BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry pada remaja akhir 1. Pengertian sibling rivalry pada remaja akhir Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus Indonesia-Inggris (2009) disebut sebagai sibling rivalry ini banyak terjadi pada anak-anak. Sibling rivalry adalah keemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada orang tua yang memiliki anak lebih dari satu (Lusa, 2010). Menurut kamus besar psikologi sibling rivalry adalah satu kompetisi antar saudara kandung, adik dan kakak lakilaki, adik dan kakak perempuan, atau adik perempuan dengan kakak laki-laki (Chaplin, 2006). Menurut Gichara (2006) sibling rivalry adalah sikap bermusuhan dan cemburu diantara saudara kandung. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Shaffer (2002) sibling rivalry adalah suatu kompetisi, kecemburuan dan kebencian antar saudara kandung, yang sering kali muncul saat hadirnya saudara yang lebih muda. Menurut Haritz (2008) bahwa persaingan antar saudara kandung biasa terjadi pada anak usia balita dan usia sekolah, lalu berangsur-angsur berkurang seiring dengan meningkatkan kedewasaan. Namun, tidak menutup kemungkinan berlanjut hingga dewasa jika orang tua tidak segera mengatasinya. Apalagi jika pemahaman keagamaan anak lemah, perselisihan saudara kandung bisa 13

2 14 berkelanjutan sepanjang hidup anak. Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua (Setiawati, 2007). Sibling rivalry kerap terjadi pada masa kanak-kanak namun dimungkinkan berlanjut hingga dewasa (Yulia dan Priatna, 2006). Ketika individu beranjak pada masa dewasa, individu harus melewati masa remaja akhir. Menurut Monks (2006) remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Anak remaja tidak termasuk golongan anak, tapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Monks (2006) juga berpendapat bahwa remaja dibagi menjadi empat bagian yaitu : pra-remaja usia tahun, masa remaja awal usia tahun, masa remaja tengah usia tahun, dan masa remaja akhir usia tahun. Menurut Santrock (2011) masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu remaja awal usia tahun, masa remaja tengah usia tahun dan masa remaja akhir tahun.. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan mengenai pengertian dari sibling rivalry. Sibling rivalry yang dalam bahasa Indonesia berarti persaingan antar saudara kandung ini, pengertian lebih lanjutnya adalah sebuah bentuk persaingan, kecemburuan, kebencian dan kompetisi yang terjadi diantara saudara kandung baik itu laki-laki atau perempuan pada keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, dikarenakan takut kehilangan kasih sayang orangtua.

3 15 2. Aspek-aspek sibling rivalry pada remaja akhir Menurut Yati dan Mangunsong (2008) aspek-aspek persaingan antar saudara kandung, yaitu : a) Aspek komunikasi Berkaitan dengan tuntutan lingkungan dan orang tua terhadap diri seseorang seorang anak. Komunikasi yang lancar diantara semua anggota keluarga baik itu ibu, ayah maupun saudara kandung akan meminimalkan kemungkinan terjadinya sibling rivalry. b) Aspek afeksi Afeksi yang diharapkan oleh seorang anak mencakup pengungkapan kasih sayang juga perhatian yang diperolah dari orang tua atau keluarga. Anak akan merasa aman ketika dia dapat mengungkapkan kasih sayangnya dan juga mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. c) Aspek motivasi Mencakup motivasi untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan lingkungan juga keinginan diri. Terkadang tuntutan orang tua terhadap anaknya akan mempengaruhi motivasi dari anak itu sendiri. Menurut Hurlock (2002) ada 5 bentuk-bentuk dalam persaingan antar saudara kandung, yaitu : a) Tidak mau membantu dan bekerjasama antar saudara kandung. Biasanya ini terjadi pada seorang kakak yang ketika diminta oleh adaiknya membantu melakukan sesuatu tetapi sang kakak tidak mau membantu, menolak bahkan mengabaikan si adik.

4 16 b) Tidak mau berbagi dengan saudara kandung Membagi sesuatu itu umum atau biasa terjadi antar saudara kandung. Terutama pada saudara kandung yang tidak ada sibling rivalry diantara mereka. Namun bagi mereka saudara kandung yang mengalami sibling rivalry untuk berbagi dengan saudara kandungnya merupakan hal yang sulit. c) Adanya serangan agresif terhadap saudara kandung Serangan-serangan agresif ini biasa terjadi ketika persaingan antar saudara kandung itu kemudian berubah menjadi perkelahian. Adapun serangan agresif itu bermacam macam bentuknya : ada agresifitas verbal yang berupa mengejek, memarahi, berteriak, membentak, dan menuduh sedangkan agresifitas non verbal biasanya berupa memukul, menendang, menampar, menjambak rambut, mendorong atau melemparkan sebuah benda d) Saling mengadukan kesalahan saudara kandung pada orang tua Demi mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih dari orang tua, saudara kandung cenderung melakukan segala hal salah satunya adalah dengan mengadukan kesalahan dari saudaranya dengan tujuan mendapatkan perhatian orang tua atau penilaian orang tua terhadap saudaranya berubah. e) Merusak barang milik saudara kandung Merusak barang milik saudaranya merupakan bentuk persaingan atau rasa iri yang jelas diperlihatkan pada saudara kandungnya. Berdasarkan pengertian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek aspek dari sibling rivalry menurut Yati dan Mangunsong (2008) ada tiga

