Tabel 2 Jenis Penggunaan Lahan DAS Cisadane Tahun 2001 dan 2006 Penggunaan Lahan. Persentase (%)

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE, JAWA BARAT

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

ANALISIS SPASIAL KONVERSI LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai Cimanuk ) 1) ABSTRAK

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PENDAHULUAN Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Fisik DAS Cisadane Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan salah satu DAS yang berada di Propinsi Jawa Barat. Kabupaten dan kota yang berada di kawasan DAS Cisadane meliputi Kota Bogor, Kota Tangerang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Lebak (Gambar 1). 4.1.1 Letak dan Luas Daerah aliran sungai Cisadane secara geografis terletak pada : 6º2 12-6º46 48 LS dan 106º28 12-106º57 0 BT. Sungai Cisadane mempunyai daerah tangkapan seluas 11.000 ha dan panjang sungai sekitar 80 km. Sungai Cisadane mempunyai beberapa anak sungai, antara lain : Cisodong, Cibogo, Citempuan, Ciaten, Cisadangbarang, dan Cipanas. Debit minimum sungai Cisadane adalah 26.54 m 3 /s dan debit maksimumnya adalah 484.43 m 3 /s (Dept. Pekerjaan Umum 2007). 4.1.2 Iklim Iklim di DAS Cisadane adalah tropis, dengan suhu minimum yang pernah terjadi adalah 9 0 C yaitu di puncak Gunung Pangrango dan suhu maksimim yang pernah terjadi adalah 34 0 C yaitu di Pantai Utara (Anonim 2009). Curah hujan rata-rata 2.000 mm pertahun (kategori rendah), namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun (kategori sangat tinggi). Bogor merupakan daerah di DAS Cisadane yang memiliki data curah hujan tertinggi di Jawa Barat. Kecenderungan perubahan iklim saat ini menyebabkan tingginya curah hujan yang berakibat banjir di daerah rendah dan mengancam lumbung pangan nasional. 4.1.3 Topografi Topografi DAS Cisadane bagian utara berupa dataran rendah sedangkan bagian tengah dan selatan berupa dataran tinggi yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan kemiringan lereng antara 8% (datar) sampai dengan 40% (sangat curam). Selain itu, DAS Cisadane juga memiliki lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai yang fungsi utamanya sebagian besar digunakan untuk pertanian. 4.1.4 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang dominan di DAS Cisadane tahun 2001 adalah penggunaan lahan tegalan dengan luas lebih dari 72.700 ha atau sekitar 49% dari total luas DAS Cisadane. Penggunaan lahan hutan hanya seluas 32.500 ha atau sekitar 22%. Pada tahun 2006, penggunaan lahan yang dominan masih lahan tegalan tapi luasnya berkurang menjadi 57.600 ha atau sekitar 39%. Sama halnya dengan penggunaan lahan tegalan, luasan hutan juga berkurang menjadi 22.000 ha atau sekitar 15% dari total luas DAS Cisadane. Tabel 2 menunjukkan perubahan penggunaan lahan DAS Cisadane dari tahun 2001 hingga tahun 2006. Perubahan penggunaan lahan terbesar adalah penggunaan lahan sawah yaitu bertambah sebesar 17.900 ha. Berbeda dengan penggunaan lahan hutan yang mengalami penurunan luas sebesar 10.400 ha. Tabel 2 Jenis Penggunaan Lahan DAS Cisadane Tahun 2001 dan 2006 Penggunaan Lahan 2001 (ha) Persentase 2006 (ha) Persentase Perubahan ha) Hutan 32.546 21,9 22.086 14,8-10.461 Lahan Terbuka 1.287 0,9 456 0,3-831 Permukiman 24.711 16,6 31.142 20,9 6.431 Perkebunan 5.763 3,9 4.972 3,3-791 Sawah 7.248 4,9 25.165 16,9 17.917 Semak Belukar 591 0,4 4.112 2,8 3.522 Tambak 4.001 2,7 3.313 2,2-687 Tegalan 72.739 48,9 57.639 38,7-15.100 Jumlah 148.886 100,0 148.886 100,0 0 6

