PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses perubahan yang membuat keadaan sekarang diharapkan akan menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pembangunan nasional atau pembangunan daerah pun memiliki hakekat yang sama yakni perubahan secara terus-menerus pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Hal tersebut dilakukan guna mencapai peningkatan taraf hidup serta mencapai masyarakat yang adil dan makmur secara material dan spiritual. Oleh sebab itu, semua kebijakan akan terus diarahkan dan diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia secara menyeluruh dan merata sesuai dengan UUD 1945. Akan tetapi, pembangunan yang telah dilakukan selama ini cenderung lebih diprioritaskan pada pembangunan ekonomi (fisik). Kenyataan ini diperkuat melalui fakta pada Gambar 1 Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (2004) Gambar 1. Rata-rata Belanja Publik Untuk Kesehatan dan Pendidikan (% dari PDB)
Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa persentase pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebagai sektor yang dapat meningkatkan kualitas manusia, paling rendah jika dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN lainnya. Padahal hakikat pembangunan tidaklah sesempit itu. Pembangunan pada akhirnya harus bermanfaat bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya dan harus dapat mengangkat kualitas dari masyarakatnya tersebut. Hal ini berarti, dalam melaksanakan pembangunan ini kita tidak boleh melupakan unsur manusia yang tinggal di dalamnya. Dengan kata lain, penduduk harus ditempatkan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan. 1 Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia tidak hanya masalah pertumbuhan penduduk dan pengangguran saja, melainkan juga menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM). Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (Human Development Report 2005), Indonesia berada pada level menengah (Medium Human Development), dengan peringkat ke-110 dari 117 negara dengan nilai IPM 0.697 yang secara regional jauh berada di bawah peringkat negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 2 SDM yang tidak berkualitas akan menjadi penyebab sulitnya upaya mencari penghidupan yang layak, sehingga menyebabkan kemiskinan. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingginya jumlah kemiskinan di Indonesia dan bahkan mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin secara nasional tercatat sebesar 36.1 juta jiwa atau 16.66 persen dari total penduduk Indonesia, kemudian BPS menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di 1 http://indradarmawanusd.wordpress.com/2006/12/02/pembangunan-manusia-dan-pemberdayaanmasyarakat-miskin/ diakses tanggal 22 Februari 2008 (13:30) 2 http://www.menkokesra.go.id/content/view/808/39/ diakses tanggal 22 Februari 2008 (15:25)
Indonesia naik dari 35.1 juta orang (15.97 persen) pada Februari 2005 menjadi 39.05 juta orang (17.75 persen) pada Maret 2006. Disamping itu, tingkat kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia, hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan AS$1 AS$2 per hari (World Bank, 2006). Hal tersebut menunjukkan banyaknya rakyat Indonesia yang rawan kemiskinan artinya sedikit saja goncangan pada perekonomian menjadikan banyak masyarakat Indonesia yang hampir miskin menjadi termasuk ke dalam golongan miskin (World Bank, 2006). Disamping tingginya angka kemiskinan di Indonesia, masalah disparitas juga masih tinggi di Indonesia sehingga hal tersebut dapat memperparah kemiskinan. Masalah ketimpangan ini terjadi antara perdesaan dan perkotaan dan antar daerah di Indonesia. Adanya disparitas antara desa dengan kota tersebut dapat terlihat dari perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia berikut. Tabel 1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, 1998-2006 Penduduk Miskin Tahun Absolut (juta Jiwa) Relatif (%) Kota Desa Total Kota Desa Total 1998 17.6 31.9 49.5 21.9 25.7 24.2 1999 15.7 32.3 48.4 19.5 26.1 23.5 2000 12.3 26.4 38.7 14.6 22.4 19.1 2001 8.6 29.3 37.9 9.8 24.8 18.4 2002 13.3 25.1 38.4 14.5 20.1 18.2 2003 12.2 25.1 37.3 13.6 20.2 17.4 2004 11.5 24.6 36.1 12.6 19.5 16.6 2005 13.3 23.5 36.8 12.5 20.6 16.7 2006 14.5 24.8 39.3 13.5 21.8 17.8 Sumber: BPS, Data dan Informasi Kemiskinan (diolah)
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa setiap tahun, jumlah absolut dan relatif penduduk miskin di wilayah pedesaan di Indonesia selalu lebih besar dari wilayah perkotaan. Di samping itu, World Bank (2006) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan yang terdapat di dalam daerahdaerah di Indonesia. Misalnya, angka kemiskinan di Jawa/Bali adalah 15.7 persen, sedangkan di Papua adalah 38.7 persen. Meskipun tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih tinggi di kawasan Indonesia Bagian Timur, akan tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk padat. Sebagai contoh, meskipun angka kemiskinan di Jawa/Bali relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni 57 persen dari jumlah total rakyat miskin Indonesia dibandingkan Papua yang hanya memiliki tiga persen dari total rakyat miskin. Hal tersebut juga yang mendasari mengapa penelitian ini difokuskan pada Propinsi Jawa Barat, karena Jawa Barat merupakan Propinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 40.74 ribu jiwa (BPS, 2007). Kebijakan-kebijakan pengentasan kemiskinan telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut akan tetapi pelaksanaannya belum efektif karena adanya kekurangan dalam implementasi program pengentasan kemiskinan yang akhirnya dapat memperkuat dan membangun kapasitas masyarakat miskin (Karim, 2005). Ketidakefektifan kebijakan pemerintah tersebut dapat terlihat dari perkembangan penduduk miskin di Indonesia (Tabel.1) yang masih jauh dari angka kemiskinan yang dapat dicapai pada sebelum terjadi krisis 1997 lalu, yaitu mencapai 11.34 persen atau secara