5 17 yaitu aspek komunikasi, aspek afeksi dan aspek motivasi sedangkan menurut Hurlock (2002) aspek dari sibling rivalry dibagi menjadi lima yaitu : tidak mau membantu dan bekerja sama dengan saudara kandungnya, tidak mau berbagi dengan saudara kandungnya, adanya serangan agresif terhadap saudara kandung, saling mengadukan kesalahan saudara kandung kepada orang tua, dan merusak barang milik saudara kandung. Aspek-aspek sibling rivalry yang akan digunakan oleh peneliti adalah aspek sibling rivalry menurut Hurlock (2002) karena aspekaspek tersebut dinilai oleh peneliti lebih nyata, lebih terperinci dan lebih mungkin digunakan dalam skala penelitian. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry pada remaja Menurut Hurlock (2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antar saudara kandung adalah sebagai berikut, yaitu : a) Sikap orang tua Sikap orang tua pada anaknya dipengaruhi oleh sejauh mana anak mendekati keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku anak terhadap anak yang lain dan terhadap orang tuanya. b) Urutan posisi dalam keluarga Semua anak diberi peran menurut urutan kelahiran dan mereka diharapkan memerankan peran tersebut. Jika anak menyukai peran yang diberikan kepadanya, semua berjalan dengan baik. Tetapi peran itu peran yang diberikan, bukan peran yang dipilih sendiri, maka kemungkinan terjadi perselisihan besar sekali.

6 18 c) Jenis kelamin saudara kandung Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat berbeda terhadap saudara laki-laki atau perempuan. Misalnya dalam kombinasi perempuanperempuan, terdapat lebih banyak iri hati daripada dalam kombinasi lakiperempuan atau laki-laki. Seorang kakak perempuan kemungkinan lebih cerewet dan suka mengatur terhadap adik perempuannya daripada adik lelakinya. d) Perbedaan usia antar saudara kandung Perbedaan usia pada saudara kandung akan mempengaruhi cara mereka bereaksi satu terhadap yang lain dan cara orang tua memperlakukan mereka. Bila perbedaan usia antar saudara itu besar, baik jika anak berjenis kelamin sama maupun berlainan, hubungan mereka lebih ramah, koperatif, dan kasih mengasihi terjalin daripada bila usia mereka berdekatan. e) Jumlah saudara Jumlah saudara yang lebih sedikit cenderung menghasilkan hubungan yang lebih banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar. Bila anak banyak saudara, disiplin cenderung otoriter. Bahkan bila ada antagonisme dan permusuhan, ekspresi terbuka perasaan ini dikendalikan dengan ketat. Hal ini tua santaim permisif terhadap perilaku anak, memungkinkan antagonisme dan permusuhan yang dinyatakan dengan terbuka, sehingga tercipta suasana yang diwarnai perselisihan.

7 19 f) Jenis disiplin Hubungan antar saudara kandung tampak jauh lebih rukun dalam keluarga yang menggunakan disiplin otoriter dibandingkan dengan keluarga yang mengikuti disiplin permisif. Bila anak dibiarkan bertindak sesuka hati, hubungan antar saudara kandung kerap kali menjadi tidak terkendali. Disiplin yang demokratis dapat mengatasi sebagian kekacauan akibat disiplin permisif, tetapi dampaknya tidak sebesar disiplin otoriter. Tetapi secara keseluruhan disiplin demokratis menciptakan hubungan yang lebih menyenangkan dan sehat. g) Pengaruh orang luar Tiga cara orang luar keluarga langsung mempengaruhi hubungan antar saudara, yaitu kehadiran orang luar di rumah, tekanan orang luar pada anggota keluarga, dan perbandingan anak dengan saudaranya oleh orang luar. Hal ini mungkin sekali menimbulkan perselisihan baru atau memperhebat perselisihan antar saudara yang sudah ada Selain teori yang dipaparkan oleh Hurlock (2003), adapula teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry menurut Priatna dan Yulia (2006). Menurut Priatna dan Yulia sibling rivalry dipengaruhi oleh : 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak-anak. Adapun jenisnya adalah sebagai berikut :

8 20 a. Tempramen Seorang anak yang bertempramen keras akan sulit untuk mengalah dari saudaranya. Mereka akan selalu berusaha menjadi yang pertama dan tidak mau dikalahkan oleh saudarannya. Akan lebih baik jika hanya salah satu dari mereka yang bersaudara yang memiliki tempramen tersebut tetapi jika keduanya juga memiliki tempramen tersebut maka mereka akan sering terlibat dalam pertengkaran yang dan menimbulkan persaingan. b. Perbedan jenis kelamin Berbeda jenis kelamin memang bukan hal yang bisa ditentukan oleh manusia itu sendiri tetapi dengan adanya perbedaan tersebut mungkin dapat memunculkan kecemburuan. Karena berbeda jenis kelamin tentunya orng tua akan memperlakukan mereka secara berbeda. Tidak hanya perlakuan yang berbeda tetapi peran merekapun akan berbeda. c. Perbedaan usia Usia akan membuat tuntutan orang tua terhadap anak menjadi beraneka ragam disesuaikan dengan usianya. Anak dengan usia yang lebih tua akan diberi tuntutan yang lebih banyak dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda. Hal tersebut yang kemudian banyak menimbulkan kecemburuan dan berkibat pada timbulnya sibling rivalry.

9 21 2. Faktor Eksternal Faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan atau diluar diri anak-anak, diantaranya adalah a. Urutan kelahiran Urutan kelahiran dimungkinkan juga menjadi penyebab munculnya perilaku sibling rivalry. Anak dengan urutan kelahiran pertama sebelum memiliki saudara menerima kasih sayang orang tuanya secara penuh tetapi ketika kehadiran saudara baru mereka merasakan kasih orang tua mereka mulai berkurang. Hal tersebut yang kemudian menimbulkan kecemburuan. b. Jumlah saudara Semakin banyak jumlah saudara dalam keluarga akan membuat orang tua sedikit berkurang dalam memperhatikan anak yang satu dengan yang lainnya, semakin banyak pula cinta yang harus dibagi pada semua anaknya. c. Pengetahuan ibu Seorang ibu yang pengetahuan mengenai sibling rivalryny rendah akan kesulitan ketika menghadapi anaknya yang berperilku sibling rivalry. minimnya pengetahuan ibu mengenai hal tersebut membuat ibu memberikan pemecahan permasalah yang salah atau tidak sesuai dengan keadaan yang ada.

10 22 d. Pengaruh orang luar Pengaruh orang luar dalam artian orang yang bukan anggota keluarga inti seperti nenek dsb, terkadang justru memperparah kondisi sibling rivalry yang diciptakan oleh anak-anak. Orang diluar keluarga inti dapat berpengaruh menurunkan intensitas ataupun menaikkan intensitas sibling rivalry. e. Pola asuh Pola asuh orang tua yang terbagi menjadi 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Dalam penelitian ini peneliti memilih pola asuh permisif sebagai objek yang akan dikaji lebih dalam. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rofi ah (2013) dengan tema penelitian Pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia 1-5 tahun. Dimana hasil penelitian itu mengatakan bahwa ada hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia 1-5 tahun dengan kekuatan korelasi sebesar 0,608. Adapula penelitian serupa juga dilakukan oleh Bjorkqvist dkk (2007) dengan tema penelitian Sibling Rivalry Among Adolescents dengan hasil penelitian dimana tidak ada perbedaaan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan terhadap intensitas munculnya perilaku sibling meskipun dari usia 15 tahun sampai 18 tahun terjdi penurunan intensitas munculnya perilaku sibling rivalry dari beberapa episode dalam seminggu hingga sesekali dalam satu bulan.

11 23 Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi sibling rivalry menurut Hurlock (2002) adalah sikap orang tua, urutan posisi dalam keluarga, jenis kelamin saudara kandung, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin dan pengaruh orang luar, sedangkan menurut Priatna dan Yulia (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry dibagi menjadi 2 jenis yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas tempramen, perbedaan usia dan perbedaan jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal terdiri atas nomor urut kelahiran, jumlah saudara, pengaruh orang luar, pengetahuan ibu serta pola asuh yang lebih spesifik menjadi pola asuh permisif. Faktor-faktor yang mempengaruhi sibling rivalry menurut Priatna dan Yulia (2006) dipilih peneliti sebagai kajian dalm penelitian ini dikarenakan faktor-faktor tersbut dirasa lebih mendekati dengan data yang didapat peneliti dilapangan. Faktor yang mempengaruhi sibling rivalry pada remaja yang akan dipilih oleh peneliti sebagai variabel penelitian adalah pola asuh permisif yang kemudian dikaitkan dengan persepsi, dan dijadikan variabel penelitian sebagai persepsi terhadap pola asuh permisif. 4. Sibling Rivalry pada Remaja Akhir Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus Indonesia- Inggris (2009) disebut sebagai sibling rivalry ini banyak terjadi pada anak-anak. Sibling rivalry adalah keemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada orang tua yang memiliki anak lebih dari satu (Lusa, 2010). Menurut kamus besar psikologi sibling rivalry

