4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet Luas areal pertanaman karet Indonesia 3,506,201 hektar, dengan ketinggian tempat 200 m diatas permukaan laut. Tanaman karet dapat bertumbuh dan berproduksi tinggi pada suhu 28 C, kecepatan angin rendah sampai sedang, serta lama penyinaran matahari 2000 jam per tahun atau rata-rata 6 jam per hari. Berdasarkan jenis tanahnya, tanaman ini cocok mulai dari vulkanis muda, tua, dan alluvial sampai tanah gambut dengan drainasi dan aerasi baik (Sianturi, 2001). Topografi juga mempengaruhi tanaman karet. Tanaman karet lebih cocok ditanam di daerah datar dan tidak berbukit. Tanah yang datar akan memudahkan dalam pemeliharaan, penyadapan, serta pengangkutan lateks. Selain itu diusahakan lahan dekat dengan sumber air, misainya sungai atau aliran-aliran air (Setiawan dan Andoko, 2005). Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) Cendawan mikoriza arbuskular (MA) merupakan satu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksinya bila terpisah dari tanaman inang. Cendawan ini dicirikan oleh adanya struktur vesikel dan / atau arbuskel. Cendawan MA memiliki struktur hifa yang menjalar keluar ke dalam tanah. Hifa meluas di dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar (Simanungkalit, 2006). Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh
5 dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002 dalam Saragih, 2009). Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan toksik. Mikoriza dapat meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah dan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim (Hanafiah, et al, 2009). Berdasarkan perkembangbiakannya, cendawan mikoriza (MA) dibagi menjadi dua golongan, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Endomikoriza adalah cendawan MA simbion obligat sehingga tidak dapat dibiakkan tanpa keberadaan tanaman inang. Hingga saat ini endomikoriza belum dapat ditumbuhkan dalam medium buatan. MA merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dengan perakaran tingkat tinggi. Hubungan simbiosis antara inang dan cendawan meliputi penyediaan fotosintat (karbohidrat) oleh tanaman inang. Sebaliknya tanaman inang mendapatkan tambahan nutrien yang diambil oleh cendawan dari tanah. Perkembangan cendawan MA pada umumnya dipengaruhi kondisi rizosfer dan spora cendawan. Kondisi rizosfer adalah kondisi di sekitar perakaran seperti suhu, ph, dan eksudat akar. Sementara kondisi spora cendawan adalah dormansi dan kematangan spora. Pada asosiasi ini infeksi cendawan akar tidak menyebabkan penyakit, tetapi meningkatkan penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi cendawan MA sangat
6 membantu pertumbuhan tanaman terutama untuk tanah miskin hara (Musnawar, 2006 dalam Saragih, 2009). Mikoriza Arbuskular dan Pertumbuhan Tanaman Mikoriza mempunyai peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan air dan unsur hara terutama P dengan cara memperluas area serapan. Simbiosis mikoriza dengan tanaman dimulai dari perkecambahan spora atau bentuk lain dalam propagul yang terdapat di dalam tanah. Spora kemudian berkecambah dan masuk ke dalam korteks akar membentuk arbuskular, yang merupakan tempat pertukaran hara antara mikoriza dengan tanaman inangnya. Hifa mikoriza berkembang keluar dari akar masuk ke dalam tanah yang disebut dengan hifa eksternal, yang berperan menyerap hara dan air. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi pada tanaman inang, yaitu meningkatnya pertumbuhan tanaman dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan yang berbeda dengan tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Fungi mikoriza arbuskular dapat menghasilkan enzim fosfatase yang dilepaskan dalam tanah, serta meningkatkan aktivitas asam fosfatase dalam tanah sehingga senyawa P organik dalam tanah dapat menjadi tersedia bagi tanaman sesudah dihidrolisis oleh enzim fosfatase. Inokulasi FMA meningkatkan konsentrasi P pada daun, P tanah dan P total (Joner dan Johansen, 2000). Menurut Yosie (2015), didapat bahwa pemberian mikoriza menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik pada bibit karet dibandingkan tanpa diberi mikoriza. Pada perlakuan pemberian mikoriza K1M1 tinggi tanaman sebesar 6,479 cm memperlihatkan respon baik bagi tinggi tanaman dibanding tanpa diberi
