BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data pengamatan yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari pengamatan selintas dan pengamatan utama. Data pengamatan selintas tidak dianalisis secara statistik, namun digunakan untuk mendukung pembahasan data pengamatan utama. Data pengamatan selintas yang dikumpulkan untuk mendukung data utama pada penelitian ini adalah curah hujan, suhu dan kelembaban udara, suhu dan kelembaban tanah, tingkat kemasaman tanah, dan struktur tanah yang terdisi dari bobot isi dan ruang pori tanah. Data pengamatan utama dianalisis secara statistik Analysis of Variance atau ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test atau DMRT dengan taraf kepercayaan 95%. Data pengamatan utama terdiri dari: tinggi tanaman, jumlah daun terbuka sempurna, diameter krop, bobot brangkasan segar akar, bobot brangkasan kering akar, volume akar, bobot brangkasan segar bagian atas tanaman (batang dan daun), dan bobot brangkasan kering bagian atas tanaman. 4.1. Lingkungan Abiotik Lahan Penelitian Aplikasi agensia hayati pada lahan pertanian perlu memperhatikan kondisi abiotik lingkungan terutama tanah dan cuaca. Hal ini diperlukan untuk mendukung keberlangsungan hidup mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman budidaya. Kondisi abiotik tanah sebagai habitat dari Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. menjadi bahan pengamatan yang penting, terutama pada area perakaran tanaman (Reetha dkk., 2014). Selain itu, keadaan cuaca juga perlu diketahui karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan agensia hayati yang diaplikasikan. Efektifitas aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya dipengaruhi oleh suhu tanah, kelembaban tanah, dan ph tanah (Carreiro dan Koska, 1992 dalam Nzioki dan Mutisya, 2016; Okoth dkk., 2009; Sharma, 2011; Ali dkk., 2012; Singh dkk., 2014). 17
Data curah hujan dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1, sedangkan data suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah dan tingkat kemasaman tanah disajikan pada Tabel 4.2. Curah hujan yang terjadi selama waktu penelitian bervariasi, namun secara umum dapat dilihat bahwa pada waktu tanaman budidaya tumbuh di lahan (bulan Maret sampai Mei 2015) nilai curah hujan bulanan tercatat antara 141 sampai 463 mm. Kinoshita dan Nakane (2002) menuliskan bahwa peningkatan curah hujan ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko limpasan permukaan dan pencucian hara dan partikel tanah. Kehilangan akibat adanya limpasan permukaan dan pencucian dapat menyebabkan agensia hayati terbawa ke lapisan tanah yang lebih dalam atau ke tempat lain sehingga menyebabkan agensia hayati tidak berada pada area perakaran (rizosfer) tanaman budidaya. Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. memiliki peran sebagai fungi antagonis bagi fungi lain yang bersifat patogenik bagi tanaman kubis. Aktivitas Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada rizosfer tanaman kubis membantu akar tanaman tetap sehat dan bekerja optimal. Tabel 4.1. Data Curah Hujan Bulan Februari sampai Juni 2015 Bulan Curah Hujan (mm) Jumlah Hari Kriteria Total Rata-rata Harian Hujan Februari 2015 217 7,75 Sedang 15 Maret 2015 301 9,70 Tinggi 17 April 2015 463 15,43 Sangat tinggi 19 Mei 2015 141 4,54 Sedang 9 Juni 2015 1 0,03 Rendah 3 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang Selama penelitian berlangsung, suhu tanah pada lahan penelitian berfluktuasi antara 24,10 o C 26,20 o C, sedangkan suhu udara berfluktuasi antara 20,20 o C 32,30 o C. Rentang suhu tanah ini termasuk dalam suhu yang optimal untuk pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Penelitian Samuels dkk. (2007), Gupta dan Sharma (2013), dan Herlina (2013) menunjukkan bahwa kultur Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. menunjukkan pertumbuhan optimal pada lingkungan dengan suhu antara 25 C sampai 30 C. Ali dkk. (2012), Singh dkk. (2014) dan Reetha dkk. (2014) menyatakan bahwa suhu yang lebih rendah dari 20 C 18
