BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Deddy Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan semakin menonjol (local-specific) (Rusdiyanto, dkk. 2007). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan antardaerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa. Propinsi Banten adalah sebuah propinsi yang terbentuk mulai dari tahun 2000 berdasarkan UU No 23 tahun 2003, yang terbagi atas Banten Utara yang meliputi Kabupaten Serang Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon dan Banten Selatan yang meliputi, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang. Dalam usia yang relatif masih sangat muda untuk sebuah propinsi, tentulah masih sangat banyak masalah yang menyertainya. Di antaranya adalah masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, persebaran lapangan pekerjaan dan angkatan kerja, tingkat pertumbuhan pembangunan manusia (IPM), pengangguran dan kemiskinan. Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, hampir tidak satu program pun yang tidak memperhatikan
2 2 penduduk. Semua jenis program pembangunan tentunya diintegrasikan dan akan dibawa ke dalam suatu tujuan pembangunan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Oleh karena itu informasi kependudukan, dengan berbagai karakteristik, kecenderungan dan diferensiasinya menjadi semakin penting. Menurut BPS (2007) bahwa penduduk miskin di Banten Selatan relatif tinggi dibandingkan dengan Banten Utara sehingga mengindikasikan bahwa pendapatan yang rendah di Banten Selatan dan berakibat daya beli masyarakat yang cukup rendah. Dalam Gambar 1.1. disajikan data persentase penduduk miskin antar kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Gambar 1.1. Jumlah Penduduk Miskin Per Kabupaten/Kota Tahun (%) Sumber : Susenas, Tahun 2008 Jika dilihat dari Gambar 1.1. akan terlihat bahwa mulai dari tahun 2002 sampai tahun 2008 Kabupaten Lebak masih berada di golongan tinggi dalam hal jumlah penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk miskin paling signifikan terjadi antara tahun 2002 ke tahun Kemudian pada tahun 2005 sampai tahun 2007 terjadi kenaikan dalam hal jumlah penduduk miskin dengan loncatan yang sangat sifnifikan. Pada tahun 2008, tingkat kemiskinan penduduk miskin di Kabupaten Lebak berada pada posisi kedua di bawah Kabupaten Tangerang. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan (Todaro, 2006). Hal
3 3 tersebut sesuai dengan kepedulian pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut RPJMN Banten , sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah menekan pertumbuhan penduduk dan jumlah pengangguran terbuka. Kondisi ini dirasakan sangat kontradiktif mengingat banyaknya perusahaan yang ada di kawasan Cilegon-Serang-Tangerang. Arah Kebijakan dalam RPJMD adalah a) menekan angka kemiskinan, (b) menciptakan kesempatan kerja, (c) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (d) meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan (e) meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta (f) meningkatkan stabilitas keamanan daerah (RPJMN Banten ). Dalam RPJM Provinsi Banten tahun salah satu program prioritas yaitu penanggulangan kemiskinan, untuk wilayah yang ada di Banten Selatan (Lebak dan Pandeglang) lebih besar persentase kemiskinan dari total persentase kemiskinan Provinsi Banten. Kabupaten Lebak semenjak awal krisis ekonomi sampai dengan tahun 2001 yang merupakan awal terbentuknya provinsi Banten memiliki persentase kemiskinan yang tinggi di antara kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Begitu juga dengan Kabupaten Pandeglang semenjak krisis sampai otonomi daerah tingkat kemiskinan cenderung perubahan tiap tahun tidak terlalu banyak berubah, sehingga dapat dikatakan berlakunya otonomi daerah belum menunjukkan arah yang semakin membaik bagi Banten Selatan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon) persentase kemiskinan berada di bawah rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Banten kecuali Kabupaten Serang masih berada di atas rata-rata provinsi Banten, sedangkan yang perkembangannya relatif lebih maju, persentase penduduk miskin relatif lebih rendah terutama bagi Kota Cilegon. Berdasarkan UU No 19 Tahun 1999 dimekarkan dari Kabupaten Serang melihat perkembangan kedua wilayah tersebut ternyata Kota Cilegon menunjukkan arah yang semakin membaik dalam penanggulangan kemiskinan yang dapat dilihat pada tahun 2006 mencapai 4,99 persen. Hal ini menunjukkan isu kesenjangan antar wilayah terutama Banten Utara dan Banten Selatan sampai sekarang memang masih menjadi perdebatan. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Lebak Tahun berada pada kondisi yang fluktuatif akibat dampak negatif yang
4 4 ditimbulkan oleh krisis global pada pertengahan tahun Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu mempertahankan perekonomian di Kabupaten Lebak secara positif. Dalam Gambar 1.2. disajikan data mengenai LPE di Kabupaten Lebak: Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Lebak ( ) Sumber : Lebak dalam Angka, Tahun 2008 Dari Gambar 1.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Lebak mengalami fase yang fluktuatif dari tahun 2001 sampai Penurunan tingkat LPE terparah terjadi pada tahun Hal ini mungkin dikarenakan masih terjadi proses transisi dari pembentukan Propinsi Banten. Kemudian kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada periode , dengan sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar. Data penduduk sebagaimana data lainnya, sangat diperlukan dalam berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama setelah adanya pergeseran paradigma pembangunan yang tidak hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata tetapi upaya meningkatkan kualitas SDM telah menjadi tumpuan dan tujuan pembangunan itu sendiri. Berkenaan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten, maka tantangan terbesar bagi Kabupaten Lebak adalah upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang selama ini menjadi salah satu hambatan dalam proses pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lebak. Potensi sumber daya alam tidak akan mempunyai nilai jika tidak dikelola secara berkelanjutan dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat.