4.1.5 Keadaan Sosial dan Ekonomi Laju pertambahan penduduk per tahun di DAS Cisadane relatif cukup besar, diantaranya di Kabupaten Bogor sebesar 2.81%, di Kota Bogor sebesar 1.31%, di Kabupaten Sukabumi sebesar 0.71%. Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi di DAS Cisadane tahun 2006 sebesar 5,47%. 4.2 Analisis Model Perubahan Penggunaan Lahan Peta prediksi dibentuk dari persamaan perubahan penggunaan lahan yang didapat dari peta penggunaan lahan tahun 2001 dan tahun 2006. Langkah pertama yang dilakukan adalah melihat tingkat kelogisan peta tahun 2001 dan 2006 dengan melakukan tabulasi silang (crosstab) antara kedua peta sehingga didapat luas dan persentase perubahan penggunaan lahan (lihat Lampiran 6). Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, penggunaan lahan dari lahan terbuka, pemukiman, tegalan, dan sawah menjadi hutan sangat sulit terjadi dalam selang waktu 2001 sampai 2006 sehingga perlu dilakukan koreksi pada peta. Peta penggunaan lahan tahun 2001 dan 2006 diklasifikasikan menjadi 8 jenis penggunaan lahan, yaitu hutan, lahan terbuka, pemukiman, perkebunan, tegalan, sawah, semak belukar, dan tambak. Analisis dilakukan untuk tiap jenis penggunaan lahan tersebut sehingga didapat persamaan perubahan penggunaan lahan sebanyak 44 persamaan (lihat Lampiran 7). Seharusnya persamaan yang didapat sebanyak 64 persamaan tapi ada sebagian penggunaan lahan yang tidak mengalami perubahan, seperti penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan tambak, lahan terbuka menjadi semak belukar, pemukiman menjadi Tabel 3 Hasil Validasi Peta Prediksi lahan terbuka sehingga persamaannya juga tidak ada. Model regresi logistik yang didapat sebanyak 44 persamaan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang berbedabeda. Sekitar 14% nilai R 2 kurang dari 0.50, sekitar 29% nilai R 2 antara 0.50 sampai 0.75, dan sekitar 57% nilai R 2 lebih dari 0.75. Koefisien determinasi menjelaskan keragaman variabel y yang dapat diterangkan oleh variabel x, tapi tidak dapat menjelaskan perubahan penggunaan lahan yang terjadi akibat perubahan nilai variabel x tersebut. Hasil uji F menjelaskan bahwa semua persamaan yang didapat adalah nyata sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk prediksi pada tahun yang akan datang. Selanjutnya, semua persamaan diuji dengan memasukkan semua nilai variabel x ke persamaan sehingga didapat nilai variabel y dalam bentuk peluang. Persamaan yang bisa dipakai untuk prediksi adalah yang mempunyai peluang lebih besar dari 50%. Langkah terakhir adalah melakukan validasi terhadap persamaan yang didapat dengan cara membandingkan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2008 yang didapat dari persamaan dengan peta penggunaan lahan tahun 2008 (Gambar 2). Hasil validasi mempunyai nilai ketelitian 61% (Tabel 3). Pada Tabel 3, kolom A merupakan luas penggunaan lahan yang tidak mengalami perubahan, kolom B merupakan jumlah luas semua penggunaan lahan, dan kolom C merupakan nilai ketelitian tiap penggunaan lahan (C = A B 100%). Nilai validasi ini relatif kecil, diduga salah satu penyebabnya adalah jumlah penggunaan lahan pada peta. Semakin banyak jumlah penggunaan lahan pada peta maka ketelitian peta prediksi akan semakin kecil (Muin 2009). Penggunaan C Hutan Lahan Mukim Kebun Sawah Semak Tambak Tegal A B Lahan Hutan 16.820 0 0 277 377 1.662 0 8.248 16.820 27.384 61 Lahan 15 84 0 13 183 0 0 270 84 565 15 Mukim 4 564 31.167 283 3.246 0 204 3.102 31.167 38.570 81 Kebun 4 0 31 2.841 193 429 57 2.605 2.841 6.160 46 Sawah 1.026 152 109 1.979 15.841 110 488 11.461 15.841 31.166 51 Semak 1.538 0 0 0 83 2.257 0 1.219 2.257 5.097 44 Tambak 0 3 18 51 141 3 3.775 68 3.775 4.059 93 Tegal 997 0 63 3.513 26.216 358 429 39.872 39.872 71.448 56 Jumlah 20.404 803 31.388 8.957 46.280 4.819 4.953 66.845 112.657 184.449 Ketelitian 61 7

