HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Ikat Air Bakso Ayam

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

Karakteristik mutu daging

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Key words: chicken nuggets, broiler chicken livers, the fat content, elasticity, flavour

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Dendeng Ayam Broiler Pada Berbagai Suhu dan Lama Pengeringan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama adalah daging segar puyuh petelur jenis lokal, hasil

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK NUGGET IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) PENULISAN DAN SEMINAR ILMIAH

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

5.1 Total Bakteri Probiotik

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

METODE. Waktu dan Tempat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

III. BAHAN DAN METODE

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

Transkripsi:

40 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Daya Ikat Air Naget Kelinci Hasil pengukuran daya ikat air naget kelinci dengan tiga perlakuan penambahan wortel, disajikan pada Tabel 6. Ulangan Tabel 6. Nilai Rata-rata Daya Ikat Air Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Perlakuan P1 P2 P3......(%). 1 54,89 55,96 57,52 2 55,66 54,87 59,46 3 57,69 55,06 59,55 4 53,01 55,87 57,83 5 55,20 54,65 55,83 6 55,61 56,38 56,09 Rata-rata 55,34 55,47 57,71 Keterangan : P1 = Penambahan Wortel 5% P2 = Penambahan Wortel 10% P3 = Penambahan Wortel 15% Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa daya ikat air naget kelinci mengalami peningkatan dari setiap perlakuan penambahan wortel. Nilai rata-rata daya ikat air tertinggi yaitu sebesar 57,71% pada penambahan wortel 15% (P3), sedangkan terendah yaitu sebesar 55,34% pada penambahan wortel 5% (P1), selanjutnya untuk mengetahui apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya ikat air, maka dilakukan analisis sidik ragam (Lampiran 2). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan wortel nyata berpengaruh (P<0,05) terhadap daya ikat air naget kelinci.

41 Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan antar perlakuan dilakukan, hasil signifikansinya di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Multiple Range Test (DMRT) Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel dalam Adonan terhadap Daya Ikat Air Naget Kelinci Perlakuan Daya Ikat Air Signifikansi (0,05)...%... P3 57,71 a P2 55,47 b P1 55,34 b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata. Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa daya ikat air naget kelinci pada perlakuan wortel 15% yaitu (57,71) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan wortel 5% yaitu (55,34) dan perlakuan wortel 10% yaitu (55,47), sementara perlakuan wortel 10% yaitu (55,47) jika di bandingkan dengan perlakuan wortel 5% yaitu (55,34) nyata tidak berbeda. Hal ini disebabkan rata-rata kadar air pada naget kelinci konsentrasi wortel 10% (55,80%) dan 5% (55,65%) tidak jauh berbeda, sedangkan pada konsentrasi wortel 15% (58,05%), dengan meningkatnya penambahan wortel 15% kadar air yang dihasilkan lebih tinggi sehingga mempengaruhi daya ikat air naget kelinci. Kadar air pada wortel sangat tinggi yaitu sebesar 88,29/100 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa daya ikat air mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi wortel, hal ini diduga kandungan serat pada wortel. Peningkatan daya ikat air yang nyata pada konsentrasi wortel 15% karena dengan semakin banyaknya konsentrasi wortel yang ditambahkan dapat