12 24 adalah satu kompetisi antar saudara kandung, adik dan kakak laki- laki, adik dan kakak perempuan, atau adik perempuan dengan kakak laki-laki (Chaplin, 2006). Menurut Gichara (2006) sibling rivalry adalah sikap bermusuhan dan cemburu diantara saudara kandung. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Shaffer (2002) sibling rivalry adalah suatu kompetisi, kecemburuan dan kebencian antar saudara kandung, yang sering kali muncul saat hadirnya saudara yang lebih muda. Menurut Haritz (2008) bahwa persaingan antar saudara kandung biasa terjadi pada anak usia balita dan usia sekolah, lalu berangsur-angsur berkurang seiring dengan meningkatkan kedewasaan. Namun, tidak menutup kemungkinan berlanjut hingga dewasa jika orang tua tidak segera mengatasinya. Apalagi jika pemahaman keagamaan anak lemah, perselisihan saudara kandung bisa berkelanjutan sepanjang hidup anak. Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua (Setiawati, 2007). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas peneliti menarik kesimpulan mengenai pengertian dari sibling rivalry. Sibling rivalry yang dalam bahasa Indonesia berarti persaingan antar saudara kandung ini, pengertian lebih lanjutnya adalah sebuah bentuk persaingan, kecemburuan, kebencian dan kompetisi yang terjadi diantara saudara kandung baik itu laki-laki atau perempuan pada keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, dikarenakan takut kehilangan kasih sayang orangtua

13 25 Sibling rivalry kerap terjadi pada masa kanak-kanak namun dimungkinkan berlanjut hingga dewasa (Yulia dan Priatna, 2006). Ketika individu beranjak pada masa dewasa, individu harus melewati masa remaja akhir. Menurut Monks (2006) remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Anak remaja tidak termasuk golongan anak, tapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Monks (2006) juga berpendapat bahwa remaja dibagi menjadi empat bagian yaitu : pra-remaja usia tahun, masa remaja awal usia tahun, masa remaja tengah usia tahun, dan masa remaja akhir usia tahun. Menurut Santrock (2011) masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu remaja awal usia tahun, masa remaja tengah usia tahun dan masa remaja akhir tahun. Menurut Erikson (Santrock, 2011) remaja akhir yang berada dalam tahap kelima teori kehidupan merupakan individu yang memiliki karakter ingin diakui dan dianggap keberadaannya oleh orang-orang disekitarnya. Hal tersebut erat kaitannya dnegan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja akhir yaitu menguasi kemampuan membina hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya atau lawan jenis, menguasi kemampuan melaksanakan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, menerima keadaan fisik dan mengaktualisasikan secara aktif, mencapai kemerdekaan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya (Havinghurst dalam Prayitno, 2006). Remaja akhir memiliki emosi yang berbeda bila dibandingkan dengan individu pada masa kanak-kanak (Hurlock, 2002). Emosi-emosi yang biasa terjadi pada kalangan remaja akhir yaitu emosi marah, takut, khawatir, cemburu, iri hati,

14 26 afeksi bahagia dan rasa ingin tahu (Hurlock, 2002). Remaja akhir mudah marah jika dianggap sebagai anak kecil karena remaja kahir pada tahan tersebut sangat ingin dianggap sebagai orang dewasa (Hurlock, 2002). Sibling rivalry dapat terjadi pada remaja dikarenakan remaja mengalami ketakutan apabila saudaranya menjadi lebih unggul bila dibandingkan dengan dirinya. Ketakutan pada diri remaja mengarah pada hal-hal yang abstrak. Remaja akhir mengalami ketakutan jika dirinya tidak diterima oleh anggota kelompok sehingga remaja berusaha menjadi lebih unggul agar dapat diterima dan dinilai baik oleh orang-orang disekitanya terutama orang tuanya (Hurlock, 2002). Tidak hanya ketakutan saudara kandungnya akan menjadi lebih unggul salah satu alasan sibling rivalry dapat terjadi pada remaja adalah karena kekhawatiran remaja akhir berkaitan dengan status pergaulan sosial (Hurlock, 2002). Remaja akhir akan berlomba mendapatkan status yang kemudian akan membuiat remaja akhir bangga akan dirinya, sebaliknya apabila remaja akhir tidak berusaha mendapatkan status maka remaja kahir khawatir dirinya tidak akan diterima oleh lingkungan sosialnya. Remaja akhir yang terlibat sibling rivalry dengan saudara kandungnya akan cenderung menampakkan rasa cemburu yang dimiliki dan melakukan penolakan atas lingkungan yang tidak sesuai dengan egonya (Shiebler, 2003). Menurut Boyle (dalam Vevandi dan Tairas, 2015) sibling rivalry adalah perilaku antagonis atau permusuhan yang terjadi antar saudara kandung yang sering kali ditandai dengan perselisihan dalam memperebutkan waktu, perhatian, cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua. Untuk memperoleh perhatian orang

