BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh luas areal tanaman pangan, namun komoditas ini memegang posisi sentral dalam kebijaksanaan pangan nasional karena perannya sangat penting dalam menu pangan penduduk. Kedelai telah dikenal sejak awal sebagai sumber protein nabati bagi penduduk Indonesia namun komoditas ini tidak pernah menjadi tanaman pangan utama seperti halnya padi (Supadi,2009). Menurut Sumarno (2011) kedelai telah dibudidayakan di Indonesia sejak 1746, menerapkan teknologi asli petani, pada lahan sawah sebagai rotasi tanaman padi. Pada tahun 1960 luas areal tanam kedelai di Indonesia menduduki posisi ke tiga terluas di dunia, tetapi selanjutnya tidak dapat berkembang hingga sekarang. Untuk mencapai swasembada kedelai perlu memperluas areal tanam pada lahan sawah bekas tanaman padi. Penerapan pola rotasi padi-padi-kedelai di lahan sawah secara nasional, selain memperbaiki kesuburan tanah, juga mampu meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan produksi kedelai menuju swasembada. Dalam kelompok tanaman pangan kedelai merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Lebih dari 90 persen kedelai Indonesia digunakan sebagai bahan pangan terutama pangan olahan, yaitu sekitar 88 persen untuk tahu 6
dan tempe, 10 persen untuk pengolahan lainnya dan sekitar 2 persen untuk benih (Sudaryanto dan Swastika,2007). Permintaan kedelai terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, pada tahun 2009 kebutuhan nasional kedelai adalah sebesar 2.2 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri 0.9 juta ton. Laju akan kebutuhan kedelai nasional tidak diikuti oleh ketersediaan pasokan yang mencukupi, karena pertumbuhan produksi lebih lambat dibandingkan permintaan konsumsi kedelai, sehingga dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional. Kesenjangan produksi dan konsumsi ini makin nyata dikarenakan komoditas kedelai juga merupakan bahan baku industri pakan ternak yang kebutuhannya terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan peningkatan konsumsi hewani oleh masyarakat. Dengan kondisi tersebut, Indonesia selalu menghadapi defisit yang terus meningkat dan menjadikan Indonesia sangat tergantung pada kedelai impor (Zakaria, 2010). Dengan memperhatikan besarnya kebutuhan kedelai dalam negeri untuk pasokan industri (tahu, tempe, kecap, dan sebagainya) yang menghasilkan bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, dan impor kedelai yang terus meningkat, maka berbagai upaya pemerintah seharusnya diarahkan untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan memperkecil impor kedelai, yang tentunya saja menghabiskan banyak devisa negara. (Zakiah, 2011). Penurunan produksi kedelai di Sumatera Utara dikarenakan penurunan luas panen kedelai di beberapa sentra produksi kedelai di Sumatera Utara seperti di daerah Langkat. Penurunan luas panen kedelai di Sumatera Utara disebabkan petani enggan untuk menananam kedelai, dalam hal ini faktor utama yang membuat
petani enggan adalah petani terus merugi dimana biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan (Faiq, 2012). 2.2 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhendrik (2013) menyatakan bahwa variabel pendidikan non formal, pengalaman, peran penyuluhan, pemasaran dan program SL-PTT Kedelai secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan petani melakukan usahatani kedelai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siagian (2003) mengatakan bahwa petani dalam mengambil keputusan untuk menentukan jenis sayur yang akan ditanam dipengaruhi oleh tingkat kosmopolitan, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan. Sedangkan tingkat pendidikan, lama bertani, pengetahuan mengenai informasi pasar, luas lahan, harga jual tidak mempengaruhi keputusan untuk menentukan jenis sayur yang ditanam. Fardiaz (2008) mengemukakan bahwa keputusan petani dipengaruhi oleh variabel usia, luas lahan serta faktor pengalaman bertani organik dan non organik serta tingkat kosmopolitan seperti interaksi dengan radio, surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang sangat nyata terhadap pengambilan keputusan inovasi. Sedangkan variabel tingkat pendidikan formal dan pendidikan non formal petani tidak berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi. Penelitian yang dilakukan oleh Zakaria (2010) menjelaskan kebutuhan kedelai yang terus meningkat tidak diimbangi produksi dalam negeri sehingga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, pemerintah harus mengimpor. Produksi
kedelai dalam negeri terus menurun secara tajam sejalan dengan menurunnya luas areal tanam. Menurunnya luas areal tanam kedelai sebagai akibat rendahnya partisipasi petani dalam menanam kedelai. Partisipasi petani rendah menanam kedelai diakibatkan harga yang diterima petani tidak menguntungkan petani. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2008) di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen menjelaskan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik dipengaruhi umur, luas lahan usahatani, tingkat pendapatan dan sifat inovasi adalah tidak signifikan. Sedangkan pengaruh tingkat pendidikan, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi sangat signifikan. 2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Keputusan Teori keputusan adalah teori mengenai cara memilih pilihan diantara pilihan pilihan yang terssedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih (Hansson,2005). Keputusan-keputusan yang diambil oleh seseorang dapat dipahami melalui dua pendekatan pokok, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif. Pendekatan normatif menekankan pada apa yang seharusnya dilakukan oleh pembuat keputusan sehingga diperoleh suatu keputusan yang rasional. Pendekatan deskriptif menekankan pada apa saja yang telah dilakukan orang yang membuat keputusan tanpa melihat apakah keputusan yang dihasilkan itu rasional atau tidak rasional (Suharnan, 2005). Pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada (Terry,2000).