42 meningkatkan kadar serat pangan sehingga berperan dalam mengikat air sehingga kemampuan penyerapan air menjadi lebih baik. Serat wortel ini akan mengikat air dalam matriks naget sehingga akan mengurangi kehilangan air. Hal ini sejalan dengan pendapat Wirjatmadi dkk, (2002), bahwa serat yang larut dalam air cenderung bercampur dengan air membentuk jaringan gel atau jaringan pekat. Jaringan pekat dalam penelitian ini yaitu dengan ditambahkannya bahan pengisi yaitu tepung meizena. Hasil penelitian ini sesuai dengan Evawati dan Irawan (2014), yang menyatakan penambahan 15% wortel pada naget menghasilkan nilai serat terbaik, sehingga kemampuan penyerapan air menjadi lebih baik. Bahan pengisi dalam proses gelatinisasi dapat mengikat lebih banyak air, sedangkan air dapat membantu melarutkan garam dan meningkatkan jumlah protein yang terekstrak sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih berisi dan bertekstur, selain itu bahan pengisi dalam pembuatan naget kelinci juga berfungsi untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavour, mengurangi pengerutan selama pemasakan, dan dapat meningkatkan karakteristik irisan produk. Selain itu dengan ditambahkannya bahan pengisi dapat menambah kokoh dan kopak pada naget kelinci. Sesuai dengan pendapat (Fitriadenti, 2011) bahwa kandungan pati yang menyebabkan gel yang terbentuk pada saat pemanasan juga akan menimbulkan produk yang kokoh dan kompak. Untuk mengetahui perlakuan yang paling optimal terhadap daya ikat air naget kelinci dilakukan uji polinomial orthogonal. Hasil dari uji polinomial orthogonal disajikan pada Ilustrasi 5.

Daya Ikat Air (%) 43 58 57.5 57 56.5 56 55.5 55 54.5 Y = 0.2369x + 53.81 R² = 0.7882 0 5 10 15 20 Persentase wortel Ilustrasi 5. Grafik Polinomial Orthogonal Daya Ikat Air Hasilnya menunjukkan bahwa pada daya ikat air mengikuti pola regresi linear dengan persamaan Y= 0.2369x + 53.81 dengan R 2 = 0.7882. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi wortel untuk setiap perlakuan diikuti oleh peningkatan kadar air naget kelinci, sesuai dengan pendapat Ghozali, (2012) jika nilai yang mendekati 1 berarti variable-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variable-variabel dependen. Koefisien determinasi penelitian ini diperoleh hasil 79% yang artinya daya ikat air naget kelinci sebesar 79% dipengaruhi oleh konsentrasi wortel dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti bahan utama dan bahan tambahan. Kandungan serat dan kadar air pada wortel sangat tinggi sehingga daya mengikat air pada naget kelinci tinggi dan baik pula, sesuai dengan pendapat Huber dkk, (2003) bahwa wortel mempunyai sifat daya ikat air yang tinggi dan sangat baik, karena ikatan airnya sangat kuat, serat wortel akan mengikat air dalam matrik naget sehingga akan mengurangi kehilangan air, semakin tinggi penambahan wortel, kandungan serat pada naget kelinci yang dihasilkan semakin tinggi dan daya ikat air juga tinggi sehingga sangat baik jika dikonsumsi terutama penderita kolesterol darah dan gula darah, karena naget kelinci rendah akan kolesterol. Sesuai

44 dengan pendapat Kasim (2004) bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah. 4.2 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Susut Masak Naget Kelinci Hasil pengukuran susut masak naget kelinci dengan tiga perlakuan konsentrasi penambahan wortel, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Rata-rata Susut Masak Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Ulangan Perlakuan P1 P2 P3......(%).. 1 2,01 1,60 2,47 2 1,67 2,19 0,90 3 2,29 1,92 2,79 4 2,03 2,28 2,43 5 2,35 1,63 0,63 6 2,25 2,21 1,51 Rata-rata 2,10 1,97 1,79 Berdasarkan data Tabel 8. dapat dijelaskan bahwa susut masak naget kelinci menurun dengan meningkatnya penambahan wortel. Nilai susut masak terendah diperoleh pada perlakuan wortel 15% (P3) yaitu 1,79%, diikuti dengan perlakuan wortel 10% (P2) yaitu 1,97% dan perlakuan wortel 5% (P1) yaitu 2,10%. Hasil analisis sidik ragam untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan wortel terhadap susut masak pada naget kelinci, dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil yang diperoleh bahwa susut masak naget kelinci tidak nyata berpengaruh (P>0,05) pada setiap perlakuan. Penambahan konsentrasi wortel pada naget kelinci dengan semakin tinggi memiliki susut masak yang rendah karena kemampuan serat pada wortel mengikat matrik pada naget sehingga cairan nutrisi yang hilangpun lebih rendah.