15 27 tua tidak jarang remaja akhir membesar-besarkan suatu hal dengan menceritakan saudaranya secara hiperbola kepada orang tuanya. Sibling rivalry pada remaja akhir dapat memunculkan perilaku negatif yang berupa agresifitas. Hanya saja agresifitas pada masa remaja akhir berbeda dnegan agresifitas pada masa kanakkanak. Pada masa remaja akhir agresifitas yang dimunculkan lebih banyak berupa agresifitas verbal (Shiebler, 2003). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bjorkqvist dkk (2007) dengan tema penelitian Sibling Rivalry Among Adolescents dengan hasil penelitian dimana tidak ada perbedaaan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan terhadap intensitas munculnya perilaku sibling rivalry meskipun dari usia 15 tahun sampai 18 tahun terjadi penurunan intensitas munculnya perilaku sibling rivalry dari beberapa episode dalam seminggu hingga sesekali dalam satu bulan. B. Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif 1. Pengertian persepsi terhadap pola asuh permisif Menurut Robbins (2003) persepsi adalah kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indra kemudian dianalisis (diorganisir), diintepretasi dan kemudian di evaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Purwodarminto (1999) persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti menyimpulkan persepsi adalah hasil berupa kesan yang diperoleh melalui panca indra setelah diproses, intepretasi dan dievaluasi oleh individu. Dalam penelitian ini objek persepsi yang dikaji adalah pola asuh permisif.

16 28 Jenis pola asuh permisif adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dimana orang tua memberikan kebebasan yang lebih pada anak tanpa adanya bimbingan dan arahan dari orang tua (Hurlock, 2002). Selain itu menurut Hurlock (2002) pada pola asuh permisif ini anak yang akan lebih mendominasi hubungan antara orang tua dan anak, bahkan anak akan lebih sering terlihat menekan orng tua dibandingkan dengan sebaliknya. Lain halnya dengan Santrock (2011) yang membagi pola asuh permisif menjadi 2 jenis yaitu pola asuh permisif indifferent dimana orang tua benar-benar tidak peduli bahkan ikut campur terhadap kehidupan anak sehingga anak dalam kehisdupan sosialnya menjadi tidak terkendali. Orang tua mengembangkan pola asuh tersebut dikarenakan orang tua menganggap ada lebih banyak aspek kehidupan lainnya yang lebih penting dari pada kehidupan anak. Yang kedua adalah pola asuh permisif indulgen yang artinya orng tua sangat terlibat dalam kehidupan anaknya tetapi orang tua tidak memberikan batasan atau aturan kepada si anak. Orang tua membiarkan anaknya melakukan apapun yang mereka sukai dan mereka sehingga mengakibatkan anak menjadi kurang terkendali sikapnya, cenderung manja dan selalu menuntut orang tua menuruti setiap permintaanya. Pola asuh permisif lebih sering diciptakan oleh orang tua yang terlalu baik kepada anak. Para orang tua akan memberikan kebebasan pada anak mereka serta menerima dan memaklumi perilaku anak mereka, tetapi para orang tua dengan pola asuh permisif ini kurang memberikan tuntutan tanggung jawab dan perilaku yang baik sesuai dengan lingkungan (Lestari, 2012).

17 29 Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap pola asuh permisif adalah sebuah kesan mengenai pola asuh yang diterapkan orang tu dalam kehidupan sehari-hari yang diperoleh oleh remaja melalui panca indra, kemudian diinterpretasikan sebagai cara orang tua dalam membimbing lebih erat lagi kaitannya dengan aturan dan kebebasan yang diterapkan oleh orangtua. 2. Aspek-Aspek Persepsi Pola Asuh Permisif Aspek-aspek persepsi pola asuh permisif dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek objek persepsi yaitu pola asuh permisif. Menurut Hurlock (2002) aspek-aspek pola asuh permisif dirumuskan sebagai berikut: a) Kontrol terhadap anak kurang Hal ini lebih erat kaitannya dengan orangtua yang tidak memberikan aturan yang mengikat kepada anak mengenai segala hal termasuk cara bersikap atau berperilaku yang sesuai dengan norma masyarakat. Pada aspek ini orang tua juga tidak memperdulikan kepada siapa anak mereka berteman. b) Pengabaian keputusan Orang tua tidak merasa perlu ikut campur dalam kehidupan anak-anak mereka. Orang tua akan membiarkan anak mereka membuat keputusan baik itu keputusan besar ataupun keputusan kecil. Maka dari itu anakpun tidak merasa perlu meminta pertimbangan orang tua ketika mereka akan membuat sebuah keputusan.