atau lebih tinggi dari 30 C akan menghambat aktivitas pertumbuhan dan pembentukan biomasa kultur Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Tabel 4.2. Suhu Udara dan Tanah, Kelembaban Udara, Kelembaban Tanah dan Tingkat Kemasaman (ph) Tanah Lahan Penelitian Parameter Minimum Maksimum Suhu Udara ( o C)* 20,20 32,30 Kelembaban Udara (%)* 76,00 88,00 Suhu Tanah ( o C)** 24,10 26,20 Kelembaban Tanah (%)** 44,74 53,59 ph Tanah** 5,10 5,50 Keterangan: - (*)Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang - (**) pengamatan mandiri Tanah di Kebun Penelitian Salaran tergolong dalam jenis tanah Andosol. McDaniel dkk. (2012) menyatakan bahwa tipe tanah Andosol memiliki ciri khas: kelembaban tinggi dengan ketersediaan ruang pori tanah yang cukup banyak. Kelembaban tanah penelitian tercatat antara 44,74% sampai 53,59% (Tabel 4.2.). Mishra dan Khan (2015) menuliskan pertumbuhan kultur Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang baik terjadi pada tingkat kelembaban antara 50% sampai 95% dengan pertumbuhan dan pembentukan spora paling tinggi terjadi pada tingkat kelembaban relatif sebesar 80%. Tingkat kelembaban yang lebih rendah daripada kondisi optimal untuk pertumbuhandan perkembangan Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. tidak menyebabkan kematian bagi fungi, hanya saja pertumbuhan fungi dan pembentukan spora menjadi lebih lambat (Hart dan Macleod, 1966). Tingkat kemasaman tanah penelitian antara 5,10 sampai 5,50. Nilai ini termasuk dalam rentang ph yang masih mendukung untuk pertumbuhan Trichoderma spp. Produksi biomassa optimum Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. terjadi pada rentang ph antara 4,6 dan 6,8 (Jackson dkk., 1991; Atlas dan Bartha, 1993 dalam Uruilal dkk., 2012; Kaewachai dkk., 2009). Daya dukung tanah sebagai habitat agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dilihat pula dari bobot isi dan ketersediaan pori tanah sebagai ruang untuk tumbuh dan berkembangnya fungi ini. Ketujuh petak perlakuan menunjukkan 19
kondisi kepadatan yang sama. Nilai bobot isi tanah antara 0,82 sampai 0,99 g/cm 3. Bobot isi tanah yang relatif ringan ini diimbangi dengan ketersediaan ruang pori tanah yang cukup tinggi akan mempengaruhi kandungan air dan ketersediaan udara didalam tanah. Hal ini mendukung tanah tetap dalam keadaan yang cukup lembab akibat kemampuan pegang air kapiler yang tinggi. Kondisi ini memberikan dukungan yang baik bagi pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Jumlah ruang pori tanah yang disajikan pada Tabel 4.3. berikut ini Tabel 4.3. Hasil Analisis Kondisi Fisik Tanah pada Petak Percobaan Perlakuan BI RPMak RPMik RPT (g/cm 3 ) (%) (%) (%) Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol) 0,86 10,89 56,73 67,62 Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan 0,89 11,29 55,24 66,53 Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan 0,82 12,10 56,82 68,92 Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan 0,99 11,59 51,15 62,75 Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman 0,83 16,74 51,87 68,61 Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman 0,85 18,16 49,87 68,03 Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman 0,85 12,64 55,26 67,90 Rerata 0,87 13,34 53,85 67,19 Keterangan: BI (Bobot Isi Tanah); RPMak (Ruang Pori Makro); RPMik (Ruang Pori Mikro); dan RPT (Ruang Pori Total) Berdasarkan pengamatan kondisi fisik tanah dan lingkungan abiotik pada lahan penelitian Salaran menunjukkan bahwa keadaan tanah dan lingkungan ini memberikan dukungan yang baik untuk perkembangan dan aktivitas agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada lahan penelitian dapat memberikan dukungan tambahan untuk budidaya tanaman kubis maupun jenis tanaman yang lain. 4.2.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kubis Pertumbuhan tanaman kubis dengan aplikasi agensia hayati ini diamati selama 70 hari selama masa tumbuh tanaman di lahan dengan interval waktu pengamatan tujuh hari. Pengamatan pertama dilakukan pada usia tanaman satu minggu (tujuh hari) setelah pindah tanam. Tinggi tanaman kubis yang diberi perlakuan berbagai 20