45 Hasil analisis ragam dan uji polinomial orthogonal (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat penggunaan wortel tidak nyata berpengaruh (P>0.05) terhadap susut masak naget kelinci yang dihasilkan, hal ini disebabkan susut masak dipengaruhi oleh waktu dan suhu pemasakan, sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa faktor yang mempengaruhi susut masak yaitu waktu dan suhu pemasakan, banyak membrane seluler, banyak keluar air, degradasi protein, dan kemampuan daging mengikat air, ph, panjang sakromer serabut otot, ukuran otot, ukuran dan berat sampel daging serta penampang daging. Susut masak naget kelinci hasil penelitian yaitu 1,79% (P3), 1,97% (P2) dan 2,10% (P1) masih dalam kisaran normal sesuai dengan pendapat Soeparno (2009), bahwa umumnya nilai susut masak antara 1,5-54%. Pengukusan naget kelinci pada suhu 100 0 C selama 45 menit menyebabkan terdegradasinya protein dalam adonan naget. Kandungan protein wortel yang sedikit yaitu sebesar 0.93% membuat nilai susut masak tidak berbeda jauh antar perlakuan dan jarak antar konsentrasi wortel yang tidak terlalu jauh tidak mampu menurunkan kualitas susut masak secara signifikan terhadap naget kelinci. Meningkatnya kadar protein akan meningkatkan daya ikat air dan menurunkan susut masak (Jajang, dkk., 2011). Susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan susut masak yang besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit, selain itu merupakan indikator nilai nutrisi naget yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot serta serta kadar air pada wortel dengan berbagai konsentrasi sehingga daya ikat air yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Soeparno (2009), bahwa daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik

46 daripada daging dengan susut masak lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit sehingga naget kelinci dengan susut masak rendah akan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan naget kelinci memiliki susut masak tinggi. 4.3 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Keempukan Naget Kelinci Hasil pengukuran keempukan naget kelinci dengan tiga perlakuan penambahan wortel, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Rata-rata Keempukan Naget Kelinci dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Wortel Ulangan Perlakuan P1 P2 P3... (mm/g/10 detik). 1 39,60 55,80 68,40 2 39,60 60,00 45,20 3 43,60 49,80 40,20 4 32,40 33,60 45,40 5 31,60 35,20 47,20 6 51,00 45,80 40,00 Rata-rata 39,63 46,70 47,73 Dari data Tabel 9. diketahui bahwa nilai rata-rata keempukan mengalami peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi wortel berturut-turut diperoleh pada perlakuan wortel 5% (P1) yaitu 39,63 mm/g/10 detik, perlakuan wortel 10% (P2) yaitu 46,70 mm/g/10 detik, dan perlakuan wortel 15% (P3) yaitu 46,33 mm/g/10 detik. Hasil analisis ragam dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan wortel terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 4). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keempukan naget kelinci tidak nyata berpengaruh (P>0,05) suhu yang digunakan tinggi yaitu sebesar 100 0 C dengan waktu 45 menit

47 pada saat pengukusan dan penggorengan dengan suhu 170 0 C selama 5 menit sehingga dapat mengurangi kandungan air yang terdapat pada naget kelinci sehingga keempukan tidak nyata berbeda. Menurut Soeparno (2005) pada prinsipnya pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, dan kedua pengaruh pemasakan ini tergantung waktu atau temperatur. Hal yang menyebabkan tidak berpengaruhnya penambahan wortel terhadap keempukan naget kelinci ini diduga karena pemasakan. Uji polinomial orthogonal dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang paling optimal terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 4). Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat penggunaan wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap keempukan naget kelinci yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi wortel tidak diikuti oleh peningkatan keempukan yang nyata karena pada saat pengukusan dan penggorengan naget kelinci terjadi kerusakan dan perubahan struktur protein otot terutama pada aktin dan myosin. sehingga menyebabkan penurunan kemampuan protein otot dan meningkatkan keempukan pada daging sesuai dengan pendapat (Bouton, dkk., 1971) bahwa keempukan dipengaruhi oleh struktur otot seperti protein myofibrillar dan jaringan ikat dan proses pemasakan. 4.4 Pengaruh Penambahan Wortel terhadap Tingkat Akseptabilitas pada Naget Kelinci 4.4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap warna naget kelinci (Lampiran 5) diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap warna pada naget kelinci (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa warna naget dengan penambahan wortel sampai

