BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan orang yang hidup bersama, di mana. dendam pada sesuatu yang tidak mereka sukai.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak. Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Komunikasi interpersonal. antara dua orang atau lebih. Komunikasi merupakan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Periode

SIBLING RIVALRY PADA ANAK KEMBAR YANG BERBEDA JENIS KELAMIN. Oleh : Nopijar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan. ketidakseimbangan, yang tercakup dalam storm dan stres, sehingga remaja

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II KAJIAN TEORI. orang lain. Rasa percaya diri merupakan keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

I. PENDAHULUAN. masa penjajahan, bangsa Indonesia melakukan perkawinan diusia yang masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH AUTHORITARIAN DAN KECERDASAN EMOSI DENGAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan orang yang hidup bersama, di mana terdapat relasi yang sangat dekat antar satu dengan yang lain dan memiliki hubungan darah. Hal tersebut membuat antara satu dengan yang lain menjadi ada ikatan batin. Memiliki keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Keluarga harmonis dapat terukur ketika pemenuhan hidup yaitu kebutuhan fisik dan psikisnya terpenuhi. Kebutuhan fisik yaitu berupa sehat jasmani, sandang, pangan dan papan yang terpenuhi. Sedangkan kebutuhan psikis yaitu berupa kebahagiaan yang bisa didapat di dalam keluarga karena adanya rasa diterima, sikap saling menghargai, rasa saling percaya dan tidak adanya ketegangan atau pertengkaran dalam keluarga. Kenyataannya di dalam sebuah keluarga ada saja persoalan yang terjadi. Misalnya, anak-anak yang tidak mau rukun dengan saudara kandungnya. Anak-anak tersebut biasanya menunjukkan sikap marah, cemburu, iri hati, sedih bahkan dendam pada sesuatu yang tidak mereka sukai. Orangtua pasti mendambakan anaknya dapat bertumbuh kembang dengan baik dan juga berprestasi. Di dalam keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak yang berjumlah lebih dari satu, seringnya orangtua suka membanding-bandingkan antar satu anak dengan yang lain. Seperti Adik jangan malas! seperti kakak itu lho rajin 1

2 mengerjakan PR. Jadi nilai-nilai kakak bagus. Ketika orangtua membanding-bandingkan, maka akan timbul persaingan antar saudara kandung. Anak tidak suka dibanding-bandingkan dengan siapapun juga, termasuk dengan saudara kandungnya sendiri. Woolfson (2003, h.14) menyatakan bahwa tak ada anak yang suka bila bakat dan ketrampilan yang dimilikinya dibandingkan dengan bakat dan ketrampilan saudaranya. Hal tersebut terjadi karena anak merasa bahwa ia berbeda dan memiliki potensi tersendiri. Apalagi ketika anak menginjak masa remaja, dimana mereka mengalami pubertas. Menurut Hall (dalam Santrock, 2007, h.201) sejak lama masa remaja dikatakan sebagai masa badai emosional. Rosenblum dan Lewis (dalam Santrock, 2007, h.201) juga megatakan bahwa pada masa remaja awal fluktuasi emosi mereka berlangsung lebih sering. Pada masa ini remaja belum dapat mengontrol emosi mereka dengan baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika remaja diberikan stimulus berupa membanding-bandingkan oleh orangtuanya, maka remaja akan memberikan respon yang berbedabeda. Apabila remaja memiliki respon yang baik terhadap stimulus itu maka remaja akan menerimanya, namun apabila remaja memiliki respon yang kurang baik maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti, mengamuk ataupun bertengkar dengan saudaranya yang dibanding-bandingkan. Orangtua sering membandingkan antara adik dengan kakaknya atau kakak dengan adiknya. Maksud orangtua mungkin baik, yaitu agar anaknya dapat meniru sesuatu yang baik dari apa yang sudah dilakukan

3 saudara kandungnya. Namun tujuan itu dapat berdampak buruk apabila anak salah menangkap maksud dari orangtuanya. Dampaknya yaitu anak menjadi mencari perhatian di luar rumah, karena di rumah ia merasa tidak diperhatikan. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian di rumah akan mencari perhatian di luar rumah seperti di sekolah, di tempat les atau di tempat saudara. Apabila perhatian anak tidak terpenuhi maka anak akan memunculkan sikap yang buruk. Sikap buruk yang muncul seperti mengganggu teman atau saudaranya, menjadi dendam terhadap saudara kandungnya, bahkan juga bisa memutuskan tali persaudaraan antar saudara kandung. Menurut Woolfson (2003, h.35) iri hati dan persaingan yang ada sejak masa kanak-kanak dapat dibawa ke masa dewasa. Pada masa dewasa antar saudara kandungpun juga bisa bertengkar. Priatna dan Yulia (2006, h.7) mengatakan pertengkaran yang dipupuk sejak masa kecil akan terus memuncak saat anak beranjak dewasa. Mereka akan berusaha untuk terus bersaing dan saling mendengki. Psikolog Hall mengatakan usaha remaja untuk menuju pada masa dewasa akan disertai dengan periode badai dan stres yang menghasilkan konflik antar generasi (Papalia, Olds dan Feldman, 2009, h.88). Semua anak yang memiliki saudara kandung pernah mengalami perseteruan dengan saudara kandung, apalagi ketika mereka menginjak usia remaja dimana mereka sedang menentukan jati diri mereka. Penelitian Millman dan Schaefer (dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007, h.29) menyatakan bahwa jarak usia yang lazim memicu munculnya persaingan saudara kandung adalah usia1-3 tahun dan 3-5 tahun lalu

4 muncul kembali pada usia 8-12 tahun, dan umumnya persaingan saudara kandung lebih sering terjadi pada anak yang memiliki jenis kelamin sama dan terkhusus berjenis kelamin perempuan. Santrock (2007, h.29) mengatakan konflik antar saudara kandung yang tinggi dapat membuat perkembangan remaja terganggu, terlebih apabila digabungkan dengan pengasuhan orangtua yang tidak efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Hanum dan Hidayat (2015, h.14) memberikan hasil bahwa faktor dominan yang berpengaruh pada perselisihan saudara kandung adalah jenis pola asuh orangtua. Penelitian yang di lakukan oleh Milevsky, Schlechter dan Machlev (2011, h.1142) mendapatkan hasil bahwa remaja dengan pola asuh otoritatif dan permisif dilaporkan memiliki dukungan saudara kandung yang lebih baik dibandingkan remaja otoritarian dan neglectful. Anak akan bertumbuh dengan baik apabila orangtua memberikan gaya pengasuhan yang efektif dan sesuai terhadap anaknya. Gaya pengasuhan yang tidak sesuai akan berdampak buruk pada anak. Menurut Papalia, Feldman dan Martorell (2014, h.298) agresi pada anak dipengaruhi oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan mendidik anaknya. Dengan demikian, penting untuk orangtua dalam menentukan pola asuh yang efektif dan sesuai untuk anaknya. Menurut Baumrind (dalam Hapsari, 2016, h.239) terdapat empat kategori gaya pengasuhan yaitu autoritarian parenting, autoritative parenting, neglectful parenting, dan indulgent parenting. Diana Baumrind (dalam Santrock, 1999, h.257) mengatakan pola asuh otoritarian atau authoritarian adalah pengasuhan dengan membatasi,

5 menuntut dan menghukum anak. Orangtua meminta agar anaknya menuruti kemauan orangtua. Pola asuh autoritatif adalah pengasuhan dengan mendorong anak untuk menjadi lebih mandiri, orangtua menetapkan batas kepada anak namun juga memberikan dialog verbal dan orangtua memperlihatkan kehangatan dan kasih kepada anak. Pola asuh neglectful adalah pengasuhan dimana orangtua sama sekali tidak membatasi anak dan anak diberikan kebebasan. Pola asuh permisive yaitu pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anak, namun orangtua hanya menetapkan sedikit batas atau kendali pada anak. Pola asuh sangat berpengaruh dalam perseteruan saudara kandung. Apalagi dengan pola asuh autoritarian, dimana orangtua terlalu memaksakan kehendaknya dan tegas terhadap anak. Menurut Baumrind (dalam Hapsari, 2016, h.239) gaya pengasuhan autoritarian parenting yaitu memberikan hukuman tanpa alasan, memberikan tuntutan agar anak dapat mengikuti arahan orangtua namun tidak menghargai kerja dan usaha anak, memberikan kepada anak batasan yang kaku dan pengontrolan serta hanya membolehkan sedikit diskusi. Ketika anak tidak dibebaskan terhadap pilihan mereka, anak akan merasa tertekan. Menurut Fuligni dan Eccles (dalam Papalia, dkk, 2009, h.91) apabila pengasuhan otoritarian terlalu ketat akan membuat remaja menolak pengaruh yang diberikan orangtua serta mencari dengan segala cara dukungan dan penerimaan dari teman sebaya. Papalia, Feldmen dan Martorell (2014, h.294) berpendapat bahwa keluarga yang menggunakan pola asuh otoritarian, dimana anak begitu

6 dikontrol oleh orangtuanya menyebabkan tidak dapat memilih sendiri perilaku mereka. Anak akan bingung karena tidak terbiasa untuk mengambil keputusannya sendiri. Orangtua dengan pola asuh otoritarian memberikan tuntutantuntutan kepada anak. Anak yang memiliki orangtua dengan pola asuh otoritarian tidak dipenuhi keinginannya, maka orangtua akan cenderung lebih perhatian dengan saudara kandungnya yang lain yang dapat memenuhi keinginannya. Ketika anak merasa tidak diperhatikan maka akan terjadi persaingan saudara kandung. Persaingan saudara kandung seharusnya dapat medorong anak menjadi pribadi yang lebih baik, karena anak dapat berkompetisi dengan saudara kandungnya. Berbeda apabila persaingan saudara kandung menunjukkan perilaku yang negatif serta memberikan dampak yang buruk seperti saling membenci bahkan saling membunuh. Dari berbagai masalah yang sudah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pola Asuh Orangtua Otoritarian dengan Persaingan Saudara Kandung pada Remaja SMP. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris mengenai hubungan pola asuh orangtua otoritarian dengan persaingan saudara kandung pada remaja SMP.

7 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi, khususnya bagi psikologi perkembangan dalam kaitannya dengan pola asuh orangtua otoritarian dengan persaingan saudara kandung pada remaja SMP. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara praktis dapat berguna untuk orangtua yang sedang mendidik anaknya yang remaja. Dari penelitian ini diharapkan orangtua memperoleh informasi mengenai hubungan pola asuh orangtua otoritarian dengan persaingan saudara kandung, agar dampak dari persaingan saudara kandung dapat ditekan.