7 mikoriza KIMO sebesar 5,500 cm. Menurut Neliyati (2010), diperoleh bahwa pemberian cendawan mikoriza dan frekuensi pemberian air memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit, diameter batang, berat kering pupus, berat kering akar, luas daun dan persentase infeksi mikoriza. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan pada variabel luas daun, berat kering akar dan berat kering pupus. Pemberian air 3 hari sekali dengan dosis mikoriza 20 g/polybag memberikan pertumbuhan bibit karet klon PB- 260 yang terbaik. Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan secara umum dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman dan membantu dalarn meningkatkan efesiensi penyerapan unsur hara terutama fosfor pada lahan marginal. Prinsip kerja mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa internal dan eksternal. Di samping membentuk hifa internal, mikoriza membentuk hifa eksternal yang dapat memperluas bidang serapan air dan hara. Ukuran hifa yang lebih halus memungkinkan hifa menyusup ke pori mikro sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah. serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut melalui aliran massa (Hanafiah,et al, 2009). Untuk dapat berkembang dengan baik mikoriza memerlukan ketersediaan bahan organik yang cukup. Hal ini terlihat bahwa pada tanah hutan mikoriza berkembang pada permukaan tanah yang banyak terdapat timbunan bahan organik. Ketersediaan hara terutama N dan P yang rendah akan mendorong
8 pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya kandungan hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan dilakukannya pemupukan P menurunkan derajat infeksi akar. Selain pupuk P yang memberi pengaruh negatif terhadap infeksi mikoriza, pupuk N ternyata mempunyai pengaruh yang sama, tetapi pengaruh pemberian pupuk N lebih kecil daripada pupuk P (Islami dan Utomo, 1995). Kompos dan Peranannya Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika dan kimia. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman (Rachman, 2002). Bahan organik merupakan sumber energi makro dan mikro bagi fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah akan meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri, dan aktinomicetes. Mikroflora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik sebaagai sumber energi (Yusnaini, 2009). Salah satu bahan organik yang baik bagi tanaman adalah kompos. Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun bagi tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki
9 struktur dan porositas tanah serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, sehingga dapat mengefisiensi pemakaian pupuk kimia (Suriadikarta dan Setyorini, 2009). Penggunaan pupuk organik sinergis dengan perkembangan FMA, bahan organik yang lambat larut tidak menekan perkembangan FMA, bahkan menstimulir perkembangan FMA. Aplikasi berbagai jenis bahan organik mampu meningkatkan populasi FMA dalam mendukung pertumbuhan tanaman budidaya (Yusnaini, 2009). Menurut Kartika (2006), tinggi tanaman, jumlah daun trifoliatus, jumlah nodula efektif, dan nisbah akar dipengaruhi oleh aplikasi kompos dengan takaran yang berbeda tetapi tidak oleh takaran aplikasi mikoriza. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan, seperti C organik yang tinggi merupakan kondisi yang tidak optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan mikoriza yang diinokulasikan sehingga penyerapan akar oleh tanaman bermikoriza tidak berbeda dan akibatnya pertumbuhan dan beberapa komponen pertumbuhan tidak berbeda nyata. Cekaman Kekeringan Pada Tanaman Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh (1) ketersediaan air dalam media tidak cukup (2) laju transpirasi yang berlebihan, atau kombinasi kedua