Menurut Roger (2003), beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: 1) Tahap munculnya Pengetahuan (knowledge) ketika individu diarahakan untuk memahami keuntungan ataupun manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi 2) Tahap Persuasi (Persusion) yaitu ketika individu membentuk sikap baik atau tidak baik (menerima atau tidak meneima) 3) Tahap Keputusan (Desicion) yaitu ketika serang individu terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi ataupun penolakan sebuah inovasi 4) Tahap Implementasi (Implementation) ketika individu sudah menetapkan penggunaan suatu inovasi 5) Tahap Konfirmasi (Confirmation) ketika individu mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang telah dibuat sebelumnya. Menurut Rogers (2003) pengambilan keputusan oleh petani baik berupa penolakan maupun penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu teknologi bagi pengusahanya (petani). Tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri, karakteristik penerima inovasi dan saluran komunikasi. Faktor faktor karakteristik suatu inovasi itu terbagi atas lima yaitu :
1) Keuntungan relatif (relative advantage) merupakan derajat dimana inovasi diterima dan dipandang jauh lebih baik daripada teknologi sebelumnya yang biasanya dilihat dari segi keuntungan ekonomi dan keuntungan ekonomi dan keuntungan sosial (prestise dan persetujuan sosial). 2) Kesesuain (compability), merupakan derajat dimana inovasi dipandang sesuai/konsisten dengan nilai- nilai sosial budaya yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan- kebutuhan adopter. 3) Kerumitan (complexity), merupakan derajat dimana inovasi dianggap sulit untuk dimengerti dan digunakan. 4) Kemungkinan dicoba (triability) merupakan derajat dimana inovasi dianggap mungkin untuk diujicobakan secara teknis dalam skala kecil. 5) Kemungkinan untuk diamati (observability) merupakan dimana hasil dari inovasi dapat dilihat atau dirasakan oleh adopter. Menurut Soekartawi (1988) terdapat beberapa karakteristik penerima inovasi (petani) dalam suatu inovasi seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani, pendapatan, luas lahan, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi. Roger (2003) menjelaskan bahwa saluran komunikasi juga mempengaruhi tingkat adopsi suatu inovasi yang dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) Saluran media massa (Mass Media Channel), media massa dapat berupa radio, surat kabar, televisi, dan lain- lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. 2) Saluran antarpribadi (Interpersonal Channel) saluran pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
2.3.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya maka peneliti merangkum faktor faktor yang di duga mempengaruhi keputusan petani dalam memutuskan melakukan usahatani kedelai adalah umur, tingkat pendidikan, luas lahan usahatani, jumlah tanggungan, pengalaman berusahatani, tingkat kosmopolitan, pendapatan petani, dan harga komoditi. 1. Umur Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja. Bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006). Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin turun pula prestasinya. Dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2008). 2. Pendidikan Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Kartasapoetra, 1994). Konsep pendidikan terbagi menjadi dua jenis yaitu pendidikan formal, non formal. Pendidikan formal yaitu pendidikan di sekolah yang teratur, sistematis,
mempunyai jenjang dan dibagi dalam waktu waktu tertentu (Combs dan Manzoor,1985). Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat guna meningkatkan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik dari lingkungan formal ke dalam lingkungan pekerjaan praktis di masyrakat. Bentuk pendidikan non formal dapat berupa pelatihan, kursus, penataran, magang, dan penyuluh. Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan sendiri dan masyarakatnya. Menurut Muhibbin (2002) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan. 3. Pengalaman Bertani Menurut Soekartawi (1999), pengalaman seseorang dalam berusaha berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Bagi yang mempunyai pengalaman yang sudah cukup lama akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada pemula. Lubis (2000) juga berpendapat bahwa orang yang mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam mengusahakan usahanya, biasanya mempunyai