5 5 Khusus untuk Kabupaten Lebak, permasalahan demografi yang dihadapi yaitu berkaitan dengan jumlah penduduk miskin yang masih menunjukkan angka tinggi. Pada tahun 2005 tercatat proporsi penduduk miskin dari total keluarga di Kabupaten Lebak sebesar 25% dengan jumlah keluarga miskin tahun 2005 sebanyak KK, dengan kecenderungan meningkat pada tahun Permasalahan yang lain adalah kepadatan penduduk yang tidak merata akibat dari persebaran penduduk yang tidak merata di semua wilayah. Kepadatan penduduk tinggi terdapat di Kota Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon serta di Kawasan Pariwisata Pantai Carita. Sementara di wilayah lain, kepadatan penduduk relatif rendah. Jumlah penduduk Propinsi Banten pada tahun 2001 berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2001 adalah jiwa. Luasnya wilayah dan sangat beragamnya kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat menyebabkan permasalahan kemiskinan di Kabupaten Lebak menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan tetapi kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Oleh karena itu, masalah kemiskinan menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Suatu daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi yang sedang terjadi. Kabupaten Lebak adalah daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tujuan penting yang akan dicapai untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta kemiskinan antar daerah. Secara spasial, sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak melanda semua wilayah. Menurut Dinas Keluarga Berencana dan Kependudukan Kabupaten Lebak tahun , jumlah keluarga miskin mencapai KK, berasal dari jumlah KK yang masuk dalam Keluarga Prasejahtera, baik dengan alasan ekonomi
6 6 maupun non ekonomi. Sebagai salah satu kabupaten tertinggal di Indonesia, besaran keluarga miskin tersebut dirasa wajar jika dibandingkan dengan data akhir tahun 2003 masih terdapat 190 desa tertinggal dari 300 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Lebak, atau 63,33% dari desa/kelurahan di Kabupaten Lebak adalah desa tertinggal. Sedangkan untuk sebaran kepadatan penduduk miskin wilayah di Lebak Utara mendominasi persebarannya. Persebaran kemiskinan ini mengelompok membentuk suatu kantong kemiskinan. Persebaran dari kantong kemiskinan yang terjadi di desa-desa di Kabupaten Lebak disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang bisa menjadi pemicu munculnya kantong kemiskinan adalah ketersediaan aset dan ketersediaan sarana prasarana pendukung, serta kualitas SDM yang buruk. Terdapat beberapa hal yang cukup menarik dalam pembangunan sumber daya manusia di tingkat Kabupaten Lebak. Pertama, secara geografis Kabupaten Lebak ini berada dalam zona strategis, baik dalam sektor pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan hingga industri. Selain itu, Jarak kabupaten hanya 70 km dengan pusat pemerintahan negara, Jakarta. Namun yang terjadi justru kualitas sumber daya manusia Kabupaten Lebak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan angka IPM antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Rendahnya IPM tersebut mencerminkan rendahnya kualitas sumber daya manusia Kabupaten Lebak. Secara umum, terjadi disparitas kualitas sumber daya manusia antar kabupaten di Provinsi Banten, hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.3. Gambar 1.3. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2008 Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 1.3. pada tahun 2008 tingkat IPM di Kabupaten Lebak berada pada posisi paling bawah jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang
7 7 ada di Propinsi Banten. Tingkat IPM Kabupaten Lebak hanya sebesar 67,10. Masih jauh jika dibandingkan dengan IPM Kabupaten Tangerang sebesar 70,73. Walaupun Kabupaten Tangerang adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbesar yang ada di Propinsi Banten. Kabupaten yang mempunyai nilai IPM mendekati nilai Kabupaten Lebak adalah Kabupaten Pandeglang disusul Kabupaten Serang. Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun. Angka tersebut masih di bawah rata-rata Provinsi Banten yang telah mencapai 64,45 tahun (Dinkes Kab. Lebak, 2009). Dengan kata lain, kualitas hidup sumber daya manusia di Kabupaten Lebak masih di bawah kabupaten/kota lain di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil pendataan SUSENAS (2009), persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis di Kabupaten Lebak adalah 94,20 persen, sedangkan rata-rata provinsi Banten sebesar 95,68 (Bappeda Kab. Lebak, 2009). Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus SD. Pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Tingginya rata-rata lama sekolah di tingkat provinsi ini disumbangkan oleh daerah lain yang jauh lebih maju, khususnya daerah perkotaan seperti Kota Cilegon dan Kab/Kota Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menerangkan informasi perbandingan lama sekolah antara Lebak dengan Banten. Tabel.1.1. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lamanya Sekolah Kabupaten Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Tahun Tahun Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Kab. Lebak Prov. Banten Kab. Lebak Prov. Banten Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010