konsentrasi agensia hayati tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (lihat Tabel 4.4). Hasil yang tidak saling berbeda nyata ini terutama karena kubis adalah jenis tanaman roset, dan aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. tidak berpengaruh pada perpanjangan ruas batang tanaman kubis melainkan berpengaruh pada jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop. Tabel 4.4. Data Tinggi, Jumlah Daun Terbuka Sempurna dan Diameter Krop Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Perlakuan T (cm) JD (helai) DK (cm) (70 hspt) (35 hspt) (70 hspt) Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol) 29,08 a 10,16 b 9,40b Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan 27,00 a 10,96 ab 10,36ab Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan 27,24 a 11,00 ab 10,63ab Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan 28,80 a 11,56 ab 11,76a Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman 27,64 a 12,32 a 9,88ab Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman 28,36 a 12,00 ab 8,92b Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman 28,16 a 11,44 ab 11,04ab Keterangan: - T (tinggi tanaman); JD (jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman); DK (diameter krop tanaman), hspt (hari setelah pindah tanam) - Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95% Jumlah daun tanaman kubis dihitung mulai usia tujuh sampai 35 hari setelah pindah tanam (lihat Lampiran 7). Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. relatif meningkatkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman kubis meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati (kontrol). Hal ini sejalan dengan penelitian Haque dkk. (2012) yang menuliskan aplikasi pupuk yang diperkaya Trichoderma spp. pada tanaman sawi menunjukkan jumlah daun per tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak diaplikasi dengan pupuk dan agensia hayati tersebut. Hasan dan Solaiman (2012) menuliskan bahwa jumlah daun penting untuk diamati karena berkaitan dengan kenampakan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis. Pada penelitian ini, perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman menunjukkan jumlah daun yang lebih tinggi dan berbeda nyata 21
dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), akan tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan aplikasi agensia hayati yang lainnya. Altomare dkk. (1999) menuliskan bahwa Trichoderma spp. mampu meningkatkan kelarutan hara P dan hara mikro yang lain. Hara P yang tidak diimbangi dengan ketersediaan N akan memacu tanaman untuk memasuki fase generatif lebih cepat, akibatnya pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi tidak sempurna (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Hal ini diduga yang mengakibatkan aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi yang lebih tinggi relatif menurunkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman kubis. Diameter krop yang dihasilkan pada tanaman kubis di lahan penelitian tercatat antara 8,92 sampai 11,76 cm (Tabel 4.4), masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan deskripsi varietasnya (lihat Lampiran 1). Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan terutama suhu udara pada fase pembentukan krop yaitu pada bulan April sampai Mei 2015 (lihat Lampiran 2) yang lebih tinggi dibandingkan lingkungan adaptasi yang sesuai untuk tanaman kubis (berdasarkan deskripsi varietasnya). Meskipun demikian, berbagai konsentrasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada tanaman kubis relatif meningkatkan jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop dibandingkan dengan tanaman kubis yang dibudidayakan tanpa aplikasi agensia hayati (Tabel 4.4.). Perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l yang diaplikasikan pada seluruh bedengan memberikan diameter krop yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol) dan perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman. Perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada bedengan dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l; serta perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada pokok tanaman dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l tidak menunjukkan perbedaan diameter krop dibandingkan dengan perlakuan tanpa, perlakuan dengan konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan dan perlakuan dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agensia hayati Trichoderma memacu penyerapan hara bagi pertumbuhan tanaman. Haque dkk. (2012) menuliskan hasil 22