Gambar 2 Validasi peta prediksi penggunaan lahan 2008 dengan peta penggunaan lahan 2008 Persamaan yang didapat setelah proses validasi dilakukan adalah sebanyak 31 persamaan yang digunakan untuk prediksi penggunaan lahan pada tahun yang akan datang. Persamaan-persamaan itu antara lain 5 persamaan dari perubahan penggunaan lahan hutan, 4 persamaan dari perubahan penggunaan lahan terbuka, 1 persamaan dari perubahan penggunaan lahan pemukiman, 5 persamaan dari perubahan penggunaan lahan perkebunan, 5 persamaan dari perubahan penggunaan lahan sawah, 3 persamaan dari perubahan penggunaan lahan semak belukar, 2 persamaan dari perubahan lahan tambak, dan 6 persamaan dari perubahan penggunaan lahan tegalan. 4.3 Interpretasi Koefisien Persamaan Perubahan Penggunaan Lahan Koefisien persamaan perubahan penggunaan lahan yang akan diinterpretasikan adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi sawah, hutan menjadi semak belukar, hutan menjadi tegalan, sawah menjadi tegalan, dan semak belukar menjadi tegalan. Pemilihan persamaan yang akan diinterpretasikan ini dilakukan karena pada penggunaan lahan tersebut terjadi perubahan yang cukup signifikan dibanding perubahan penggunaan lahan yang lain. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi sawah Tabel 4 Nilai odds ratio tiap koefisien X1-0,7706 0,4625 X2-0,8338 0,4342 X3 1,2125 3,3645 X4 0,9663 2,6298 X5 11,2872 8,0E+04 X6-0,0001 0,9999 Tabel 4 menjelaskan bahwa nilai odds ratio dari variabel X1 adalah sebesar 0.4625, artinya untuk setiap penambahan jarak ke tepi hutan yang berubah dari penggunaan lahan lain sebesar 1 meter mengakibatkan kenaikan resiko (odds) terjadi perubahan pengggunaan lahan hutan menjadi sawah sebesar 0.4625. Pengaruh terbesar terdapat pada variabel X5 sebesar 8.0E+04, artinya untuk setiap penambahan kepadatan penduduk 1 org/piksel mengakibatkan kenaikan resiko terjadi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi sawah sebesar 8.0E+04. 8

Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar Tabel 5 Nilai odds ratio tiap koefisien X1 22,8214 8,3E+09 X2-3,5754 0,0279 X3 4,6529 1,1E+02 X4 8,2372 3,8E+03 X5 12,6154 3,0E+05 X6-0,0002 0,9998 Tabel 5 merupakan nilai odds ratio dari lahan hutan menjadi semak belukar. Pengaruh terbesar terdapat pada koefisien X1 sebesar 8.3E+09, artinya untuk setiap penambahan jarak ke tepi hutan yang berubah dari penggunaan lahan lain sebesar 1 meter mengakibatkan kenaikan resiko terjadi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar sebesar 8.3E+09. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi tegalan Tabel 6 Nilai odds ratio tiap koefisien X1 27,8682 1,3E+12 X2-4,7449 0,0087 X3 0,6105 1,8421 X4-10,7895 0,0000 X5 8,7695 6,5E+03 X6 0,0002 1,0002 Tabel 6 merupakan nilai odds ratio dari lahan hutan menjadi tegalan. Pengaruh terbesar terdapat pada koefisien X1 sebesar 1.3E+12, artinya untuk setiap penambahan jarak ke tepi hutan yang berubah dari penggunaan lahan lain sebesar 1 meter mengakibatkan kenaikan resiko terjadi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi tegalan sebesar 1.3E+12. Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi tegalan Tabel 7 Nilai odds ratio tiap koefisien X1 79,1197 2,4E+34 X2-7,1690 0,0008 X3 19,1027 2,0E+08 X4-4,1869 0,0152 X5 12,1292 1,9E+05 X6 0,0001 1,0001 Tabel 7 merupakan nilai odds ratio dari lahan sawah menjadi tegalan. Pengaruh terbesar terdapat pada koefisien X1 sebesar 2.4E+34, artinya untuk setiap penambahan jarak ke tepi sawah yang berubah dari penggunaan lahan lain sebesar 1 meter mengakibatkan kenaikan resiko terjadi perubahan penggunaan lahan sawah menjadi tegalan sebesar 2.4E+34. Perubahan penggunaan lahan semak belukar menjadi tegalan Tabel 8 Nilai odds ratio tiap koefisien X1 48,4352 1,1E+21 X2-7,5254 0,0005 X3 15,9684 8,7E+06 X4 6,2772 5,3E+02 X5 9,8640 1,9E+04 X6 0,0001 1,0001 Tabel 8 merupakan nilai odds ratio dari lahan semak belukar menjadi tegalan. Pengaruh terbesar terdapat pada koefisien X1 sebesar 1.1E+21, artinya untuk setiap penambahan jarak ke tepi semak belukar yang berubah dari penggunaan lahan lain sebesar 1 meter mengakibatkan kenaikan resiko terjadi perubahan penggunaan lahan semak belukar menjadi tegalan sebesar 1.1E+21. Nilai koefisien dari setiap variabel persamaan perubahan penggunaan lahan mempunyai arti yang berbeda. Koefisien β1 berpengaruh pada variabel X1, koefisien β2 berpengaruh pada variabel X2, seterusnya sampai dengan koefisien β6 berpengaruh pada variabel X6. Nilai koefisien positif maksudnya peluang suatu perubahan penggunaan lahan akan semakin besar jika nilai variabelnya semakin besar. Nilai koefisien negatif maksudnya peluang suatu perubahan penggunaan lahan akan semakin kecil jika nilai variabelnya semakin besar. Salah satu contohnya adalah koefisien β1. Koefisien β1 bernilai positif artinya peluang suatu perubahan penggunaan lahan akan semakin besar jika jarak ke tepi penggunaan lahan yang mengalami perubahan dari penggunaan lahan lain semakin besar, sedangkan jika bernilai negatif artinya peluang suatu perubahan penggunaan lahan akan semakin kecil jika jarak ke tepi penggunaan lahan yang 9

mengalami perubahan dari penggunaan lahan lain semakin besar. 4.4 Peta Prediksi Penggunaan Lahan Hasil akhir dari semua persamaan yang dapat digunakan adalah peta prediksi penggunaan lahan tahun 2010, 2015, 2020, dan tahun 2025 (lihat Lampiran 8, 9, 10, 11). Penggunaan lahan yang cukup signifikan mengalami perubahan adalah penggunaan lahan hutan, sawah, dan tegalan (Tabel 9). Penggunaan Lahan Tabel 9 Luas Perubahan Peta Prediksi Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha) 2001 2006 2010 2015 2020 2025 2006 2010 Perubahan (Ha) 2015 Hutan 32.546 22.086 15.105 10.305 7.575 8.152-10.461-17.441-22.241-24.972-24.394 Lahan Terbuka 1.287 456 536 587 834 1.079-831 -752-700 -453-208 Pemukiman 24.711 31.142 25.478 25.628 25.504 25.083 6.431 767 917 793 372 Perkebunan 5.763 4.972 4.038 4.590 5.772 5.759-791 -1.725-1.173 9-4 Sawah 7.248 25.165 56.863 58.017 11.440 4.288 17.917 49.615 50.769 4.192-2.960 Semak Belukar 591 4.112 3.757 4.178 3.838 3.477 3.522 3.166 3.587 3.247 2.886 Tambak 4.001 3.313 3.997 3.970 3.947 3.935-687 -3-31 -53-65 Tegalan 72.739 57.639 39.113 41.611 89.976 97.113-15.100-33.627-31.128 17.237 24.373 Jumlah 148.886 148.886 148.886 148.886 148.886 148.886 0 0 0 0 0 2020 2025 Tabel 9 merupakan luas perubahan dari peta prediksi penggunaan lahan yang dihitung dari tahun 2001 sebagai tahun dasarnya. Penggunaan lahan pemukiman dari tahun 2006 hingga tahun 2010 mengalami penurunan sekitar 5.664 ha. Jika dibandingkan dengan kenyataannya, dalam selang waktu sekitar 4 tahun tersebut tidak mungkin terjadi penurunan luas pemukiman yang drastis. Setelah dilakukan pengecekkan pada data Landsat DAS Cisadane, penyebab dari hal tersebut adalah luas pemukiman yang dimaksud berkurang bukan merupakan pemukiman atau rumah penduduknya tapi merupakan luas area di sekitar pemukiman tersebut yang masih dikategorikan sebagai penggunaan lahan pemukiman. Selain itu, Blaang (1986) menjelaskan definisi pemukiman yaitu suatu wilayah perumahan yang ditetapkan secara fungsional yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, sarana umum, dan mengelola lingkungan yang ada untuk mendukung kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pemukiman juga dilengkapi dengan prasarana lingkungan sehingga yang dimaksud berkurang adalah lingkungan di sekitar perumahannya. Sementara penggunaan lahan hutan dari tahun 2001 sampai tahun 2020 terus mengalami penurunan luas. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan hutan berubah menjadi penggunaan lahan lain seperti perkebunan, sawah, semak belukar, dan tegalan. Tahun 4.5 Perhitungan Jumlah Cadangan Karbon Jumlah cadangan karbon dihitung per tahun dari tiap peta penggunaan lahan di DAS Cisadane. Jumlah cadangan karbon terbesar terdapat pada tahun 2001 sebesar 21.8 Mt dan hingga tahun 2020 cadangan karbon tersebut cenderung menurun menjadi 9.0 Mt, tapi pada tahun 2025 cadangan karbon tersebut meningkat menjadi 9.4 Mt (Tabel 10). Hal ini disebabkan oleh bertambahnya luas penggunaan lahan tegalan yang dapat menutupi kehilangan cadangan karbon dari penggunaan lahan hutan sehingga jumlah cadangan karbonnya mengalami peningkatan. Tabel 10 Jumlah cadangan karbon tiap tahun (Mt) Loss (tc/thn) Gain (tc/thn) Total (tc/thn) Cadangan Karbon (Mt) 2001 5.886.182 71.695 5.957.876 21,8 2006 4.292.618 55.082 4.347.700 15,9 2010 3.185.617 39.706 3.225.324 11,8 2015 2.543.622 35.447 2.579.069 9,5 2020 2.410.764 44.150 2.454.913 9,0 2025 2.518.551 46.091 2.564.642 9,4 Gambar 3 merupakan grafik jumlah cadangan karbon tiap penggunaan lahan per tahun. Dalam selang waktu dari tahun 2001 hingga tahun 2025, jumlah cadangan karbon cenderung menurun, artinya terjadi peningkatan emisi karbon ke atmosfer. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya luas areal penggunaan lahan hutan yang merupakan 10

penyimpan cadangan karbon terbesar dibanding penggunaan lahan lain. 2. Untuk menduga jumlah cadangan karbon perlu dilakukan pengamatan langsung ke lapangan agar data yang didapat lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Gambar 3 Grafik jumlah cadangan karbon tiap tahun (Mt) V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Analisis perubahan penggunaan lahan di DAS Cisadane menghasilkan 31 persamaan regresi logistik dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang berbedabeda. Sekitar 14% nilai R 2 kurang dari 0.50, sekitar 29% nilai R 2 antara 0.50 sampai 0.75, dan sekitar 57% nilai R 2 lebih dari 0.75. Hasil uji F menjelaskan bahwa semua persamaan yang didapat adalah nyata sehingga dapat digunakan untuk prediksi pada tahun yang akan datang. Persamaan regresi logistik ini digunakan untuk membuat peta prediksi penggunaan lahan tahun 2010, 2015, 2020, dan tahun 2025. Dari peta prediksi yang dihasilkan, terlihat degradasi hutan yang berubah menjadi penggunaan lahan lain. Jumlah cadangan karbon yang terdapat pada penggunaan lahan di DAS Cisadane dalam selang waktu tahun 2001 hingga tahun 2025 cenderung menurun sehingga terjadi peningkatan emisi karbon ke atmosfer. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya luas areal penggunaan lahan hutan yang merupakan penyimpan cadangan karbon terbesar dibanding penggunaan lahan lain. 5.2 Saran 1. Pada penelitian ini, pembuatan persamaan regresi logistik hanya menggunakan 6 variabel bebas yang mungkin belum mewakili semua pengaruh perubahan penggunaan lahan. Diharapkan pada penelitian berikutnya dapat ditambahkan beberapa variabel bebas lagi. Anonim. 2009. Identifikasi Kondisi Eksisting Kawasan Lindung Propinsi Jawa Barat (5 Kabupaten : Bandung, Bogor, Ciamis, Cianjur, Sumedang). Artikel. Dinas Kehutanan, Jawa barat. [Terhubung berkala]. www.dishut.jabarprov.go.id. [28 Desember 2009]. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Blaang, CD. 1986. Perumahan dan Pemukiman Sebagai Kebutuhan Pokok. Artikel. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. [Terhubung berkala]. www.one.indoskripsi.com. [1 Februari 2010]. Canadell, JG. 2002. Land Use Effects on Terrestrial Carbon Sources and Sinks. Science in China Vol. 45: 1-9. Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Status Mutu Air Sungai di Indonesia. [Terhubung berkala]. http://www.pu.go.id. [28 Juni 2009]. Hall, CAS; Tian, H; Qi, Y; Pontius, G; Cornell, J. 1995. Modelling Spatial and Temporal Patterns of Tropical Land Use Change. J. Biogeogr. 22 (4/5), 753 757. Hosmer, DW dan Lemeshow, S. 1989. Applied Regression Analysis. Wiley: New York. Houghton, JT; Ding, Y; Griggs, DJ; Nouger, M, et al. 2001. Climate Change : The Scientific Basis. Cambridge University Press. 83 pp. [terhubung berkala]. http://www.ipcc.ch. [28 Desember 2009]. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Co-Chairs of the Task Force Bureau on National Greenhouse Gas Inventories, Switzerland. Lambin, EF. 1997. Modelling and Monitoring Land-Cover Change 11