10 faktor tersebut. Walaupun didalam tanah air cukup tersedia, tanaman bukan tidak mungkin dapat mengalami cekaman. Hal ini terjadi jika kecepatan laju absorbsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi. Jika kecepatan absorbsi air lebih rendah dari transpirasi, maka akan terjadilah cekaman air (Islami dan Utomo, 1995). Sel tanaman yang kehilangan air dan berada pada tekanan turgor yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Stres ringan dalam suatu sel daun sama dengan kehilangan turgor dalam jumlah kecil, sedangkan stress sedang berkaitan dengan hilangnya turgor yang lebih menyeluruh dan melayunya daun. Stres sedang sampai berat berkaitan dengan terjadinya pemecahan metabolisme sel yang akan serius (Hanum, 2012). Defisit air menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan fotosintesis dan rangkaian fisiologis yang disebabkannya. Proses yang dipengaruhi oleh defisit air adalah pertumbuhan sel. Kondisi stress air yang berat menyebabkan terhambatnya fotosintesis. Defisit air juga mengurangi pertumbuhan dan mempengaruhi pengambilan nutrisi dalam tanah karena buruknya aktifitas akar. Perlakuan kondisi stress air berpengaruh nyata terhadap parameter volume akar, bobot segar akar, bobot kering akar. Tanaman yang mengalami kondisi stress air akan terus memerlukan air sehingga akar giat tumbuh jauh ke dalam tanah dan akar relatif panjang (Hanum, 2012). Cekaman air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman. Pengaruh cekaman air dalam beberapa kasus berhubungan dengan pengaruhnya terhadap penurunan potensial air tanaman dan pada beberapa kasus disebabkan adanya penurunan potensial osmotik dalam tubuh tanaman. Tekanan turgor sangat
11 berperan dalam menentukan ukuran tanaman. Turgor berpengaruh terhadap pembesaran sel tanaman, membuka dan menutupnya stomata, perkembangan daun serta gerakan berbagai bagian tanaman lainnya. Penghambatan pembesaran sel terjadi karena penurunan tekanan turgor sel dan berakibat bagian tanaman yang terbentuk berukuran kecil (Islami dan Utomo, 1995) Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi dan anatomi, fisiologi dan biokimia tanaman. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis. Rendahnya jumlah air menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Terbatasnya perkembangan akar juga menyebabkan menurunnya bobot kering akar (Pangaribuan et al, 2001 dalam Anggraini, 2009). Cekaman air pada tanaman mengurangi potensi air sel tumbuhan dan turgor, yang meningkatkan konsentrasi zat terlarut dalam sitosol dan matriks ekstraseluler. Akibatnya, pembesaran sel menurun menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan kegagalan reproduksi. Kekeringan tidak hanya mempengaruhi hubungan air tanaman melalui pengurangan kadar air, turgor dan air total, juga mempengaruhi penutupan stomata, batas pertukaran gas, mengurangi transpirasi dan nilai penangkapan asimilasi karbon (fotosintesis). Bahkan, di bawah kekeringan berkepanjangan, banyak tanaman akan mengalami dehidrasi dan mati. Di bawah ekspansi sel stres air melambat atau berhenti, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Namun, stres air mempengaruhi pembesaran sel lebih besar daripada pembelahan sel. Pertumbuhan tanaman di bawah kekeringan dipengaruhi oleh
12 berubahnya fotosintesis, respirasi, translokasi, ion serapan, karbohidrat, metabolisme nutrisi, dan hormon (Hanum, 2012). Pada dasarnya semua tanaman pada tingkatan tertentu, mempunyai resistensi terhadap cekaman air. Pada kondisi kekurangan air, protoplasma mengalami dehidrasi sampai mendekati kondisi kering tanpa mengalami kerusakan. Untuk menghindari dehidrasi protoplasma mekanisme yang terjadi adalah : meningkatkan kemampuan akar untuk mengabsorbsi air, mengurangi transpirasi dengan cara penutupan stomata, penyesuaian waktu pertumbuhan, peningkatan efisiensi pemakaian air (Islami dan Utomo, 1995).