yang lebih baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan pemberian agensia hayati dengan pupuk Nitrogen untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman budidaya. Efek samping dari keberadaan Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang mampu menekan perkembangan patogen penyakit tular tanah dan juga dapat meningkatkan penyerapan hara sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung dengan normal (Iskandar dan Pinem 2009; Saba dkk., 2012; Topolovec dkk., 2013). Marh (2005) dan Herlina (2013) menuliskan bahwa dalam proses dekomposisi, Gliocladium spp. membantu mempercepat ketersediaan hara bagi mikroorganisme dan tanaman. Hal ini yang menyebabkan aplikasi agensia hayati pada tanaman kubis relatif meningkatkan jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop tanaman kubis dibandingkan dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati (kontrol). 4.3.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan terhadap Hasil Tanaman Kubis Pengaruh pemberian agensia hayati terhadap hasil tanaman kubis diamati pada bobot brangkasan segar dan kering bagian atas tanaman, bobot brangkasan segar dan kering akar, serta volume akar. Hasil pengamatan ini disajikan pada Tabel 4.4. Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi 0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman memberikan hasil bobot brangkasan segar bagian atas tanaman yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), namun tidak saling berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi 1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman menunjukkan bobot brangkasan kering bagian atas yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada seluruh bedengan dengan konsentrasi 0,5 g/l; 1,5 g/l, dan 2,5.g/l, namun perlakuan ini tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada pokok tanaman dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l. 23
Tabel 4.5. Data Bobot Brangkasan Bagian Atas serta Bobot Brangkasan dan Volume Akar Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Bobot Brangkasan Vol. Perlakuan Bagian Atas Tanaman Akar Akar Segar (g)* Kering (g)* Segar (g)* Kering (g)** (ml)* Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol) 623,74 ab 82,40 ab 25,07 ab 5,99 ab 45,60 ab Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan 517,30 ab 75,68 ab 18,57 b 4,76 b 24,60 b Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan 388,55 b 45,26 b 25,82 ab 6,53 ab 43,20 ab Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan 471,32 ab 58,83 ab 28,80 ab 6,12 ab 45,00 ab Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman 791,41 a 80,34 ab 36,55 a 9,03 a 61,20 a Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman 761,43 ab 116,66 a 39,71 a 9,22 a 56,70 a Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman 591,98 ab 64,54 ab 30,56 ab 6,96 ab 43,40 ab Keterangan: -(*) Data ditransformasi dengan menggunakan ( ) -(**) Data ditransformasi dengan menggunakan ( ) -Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95% Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l pada pokok tanaman menunjukkan data yang berbeda nyata terhadap perlakuan aplikasi dengan konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan untuk bobot brangkasan akar dalam keadaan segar dan kering serta volume akar namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), 1,5 g/l dan 2,5 g/l pada seluruh bedengan serta konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman. Agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang diaplikasikan pada lahan pertanian memberikan dukungan terhadap petumbuhan tanaman melalui aktivitasnya pada area perakaran. Aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman relatif menurunkan bobot segar dan kering brangkasan bagian atas maupun akar tanaman, serta volume akar dibandingkan dengan konsentrasi yang lain pada cara aplikasi yang sama (Tabel 4.5.). Aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman memberikan hasil bobot segar dan kering akar dengan nilai lebih tinggi dibandingkan aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman. Hal ini menunjukkan aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman menjadi perlakuan yang relatif baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. 24
Agensia hayati Trichoderma spp. memiliki aktivitas utama sebagai mikroorganisme yang bersifat antagonis bagi fungi patogen pada tanaman budidaya. Aktivitas agensia hayati ini pada area perakaran tanaman kubis berfungsi sebagai kompetitor fungi yang berpotensi sebagai patogen sehingga tidak menginfeksi sistem perakaran tanaman (Ousley dkk., 1993 dalam Topovolec dkk., 2013). Keadaan ini memungkinkan akar tanaman tumbuh dengan baik. Ketersediaan ruang tumbuh yang cukup pada tanah juga turut mendukung pertumbuhan akar tanaman secara optimal. Beberapa strain Trichoderma mampu mengkolonisasi permukaan akar, bahkan melakukan penetrasi pada lapisan epidermis akar (Harman dkk., 2006; Hermosa dkk., 2012). Kondisi ini memberi dukungan perlindungan bagi akar tanaman sekaligus peningkatan daya serap hara oleh akar sebagai dampak dari perluasan permukaan akar oleh koloni mikroorganisme. 4.4.Keterkaitan antar Parameter dalam Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada Tanaman Kubis Keterkaitan antar parameter dalam penelitian ini dilihat dengan analisis korelasi dari nilai-nilai hasil pengamatan yang dilakukan. Korelasi antar parameter dianalisis untuk mengetahui dampak aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya. Agensia hayati yang diaplikasikan memiliki habitat di tanah dan area perakaran tanaman budidaya. Aktivitas mikroorganisme ini akan mempengaruhi aktivitas akar dalam menyokong pertumbuhan tanaman, baik bagian akar itu sendiri maupun bagian atas tubuh tanaman yakni batang dan daun. Nilai dan signifikansi korelasi antar parameter dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut. 25
Tabel 4.6. Nilai dan Signifikansi Korelasi antar Parameter dalam Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada Tanaman Kubis PARAMETER T JD DK BS atas BK atas BS akar BK akar Vol. akar T 1 JD 0,363* 1 DK 0,304 0,255 1 BS atas 0,370* 0,247-0,102 1 BK atas 0,441** 0,253-0,167 0,859** 1 BS akar 0,294 0,295-0,119 0,622** 0,689** 1 BK akar 0,328 0,329-0,105 0,569** 0,639** 0,768** 1 Vol. akar 0,363* 0,515** 0,076 0,517** 0,601** 0,742** 0,607** 1 Keterangan: -T (tinggi); JD (jumlah daun terbuka sempurna); DK (diameter krop); BS akar (bobot segar brangkasan akar); BS atas (bobot segar brangkasan bagian atas); BK akar (bobot kering brangkasan akar); BK atas (bobot kering brangkasan bagian atas); Vol. akar (volume akar) -(*) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95% -(**) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99% Diameter krop memberikan nilai korelasi yang paling rendah dan tidak signifikan terhadap volume akar. Selain itu, korelasi negatif antara diameter krop dengan bobot brangkasan bagian atas tanaman menunjukkan bahwa semakin besar krop yang terbentuk tidak menaikkan nilai bobot brangkasan bagian atas tanaman. Hal ini diduga karena krop yang terbentuk pada tanaman kubis memiliki kepadatan yang rendah, meskipun diameter yang terbentuk lebih besar namun tidak diimbangi dengan kenaikan bobotnya. Bobot segar brangkasan bagian atas tanaman memiliki korelasi yang erat dan sangat signifikan dengan bobot keringnya. Hal ini berarti seiring dengan bertambahnya bobot brangkasan bagian atas tanaman, penumpukan fotosintat pada jaringan tanaman juga bertambah. Kondisi ini didukung dengan pertumbuhan akar yang baik, dimana bobot dan volume akar memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap bobot brangkasan bagian atas tanaman. Akar tanaman budidaya merupakan target utama dari aplikasi agensia hayati pada lahan percobaan. Dukungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. di atas dimana kenaikan bobot segar akar berkaitan sangat signifikan terhadap kenaikan bobot segar dan kering brangkasan bagian atas tanaman, bobot kering akar itu sendiri dan volume 26
akar. Volume akar memiliki keterkaitan yang sangat signifikan terhadap jumlah daun terbuka sempurna, bobot segar dan kering akar, serta bobot segar dan kering brangkasan bagian atas tanaman kubis. Akar tanaman kubis tumbuh dengan baik pada kondisi tanah penelitian yang memiliki bobot isi relatif ringan sehingga menyediakan ruang tumbuh yang besar (lihat Tabel 4.3). Hasil penelitian ini didukung oleh peneliti-peneliti lainnya yang menyimpulkan bahwa aktivitas Gliocladium spp. yang membantu mempercepat ketersediaan hara pada proses dekomposisi bahan-bahan organik dan aktivitas Trichoderma spp. yang membantu meningkatkan kelarutan hara mikro bagi tanaman (Marh, 2005; Vinale dkk., 2008; Herlina, 2013). Aktivitas mikroorganisme ini pada area perakaran tanaman akan mempengaruhi aktivitas akar sebagai organ utama penyokong kehidupan tanaman. Hara yang tersedia dan kondisi akar yang tombuh optimal mendukung nutrisi dan air dari dalam tanah diserap dengan baik. Dengan demikian, pembentukan jaringan tanaman dan penumpukan fotosintat pada jaringan terjadi dengan baik yang ditunjukkan dengan kenaikan bobot brangkasan tanaman. 27