BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya ikan sarden, ikan paus dan lain-lain ( S. Ketaren, 1986 ). Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit cukup menanjak. Diantara macam-macam minyak goreng, antara lain minyak yang berasal dari kedelai, bunga matahari, lobak zaitun, dan kelapa hibrida. Munculnya minyak kelapa sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain. Bahkan, keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuannya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak kelapa sawit dibandingkan dengan minyak nabati yang lain. Minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai produk pangan biasanya dihasilkan dari bagian kulit (sabut) kelapa sawit maupun inti (biji) kelapa sawit melalui proses fraksinasi (pemisahan), rafinasi (pemurnian), dan hidrogenasi. Selain sebagai bahan baku minyak sawit, kelapa sawit digunakan dalam bentuk minyak
goreng, margarin, butter, shortening untuk pembuatan kue-kue dan lain sebagainya (Penebar swadaya 1992). Dari nilai gizinya, penggunaan minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng cukup menguntungkan. Adanya karoten dan tokoferol yang terkandung di dalamnya menyebabkan minyak kelapa sawit ini perlu dikembangkan sebagai sumber vitamin. Karoten dan tokoferol ini diketahui dapat meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi dengan kata lain menyebabkan minyak tidak mudah tengik. Selain itu minyak kelapa sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng non kolesterol (kadar kolesterolnya rendah) (Penebar swadaya 1992). Minyak goreng kelapa sawit yang dikenal dengan istilah minyak goreng kelapa sawit curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan minyak goreng kelapa sawit curah tidak sejernih minyak goreng bermerek. Penampakan ini berkaitan erat dengan titik cair (suhu pada saat lemak mulai mencair) dan cloud point (suhu pada saat mulai terlihat adanya padatan) pada minyak (www.kompas.com 18 April 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas minyak adalah kandungan air, kandungan kotoran, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida Faktor -faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida, refining loss, plastisitas, spreadabiliti, kejernihan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua
faktor-faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui kualitas minyak kelapa sawit (S. Ketaren, 1986). Minyak goreng kelapa sawit bermutu prima (Special Quality) mengandung asam lemak bebas (Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % asam lemak bebas (www.depperin.go.id). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas (kemurnian) minyak goreng kelapa sawit adalah asam lemak bebas. Peningkatan jumlah asam lemak bebas ini terjadi bila minyak goreng teroksidasi ataupun terhidrolisis sehingga mengakibatkan ikatan rangkap yang ada dalam minyak akan pecah. Pecahnya ikatan rangkap ini lama-kelamaan akan membuat minyak goreng menjadi semakin jenuh (Penebar swadaya, 1992). Minyak atau lemak yang mengandung persentase asam lemak dengan kadar tinggi kurang baik untuk kesehatan, karena bila untuk menggoreng (deep fried atau dipanaskan), disamping akan mengalami polimerisasi (penggumpalan), juga membentuk trans fatty acids (asam lemak trans) dan free radicals (radikal bebas) yang bersifat toksik dan karsinogenik ( Iwan T. Budiarso, 2004). B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan Berapakah kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng?
C. Tujuan Penelitian 1. Menetapkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sebelum digunakan untuk menggoreng. 2. Menetapkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sesudah digunakan untuk menggoreng. 3. Membandingkan kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng kelapa sawit curah yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sebelum digunakan untuk menggoreng dengan Standar Nasional Indonesia 01-3747-2002. D. Manfat Penelitian 1. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat tentang kualitas minyak goreng kelapa sawit curah sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng bila ditinjau dari asam lemak bebasnya. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng.