BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat diolah dan

dokumen-dokumen yang mirip
Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

Jakarta, 29 Juli 2016 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

Analisis Perkembangan Industri

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA JUMPA PERS AKHIR TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Contents

SIARAN PERS. Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2017 Mencapai Rp 170,9 Triliun

Analisis Perkembangan Industri

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN III TAHUN 2016

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

RINGKASAN DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 KONDISI S.D. 30 JUNI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN II TAHUN 2016

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB I PENDAHULUAN. lebih dominan, dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

Analisis Perkembangan Industri

RENCANA & REALISASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 DI KALIMANTAN TIMUR

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Kondisi Perekonomian Indonesia

CAPAIAN Februari 2016 KOMITMEN INVESTASI

DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT KONDISI JANUARI S.D. 31 MEI 2017

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan hubungan antara struktur modal dan nilai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

Produk Domestik Bruto (PDB)

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Seminar Nasional Outlook Industri 2018 PEMBANGUNAN INDUSTRI YANG INKLUSIF DALAM RANGKA MENGAKSELERASI PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKUALITAS

REALISASI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Statistik KATA PENGANTAR

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat diolah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sumber daya alam tersebut dapat berupa produk pertanian (bahan baku dan makanan), produk bahan bakar dan pertambangan, serta produk manufaktur yang diolah di sektor industri yang ada di Indonesia. Semua subsektor industri berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, namun yang paling menonjol adalah industri makanan dan minuman yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor industri. Industri makanan dan minuman merupakan industri non-migas yang berkontribusi paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2011, industri makanan dan minuman menyumbang sekitar Rp 400.003,70 miliar dan meningkat cukup signifikan hingga Rp 540.756,40 miliar pada tahun 2015 (Gambar 1.1). Selain itu, dibandingkan dengan subsektor lainnya, industri makanan dan minuman berkontribusi paling besar terhadap PDB sektor nonmigas. Pada tahun 2015 industri makanan dan minuman menyumbang sekitar 31 persen terhadap PDB sektor non-migas, berkontribusi terhadap ekspor sebesar US$ 5,5 miliar (hingga November 2015), dan menyerap sekitar 4 juta pekerja (GAPMMI, 2017). Pada triwulan III tahun 2016, kontribusi industri makanan dan minuman terhadap PDB sektor non-migas meningkat menjadi 1

2 33,6 persen. Subsektor ini juga menopang sebagian besar pertumbuhan industri non-migas dengan pertumbuhan yang mencapai 4,71 persen (Kementerian Perindustrian, 2016). Gambar 1.1 Kontribusi Industri Makanan&Minuman terhadap PDB tahun 2011-2015 600.000,00 540.756,40 500.000,00 502.856,20 441.341,70 459.283,00 400.000,00 400.003,70 300.000,00 200.000,00 100.000,00 0,00 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: CEIC, 2017 (diolah) Kinerja industri makanan dan minuman di Indonesia pun menunjukkan hasil yang positif dengan tumbuh sebesar 9,82 persen atau sebesar Rp 192,69 triliun pada triwulan III tahun 2016 (Kementerian Perindustrian, 2016). Peningkatan pertumbuhan industri makanan dan minuman tersebut disebabkan karena makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 255 juta jiwa dan akan terus bertambah. Menurut Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, faktor lainnya adalah kecenderungan masyarakat menengah ke atas yang sadar akan kesehatan dengan lebih memilih konsumsi makanan dan minuman yang alami, higienis, aman, dan bermutu. Seiring dengan kesadaran masyarakat tersebut, banyak pengusaha baru yang berinovasi dalam memproduksi makanan dan minuman yang sehat dan bergizi.

3 Survei Sosial Ekonomi Nasional (2016) menempatkan makanan dan minuman pada posisi pertama pengeluaran terbesar masyarakat Indonesia sebesar 29 persen (Kompas, Maret 2017). Pengeluaran tersebut akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk. Gambar 1.2 menunjukkan besarnya perkembangan pengeluaran konsumen terhadap makanan dan minuman pada tahun 2013-2015. Melihat dari perkembangan yang terjadi, BMI pun memperkirakan pengeluaran konsumen terhadap makanan dan minuman pada tahun 2016-2020 meningkat menjadi lebih dari Rp 750.000.000,00. Gambar 1.2 Pengeluaran Konsumen terhadap Makanan&Minuman di Indonesia tahun 2013-2020 Sumber: BMI, 2015 Kementerian Perindustrian pun mencatat bahwa pertumbuhan tersebut dipengaruhi besarnya surplus perdagangan luar negeri produk makanan dan minuman. Nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa

4 sawit pada Januari-September 2016 mencapai US$ 17,86 miliar. Sedangkan impornya hanya US$ 6,81 miliar. Menurut Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartato, industri makanan dan minuman berpotensi untuk terus tumbuh dan pertumbuhannya hampir dua kali pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2016, pertumbuhan industri makanan dan minuman sebesar 8,4 persen dimana pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02 persen (Kementerian Perindustrian, 2017). EU-INDONESIA Business Network (EIBN) juga membuat proyeksi perkembangan makanan dan minuman di Indonesia tahun 2012-2017 adalah sebesar 3,6 persen (EIBN Sector Reports, 2014). Pertumbuhan tersebut menandakan pertumbuhan yang positif sehingga memiliki prospek yang cukup cerah kedepannya. Gambar 1.3 Indeks Peluang Perkembangan Industri Makanan&Minumann di Negara Berkembang Sumber: Linklaters Food&Beverage Network, 2014

5 Walaupun industri makanan dan minuman memiliki prospek yang cukup cerah, namun produsen harus siap menghadapi tantangan global dengan terus meningkatkan daya saing dengan berinovasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (human capital) dengan cara menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan lebih baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Upaya tersebut dilakukan agar produk lokal dapat bersaing dengan produk yang diimpor mengingat telah diterapkannya ASEAN Economic Community (AEC). Pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian perlu mendorong dan memperbaiki kinerja industri makanan dan minuman di Indonesia dengan meningkatkan penerapan standar produk dan meningkatkan penelitian dan pengembangan (R&D) terhadap produk makanan dan minuman. Perbaikan iklim investasi dengan perubahan regulasi dalam industri makanan dan minuman pun perlu dilakukan untuk menarik investor. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa pada tahun 2016 nilai investasi industri makanan dan minuman mencapai Rp 61 triliun, meningkat cukup tajam dibanding tahun 2015 sebesar Rp 43 triliun. Artinya, investor semakin tertarik untuk investasi di industri makanan dan minuman di Indonesia karena melihat prospek kedepannya. Di samping itu, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong, mengatakan bahwa 10 perusahaan Australia tertarik berinvestasi sekitar US$ 4-5 miliar di Indonesia, terutama investasi di

6 sektor pertambangan dan pengolahannya, industri makanan dan minuman, pariwisata dan perhotelan, serta infrastruktur. Ketertarikan tersebut disampaikan pada saat Presiden Joko Widodo berada di Sydney dan bertemu dengan pemimpin eksekutif 10 perusahaan tersebut (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2017). Berdasarkan data-data tersebut dapat dilihat bahwa arah investasi di Indonesia sudah mulai berorientasi ke sektor industri. Tabel 1.1 dan 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 investasi dalam negeri di industri makanan paling tinggi dibanding industri lainnya. Sedangkan menurut data PMA, industri makanan menempati urutan ke-8. Tabel 1.1 Realisasi Penanaman Modal Januari -Desember 2016: Berdasarkan Sektor (PMDN) NO. BIDANG USAHA INVESTASI (Rp Miliar) JUMLAH PROYEK 1 Industri makanan 32.028,5 1.169 2 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi 30.054,4 45` 3 Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi 26.769,6 364 4 Listrik, Gas, dan Air 22.794,5 472 5 Tanaman Pangan dan Perkebunan 20.998,6 543 6 Industri Mineral Non Logam 15.404,6 217 7 Konstruksi 14.039,1 365 8 Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik 11.568,5 483 9 Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran 9.192,8 324 10 Pertambangan 6.033,6 134 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2017 (diolah)

7 Tabel 1.2 Realisasi Penanaman Modal Januari -Desember 2016: Berdasarkan Sektor (PMA) INVESTASI JUMLAH NO. BIDANG USAHA (US$ Juta) PROYEK Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, 1 dan Elektronik 3.897,1 2.185 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan 2 Farmasi 2.889,1 1.096 Industri Kertas, Barang dari kertas, dan 3 Percetakan 2.786,6 274 4 Pertambangan 2.742,4 1.13 Industri Alat Angkutan dan Transportasi 5 Lainnya 2.369,3 928 Perumahan, Kawasan Industri, dan 6 Perkantoran 2.321,5 1.151 7 Listrik, Gas, dan Air 2.139,6 748 8 Industri Makanan 2.115,0 1.947 9 Tanaman Pangan dan Perkebunan 1.589,1 800 10 Industri Mineral Non Logam 1.076,0 397 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2017 (diolah) Hal tersebut mengindikasikan bahwa karena perkembangannya yang signifikan, industri makanan dan minuman di Indonesia pun menarik bagi investor dalam negeri maupun asing. Prospek industri ini pun semakin menjanjikan. Oleh karena itu perusahaan yang bergerak di industri ini harus dapat mengelola dan mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tidak terjadi pemborosan dan kerugian. Melihat prospek yang menjanjikan, perusahaan yang bergerak di industri makanan dan minuman ini pun terus mengembangkan produknya sehingga mulai muncul berbagai jenis dan merek makanan dan minuman guna bersaing dengan perusahaan lainnya. Banyak perusahaan baru yang masuk ke industri makanan dan minuman karena semakin diminati sehingga timbul persaingan yang cukup ketat antar industri makanan dan minuman. Persaingan antar

8 perusahaan tersebut akan memengaruhi segala keputusan perusahaan dan akhirnya memengaruhi kinerja industri makanan dan minuman. Tingkat ke-efisienan suatu industri akan meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan dalam persaingan antar perusahaan dalam industri tersebut. Salah satu indikator tingkat ke-efisienan suatu usaha adalah variabel keuntungan yang diperoleh perusahaan, dimana setiap perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungannya agar dapat bertahan dalam industri tersebut (Mahesa, 2010). Perusahaan dalam suatu industri perlu mengetahui jenis persaingan yang terjadi agar dapat membuat strategi dan kebijakan yang tepat, dimana akan berdampak pada kinerja perusahaan dalam industri tersebut. Pentingnya perusahaan dalam suatu industri untuk mengetahui dan mempelajari lingkup ekonomika industri ini adalah karena pada kenyataannya struktur pasar semakin terkonsentrasi dan perilaku perusahaan akhirnya menurunkan kesejahteraan konsumen. Kemudian tingkat konsentrasi industri yang semakin tinggi, mengakibatkan kecenderungan berkurangnya persaingan antar perusahaan sehingga timbul perilaku perusahaan yang kurang efisien. Konsentrasi industri yang tinggi pun menyebabkan kekayaan semakin terkonsentrasi sehingga menghambat usaha-usaha dalam hal pemerataan, seperti usaha dalam pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Di samping itu, segala hal yang berkaitan dengan struktur industri dan upaya penyelesaian masalah ekonomi akan membuat intervensi pemerintah semakin meningkat. Alasan yang terakhir yaitu berbagai kajian

9 yang membahas mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri tidak luput dari masalah-masalah produksi dan distribusi (Hasibuan, 1994). Menyadari adanya persaingan dalam industri makanan dan minuman di Indonesia yang semakin terlihat, maka terdapat dorongan dalam melakukan penelitian mengenai analisis industri makanan dan minuman di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode Structure, Conduct, and Performance (SCP) yang akan mencoba menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaan go public dalam industri makanan dan minuman yang ada di Indonesia pada firm-level data. Perusahaan-perusahaan go public tersebut tercatat pada Bursa Efek Indonesia antara tahun 2011-2015. 1.2 Rumusan Masalah Industri makanan dan minuman menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya minat investasi dalam negeri dan asing sehingga pemerintah berupaya untuk terus mengembangkan industri makanan dan minuman domestik. Upaya pemerintah tersebut dilakukan agar perusahaan dalam industri ini lebih terdorong untuk bersaing secara sehat dengan meningkatkan kualitas produknya. Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan minuman di Indonesia, dewasa ini semakin terlihat bahwa struktur pasar semakin terkonsentrasi dan perilaku perusahaan akhirnya menurunkan kesejahteraan konsumen. Kemudian tingkat konsentrasi industri yang semakin tinggi mengakibatkan kecenderungan berkurangnya persaingan antar perusahaan