absolut mencapai 22.5 juta jiwa pada tahun 1996. Oleh sebab itu, masalah kemiskinan harus diatasi secara menyeluruh dari akar permasalahannya dan meliputi semua wilayah baik kota, desa dan meliputi seluruh daerah di Indonesia agar tercapai kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kajian mengenai hal yang berpengaruh terhadap kemiskinan suatu wilayah menjadi penting untuk dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang kompleks dan dilematik bagi negara yang sedang berkembang. Hal ini terjadi seiring dengan semakin meningkatnya penduduk dan berkembangnya wilayah. Peningkatan penduduk yang tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan kebutuhan dasar manusia dan upaya-upaya peningkatan daya beli akhirnya akan menyebabkan kemiskinan. BPS (2007) menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia yaitu mencapai 40.74 ribu jiwa pada tahun 2007. Hal tersebut menunjukan besarnya potensi sumber daya manusia bagi perkembangan wilayah Jawa Barat. Selain itu, kondisi geografis Jawa Barat yang strategis merupakan suatu keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan, yang akhirnya dapat mendukung sektor perdagangan sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian. Akan tetapi pada faktanya, kemiskinan di Jawa Barat terus saja menjadi suatu permasalahan yang tak kunjung habis dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah penduduk yang dikategorikan ke dalam penduduk miskin terutama setelah krisis, dimana angka kemiskinan meningkat sangat signifikan dari tahun 1996 yang mencapai 3962 juta orang (9.88%) menjadi 7019 juta orang
(20.3%) pada tahun 1999. Setelah tahun 1999 angka kemiskinan mulai menurun. Sampai pada tahun 2004, angka kemiskinan absolut mencapai 4654 juta orang, akan tetapi pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Jawa Barat meningkat kembali menjadi 5138 juta atau sebesar 13.06 persen dari total jumlah penduduk Jawa Barat dan bahkan semakin meningkat pada tahun berikutnya, yakni mencapai 5713 juta orang atau 14.49 persen pada tahun 2006. Disisi lain, kondisi perekonomian Jawa Barat cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari indikator ekonomi yang ditinjau dari LPE, PDRB, dan pendapatan perkapita yang semakin baik (Tabel 2). Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi, PDRB, Pendapatan per kapita Jawa Barat Tahun 2003-2006 Atas Dasar Harga Konstan. Tahun 2003 2004 2005 2006 LPE (%) 4.53 5.16 5.62 6.01 PDRB (Rp. juta) 220965313.81 23305690.94 242935199.00 257535975.14 Pendapatan Perkapita (Rp) 5823607.80 6036063.44 5918551.18 6162961.23 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka (diolah) Berdasarkan Tabel 2. tersebut terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun 2000 memiliki kecenderungan yang semakin meningkat. Tahun 2003 laju pertumbuhan ekonomi produk domestik regional bruto atas harga konstan tahun 2000 mencapai 4.53 persen dan terus mengalami peningkatan hingga 6.01 persen pada tahun 2006. Besaran PDRB juga semakin meningkat dari 221 trilyun rupiah pada tahun 2003 menjadi 258 trilyun rupiah pada tahun 2006. Hal yang sama juga terjadi pada pendapatan per kapita Jawa Barat. Pendapatan per kapita meningkat dari 5.8 juta rupiah pada tahun 2003 menjadi 6.2 juta rupiah pada tahun 2006. Akan tetapi
kondisi tersebut belum dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya berbagai permasalahan yang belum dituntaskan yakni masalah kemiskinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang rumit. Perbaikan indikator ekonomi tidak serta merta menunjukan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan harus diatasi secara menyeluruh dan tidak cukup hanya dilakukan dari sisi pembangunan ekonomi saja, pembangunan manusia diduga sangat penting dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk meningkatkan nilai asetnya (Lanjouw, Pradhan, Saadah, Sayed, dan Sparrow, 2001 dalam Brata, 2005). Dari uraian di atas maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kemiskinan, gambaran komponen indeks pembangunan manusia yakni angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, daya beli, infrastruktur sosial, tingkat pengangguran, dan angka ketergantungan di Propinsi Jawa Barat? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Propinsi Jawa Barat? 3. Bagaimana implikasi kebijakan berdasarkan tujuan satu dan dua untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Propinsi Jawa Barat? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Mendeskripsikan tingkat kemiskinan, gambaran komponen indeks pembangunan manusia yakni angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, daya beli, infrastruktur sosial, tingkat pengangguran, dan angka ketergantungan di Propinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. 3. Merumuskan implikasi kebijakan berdasarkan tujuan satu dan dua untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 1. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi dalam penelitian selanjutnya. 2. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam merumuskan arah pelaksanaan pembangunan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini adalah melihat hubungan antara komponen indeks pembangunan manusia dengan kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. Komponen indeks pembangunan manusia ini meliputi angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, purchasing power parity, dan angka melek huruf yang diperoleh dari BPS dalam terbitannya mengenai komponen penyusunan IPM, sedangkan kemiskinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persentase jumlah penduduk miskin yang diperoleh dari Data dan Informasi
Kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS dan berdasarkan pada kriteria dari Badan Pusat Statistik, dimana penduduk miskin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penduduk yang memiliki pendapatan atau tingkat pengeluaran dibawah garis kemiskinan. Hubungan antara komponen indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan dalam penelitian ini disertai variabel-variabel lain seperti tingkat pengangguran, angka beban ketergantungan dan skor infrastruktur sosial untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Propinsi Jawa Barat. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap persentase jumlah penduduk miskin dibatasi pada variabel-variabel yang terkait dengan aspek ekonomi dan sosial. Adanya keterbatasan data juga membatasi unit time series yang digunakan yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 dan unit cross section adalah wilayah Kabupaten/Kota sebelum dilakukan pemekaran.