18 30 c) Orang tua bersifat masa bodoh Orang tua tidak akan memberikan hukuman kepada anak mereka yang melanggar aturan atau norma. Orang tuapun tidak merasa perlu memperdulikan anak-anak mereka baik itu ketika anak mereka berbuat baik ataupun membuat kesalahan. Orang tua akan sangat mengabaikan anak-anak mereka. d) Pendidikan bersifat bebas Pendidikan yang diberikan orang tua lebih pada keinginan anak mereka. Mereka tidak akan memberikan nasihat atau referensi mengenai pendidikan yang harus diterima oleh anak-anakny. Pendidikan agama dn norma menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh orang tua dengan pola asuh permisif. Berdasarkan uraian aspek-aspek sibling rivalry dari Hurlock (2002) kontrol terhadap anak kurang, pengabaian keputusan, orang tua bersikap masa bodoh, dan pendidikan yang bersifat bebas. Aspek-aspek tersebut yang kemudian akan digunkan peneliti pada penelitian ini. Alasan peneliti memilih aspek tersebut dikarena aspek-aspek tersebut yang lebih mendekati keadaan lingkungan tempat peneliti akan melakukan penelitian. C. Hubungan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif dengan Sibling Rivalry pada remaja akhir. Setiap informasi yang diperoleh oleh individu akan diperoses dan dipersepsikan sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan individu tersebut. persepsi sendiri merupakan suatu tanggapan langsung atau serapan dari sutu

19 31 proses pengolahan informasi yang diperoleh melalui panca indra (Purwodarminto, 1999). Pola asuh permisif merupakan objek kajian dari persepsi itu sendiri. Pola asuh permisif menurut Hurlock (2002) dijelaskan sebagai suatu jenis pola asuh yang diterapkan orang tua, dimana orang tua memberikan kebebasan yang lebih pada anak tanpa adanya bimbingan dan arahan dari orang tua. Persepsi remaja akhir terhadap pola asuh orang tua, dimana pola asuh tersebut diterima dan diserap remaja melalui proses pengindraan akan menghasilkan penilaian remaja akhir terhadap pola asuh yang diterima. Persepsi terhadap pola asuh permisif ini dapat menimbulkan respon negatif dan juga respon positif yang berkaitang dengan hubungan antar saudara kandung. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rofi a (2013) dengan tema penelitian Pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia 1-5 tahun dimana hasil penelitian menyebutkan ada korelasi antara pola asuh dengan kejadian sibling rivalry. Respon negatif yang dimungkinkan timbul akibat persepsi terhadap pola asuh permisif adalah meningkatnya kejadian sibling rivalry. sibling rivalry adalah sikap bermusuhan dan cemburu diantara saudara kandung (Gichara, 2006). Sibling rivalry juga diartikan sebagai persaingan antar saudara kandung yang biasa terjadi pada masa kanak-kanak dan akan berangsur-angsur berkurang seiring meningkatnya kedewasaaan seseorang (Haritz, 2008). Namun hal tersebut dimungkinkan pula akan berlanjut hingga usia dewasa jika persepsi anak terhadap pola asuh permisif yang diterapkan orang tua merupakan persepsi yang negatif. Persepsi negatif akan membentuk sebuah respon negatif pula (Haritz, 2008).

20 32 Respon negatif tersebut muncul dikarenakan orang tua dengan pola asuh permisif akan cenderung tidak memperdulikan anak-anaknya, sehingga anak akan melakukan apapun untuk memperoleh perhatian dari orangtua mereka (Santrock, 2011). Pola asuh permisif yang diterapkan orang tua akan membuat orang tua kurang memberikan kontrol terhadap anak-anak mereka termasuk ketika anakanak bertengkar dengan saudara kandungnya (Rofi a, 2013). Hurlock (2002) memaparkan dalam pola asuh permisif memiliki empat aspek yatu kontrol terhadap anak kurang, pengabaian keputusan, orang tua bersifat masa bodoh dan pendidikan yang bersifat bebas. Aspek pola asuh permisif yang pertama adalah kontrol terhadap anak kurang yang diartikan sebagai orang tua tidak melibatkan kuasanya terhadap anak. Orang tua cenderung membebaskan dan tidak menentang kemauan anak, dalam hal ini orang tua tidk memperdulikan kepada siapa anak mereka berteman. Kontrol yang kurang dari orang tua terhadap anaknya dimungkinkan anak meningkatkan kejadian sibling rivalry dikarena tanpa kontol dari orang tua, anak-anak akan bersikap sesuka hati kepada saudara mereka (Fleming, 2007). Tingkat persaingan akan menjadi semakin tinggi dikarenakan anak merasa tidak adanya keadilan dan kebijaksanaan dari orang tua terhadap perbuatan yang mereka lakukan. Aspek pola asuh permisif yang kedua adalah pengabain keputusan. Pengabaian keputusan ini orang tua kan memberikan kebebasan pada anakanaknya dalam membuat keputusan tanpa perlu memberikan pertimbangan atau nasihat berkaitan dengan keputusan tersebut (Hurlock, 2002). Ketika anak-anak terlibat sibling rivalry dengan saudara mereka, orang tua mereka tidak akan