10 sehingga timbul perilaku perusahaan yang kurang efisien. Konsentrasi industri yang tinggi pun menyebabkan kekayaan semakin terkonsentrasi sehingga menghambat usaha-usaha dalam hal pemerataan, seperti usaha dalam pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Namun dalam perkembangannya, muncul banyak perusahaan baru yang masuk ke dalam industri makanan minuman sehingga kemungkinan besar menyebabkan semakin rendahnya tingkat konsentrasi industri makanan dan minuman di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaan dalam industri makanan dan minuman di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan metode Structure, Conduct, and Performance (SCP). Apabila dalam penelitian ini ditemukan bahwa struktur pasar dalam industri makanan dan minuman di Indonesia berubah dari penelitian sebelumnya, maka kemungkinan perusahaan akan merubah perilakunya guna memperbaiki kinerja perusahaan mengikuti struktur persaingan pasar. 1.3 Pertanyaan Penelitian Setelah mengetahui permasalahan yang terjadi dalam industri makanan dan minuman di Indonesia, maka penulis mencoba merumuskan pertanyaan penelitian, antara lain: 1. Bagaimana bentuk struktur pasar industri makanan dan minuman di Indonesia dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan tahun 2011-2015?

11 2. Bagaimana perilaku perusahaan dalam industri makanan dan minuman di Indonesia dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan tahun 2011-2015? 3. Apakah asumsi dari teori SCP tradisional yang mengatakan bahwa struktur dan perilaku perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja berlaku untuk menganalisis industri makanan dan minuman di Indonesia? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur pasar dalam industri makanan dan minuman di Indonesia dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan tahun 2011-2015. 2. Menganalisis perilaku perusahaan dalam industri makanan dan minuman di Indonesia dan pengaruhnya terhadap laba perusahaan tahun 2011-2015. 3. Mengetahui pengaruh dari struktur dan perilaku perusahaan dalam industri makanan dan minuman di Indonesia terhadap kinerjanya berdasarkan teori SCP tradisional. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, sekiranya dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan, antara lain :

12 1. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan identifikasi dan analisis di sektor industri, terutama industri makanan dan minuman di Indonesia. 2. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang juga fokus penelitiannya mengenai sektor industri, khususnya industri makanan dan minuman di Indonesia. 3. Memberikan informasi kepada pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional sesuai dengan kondisi pasar. 4. Menjadi referensi dan bahan masukan bagi pembuat kebijakan agar membuat kebijakan yang tepat dan strategis dalam meningkatkan sektor industri, khususnya industri makanan dan minuman di Indonesia. 1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penulisan Penelitian mengenai analisis industri makanan dan minuman di Indonesia ini hanya akan dibatasi sampai bagaimana struktur pasar, perilaku, dan kinerja perusahaan dalam industri makanan dan minuman menggunakan metode SCP. Penelitian ini khususnya akan dibatasi sesuai dengan kondisi perusahaan di Indonesia dan ketersediaan data yang ada, yaitu sebanyak 10 (sepuluh) perusahaan makanan dan minuman go public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode penelitian ini menggunakan metode SCP lalu diregresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) pada firm-level data dan periode yang diteliti yaitu tahun 2011-2015.

13 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. BAB I: PENDAHULUAN Membahas uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II: STUDI LITERATUR Membahas uraian tinjauan pustaka mengenai konsep ekonomi industri dan teori SCP, uraian penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menjelaskan deskripsi variabel serta sumber data, spesifikasi model penelitian, serta alat analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil temuan penelitian. Hasil penelitian diperoleh dari olah data penelitian dan merupakan jawaban atas seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan dalam bagian rumusan permasalahan.

14 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Membahas bagian akhir dari penelitian yang berisi penjelasan kesimpulan hasil analisis penelitian, dan saran untuk penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang dan pengambil kebijakan.