PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN...1

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Respon Petani Terhadap Lahan Pertanian Kritis di Wilayah Hulu Sud Das Cisangkuy Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

SEMINAR HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak. Tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 255.182.144 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015). Jumlah penduduk Indonesia yang tergolong cukup besar menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia atas ruang. Umumnya perubahan penggunaan lahan banyak terjadi di daerah pinggiran. Perubahan penggunaan lahan di Pulau Jawa sangat cepat dan cukup banyak jika dibandingkan dengan pulau-pulau besar di Indonesia lainnya. Salah satu daerah di Pulau Jawa yang mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup pesat adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lahan-lahan di DIY pada umumnya dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman, perkantoran, pertokoan, hotel, dan tempat wisata di daerah perkotaan. Sebagian besar lahan di wilayah pinggiran masih dimanfaatkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, hutan, dan daerah resapan air. Perbedaan pemanfaatan lahan tersebut diimbangi dengan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk yang terjadi di DIY. Tahun 2015 data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk DIY sebanyak 3.671.907 jiwa. Jumlah tersebut nantinya akan bertambah. Proyeksi pertumbuhan penduduk menurut BPS pada tahun 2020 sebesar 3882,30 dan tahun 2025 sebesar 4064,60 dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010-2014 sebesar 1,20%. Banyaknya jumlah penduduk yang ada akan mempengaruhi adanya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang ada bisa menyebabkan terjadinya bencana dan bencana yang terjadi merupakan akibat dari campur tangan manusia. 1

2 DIY sendiri merupakan wilayah yang kompleks dengan banyak kemungkinan terjadinya bencana. Data yang diperoleh dari BPS menunjukkan bahwa bencana di DIY antara lain longsor, banjir, gempa bumi, angin puyuh/angin puting beliung/angin topan, gunung meletus, dan kekeringan. Sekian banyak bencana yang terjadi di DIY seperti longsor, banjir, dan kekeringan merupakan beberapa bencana yang secara tidak langsung merupakan akibat dari campur tangan manusia melalui perubahan pengunaan lahan. Longsor dan banjir yang terjadi pada skala kecil sering kali tidak disadari oleh manusia dalam hal ini adalah penduduk di wilayah tersebut. Longsor dan banjir yang menyebabkan adanya korban jiwa dan kerugian materilah yang sering kali bisa dilihat atau diketahui. longsor dan banjir yang terjadi pada skala kecil sebenarnya merupakan pertanda bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan di wilayah tersebut. Salah satu daerah yang bisa mengalami kerusakan lingkungan adalah Daerah Aliran Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2004). Bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama disebut dengan DAS (BPDAS, 2014). DAS juga disebut kawasan tangkapan (catchment area) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu menangkap saluran air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan hilir. Dari definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 1. 1. DAS sebagai tempat berkumpulnya air tak terhindar dari masalah kerusakan lingkungan. Permasalahan yang selalu dikaitkan dengan kerusakan DAS adalah berkurangnya luas hutan akibat penebangan pohon di hulu sungai. Menurut

3 Mentri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada Seminar Nasional Ke-3 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai disebutkan bahwa Indonesia memiliki kurang lebih 190 juta Ha dengan 23 juta Ha lahan kritis. Ada berbagai macam penyebab terjjadinya lahan kritis di DAS, diantaranya adalah adanya persoalan regulasi, pemberdayaan masyarakat yang belum optimal, kurangnya kesadaran masyarakat, dan menurunnya produktivitas hutan. 23 Juta Ha lahan kritis yang ada di Indonesia berada pada 15 DAS. Kekritisan DAS di Indonesia dapat memicu terjadinya kelangkaan air apabila tidak ditangani sedini mungkin. Pengangganan kerusakan DAS tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah setempat tetapi harus ada kerjasama dari semua pihak untuk mewujudkan DAS yang sehat. Adanya kerusakan DAS tidak terlepas dari pertumbuhan penduduk. Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk terpadat di Indonesia. Kepadatan penduduk di Pulau Jawa berdampak pada kerusakan DAS di Pulau Jawa. Terlihat dari data yang disampaikan oleh Mentri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Ibu Siti Nurbaya Bakar pada Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir da Daerah aliran Sungai bahwa empat dari 15 DAS kritis berada di Pulau Jawa. Keempat DAS tersebut adalah DAS Cisadane, DAS Citarum, DAS Serayu,dan DAS Brantas. Keempat DAS tersebut tersebar dari ujung Barat Pulau Jawa hingga ujung Timur Pulau Jawa. DIY memiliki empat DAS yaitu DAS Bogowonto, DAS Serang, DAS Progo, dan DAS Opak-Oyo. Salah satu DAS yang diketahui mengalami kerusakan lingkungan berupa longsor adalah DAS Opak-Oyo. Pada tahun 2016 diketahui telah terjadi 41 kejadian longsor di wilayah tersebut. Longsor tersebut terjadi di wilayah administratif Kabupaten Gunungkidul mencakup Kecamatan Patuk, Kecamatan Gedangsari, Kecamataan Ngawen, dan Kecamatan Semin. DAS yang ada di Wilayah Kecamatan Patuk adalah DAS Widoro. DAS Widoro merupakan bagian dari DAS Opak-Oyo yang bermuara di Sungai Oyo.

4 Gambar 1.1. Siklus Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumber: Asdak, 2010 DAS Widoro memiliki curah hujan tinggi, kemiringan lereng yang bervariasi dari curam hingga landai, dan merupakan daerah berkembang melalui kawasan wisata alam serta perkebunan. Umumnya penggunaan lahan di DAS berupa hutan, sawah tadah hujan, sawah irigasi, tegalan, dan pemukiman. Penggunaan lahan dicerminkan oleh aktivitas pengelolaan lahan, dan pemanfaatan lahan merupakan pengaturan dari penggunaan lahan. Perkembangan suatu DAS menyebabkan banyak alih fungsi lahan. Dampak yang timbul adalah terjadinya perubahan tata guna lahan, seperti perubahan pemanfaatan lahan dari hutan ke pertanian dan pemanfaatan lahan lainnya, yang dapat mengganggu stabilitas tata air dan tanah (Asdak, 2010). DAS Widoro dimanfaatkan oleh masyarakat untuk permukiman, sawah, hutan, dan tegalan. Pada hulu DAS Widoro memiliki wilayah dengan ketinggian dan kemiringan lereng paling tinggi dan berangsur berkurang hingga daerah hilir. Pada tahun 2014 diketahui bahwa DAS Widoro memiliki tingkat erosi dari kelas ringan sampai sangat berat (Hashifah, 2014). Selain itu dari data BPBD

5 Kabupaten Gunungkidul 2016 bahwa DAS Widoro masuk ke dalam daerah berpotensi terjadi longsor. 1.2. Perumusan Masalah Wilayah Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Widoro terletak di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sub DAS Widoro merupakan salah satu bagian dari DAS Opak-Oyo, aliran air dari Sub DAS Widoro bermuara ke Sungai Oyo yang merupakan batas administratif alami beberapa kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Patuk dengan Kecamatan Playen, Kecamatan Gedangsari dengan Kecamatan Playen, dan Kecamatan Wonosari dengan Kecamatan Nglipar. Penggunaan lahan yang selalu ada di setiap tempat adalah pemukiman. Begitu pula yang ada di Sub DAS Widoro. Penggunaan lahan selain pemukiman ada pula hutan sejenis, perairan darat (sungai), persawahan irigasi, persawahan tadah hujan, dan tegalan/ladang. Pada lahan pertanian, masyarakat masih menggunakan cara tradisional dalam mengelola lahan ditambah dengan penggunaan pestisida. Perubahan penggunaan lahan dalam pemanfaatannya di beberapa tempat, tegalan dialihfungsikan sebagai bangunan dan pembukaan lahan seiring berkembangnya pariwisata di Kecamatan Patuk. Pemanfaatan lahan intensif dari penggunaan lahan yang ada di Sub DAS Widoro mengakibatkan berbagai macam dampak salah satunya adalah erosi. Pemanfaatan lahan intensif yang ada di Sub DAS Widoro salah satunya ada pada lahan pertanian. Lahan pertanian dimanfaatakan oleh masyarakat secara terus menerus untuk mendapatkan hasil maksimal. Hasil produksi dari lahan pertanian digunakan masyarakat sebagai pemenuh kebutuhan hidupnya. Tak heran bahwa lebih dari 50% penduduk Kecamatan Patuk berprofesi sebagai petani. Pengolahan lahan pertanian yang tidak mengacu pada peningkatan kelestarian lingkungan akan berdampak pada rusaknya tanah garapan di lahan pertanian. Kerusakan yang terjadi sebagai hasil dari proses pemanfaatan lahan yang ada. Kerusakan lahan akibat pemanfaatan lahan di Sub DAS Widoro salah satunya berupa erosi. Hal