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang kurang berpengalaman. Dalam prinsip belajar seseorang cenderung lebih mudah menerima atau memilih sesuatu yang baru, bila memiliki kaitan dengan pengalaman masa lalunya. Keputusan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani lebih banyak mempergunakan pengalaman, baik yang berasal dari dirinya maupun pengalaman petani lain. Bila pengalaman usahatani banyak mengalami kegagalan, maka petani akan sangat berhati hati dalam memutuskan untuk menerapkan suatu inovasi yang diperolehnya (Slamet,1995). 4. Jumlah Tanggungan Menurut Hasyim (2006) jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya. Semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan dalam berusaha. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal (Soekartawi, 1999). 5. Tingkat Kosmopolitan
Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Mosher (1978) menjelaskan bahwa keterbukaan seseorang berhubungan dengan penerimaan perubahan perubahan seseorang untuk meningkatkan usahatani mereka. Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran televisi yang ditonton dan siaran radio yang didengar (Soekartawi, 1988). Penyuluhan sendiri bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, hal ini dicapai dengan merangsang petani untuk memanfaatkan teknologi modern dan ilmiah yang dikembangkan melalui suatu penelitian (Van den Ban dan Hawkins, 1999). 6. Luas Lahan Sumaryanto dkk (2003) menejelaskan secara sosiologis, luas lahan yang dimiliki seseorang menunujukkan tingkatan struktur sosial seseorang dalam masyarakatnya. Sajogyo (1999) lahan merupakan salah satu faktor penting yang menetukan status petani, apakah tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal tani menggambarkan semakin tinggi produksi dan pendapatan yang diterima. 7. Pendapatan Petani Sahidu (1998) pendapatan usahatani merupakan sumber motivasi bagi petani dan merupakan faktor kuat yang mendorong timbulnya kemauan, kemampuan serta terwujudnya kinerja partisipasi petani. Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa
setiap petani dan keluarganya ingin meningkatkan produksi dalam usahataninya untuk memperoleh pendapatan yang sebesar- besarnya agar hidup lebih sejahtera. Menurut Mosher (2002), pada bidang pertanian pendapatan merupakan produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang setelah dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani. 8. Harga Komoditi Gilaraso (1989) bahwa harga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran, sehingga harga memegang peranan penting dalam mengambil keputusan jangka panjang dan jangka pendek semua tingkat dalam suatu industri. 2.4 Kerangka Pemikiran Kedelai merupakan tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Permintaan kedelai setiap tahunnya terus meningkat, tetapi tidak diikuti dengan produksi kedelai dalam negeri. Sehingga Indonesia menjadi negara pengimpor kedelai. Pemerintah sudah berusaha untuk meningkatkan produksi dalam negeri diantaranya dengan mensubsidi bibit kedelai dan menargetkan pertambahan luas tanam kedelai di setiap provinsi di Indonesia. Tetapi, kenyataan di lapangan target yang dicanangkan pemerintah jarang sekali dapat dipenuhi. Hal ini berkaitan erat dengan petani sebagai pelaku utama dalam usahatani kedelai ini. Kecamatan Beringin merupakan salah satu Kecamatan yang mempunyai luas panen kedelai yang tinggi di Kabupaten Deli Serdang. Di daerah tersebut hampir seluruh penduduknya bekerja sebagai petani padi sawah. Selain padi sawah, biasanya petani juga menanam tanaman kedelai, jagung, semangka dan ubi dipilih
sebagai tanaman rotasi. Tentu saja dalam menentukan atau memutuskan komoditi apa yang akan ditanam sebagai tanaman rotasi ada faktor faktor yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat faktor apa yang mempengaruhi petani dalam memilih komoditi kedelai. Petani yang merupakan pelaku utama usahatani kedelai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam mengambil keputusan memilih atau tidak memilih komoditi kedelai. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usaha tani kedelai, maka peneliti merangkum beberapa faktor yang diduga mempengaruhi keputusan yaitu (1)umur, (2)pendidikan, (3)pengalaman berusahatani, (4)jumlah tanggungan, (5)luas lahan, (6)tingkat kosmopolitan, (7)pendapatan petani,dan (8)rasio harga di tingkat petani.
Keputusan Faktor faktor yang mempengaruhi keputusan petani: 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Pengalaman Berusahatani 4. Jumlah Tanggungan 5. Luas Lahan 6. Tingkat Kosmopolitan 7. Pendapatan Petani 8. Rasio Harga di tingkat petani Melakukan Usahatani Kedelai Tidak Melakukan Usahatani Kedelai Keterangan : : Ada Pengaruh Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang nyata dari variabel umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan, luas lahan usahatani, tingkat kosmopolitan pendapatan petani, dan harga di tingkat petani terhadap keputusan petani dalam mengusahakan usahatani kedelai.