48 konsentrasi 15% pada pembuatan naget kelinci memberikan respon warna yang sama karena penggunaan takaran wortel yang persentasenya sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap warna naget kelinci. Selain itu juga terjadi reaksi karamelisasi pada saat penggorengan sehingga warna yang dihasilkan sama. Morreira (1999) menyatakan bahwa metode penggorengan deep fat frying merupakan proses pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyak panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksi langsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan penampakan produk yang seragam. Menurut Winarno (2008) warna merupakan hal penting bagi makanan, baik yang sudah diolah maupun yang tidak diolah. Secara visual faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain. 4.4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Rasa Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap rasa naget kelinci (Lampiran 6) diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel tidak nyata berpengaruh (P>0,05) terhadap rasa pada naget kelinci. Hal ini menunjukkan bahwa naget dengan penambahan wortel sampai konsentrasi 15% memberikan respon yang sama. Rasa pada naget kelinci diantaranya dipengaruhi oleh bahan daging yang ditambahkan, cara pemasakan terutama tingginya suhu dan lama pemasakan, serta bumbu. Presentase dari setiap bumbu yang digunakan dalam setiap perlakuan sama sehingga rasa yang dihasilkanpun sama. Bumbu ikut berperan penting dalam

49 pembentukan rasa naget kelinci. Hal ini sejalan dengan pernyataan Buckle, dkk., (1985) bahwa bumbu yang ditambahkan berperan dalam pembentukan flavour yang diperkuat oleh adanya pemasakan. Diikuti pula oleh pendapat Soeparno (2005), rasa daging masak banyak ditentukan oleh prekursor yang larut dalam air dan lemak, selain itu proses pengolahan dan lama penyimpanan serta lama dan temperatur pemasakan juga dapat mempengaruhi rasa pada naget. Rasa pada bahan makanan ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatile kompleks. Sedangkan wortel mengandung bahan-bahan volatile dalam jumlah sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap rasa naget. Sejalan dengan penelitian Arief Abadi (2004), mengenai penambahan kombinasi wortel dan minyak jagung pada sosis daging sapi terhadap rasa yang dihasilkan oleh sosis daging sapi tidak berpengaruh disebabkan wortel yang ditambahkan tidak mempunyai rasa khas yang cukup tajam yang dapat mempengaruhi rasa naget kelinci keseluruhan. 4.4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap aroma naget kelinci (Lampiran 7) hasilnya diperlihatkan bahwa penambahan wortel memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma naget kelinci. Kemudian diuji lanjut dengan uji Man-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, hasilnya tercantum pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Naget Kelinci Perlakuan Rata-rata Ranking Skala Hedonik Signifikansi (0,05) P3 24,18 Suka a P2 28,43 Suka a P1 38,90 Agak suka b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata.