8 8 Selain itu pada tahun 2007 jika melihat dari jumlah anak usia sekolah usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Lebak, jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten, maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Lebak masih berada pada posisi yang rendah. Tabel 1.2. Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten/Kota di Banten Kab/Kota Kab Pandeglang (31,99%) Lebak (43,28%) Tangerang (23,51%) Serang (31,50%) Kota Tangerang (14,44%) Cilegon (18,63%) Pendidikan yang Ditamatkan < SD SD/Sederajat SLTP SLTA D I/II D III/Univ Total (43,45%) (41,47%) (27,16%) (37,19%) (19,62%) (25,01%) (14,13%) (9,83 %) (19,34%) (17,19%) (22,40%) (23,31 %) Sumber: Banten dalam Angka, Tahun (8,22 %) (4,41%) (22,64 %) (11,76 %) (34,20 %) (28,03%) (0,65 %) (0,54 %) (0,67 %) (0,66%) (0,53%) (0,55 %) (1,55%) (0,46 %) (6,67%) (1,71 %) (8,81 %) (4,47 %) (100%) (100%) (100%) (100%) (100%) (100%) Berdasarkan data pada Tabel 1.2. diketetahui bahwa jika dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Banten, Kabupaten Lebak masih dikategorikan sebagai daerah yang masih kurang dalam hal meluluskan pendidikan masyarakatnya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Kasus pendidikan yang ditamatkan dengan komposisi paling besar hanya sebatas lulusan < SD yaitu sebesar 43,28% dari total kelulusan dan SD Sederajat yaitu sebesar 41,47% dari total kelulusan. Faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat IPM Kabupaten Lebak jika dibandingkan dengan wilayah lain di Propinsi Banten masih rendah. Masalah lainnya adalah terjadinya disparitas pembangunan modal manusia antar wilayah di Kabupaten Lebak. Disparitas terlihat dari rendahnya implementasi pelayanan publik dari infrastruktur. Pada tahun 2009, kondisi bangunan sekolah dasar hanya persen yang kondisinya baik, sedangkan persen dalam keadaan rusak. Wilayah Lebak di luar Kecamatan Rangkasbitung masih kekurangan sekitar tenaga pengajar dan tenaga kesehatan (Bappeda
9 9 Kab. Lebak, 2009). Sebagian besar infrastruktur yang rusak berada di daerah Lebak bagian selatan dan tengah. Faktor lain yang menjadi penyebabnya kemiskinan di Kabupaten Lebak adalah aksesibilitas jalan kabupaten yang sangat buruk sehingga menyebabkan sulitnya akses ekonomi. Menurut penuturan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lebak (2009), dari keseluruhan jalan Kabupaten, hanya 20 persen saja yang layak pakai selebihnya rusak ringan hingga berat. Untuk bisa meraih wilayah Lebak bagian selatan, masyarakat harus menempuh jarak sepanjang 150 km, karena harus melalui jalan putar jalur Kabupaten Pandeglang. Padahal jarak tempuh terjauh apabila melalui jalan Kabupaten Lebak adalah sepanjang 70 km. Besarnya ongkos perjalanan ekonomi ini secara tidak langsung menjadi faktor penghambat laju pertumbuhan ekonomi. Kurangnya pelayanan publik baik berupa infrastruktur serta tenaga pengajar dan kesehatan tersebut menyebabkan proses pembangunan human capital pun berjalan lambat. Terbukti bahwa sebagian besar penduduk usia sekolah di wilayah Lebak bagian selatan dan tengah adalah lulusan sekolah dasar yakni berkisar 80 persen. Penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan sekolah menengah hanya 5 persen. Jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana pun masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu juga ditambah dengan banyaknya kasus gizi buruk di wilayah Lebak Selatan dan Tengah, di tahun 2008 ditemukan sekitar kasus gizi buruk. Fakta-fakta yang menunjukkan faktor pembentuk kantong kemiskinan ini dilatarbelakangi oleh dua faktor yang sangat menentukan, yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat buruknya pelayanan publik. Lingkaran setan berupa buruknya pelayanan publik terhadap pembangunan sumber daya manusia atau human capital menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan akhirnya memunculkan atau meningkatkan kondisi kemiskinan di Kabupaten Lebak Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi harus didorong untuk mencapai kesejahteraan penduduk serta mengurangi kesenjangan yang terjadi antara Kabupaten Lebak dengan wilayah sekitarnya terutama wilayah Jabotabek dan wilayah Banten bagian utara. Kabupaten Lebak sampai saat ini merupakan salah satu wilayah yang terbelakang di antara kabupaten dan kota di Propinsi Banten. Keterbelakangan
10 10 yang terjadi bisa didasarkan pada ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, seperti akses jalan dan jembatan. Dimana jalan di Kabupaten Lebak dari tahun kecenderungan yang terjadi adalah semakin panjang km yang mengalami kerusakan. Selain sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan lewat nilai IPM, Kabupaten Lebak juga menempati urutan paling bawah. Sedangkan dari sisi kepemilikan aset, yaitu lahan pertanian belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Menurut Bappeda Kabupaten Lebak 2008, potensi potensi sawah tadah hujan baik yang bisa dikembangkan dan yang tidak bias dikembangkan adalah seluas Ha dengan rincian : a) sawah yang bisa dikembangkan seluas Ha, dan b) sawah yang tidak bisa dikembangkan seluas Ha. Akibatnya adalah hasil yang diperoleh petani tidak maksimal. Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan berkelanjutan. Berbagai keterbatasan kapasitas dan ketertinggalan kondisi wilayah yang terdapat di perdesaan, senantiasa dihadapkan pada isu disparitas regional yang bersifat makro bahwa Kabupaten Lebak adalah salah satu dari 199 Daerah Tertinggal di Indonesia, yang sekaligus merupakan daerah terluas dalam wilayah Propinsi Banten. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kebutuhan mendasar atas ketersediaan suatu sistem perencanaan pembangunan daerah yang dapat menjamin keseimbangan antar sektor dan regional, yang berorientasi kepada pembangunan perdesaan. Melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi tersebut bisa berasal dari bidang agrobisnis, pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, pertambangan dan energi, properti, dan pariwisata. Peran pemerintah daerah sebagai pihak pembuat kebijakan harus jeli untuk mampu melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak. Kebijakan dan rencana baik jangka panjang atau pendek yang diambil harus lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan menimbulkan permasalahan jangka pendek dan panjang yang pada akhirnya akan membahayakan proses pembangunan itu sendiri. Mengangkat permasalahan kemiskinan dan mencari alternatif upaya
11 11 penanggulangannya menjadi suatu prioritas dalam pembangunan merupakan suatu hal yang sangat tepat. Masalah terbesar yang sekarang dihadapi oleh Kabupaten Lebak adalah mengenai kemiskinan masyarakatnya. Banyak pendapat yang di keluarkan oleh paa tokoh ekonomi alas an mengukur kemiskinan. Justifikasi yang paling kuat adalah yang diberikan oleh Ravallion dalam Tono (2009) yang mengatakan bahwa a credible measure of poverty can be a powefull instrument for focusing the attention of policy makers on the living conditions of the poor (pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi penitikberatan perhatian pengambil kebijakan pada kondisi hidup orang miskin). Dalam menelaah kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan, perlu terlebih dahulu diperhatikan faktor-faktor penyebab kemiskinan atau dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan. Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro, sektor, komunitas, rumah tangga, dan individu (World Bank, 2002). Selain itu agar kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat tepat sasaran, diharapkan pemerintah mampu melihat masalah kemiskinan secara kewilayahan. Sehingga perlakuan dalam penanganan kemiskinan dapat didasarkan pada karakteristik kemiskinan tiap wilayah. Persebaran kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Lebak mempunyai sifat yang sangat unik. Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk miskin tertinggi dan membentuk suatu pemusatan kemiskinan terdapat di Rangkasbitung. Kondisi pemusatan kemiskinan seperti ini merupakan ciri dari urban slum atau kawasan kumuh perkotaan. Pola kantong kemiskinan lain yang terjadi adalah rural area atau daerah perdesaan. Mayoritas penduduk yang masih bekerja pada sektor pertanian adalah penyebab mengapa rural area (daerah perdesaan) masih terbentuk dan menjadi penyumbang bagi kemiskinan di Kabupaten Lebak. Kondisi kemiskinan yang terjadi pada desa di wilayah Kabupaten Lebak sudah dalam kondisi sangat kompleks, dengan karakteristik yang berbeda dengan wilayah lain. Fokus penanganan masalah kemiskinan harus menjadi perhatian dari pemerintah. Karena sebab dan ciri kemiskinan di Kabupaten
12 12 Lebak tidak sama antar satu daerah dengan daerah lainnya maka dalam usaha penanggulangan kemiskinan perlu digali lebih dahulu untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi penyebab kemiskinan di daerah tersebut. Berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sejumlah program selama ini telah dilakukan pemerintah terutama didasari oleh prospektif ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak? b. Faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak? c. Apakah kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan sudah melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi prioritas kebijakan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : a. Menganalisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak. b. Menganalisis faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak. c. Menganalisis kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan sudah melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi prioritas kebijakan Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi tambahan bagi pemerintah dalam perencanaan kebijakan tentang masalah kemiskinan di Kabupaten Lebak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berdasarkan hal itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan baik aspek politik, ekonomi, idiologi, sosial budaya
Lebih terperinciAnalisis Sebaran Kemiskinan dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Lebak. Arief Rahman Susila SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i Analisis Sebaran Kemiskinan dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Lebak Arief Rahman Susila SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT ARIEF RAHMAN SUSILA. Poverty Distribution
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN
Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan
Lebih terperinciVISI PAPUA TAHUN
ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama
Lebih terperinciPenilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PANDEGLANG
ANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PANDEGLANG Etty Puji Lestari 1*, Arief Rahman Susila 1 Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka 2 Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka * ettypl@ut.ac.id ABSTRAK Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang
Lebih terperinciANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DAN FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI KABUPATEN LEBAK
ANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DAN FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI KABUPATEN LEBAK Arief Rahman Susila Universitas Terbuka ariefrs@ut.ac.id Abstract: The problem of this study comes from the current issues
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai
Lebih terperinciA. Keadaan Geografis Dan Topografi
BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut
16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak negatif yang cukup dalam pada hampir seluruh sektor dan pelaku ekonomi. Krisis yang bermula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara tidak terlepas dari proses perencanaan yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan untuk
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas
Lebih terperinciP E M E R I N T A H P R O V I N S I B A N T E N
P E M E R I N T A H P R O V I N S I B A N T E N Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Provinsi Banten Tahun 2014 I. Latar Belakang: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciSAMBUTAN KEPALA BAPPEDA PROV JATENG
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA PROV JATENG PADA ACARA MUSRENBANG RKPD KAB WONOSOBO TH 2019 DENGAN TEMA PEMANTAPAN UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI HARMONISASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN CAPAIAN INDIKATOR MAKRO
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan
Lebih terperinciBAB II KONDISI UMUM DAERAH
BAB II KONDISI UMUM DAERAH 2.1. Kondisi Geografi dan Demografi Kota Bukittinggi Posisi Kota Bukittinggi terletak antara 100 0 20-100 0 25 BT dan 00 0 16 00 0 20 LS dengan ketinggian sekitar 780 950 meter
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN
Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... ix Daftar Isi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen...
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan menjadi permasalahan sosial yang sangat komplek, dimana kemiskinan sering menjadi isu Global maupun Nasional yang menimbulkan keprihatinan oleh banyak pihak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015
Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan
Lebih terperinciPADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA
PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA Sungailiat, 14 Maret 2017 Oleh: Dr. YAN MEGAWANDI, SH., M.Si. Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung OUTLINE PERIODESASI DOKUMEN PERENCANAAN CAPAIAN
Lebih terperinciBAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH
BAB IX PENETAPAN INDIKATOR Pemerintah Provinsi Banten Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan
Lebih terperinciDINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG
IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemisknan merupakan masalah multidimensi yang dihadapi hampir semua negara di dunia. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum (Mudrajad
Lebih terperinci