darah mempunyai peranan sangat penting karena antibodi merupakan globulin gamma (Hicks dkk., 1998). Protein juga penting untuk mengatur keseimbangan air tubuh. Protein berfungsi untuk membantu penyebaran cairan tubuh secara merata antara darah dan jaringan tubuh. Jika kadar protein dalam plasma darah menurun misalnya pada kondisi defisiensi protein, maka cairan akan berakumulasi dalam jaringan yang menyebabkan suatu keadaan disebut udema. 2.7 Kerapuhan Sel Darah Merah Sel darah merah pada unggas memiliki masa hidup yang singkat, namun daya tahannya cukup tinggi. Rata-rata daur hidup eritrosit pada unggas yaitu 28 sampai 35 hari (Sturkie, 1976). Selain itu sel darah merah pada unggas berbentuk elips dan

9 berinti memiliki membran sel yang bersifat semi permiabel terhadap lingkungan disekitarnya serta mempunyai batas tekanan dari luar. Membran sel dilapisi oleh lemak, protein, karbohidrat, glikoprotein dan kolesterol (Kusumawati, 2004). Berbagai nutrien ini disediakan dari ransum yang dikonsumsi, sehingga kandungan nutrien ransum terutama energi dan protein berpengaruh pada kondisi membran sel tersebut. Kekuatan maksimum yang terjadi pada membran eritrosit dalam menahan tekanan dari luar sampai terjadinya hemolisis disebut sebagai kerapuhan atau fragilitas (Swenson, 2005). Beberapa faktor yang memengaruhi fragilitas eritrosit antara lain spesies hewan, lingkungan, penyakit, nutrisi, penyimpanan darah, antikoagulan dan lain sebagainya. Tekanan maksimum fragilitas pada ayam berada pada taraf pemberian NaCl sebesar % (Mafudvadze dan Erlwanger, 2007). Kerapuhan sel darah merah erat kaitannya dengan keberadaan protein dan energi dalam ransum, kerapuhan sel darah merah adalah ukuran dari respon terhadap tekanan osmotik dan dipengaruhi oleh beberapa faktor ekstrinsik dan intrinsik. Semakin tinggi pemberian tingkat protein maka hemolisis menurun, hal ini terjadi mungkin karena protein yang diserap lebih banyak untuk proses eritropoiesis sedangkan energi digunakan dalam membantu proses eritropoiesis tersebut (Mafudvadze dan Erlwanger, 2007). Uji kerapuhan sel darah merah dilakukan untuk menilai kejadian lisis eritrosit akibat adanya tekanan osmotik. Tingkat fragilitas osmotik eritrosit dipengaruhi membran plasma eritrosit, membran ini bersifat permeable terhadap molekul air (H 2 O). Membran eritrosit yang menipis akibat kekurangan protein mengakibatkan

10 membran plasma tidak dapat menahan tekanan tinggi intrasel sehingga sel akan pecah dan hemoglobin akan dilepaskan (Paleari & Mosca, 2008).