50 Tabel 10. menunjukkan bahwa tingkat kesukaan aroma naget kelinci tinggi pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 15% (P3) tidak berbeda nyata dengan pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 10% (P2), tetapi berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi wortel 5% (P1). Hal ini disebabkan karena perlakuan konsentrasi wortel 5% (P1) memiliki presentasi wortel sedikit sehingga tidak memiliki aroma yang khas yang disukai oleh panelis tetapi pada penambahan konsentrasi wortel 10% (P2) dan 15% (P3) mulai memberikan aroma wortel pada naget kelinci sehingga disukai oleh panelis. Perlakuan konsentrasi wortel 10% (P2) dan 15% (P3) dengan 5% (P1) memberikan aroma yang berbeda karena aroma pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks yang berasal dari bahan utama dan banyaknya bahan tambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (2008) aroma atau bau merupakan sifat sensori yang pada umumnya menentukan kelezatan makanan. Tanggapan terhadap sifat sensori aroma biasanya diasosiasikan volatil kompleks yang berasal dari bumbu-bumbu yang ditambahkan. Pembuatan naget kelinci ditambah presentasi wortel memberi pengaruh pada aroma naget kelinci yang dapat diterima oleh panelis, dengan bertambah banyak konsentrasi wortel yang ditambahkan sangat mempengaruhi cita rasa khas pada naget kelinci, selain itu juga bau atau aroma yang khas daging kelinci tertutup oleh senyawa volatile yang terdapat pada wortel. Salah satu faktor penting yang pertimbangan konsumen dalam memilih produk makanan adalah aroma. Sesuai dengan pendapat Winarno (1997) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut. Aroma yang menggugah selera akan menjadi parameter yang baik bagi konsumen untuk memilih produk tersebut.

51 Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar. Tanggapan terhadap sifat sensori bau dan aroma biasanya diasosiasikan dengan bau produk atau senyawa tertentu yang sudah umum dikenal seperti bau vanilla, asam butirat dan sebagainya. Penciuman bau atau aroma dapat dilakukan terhadap produk secara langsung (Dwi Setyaningsih dkk, 2010). 4.4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Keempukan Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap keempukan naget kelinci (Lampiran 8). Hasilnya diperlihatkan bahwa penambahan konsentrasi wortel berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap keempukan pada naget kelinci. Keempukan subjektif naget dengan penambahan wortel pada pembuatan naget kelinci memberikan respon yang sama karena rentang wortel yang hanya 5%. Sedangkan persentase daging yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan sama, sesuai dengan pendapat Iqbal (2016) yang menyatakan persentase daging yang sama tidak berpengaruh terhadap keempukan naget ayam. Kesan keempukan subjektif pada naget kelinci ditentukan oleh panelis karena tergantung pada respon dan sensori diantara individu pada saat mengunyah, sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) kesan keempukan pada naget kelinci secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam naget, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, dan jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah

52 4.4.5 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Naget Kelinci Pengujian tingkat akseptabilitas pengaruh perlakuan terhadap total penerimaan naget kelinci diuji menggunakan statistik Kruskal-Wallis. Dari hasil analisis statistik Kruskal-Wallis (Lampiran 9) diperlihatkan bahwa penambahan wortel memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap total penerimaan pada naget kelinci. Data tersebut kemudian diuji lanjut dengan uji Man-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Naget Kelinci Perlakuan Rata-rata Ranking Skala Hedonik Signifikansi (0,05) P3 27,60 Suka a P2 25,85 Suka a P1 38,05 Agak suka b Keterangan: Huruf kecil yang tidak sama pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata. Tabel 11. menunjukkan bahwa penilaian secara subjektif yang dilakukan oleh panelis terhadap total penerimaan naget kelinci memberikan tanggapan dan kesan yang berbeda. Total penerimaan naget kelinci pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 15% (P3) tidak berbeda nyata dengan total penerimaan pada perlakuan penambahan konsentrasi wortel 10% (P2), tetapi keduanya berbeda nyata dengan penambahan konsentrasi wortel 5% (P1). Hal ini disebabkan karena perlakuan konsentrasi wortel 5% memiliki presentasi wortel yang sedikit sehingga agak disukai oleh panelis karena wortel tidak memiliki rasa yang khas sehingga takaran wortel yang sedikit tidak memberikan senyawa volatile yang begitu khas. Menurut Hendrick, dkk. 1994; Ali, dkk., (2011), Sayuran juga dapat dijadikan filler, binder, pengganti lemak dan sumber serat makanan dan antioksidan alami di sistem perdagingan.

53 Dari data yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian akseptabilitas panelis dari segi total penerimaan menunjukkan bahwa penambahan wortel mempengaruhi total penerimaan naget kelinci yang dihasilkan.