6 tersebut dibuktikan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Hashifah. Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2014 didapati adanya erosi yang terjadi di Sub DAS Widoro. Besar erosi yang terjadi di DAS Widoro memiliki rentang dari 0,11-1303,87 ton/ha/th dengan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. (Hashifah, 2014). Berdasarkan pada fakta dan konsep teoritis yang ada, maka perlu dilakukan penelitian lebih mendalam dan detail, untuk menganalisis kerusakan lingkunagan di DAS Widoro Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut ini. (1) Bagaimana jenis dan bentuk pemanfaatan lahan intensif di DAS Widoro? (2) Bagaimana pengaruh aktivitas pemanfaatan lahan terhadap tingkat kerusakan lingkungan ditinjau dari indikator erosi dan tanah longsor di DAS Widoro? (3) Bagaimana strategi pengeloln lingkungan sebagai pelestarian lingkungan? Guna mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetail tentang: Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pemanfaatan Lahan Intensif di DAS Widoro Patuk Gunungkidul Yogyakarta. Lokasi penelitian mencakup seluruh bagian DAS Widoro seperti tertera pada Gambar 1. 2. 1.3. Keaslian dan Batasan Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.1.

7 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian yang akann dilakukan dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 1. 2. Anik Sarminingsih, 2007 Evaluasi Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Mendesaknya Langkah-langkah Konservasi Air Sutopo Purwo Nugroho, 2003 Pergeseran Kebijakan dan Program Baru dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia Untuk menyusun rencana pola konservasi baik struktural maupun non struktural. Melakukan analisis terhadap faktorfaktor penyebab kerusakan DAS di Indonesia, memberi alternatif penanggulanagn masalah yang sesuai. Analisis dan evaluasi debit rendah atau ketersediaan air, debit banjir, potensi erosi serta laju sedimentasi. Analisis terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan DAS di Indonesia Terjadi kekurangan air yang cukup besar di musim kemarau, adanya pemanfaatan lahan denagan kemiringan >40% sebagai lahan budidaya yang melanggar kaidah konservasi. Kerusakan DAS di Indonesia semakin meningkat, pengelolaan DAS belum optimal, penyebab kekagalan adalah pola commond and control dg pendekatan topdown, dlm paradigma baru pengelolaan DAS menggunakan pendekatan bottom-up. 3. Direktorat Kehutnan dan Konservasi Sumberdaya Air Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu Memberikan alternatif model kebijakan pengelolaan DAS terpadu Analisis pendekatan konsep pengelolaan DAS terpadu berdasarkan sumberdaya pada masing-masig wilayah. Perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja melainkan perlu adanya keterkaitan antar sub DAS dari hulu hingga hilir. 4. 5. 6. Hamidin, 2009 Pembuatan Sistem Pengelolaan Lahan DAS Berbasis Integrasi Kemampuan Lahan Daya Dukung Wilayah di DAS (Otomasi Sistem): Studi Kasus Sub DAS Opak Astuiti, 2008 Evaluasi Tingkat Kekritisan Air dan Keruakan Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Serang Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta Birawa, 2008 Tingkat Bahaya Erosi Permukaan dan Tindakan Konservasi Masyarakat di DAS Carik Kabupaten Kulon Progo Mengetahui kemampuan lahan, daya dukung wilayah, mengembangkan model pengelolaan lahan DAS dengan menggabungkan kemampuan lahan dan daya dukung wilayah dalam perencanaan penggunaan lahan. Mengkaji dan mengevaluasi tingkat kekritisan air dan pengaruh kerusakan lingkungan, memperkirakan strategi pengelolaan lingkungan. Mengevaluasi tingkat bahaya erosi permukaan dan persebarannya di daerah penelitian, mengevali=uasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang erosi dan konservasi serta membuat alternatif pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Kombinasi kemampuan lahan dengan gabungan daya dukung wilayah. Survei instansional, survei lapangan, porposive sampling, pendekatan neraca air dalam DAS. Rumus USLE, survei kuisioner. Terdapat 7 kelas kemampuan lahan. Daya dukung wilayah untuk pertanian, permukiman, dan fungsi lindung dengan 3 kelas pada masing-masing daya dukung. Total ketersediaan air di DAS Serang adalah sebesar 109.018.987,09 m 3 /tahun dan kebutuhan air sebesar 46.368.387,83 m 3 /tahun. DAS Serang belum mengalami kekritisan air. DAS Carik memiliki tingkat bahaya erosi dari ringan sampai sangat berat. Tingkat pengetahuan penduduk termasuk tinggi.

8 Lanjutan Tabel 1.1. No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 7. 8. 6. 9. 10. 11. Antara, 1996 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Lingkungan Perairan di Daerah Aliran Sungai Wiroko Wonogiri Propinsi Jawa Tengah Mahro Syihabuddin, 2014 Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Alih Fungsi Lahan di Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur Birawa, 2008 Tingkat Bahaya Erosi Permukaan dan Tindakan Konservasi Masyarakat di DAS Carik Kabupaten Kulon Progo Natalaga, 2010 Kajian Arahan Rehabilitasi Lahan Berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan: Kasus di Daerah Aliran Sungai Sailo Kabupaten Landak Kalimantan Barat Dalili Ghaisani Hashifah, 2014 Tingkat Bahaya Erosi Daerah aliran Sungai Widoro Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Dalili Ghaisani Hashifah, 2017 Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pemanfaatan Lahan di DAS Widoro Patuk Gunungkidul Yogyakarta Mengkaji pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan karakteristik banjir. Megkaji alih fungsi lahan, bentuk dan tingkat kerusakan lingkungan, dan merumuskan strategi pengelolaan kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan. Mengevaluasi tingkat bahaya erosi permukaan dan persebarannya di daerah penelitian, mengevali=uasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang erosi dan konservasi serta membuat alternatif pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Mengkaji besar dan sebaran spasial tingkat bahaya erosi beserta faktor-faktor pengaruh tingkat bahaya erosi dan tren perubahannya. Mengetahui tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Widoro menggunakan rumus USLE. Untuk mengkaji jenis dan bentuk penyimpangan aktivitas penggelolaan lahan, menentukan tingkat kerusakan lingkungan, dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan Sumber: Telaah Pustaka dan Perumusan, 2016 Analisis kuantitatif, komperatif diskriptif, dan analisis kualitatif. Interpretasi citra satelit, analisis diskriptif kualitatif hasil survei dan data sekunder. Rumus USLE, survei kuisioner. Survey lapangan dan laju erosi menggunakan USLE. Survey lapangan, observasi, uji laboratorium, metode USLE Survei lapangan, porposive sampling, observasi, analisis deskriptif Terjadi perubahan bentuk dan luas penggunaan lahan di DAS Wiroko. Pengaruh perubahan penggunaan lahan ditunjukkan dengan menurunnya sedimen tersuspensi tahunan rata-rata dalam periode tahun 1985-1995. Alih fungsi yang terjadi: hutan lahan kering menjadi hutan tanaman, lahan pertanian menjadi permukiman, hutan menjadi lahan pertanian, hutan menjadi pemukiman, pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman. Kerusakan lingkungan yang terjadi: longsor dan limpasan permukaan. DAS Carik memiliki tingkat bahaya erosi dari ringan sampai sangat berat. Tingkat pengetahuan penduduk termasuk tinggi. Erosi terbesar ada pada kawasan hutan sekunder dan perkebunan karet yang terawat. Tingkat bahaya erosi yang terjad di DAS Widoro berada pada klasifikasi sangat ringan sampai dengan sangat berat dengan besaran lebih dari 480 ton/ha/tahun. Jenis dan bentuk pengelolaan lahan mempengaruhi TBE yang terjadi di Sub DAS Widoro dan mengakibatkan kerudsakan lingkungan dilihat dari penyimpangan aktivitas pengelolaan lahan di Sub DAS Widoro. Dari kesebelas penelitian terdahulu didapati bahwa erosi secara alami terjadi di DAS dengan kelas ringan sampai dengan sedang. Terdapat kerusakan yang merupakan akibat dari campur tangan manusia selain kerusakan yang terjadi

9 secara alami di dalam perubahan penggunaan lahan dan alih fungsi lahan. Penanggulangan kerusakan yang terjadi tidak bisa dilakukan hanya pada salah satu wilayah saja. Dibutuhkan adanya kerjasama semua bagian wilayah DAS di dalam menaggulangi kerusakannya. Kesatuan sektoral di dalam penanggulangan kerusakan DAS dibutuhkan untuk mempermudah di dalam mengetahui penyebab sekaligus langkah yang dibutuhkan di dalam penanggulanggannya. Dari data pada Tabel 1.1. diketahui bahwa pokok kajian penelitian bertempat pada DAS. Adapula penelitian yang memiliki variabel yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan penelitan yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah TBE di DAS sudah diketahui sebelumnya. TBE digunakan sebagai salah satu faktor terjadinya kerusakan dalam penelitian ini. Penelitian ini akan melihat pengaruh dari pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat di DAS Widoro terhadap kerusakan yang terjadi dan nantinya akan memunculkan strategi apa yang tepat digunakan di DAS Widoro. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan batasan obyek maupun lingkup kajian penelitian yang didukung oleh konsep teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji jenis dan bentuk aktivitas pemanfaatan lahan intensif ditinjau dari aspek abiotik, biotik, dan kultural yang menimbulkan kerusakan lingkungan sebagai dasar pelestarian lingkungan di DAS Widoro; (2) menentukan tingkat kerusakan lingkungan ditinjau dari indikator erosi dan tanah longsor pada pemanfaatan lahan intensif pemicu kerusakan lahan DAS Widoro; dan (3) merumuskan setrategi pengelolaan lingkungan untuk pengendalian kerusakan lahan sebagai dasar pelestarian lingkungan di DAS Widoro.

10 1.5. Manfaat Penelitian Sasaran utama penelitian ini adalah mengkaji jenis dan bentuk pemanfaatan lahan, mengetahui tingkat kerusakan lingkungan ditinjau dari indikator erosi dan tanah longsor pada penggunaan lahan pada DAS serta merumuskan strategi pengelolaannya. Terdapat pengaplikasian metode penelitian terkait pemanfaatan lahan pada DAS serta saran berupa rekomendasi perbaikan fungsi pada objek kajian. Manfaat utama penelitian ini lebih mengarah kepada manfaat secara akademik dan secara praktis, seperti diuraikan berikut ini. (1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori dan metode penelitian tentang ilmu pemanfaatan lahan terutama pada objek kajian DAS. Hasil penelitian ini menjelaskan mengenai teknik sampling dan analisis kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan pada DAS diintegrasikan dengan analisis mengenai Tingkat Bahaya Erosi yang terjadi. (2) Data dan hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat menjadi tambahan fakta mengenai kondisi lingkungan DAS Widoro. Berkembangnya kemajuan daerah dan pariwisata pada DAS menciptakan berbagai perubahan melalui aktifitas pemanfaatan lahan, sehingga inventarisasi data mengenai DAS Widoro diperlukan untuk mengatahui kondisi terkini dari DAS Widoro. (3) Secara praktis, hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan para pemangku kebijakan dalam melakukan pengelolaaan lingkungan DAS Widoro. Pengkajian kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lahan dengan indikator tingkat bahaya erosi yang terjadi dan rekomendasi strategi pemanfaatan lahan pada DAS Widoro menjadi hal yang dibahas pada penelitian ini, sehingga diharapkan dapat menjadi masukkan bagi pemangku kebijakan agar DAS Widoro tetap berfungsi sebagai mana mestinya.

11