21 33 memberi nasihat atau mengingatkan jika hal tersebut tidak sebaiknya dilakukan. Hal yang tersebut yang kemudian menjadikan anak bertindak dan membuat keputusan mengenai saudara mereka sesuka hati. Mereka tidak akan segan-segan membuat keputusan menyakiti saudara mereka, karena mereka paham orang tua mereka akan selalu mengikuti setiap keputusan yang dibuat. Aspek pola asuh permisif yang ketiga adalah orang tua bersifat masa bodoh. Bersifat masa bodoh ini dikarenakan orang tua merasa ada hal lain yang lebih penting didunia ini selain anak-anak mereka (Hurlock, 2002). Anak-anak tanpa teguran dan nasihat dari orang tua akan menjadi tidak terkendali sikap dan perilaku mereka terhadap orang lain termasuk saudara kandung mereka. Sibling rivalry akan menjadi tidak terkontrol lagi ketika orang tua bersifat masa bodoh dan tidak memperdulikan kehidupan anak-anak mereka. Anak dengan kekuasan yang lebih akan semakin menindas saudara mereka yang lemah, terlebih orang tua mereka yang tidak memperdulikan segala hal yang terjadi pada anak-anak mereka (Fleming, 2007). Yang terakhir adalah aspek pendidikan yang bersifat bebas, dimana orang tua membiarkan anak-anak mereka memilih pendidikan yang mereka sukai. Pendidikan tentunya akan membut pola berpikir anak yang berubah. Baik itu pendidikan yang sesuai ataupun yang tidak sesuai dengan anak-anak. Sibling rivalry menjadi tinggi intensitasnya ketika anak tidak memperoleh pendidikan yang baik mengenai hubungan antar saudara kandung, norma dan agama. Anakanak menjadi tidak memiliki pegangan atau pandangan hidup yng baik. mereka hanya akan berpegang pada prinsip dan aturn yang mereka buat (Hurlock, 2002).

22 34 Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi tergadap pola asuh permisif memiliki hubungan positif dengan perilaku sibling rivalry. Persepsi terhadap pola asuh permisif dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya perilaku sibling rivalry, dikarenakan orang tua dengan pola asuh tersebut orang tua membebaskan anak-anaknya dalam berbuat maupun mengambil keputusan. D. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis terdapat hubungan yang positif antara persepsi terhadap pola asuh permisif dengan sibling rivalry remaja akhir. Artinya semakin permisif pola asuh dipersepsikan oleh remaja akhir maka perilaku sibling rivalry pada remaja akhir akan cenderung semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tidak permisif pola asuh dipersepsikan oleh remaja maka perilaku sibling rivalry pada remaja akhir akan cenderung semakin rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukan merupakan hal yang sulit ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan tontonan kekerasan, baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan dengan saudara merupakan jenis hubungan yang berlangsung dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik diantara laki-laki maupun perempuan. Masing-masing dari mereka mempunyai tubuh yang berlainan, perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak. Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak. Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Masa Akhir Kanak-Kanak 2.1.1. Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Selain itu, keluarga juga merupakan sekumpulan orang yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung karena ikatan perkawinan yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dan satu sama lain saling bergantung. Dalam

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1), keluarga adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Sibling Rivalry BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal ini adalah saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga akan memberikan pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosional anak terutama anak prasekolah. Emosi yang rentan pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler Indanah 1*, Dewi Hartinah 2 1 Stikes Muhammadiyah Kudus 2 Stikes Muhammadiyah Kudus *Email: indanah@stikesmuhkudus.ac.id) Keywords: Sibling Rivalry, Todler Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu peristiwa kunci dalam kehidupan adalah kelahiran adik baru. Kehamilan itu sendiri merupakan waktu yang ideal untuk memahami dari mana bayi berasal

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak adalah individu yang unik, karena faktor lingkungan dan bawaan yang berbeda. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan saat yang menggembirakan dan ditunggutunggu oleh setiap pasangan suami istri untuk melengkapi sebuah keluarga. Memiliki anak adalah suatu anugerah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014 ERVINA IRAWATI Mahasiswa D-IV Kebidanan Universitas Ubudiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemburu merupakan emosi yang biasa ditemukan dan alami terjadi pada anak-anak. Cemburu pertama kali terlihat ketika sang kakak punya adik baru. Hal itu dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami lompatan perkembangan, kecepatan perkembangan yang luar. usia emas (golden age) yang tidak akan terulang lagi.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami lompatan perkembangan, kecepatan perkembangan yang luar. usia emas (golden age) yang tidak akan terulang lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini atau disebut juga dengan awal masa kanak-kanak adalah masa yang paling penting dalam sepanjang hidupnya. Sebab masa itu adalah masa pembentukan pondasi

Lebih terperinci

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA A. Gambaran Subjek Penelitian 1. Responden DW DW merupakan anak perempuan sulung yang lahir di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi. Rasa kecewa, marah, sedih dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persaingan antara dua orang kakak beradik bukan sesuatu yang baru. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung

Lebih terperinci

SIBLING RIVALRY PADA ANAK KEMBAR YANG BERBEDA JENIS KELAMIN. Oleh : Nopijar ABSTRAK

SIBLING RIVALRY PADA ANAK KEMBAR YANG BERBEDA JENIS KELAMIN. Oleh : Nopijar ABSTRAK SIBLING RIVALRY PADA ANAK KEMBAR YANG BERBEDA JENIS KELAMIN Oleh : Nopijar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sibling rivalry yang terjadi pada anak kembar yang berbeda

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Dalam sebuah keluarga, seorang anak akan lebih menyukai untuk mencurahkan pengalaman ataupun perasaan-perasaannya kepada kakak atau adiknya daripada orangtuanya (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung) 1. Pengertian Sibling Rivalry Menurut Kastenbaum (1979) Sibling Rivalry merupakan peristiwa ketegangan dan konflik di antara saudara

Lebih terperinci

FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY)

FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY) FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: YOGA WALUYO F. 100 060 177 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kitamenemukan pendamping yaitu suami atau istri. Hubungan dengan. saudarakandung adalah hubungan paling dasar sebelum kita memasuki

BAB I PENDAHULUAN. kitamenemukan pendamping yaitu suami atau istri. Hubungan dengan. saudarakandung adalah hubungan paling dasar sebelum kita memasuki 79 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain orang tua, orang terdekat yang dilihat seorang anak yaitusaudara kandung. Saudara kandung ialah teman terdekat kita hingga kitamenemukan pendamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR Atas dasar hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab tiga, maka akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

Faktor Penyebab dan Dampak Psikologis Persaingan antar Saudara Kandung pada Mahasiswa yang Tinggal Satu Kost

Faktor Penyebab dan Dampak Psikologis Persaingan antar Saudara Kandung pada Mahasiswa yang Tinggal Satu Kost Faktor Penyebab dan Dampak Psikologis Persaingan antar Saudara Kandung pada Mahasiswa yang Tinggal Satu Kost Meidia Sari Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas 9, Semaki Yogyakarta 55166 diary.1305@gmail.com

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Dari jumlah 76 sampel yang layak di analisis dari nilai beda minimal 3 pada tiap pola asuh berjumlah 62. Berikut ini akan diuraikan gambaran subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. peneliti, maka peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif komparatif.

BAB IV ANALISIS DATA. peneliti, maka peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif komparatif. 92 BAB IV ANALISIS DATA Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa wawancara, observasi dan dokumentasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh peneliti, maka peneliti menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai tiga kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan perilaku. Kemampuan kognitif merupakan respon perseptual atau kemampuan untuk berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Tentang Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khitan dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pengertian dari sunat, dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) menyampaikan

Lebih terperinci

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN 1. Kondisi dan kesan umum (ciri fisik). 2. Kondisi lingkungan rumah tempat tinggal dan lingkungan tetangga serta lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak tumbuh bersama dengan setidaknya satu saudara kandung (Volling dan Blandon, 2003). Keterikatan dengan saudara kandung, baik itu kakak maupun adik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA 35 SERI BACAAN ORANG TUA Pengaruh Perceraian Pada Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Persiapan penelitian ini dimulai dengan menentukan tempat yang digunakan untuk penelitian. Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

DAMPAK SIBLING RIVALRY (PERSAINGAN SAUDARA KANDUNG) PADA ANAK USIA DINI

DAMPAK SIBLING RIVALRY (PERSAINGAN SAUDARA KANDUNG) PADA ANAK USIA DINI DAMPAK SIBLING RIVALRY (PERSAINGAN SAUDARA KANDUNG) PADA ANAK USIA DINI SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi oleh Ayu Citra Triana Putri 1550408066 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, dan juga anak serta terjadinya proses reproduksi. sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antara saudara kandung tidak

BAB I PENDAHULUAN. istri, dan juga anak serta terjadinya proses reproduksi. sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antara saudara kandung tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang mempunyai hubungan darah atau pertalian antara satu sama lain dan tinggal bersama, yang terdiri dari suami, istri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya, kerap sekali keluarga itu tidak hanya terdiri dari suami istri dan anakanaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci