BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI LAMPUNG 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015


KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR *) FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2015*)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

DATA DAN INFORMASI PEKERJA USIA MUDA AGUSTUS 2013

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2016

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA, FEBRUARI 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,09 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa, selain karena kekayaan alam dan letaknya yang strategis, banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Kekayaan alam dan posisi yang strategis tidak berarti apa-apa tanpa didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Hal ini dikarenakan untuk mengelola sumberdaya alam dan memanfaatkan posisi strategis suatu bangsa, diperlukan kemampuan sumberdaya manusia yang mumpuni. Oleh karena itu, dalam upaya mendorong pembangunan suatu bangsa, masalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia sering kali lebih mendapat perhatian (prioritas) sebelum memperhatikan aspek lainnya. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia. Faktor tenaga kerja menjadi sangat utama dan perlu perhatian yang serius. Tenaga kerja mempengaruhi semua aktivitas bisnis dan perekonomian di Indonesia. Namun jika diperhatikan kualitasnya, masih perlu waktu lama untuk mampu bersaing dengan negara-negara lain, bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga yang tidak jauh berbeda dilihat dari segi waktu kemerdekaan dan waktu dimulainya kegiatan pembangunan negara tersebut. Kualitas tenaga kerja yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan serta keterampilan yang dimiliki, masih banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di pasar kerja. Tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah, sering menyulitkan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja agar lebih mampu bersaing lagi. Apalagi menghadapi persaingan yang semakin sengit dengan bebasnya tenaga kerja asing masuk dalam pasar kerja nasional. Kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi pada tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan. Bahkan, untuk tenaga kerja perempuan kondisinya lebih memprihatinkan. Tingkat pendidikannya lebih rendah, begitu pula dengan juga indikator kualitas lainnya. Meskipun demikian, dalam hal perekonomian nasional, kontribusi tenaga kerja perempuan diyakini semakin hari semakin meningkat, walaupun jika dibandingkan dengan laki-laki masih jauh dari seimbang. Kontribusi yang besar tersebut seringkali masih tidak sebanding dengan kesejahteraan tenaga kerja perempuan yang umumnya masih rendah. 1

Fakta-fakta terkait tenaga kerja perempuan tersebut, melahirkan kesimpulan bahwa perlu adanya langkah-langkah strategis untuk mendorong peningkatan kualitas, memperbesar kontribusi dalam perekonomian, sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka. Memperhatikan berbagai ungkapan tersebut di atas, maka penyusunan profil tenaga kerja perempuan ini menjadi sangat strategis. Karena dengan mengetahui karakteristik tenaga kerja perempuan serta perbandingannya dengan tenaga kerja laki-laki sebagaimana tergambar jelas dalam profil ini, akan memudahkan bagi para pengambil kebijakan untuk menetapkan kebijakan prioritas bagi tenaga kerja pemberdayaan perempuan khususnya dan pembangunan pada umumnya. B. Tujuan Penyusunan profil tenaga kerja perempuan nasional ditujukan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang karakteristik tenaga kerja perempuan secara nasional. Baik mengenai karakteristik umum seperti usia, pendidikan, maupun secara spesifik ketenagakerjaan seperti jumlah jam kerja, tingkat upah dan sebagainya. C. Sistematika Penyajian Data yang disajikan dalam publikasi ini berasal dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015. Diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan tujuan penulisan, pembahasan dilanjutkan dengan menguraikan bab kegiatan penduduk. Pada bab ini mencakup penjelasan mengenai kondisi penduduk angkatan kerja secara umum yang diantaranya membahas pengangguran dan kondisi penduduk, bukan angkatan kerja yang meliputi penduduk yang mengurus rumah tangga, sekolah serta kegiatan lainnya. Bagian berikutnya adalah bab penduduk bekerja, yaitu bagian dari angkatan kerja yang memenuhi kriteria sedang bekerja. Pembahasan dimulai dengan melihat karakteristik secara umum, yaitu membahas perbedaan berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan juga pendidikan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan secara khusus menurut lapangan pekerjaan utama, status pekerjaan utama dan 2

jenis pekerjaan utama. Sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan, pembahasan berbagai aspek ini menggunakan pisau gender analysis. Dengan tetap menggunakan pisau analisis yang sama, pembahasan dilanjutkan dengan melihat secara khusus mengenai upah. Pembahasan mengenai upah tentu saja hanya dilakukan pada kelompok penduduk bekerja dengan status pekerjaan utama sebagai Buruh/Karyawan/Pegawai. Selain dikupas secara umum, pengupahan juga diperhatikan diferensiasinya menurut wilayah kabupaten yang dikaitkan dengan tingkat upah minimum, lapangan pekerjaan utama dan jenis pekerjaan utama. Selanjutnya pembahasan mengenai jam kerja, yang merupakan salah satu indikator penting untuk melihat kinerja dari ketenagakerjaan. Jumlah jam kerja menggambarkan kesesuaian pekerjaan seseorang dengan potensi yang dimiliki. Pembahasan mengenai jam kerja juga diperhatikan menurut lapangan pekerjaan utama, status pekerjaan utama, dan jenis pekerjaan utama, yang juga membahas jam kerja menurut pendidikan dan jenis kelamin. Penulisan buku ini ditutup dengan pembahasan mengenai penduduk Indonesia yang bekerja di luar negeri dan kebijakan serta program dalam rangka perlindungan tenaga kerja di Indonesia. 3

BAB II KEGIATAN PENDUDUK A. Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak122,380,021 orang dengan jumlah perempuan yang mencapai 45,569,429 orang. Jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki yang mencapai 76,810,592 orang. Kondisi ini menggambarkan bahwa peran perempuan di Indonesia dalam sektor ekonomi masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Jenis Kegiatan Laki-laki Perempuan Total Penduduk Berumur 0+ Tahun 128,638,707 127,361,600 256,000,307 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas 92,864,014 93,236,903 186,100,917 Angkatan Kerja 76,810,592 45,569,429 122,380,021 Bekerja 72,150,588 42,668,611 114,819,199 Pengangguran 4,660,004 2,900,818 7,560,822 Bukan Angkatan Kerja 16,053,422 47,667,474 63,720,896 Sekolah 8,367,903 8,367,060 16,734,963 Mengurus Rumah Tangga 2,030,154 36,173,547 38,203,701 Lainnya 5,655,365 3,126,867 8,782,232 TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) 82.71 48.87 65.76 TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) 6.07 6.37 6.18 Pekerja Tidak Penuh 17,082,691 17,230,207 34,312,898 Setengah Penganggur 6,083,019 3,656,178 9,739,197 Paruh Waktu 10,999,672 13,574,029 24,573,701 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi perempuan dalam sektor ekonomi yaitu tingkat produktivitas perempuan yang masih rendah dibandingkan dengan laki-laki sehingga hal tersebut berimplikasi terhadap kesenjangan 4

pendapatan sehingga mengakibatkan kontribusi perempuan dalam sektor ekonomi lebih rendah dari laki-laki. Selain itu, keputusan menikah di usia muda menyebabkan peran perempuan lebih banyak bekerja di sektor domestik degan berfokus terhadap fungsi pengasuhan terhadap anak. Jumlah penduduk laki-laki yang sebanyak 128.683.707 orang tidak jauh berbeda dengan jumlah penduduk perempuan dengan jumlah 127.361.600 orang. Begitu juga jika diperhatikan jumlah tenaga kerja penduduk usia kerja, yaitu penduduk dengan usia 15 tahun ke atas) keseluruhannya mencapai 186.100.917 orang menggambarkan bahwa jumlah tenaga kerja laki-laki tidak jauh berbeda dengan jumlah tenaga kerja perempuan. Besarnya jumlah angkatan kerja menunjukkan tingkat kesiapan penduduk angkatan kerja dalam pembangunan di bidang sektor ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya jumlah angkatan kerja berbanding lurus dengan besarnya potensi ekonomi pada suatu negara. Angkatan kerja yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja merupakan kategori usia yang aktif memberikan nilai tambah dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu angkatan kerja sering disebut sebagai penduduk yang aktif secara ekonomi (economically active). Jumlah angkatan kerja perempuan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki menunjukkan bahwa potensi peningkatan angkatan kerja perempuan masih sangat mungkin untuk terus dilakukan dengan cara memperluas akses terhadap peluang pasar tenaga kerja yang dapat meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia bagi perempuan serta penundaan usia pernikahan dan menekan angka kelahiran ibu muda bagi perempuan. Jika proporsi angkatan kerja perempuan dapat ditingkatkan hingga mendekati laki-laki, tentu pembanguan ekonomi akan semakin baik karena kontribusi perempuan yang juga semakin besar. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan jumlah angkatan kerja dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja. TPAK mengukur besarnya partisipasi angkatan kerja dalam dunia kerja yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesulitan angkatan kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Angka TPAK yang rendah menunjukkan kecilnya kesempatan kerja yang tersedia bagi penduduk usia kerja. Sebaliknya, angka TPAK yang tinggi menunjukkan besarnya kesempatan kerja yang tersedia. 5

Grafik 2.1. Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 2015 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus 2011 2015 Grafik 2.1 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan dan laki-laki cenderung menurun hingga tahun 2015. Hal tersebut disebabkan oleh karena kondisi perekonomian yang mengalami penurunan yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga relatif rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Persentase TPAK antara perempuan dan laki-laki terdapat kesenjangan yang relatif besar dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan kesenjangan dari 34,16% menjadi 34,84% pada tahun 2015. Kesenjangan TPAK yang semakin meningkat antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa dalam pasar kerja terdapat perbedaan daya serap tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin. Meskipun sudah banyak program dan kebijakan untuk mendorong persamaan peran antara laki-laki dan perempuan, namun kondisi tersebut tetap memberikan keuntungan yang lebih besar bagi laki-laki. Masalah lain yang seringkali dibahas dalam dunia angkatan kerja selain TPAK adalah masalah pengangguran. Pengangguran termasuk dalam golongan angkatan kerja yang aktif mencari pekerjaan. Oleh karena itu, meskipun tidak sedang bekerja, seorang pengangguran merupakan angkatan kerja yang berada 6

dalam kondisi siap untuk mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berbeda dengan mereka yang digolongkan ke dalam kategori bukan angkatan kerja. Pengangguran terbuka terdiri dari: (1) Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan; (2) Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha; (3) Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan; dan (4) Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Grafik 2.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 2015 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus 2011 2015 Grafik 2.2. menunjukkan penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari tahun 2011 dan mencapai titik terendah pada tahun 2014. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami kenaikan pada tahun 2015. Secara keseluruhan perbandingan persentase TPT perempuan dari tahun ke tahun lebih tinggi dibandingkan TPT laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kebutuhan bagi perempuan untuk masuk dalam pasar kerja cukup tinggi. Namun penyerapan pasar kerja bagi tenaga kerja perempuan tidak semudah penyerapan tenaga kerja laki-laki. Dengan demikian, kondisi tersebut menunjukan bahwa masih terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dengan perempuan dalam hal akses terhadap pasar kerja. 7

Tabel 2.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Pengangguran Terbuka di Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60 + Jumlah Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen 1.085.448 23,29 800.372 27,59 1.885.820 24,94 1.663.977 35,71 1.046.155 36,06 2.710.132 35,84 810.921 17,40 433.489 14,94 1.244.410 16,46 364.416 7,82 212.398 7,32 576.814 7,63 227.189 4,88 132.637 4,57 359.826 4,76 133.971 2,87 94.368 3,25 228.339 3,02 127.008 2,73 74.357 2,56 201.365 2,66 103.648 2,22 44.494 1,53 148.142 1,96 95.338 2,05 42.552 1,47 137.890 1,82 48.088 1,03 19.996 0,69 68.084 0,90 4.660.004 100,00 2.900.818 100,00 7.560.822 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus 2011 2015 Secara nasional jumlah pengangguran terbuka sebesar 7.560.822 orang yang terdiri dari 4.660.004 laki-laki dan 2.900.818 perempuan. Berdasarkan Tabel 2.2. menunjukkan bahwa jumlah pengangguran laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Secara keseluruhan proporsi pengangguran paling banyak terkonsentrasi pada kelompok umur muda, yaitu 15-19 tahun dan 20-24 tahun. Hal ini dapat dipahami bahwa pada kelompok umur tersebut merupakan tingkat umur yang paling tinggi untuk memasuki dunia kerja. Kelompok umur tersebut merupakan masa ketika sudah selesai atau berhenti sekolahdan masa menginjak dewasa. Namun, pada masa ini umumnya pencari 8

kerja ini belum memiliki pengalaman serta keterampilan yang memadai untuk bekerja sehingga banyak kesempatan kerja yang belum mampu menampung pencari kerja kerja tersebut. Di sisi lain, pada kelompok umur tersebut selektif dalam memilih pekerjaan sehingga umumnya lebih memilih menganggur daripada bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kedua faktor ini menyebabkan angka pengangguran pada kelompok umur tersebut menjadi lebih tinggi. Tabel 2.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Pengangguran Terbuka di Indonesia Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Jenis Kelamin Total Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Tidak/Belum Pernah Sekolah 32.289 0,69 23.265 0,80 55.554 0,73 Tidak/Belum Tamat SD SD SMP SMA SMK D I/II/III Universitas 249.934 5,36 121.608 4,19 371.542 4,91 671.504 14,41 333.457 11,50 1.004.961 13,29 885.340 19,00 488.579 16,84 1.373.919 18,17 1.356.116 29,10 923.913 31,85 2.280.029 30,16 1.020.177 21,89 549.513 18,94 1.569.690 20,76 116.342 2,50 135.199 4,66 251.541 3,33 328.302 7,05 325.284 11,21 653.586 8,64 Jumlah 4.660.004 100,00 2.900.818 100,00 7.560.822 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus 2011 2015 Berdasarkan Tabel 2.3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar perempuan pengangguran terbuka berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu 31,85 persen. Persentase tersebut apabila digabungkan dengan pengangguran perempuan terbuka tingkat SMK menjadi 50,79 persen yang berarti lebih dari setengah pengangguran perempuan berada pada tingkat pendidikan SMA/sederajat. Kondisi 9

tersebut cukup memprihatinkan mengingat dengan bekal pendidikan yang lebih tinggi mestinya lebih mudah mencari kerja. Kondisi ini tidak berbeda juga untuk lakilaki yang memiliki proporsi pengangguran terbuka dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 50,99 persen. Hal tersebut dapat disebabkan lulusan SMA/SMK tidak langsung mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan masa pendidikannya. Selain itu, lulusan SMA/SMK masih belum memiliki kompetensi yang optimal dikarenakan program dari sekolah umumnya belum mampu membekali siswa keterampilan memadai permintaan pasar kerja. Di sisi lain, fenomena tersebut menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk usia kerja secara nasional cukup tinggi (SMA/SMK), sehingga tergolong juga ke dalam tingkat pengangguran terbuka yang cukup tinggi. Penjelasan lebih menyeluruh dapat dilihat pada bab yang mengulas penduduk yang bekerja. B. Bukan Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja (BAK) adalah penduduk usia kerja yang pada periode referensi tidak mempunyai/melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain).kelompok usia ini meskipun berada pada usia kerja dan mempunyai kemampuan untuk bekerja, akan tetapi mereka tidak aktif secara ekonomi. Tidak bekerja dan juga tidak sedang mencari pekerjaan. Oleh karena itu tidak ada produktivitas secara ekonomi yang dihasilkan. 10

Grafik 2.3. Persentase Penduduk yang Mengurus Rumah Tangga di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Salah satu kelompok penduduk yang masuk kedalam kategori bukan angkatan kerja adalah penduduk yang mengurus rumah tangga. Mengurus rumah tangga adalah kegiatan mengurus rumah tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji. Berdasarkan Grafik 2.3 menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk yang berperan mengurus rumah tangga adalah perempuan sebesar 94.69 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan masih memegang peranan besar dalam mengurus rumah tangga meskipun status kepala keluarga sebagian besar berada pada laki-laki. Oleh karena itu, persentase bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga laki-laki hanya 5,31%. Faktor sosial budaya menjadi salah satu penyebab tingginya peran perempuan di dalam rumah tangga. Budaya Indonesia menempatkan laki-laki sebagai pemimpin lebih karena jenis kelaminnya, bukan karena status kerjanya atau kontribusi ekonominya dalam keluarga. Oleh karena itu, selama laki-laki (suami) masih hidup, status kepala keluarga akan tetap melekat kepadanya. Sedangkan perempuan menjadi kepala keluarga ketika suami (laki-laki) sudah tiada. Kelompok penduduk bukan angkatan kerja berikutnya adalah kelompok usia sekolah. Sekolah diartikan sebagai kegiatan bersekolah di sekolah formal, baik pada pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. 11

Grafik 2.4 Persentase Penduduk yang Sekolah Menurut Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Grafik 2.4 menunjukkan persentase yang sama antara laki-laki dan perempuan terhadap tingkat pasrtisipasi sekolah. Hal tersebut menggambarkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama terhadap akses pendidikan. Prioritas terhadap pembangunan di bidang pendidikan menjadi salah satu faktor utama yang memudahkan akses terhadap pendidikan. Hal tersebut didukung oleh program pemerintah yang membebaskan biaya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Masyarakat tidak lagi harus memilih siapa yang harus disekolahkan karena keterbasan biaya. Selain itu, kondisi ini juga didukung dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan untuk memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Penduduk bukan angkatan kerja berikutnya yang tidak termasuk mengurus rumah tangga ataupun sekolah digolongkan dalam kelompok kegiatan lainnya yaitu kegiatan selain bekerja, sekolah, dan mengurus rumah tangga. Kegiatan lainnya mencakup olahraga, kursus, piknik, dan kegiatan sosial (berorganisasi, kerja bakti). Perbandingan kelompok tersebut menurut jenis kelamin terlihat pada Grafik 2.5. 12

Grafik 2.5. Persentase Penduduk yang Melakukan Kegiatan Lainnya di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Penduduk bukan angkatan kerja yang termasuk dalam kategori melakukan kegiatan lainnya lebih banyak laki-laki dibanding perempuan dimana jumlah laki-laki hampir dua kali lipat dari jumlah perempuan. Perempuan yang termasuk kategori penduduk tidak bekerja umumnya dikelompokkan sebagai pengurus rumah tangga, sedangkan untuk laki-laki cenderung masuk kelompok dengan kegiatan lainnya. Kondisi ini menggambarkan masih kentalnya budaya diskriminatif dalam rumah tangga yang menitikberatkan urusan rumah tangga sebagai tanggung jawab perempuan. Sementara laki-laki, meskipun memiliki potensi dan kesempatan untuk mengurus rumah tangga akan cenderung melakukan kegiatan yang lain. 13

BAB III PENDUDUK YANG BEKERJA A. Karakteristik Umum Penduduk bekerja adalah bagian dari angkatan kerja yang dikategorikan dalam kegiatan bekerja. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. Karakteristik penduduk bekerja sangat penting untuk diketahui dengan tujuan agar dapat mengidentifikasi potensi dan kendala yang ada pada sumber daya manusia. Grafik 3.1. Persentase Penduduk yang Bekerja di Indonesia Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Menurut jenis kelamin, persentase perempuan yang bekerja masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Penduduk Indonesia yang bekerja pada tahun 2015 sebanyak 114.819.199 orang yang terdiri dari 72.150.588 laki-laki dan 42.668.611 perempuan. Grafik 3.1 menunjukkan bahwa dari seluruh penduduk yang bekerja, sebagian besar (62,84%) adalah laki-laki. Sisanya adalah perempuan (37,16%). Kondisi ini dapat dimengerti mengingat proporsi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan juga menunjukkan hal yang serupa. 14

Selain itu, kondisi ini juga umumnya terjadi karena di beberapa kelompok masyarakat, jenis kelamin menjadi kriteria dalam pembagian kerja. Pekerjaan yang diperuntukkan bagi laki-laki umumnya adalah pekerjaan yang dianggap sesuai dengan kapasitas seorang laki-laki yang dilihat dari kapasitas biologis, psikologis, dan sosialnya. Hal ini misalnya adalah dilihat dari konsep laki-laki memiliki fisik yang lebih kuat, lebih resisten terhadap risiko dan bahaya, dan tingkat kerjasama yang lebih tinggi. Sementara itu, pekerjaan yang diperuntukkan bagi perempuan dianggap sesuai dengan kapasitas seorang perempuan dengan konsep tingkat risiko yang lebih rendah, cenderung bersifat rutinitas atau repetisi, dan kurang memerlukan konsentrasi. Kondisi ini menggambarkan bahwa masih ada bias gender dalam ketenagakerjaan dan cenderung membatasi ruang gerak perempuan. Grafik 3.2. Persentase Penduduk yang Bekerja di Indonesia Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Persentase penduduk yang bekerja menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang digambarkan pada Grafik 3.2 menunjukkan kondisi yang cukup berimbang. Hal ini berarti pada hampir semua kelompok umur menunjukkan angka persentase yang tidak terlalu berbeda. Namun, terdapat fenomena yang menarik bahwa persentase perempuan lebih tinggi pada kelompok umur muda (15-19; 20-24) dan pada kelompok umur yang relatif tua (40-44 dan seterusnya). 15

Pada umur 15-19 persentase penyerapan perempuan dalam bekerja lebih tinggi karena pada jenjang umur tersebut ada kecenderungan perempuan lulusan SMA/SMK yang memutuskan untuk bekerja dan tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi karena kebutuhan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan pada umur 15-19 laki-laki seringkali diprioritaskan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi sebagai persiapan untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga nantinya. Hal ini terutama seringkali terjadi di daerah pedesaan. Sementara itu, pada umur 20-24 merupakan umur ketika jenjang perguruan tinggi akan berakhir dan bersiap masuk ke dunia kerja, terutama pada perempuan di perkotaan. Umumnya, perempuan di perkotaan pada umur 20-24 telah menyelesaikan pendidikan tinggi dan mempunyai karir sehingga hal tersebut mempengaruhi perempuan lainnya di perkotaan. Pada umur 25-29 hingga 35-39, proporsi perempuan bekerja lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini dimungkinkan berkaitan erat dengan masa umur subur perempuan dalam hal reproduksi. Kelompok umur 25-29 hingga 35-39 adalah masamasa ideal untuk hamil dan melahirkan, dengan demikian pada masa itu banyak perempuan meninggalkan pasar kerja karena melahirkan dan menyusui anak. Sementara itu, laki-laki cenderung akan tetap dalam dunia kerjanya sampai dengan umur pensiun. Grafik 3.3. Persentase Penduduk yang Bekerja di Indonesia Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 16

Grafik 3.3 menggambarkan persentase penduduk yang bekerja pada tahun 2015 menurut pendidikan yang ditamatkan dan jenis kelamin. Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terbesar pekerja masih berpendidikan rendah, yaitu SMP ke bawah sebesar 63,80 persen untuk perempuan dan 61,41 persen untuk laki-laki, pada perempuan terlihat persentasenya lebih tinggi meskipun tidak terlalu besar. Ini menunjukkan bahwa dalam hal pendidikan, antara laki-laki dan perempuan sudah mendekati kesetaraan. Program wajib belajar dan kesadaran akan pendidikan mendorong penduduk untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Khususnya pendidikan dasar. Pada tingkat pendidikan SMA dan SMK terdapat perbedaan yang cukup besar antara laki-laki dan perempuan. Persentase pekerja dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK untuk laki-laki mencapai 29,18 persen, sedangkan untuk perempuan hanya 22,50 persen. Perbedaan yang cukup tinggi (6,68 persen) menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah yang lebih tinggi (dalam hal ini SMA dan SMK). Hal ini di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah masih kuatnya budaya dalam mendahulukan laki-laki untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sementara itu, terdapat kondisi yang menarik untuk diperhatikan, yaitu pada tingkat pendidikan tinggi (DI/II/III dan Universitas). Pada level ini proporsi perempuan lebih tinggi dari laki-laki yang berarti untuk tingkat pendidikan tinggi, perempuan lebih mudah memasuki pasar kerja daripada laki-laki. Dengan kata lain, untuk pasar kerja yang membutuhkan pendidikan tinggi, jenis kelamin tidak lagi menjadi pertimbangan. Bahkan ada kecenderungan pekerja perempuan lebih disukai. B. Lapangan Pekerjaan Utama Terdapat dua lapangan pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh pekerja perempuan di Indonesia, yaitu (1) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan yang mencapai 31,71 persen; dan (2) Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi yang mencapai 30,56 persen. Pada lapangan pekerjaan di bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan, proporsi lakilaki yang mencapai 33,57 persen hanya unggul sedikit dari perempuan. Lapangan pekerjaan ini termasuk ke dalam kategori sektor primer dan lebih banyak berada di pedesaan. Keberimbangan tersebut menunjukkan bahwa pada sektor tersebut tidak 17

terlihat adanya bias gender. Baik laki-laki maupun perempuan dapat dikatakan memiliki kesempatan yang sama, dalam membangun sektor tersebut. Pada lapangan pekerjaan industri, terjadi kondisi yang relatif berimbang namun dengan proporsi yang relatif kecil. Pada lapangan pekerjaan ini, proporsi lakilaki sebesar 12,64 persen sedangkan proporsi perempuan sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar 14,38 persen. Grafik 3.4 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Catatan: 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri 4 Listrik, Gas dan Air Minum 5 Konstruksi 6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 8 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 18

Pada lapangan kerja konstruksi dan transportasi, pergudangan dan komunikasi hanya sedikit pekerja perempuan yang ditemui. Hal ini dikarenakan lapangan kerja tersebut sepertinya belum menjadi lapangan kerja yang digemari oleh pekerja perempuan. Di samping membutuhkan tenaga fisik yang lebih besar yang cenderung identik dengan pekerjaan laki-laki, pekerja perempuan belum bisa diterima secara sosial budaya untuk bekerja pada kedua lapangan tersebut. Faktor sosial budaya juga membuat kedua lapangan pekerjaan tersebut seperti tidak umum bagi pekerja perempuan. Hal itu dapat dilihat dari sedikitnya lowongan pekerjaan yang dibuka untuk pekerja perempuan pada kedua lapangan tersebut. C. Status Pekerjaan Utama Status pekerjaan diklasifikasikan ke dalam tujuh kategori, yaitu: (1) Berusaha sendiri; (2) Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar; (3) Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar; (4) Buruh/karyawan/pegawai; (5) Pekerja bebas di pertanian; (6) Pekerja bebas di non pertanian; (7) Pekerja keluarga/tak dibayar. Proporsi penduduk bekerja yang tergolong dalam status berusaha sendiri, relatif berimbang antara laki-laki dan perempuan, namun perempuan sedikit lebih tinggi. Sementara untuk kelompok lain, umumnya lebih tinggi laki-laki, kecuali untuk kategori yang terakhir yaitu pekerja keluarga/tak dibayar. Untuk status pekerja keluarga/tak dibayar, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara laki-laki dan perempuan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena terdapat kesan bahwa meskipun masuk ke dalam dunia kerja, kebanyakan perempuan masuk ke dalam golongan yang tidak dibayar. Sering juga diartikan tidak menghasilkan, karena tidak mendapatkan upah yang pasti. Pekerja keluarga/tak dibayar menggambarkan lingkungan kerja yang tidak jauh dari keluarga sendiri. Pekerja yang masuk ke dalam pekerja kelompok ini dimungkinkan bekerja dengan tujuan seperti contohnya hanya untuk membantu suami, ayah, atau ibu dalam menjalankan usaha. Merujuk pada Grafik 3.5. pekerja seperti ini masih sangat banyak, khususnya perempuan. Pada grafik juga dapat di ketahui bahwa kelompok pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar, persentasi laki-lakinya mencapai 19,10 persen dan persentasi perempuan mencapai 10,48 persen. 19

Grafik 3.5. Persentase Penduduk yang Bekerja di Indonesia Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Catatan: 1 Berusaha sendiri 2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar 3 Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 4 Buruh/karyawan/pegawai 5 Pekerja bebas di pertanian 6 Pekerja bebas di non pertanian 7 Pekerja keluarga/tak dibayar Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 D. Jenis Pekerjaan Utama Dilihat dari jenis pekerjaannya, pekerja perempuan cenderung menyukai Tenaga Usaha Penjualan dan Tata Usaha Tani, Kebun, Ternak-ternak, Ikan, Hutan dan Perburuan. Terbukti dengan persentase perempuan untuk kedua jenis pekerjaan tersebut mencapai 26,29 persen dan 31,44 persen. Bahkan untuk jenis pekerjaan Tenaga Usaha Penjualan, persentasenya jauh melebihi laki-laki yang hanya 14,08 persen. Jenis pekerjaan lain yang juga di dominasi perempuan adalah: (1) Tenaga Profesional, Teknisi dan Tenaga Lain Ybdi; (2) Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha dan Tenaga Ybdi; (3) Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha dan Tenaga Ybdi; serta (4) Tenaga Usaha Jasa. 20

Grafik 3.6 menunjukkan ragam pilihan perempuan maupun laki-laki menurut jenis pekerjaan. Perbedaan pilihan antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor yang umumnya terkait dengan masalah sosial budaya, seperti adanya anggapan bahwa perempuan tidak tepat menjadi pekerja kasar dan di alat angkutan, menjadikan jenis pekerjaan tersebut tidak banyak diisi oleh perempuan. Perempuan masih dianggap kurang memiliki kekuatan fisik untuk melakukan pekerjaanpekerjaan berat sebagaimana laki-laki. Grafik 3.6. Persentase Penduduk yang Bekerja di Indonesia Menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Catatan: 1. Tenaga Profesional, Teknisi Dan Tenaga Lain yang berhubungan dengan itu (Ybdi) 2. Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan 3. Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha dan Tenaga Ybdi 4. Tenaga Usaha Penjualan 5. Tenaga Usaha Jasa 6. Tenaga Usaha Tani, Kebun, Ternak-ternak, Ikan, Hutan dan Perburuan 7. Tenaga Produksi Op Alat Angkutan dan Pekerja Kasar 8. Lainnya Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Sementara itu, penjelasan yang berbeda diperlukan untuk memahami penyebab proporsi perempuan yang juga sangat kecil dibandingkan dengan laki-laki pada Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan. Ketimpangan untuk jenis pekerjaan ini lebih banyak disebabkan karena masih adanya ketimpangan antara laki-laki dengan perempuan dalam hal jenjang karir. Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya diskriminasi dalam promosi jabatan (karir) di dunia kerja. Contoh paling kongkrit adalah pekerjaan sebagai guru. Jumlah guru perempuan secara 21

nasional lebih banyak, namun, laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar dibanding perempuan dalam hal jabatan, contohnya jabatan kepala sekolah yang lebih banyak diisi oleh laki-laki daripada perempuan. Selain itu, juga kualitas pekerja perempuan masih lebih rendah sehingga menghambat untuk berkembang. 22

BAB IV UPAH PEKERJA A. Diferensiasi Upah Menurut Karakteristik Umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( UU Ketenagakerjaan ) pada Bab 10 mengatur tentang Pengupahan. Menurut Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Upah sendiri diartikan sebagai hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berdasarkan definisi di atas, maka hanya penduduk dengan status pekerjaan sebagai Buruh/Karyawan/Pegawai saja yang memiliki upah. Grafik 4.1. Rata-rata Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan Buruh/Karyawan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2015 Berdasarkan Grafik 4.1 yang menggambarkan memperlihatkan bahwa ratarata upah/gaji bersih selama sebulan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dapat diketahui bahwa rata-rata upah/gaji bersih cenderung terus meningkat mulai 23

dari kelompok umur muda menuju kelompok umur tua. Puncaknya terjadi pada kelompok umur 50-54 tahun dan 55-59 tahun dan kemudian menurun lagi pada kelompok umur lansia (60+). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka pegalaman bekerjanyapun semakin meningkat sehingga upah yang diterimapun semakin tinggi. Sementara itu, bagi kelompok umur yang berusia 60 tahun keatas hal tersebut tidak berlaku karena seharusnya pada usia tersebut sudah memasuki usia pensiun atau tidak aktif bekerja. Adanya penduduk di kelompok usia 60 tahun keatas yang masih bekerja dikarenakan belum siap untuk menghadapi pensiun dan adanya tuntutan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi karena kualitas fisik yang sudah jauh berkurang, maka upah yang diterima oleh pekerja yang sudah berusia 60 tahun keatas menjadi rendah. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa hampir pada semua kelompok umur, rata-rata upah gaji bersih untuk pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hanya terdapat pada kelompok pekerja dengan usia muda (15-29 tahun) tingkat rata-rata upah/gaji bersih relatif seimbang antara pekerja perempuan dengan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan pendidikan perempuan yang setara atau sama dengan laki-laki, selain itu pada usia-usia tersebut perempuan masih dapat bekerja secara fulltime atau menggunakan waktunya secara utuh untuk bekerja sehingga dapat menyetarakan jumlah pendapatan/upah yang diterima oleh laki-laki. Adanya perbedaan jumlah upah yang diterima pekerja perempuan dengan laki-laki mengindikasikan bahwa masih banyak terdapat diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengupahan. Laki-laki cenderung akan mendapat upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru, dengan salah satu faktor penyebabnya ialah masalah sosial budaya masyarakat yang memang perlu terus diupayakan untuk menuju kesetaraan. Ketimpangan yang sama juga terjadi jika dilihat menurut kelompok pendidikan. Pada semua jenjang pendidikan terdapat perbedaan rata-rata upah/gaji bersih antara laki-laki dengan perempuan. Tingkat rata-rata upah gaji bersih perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki, bahkan untuk perempuan yang tidak/belum pernah sekolah hanya mendapatkan upah setengah dari upah pekerja laki-laki Adanya asumsi bahwa tingkat pendidikan menunjukkan kualitas dan upah pekerja tidak berlaku bagi pekerja perempuan. Hal tersebut dikarenakan meskipun kualitas pekerja perempuan dan laki-laki sama tetap saja upah pekerja perempuan lebih rendah. Hal tersebut disebabkan karena faktor yang mempengaruhi 24

kesenjangan upah pekerja perempuan dan laki-laki tidak hanya disebabkan oleh tingkat pendidikan. melainkan sektor pekerjaan yang dipilih. dan waktu bekerja. Grafik 4.2. Rata-Rata Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan Buruh/Karyawan Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Berdasarkan grafik 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata upah/gaji bersih meningkat secara signifikan sesuai dengan tingkat pendidikan. Pekerja dengan tingkat pendidikan rendah memiliki rata-rata upah/gaji jauh dibawah pekerja yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, hal tersebut sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka pendapatan/upah yang diterimanyapun semakin banyak. B. Diferensiasi Upah Menurut Provinsi Upah sebagai bentuk imbalan yang langsung diterima oleh para pekerja atas hasil kerjanya memiliki besaran yang bervariasi dan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Perbedaan tersebut merupakan akibat dari hukum pasar tenaga kerja yang mempertemukan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Rata-rata upah/gaji bersih tertinggi berada di Provinsi Kepulauan Riau dengan nilai Rp 3.454.228. Tertinggi kedua adalah Provinsi Papua Rp 3.178.084,- dan yang ketiga adalah DKI Jakarta sebesar Rp 3.048.357,-. Hal tersebut dikarenakan standar biaya hidup di provinsi tersebut tinggi. Sementara itu, untuk upah terendah terdapat di Provinsi Jawa Tengah dengan rata-rata hanya Rp 1.565.697,-. Jika dilihat 25

menurut jenis kelamin, pekerja laki-laki yang memiliki rata-rata upah/gaji bersih tertinggi berada di Provinsi Papua. Terbesar kedua berada di Provinsi Kepulauan Riau dan ketiga Provinsi Kalimantan Timur. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah tersebut berada di sektor pertambangan. Tabel 4.1. Rata-Rata Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan Buruh/Karyawan Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Provinsi Laki-laki Perempuan Total Aceh 1.773.896 1.787.016 1.778.391 Sumatera Utara 1.921.490 1.622.687 1.823.098 Sumatera Barat 2.027.064 1.847.869 1.956.370 Riau 2.358.134 1.757.006 2.175.996 Jambi 2.064.673 1.665.541 1.937.969 Sumatera Selatan 2.020.600 1.763.070 1.935.432 Bengkulu 2.158.843 1.779.482 2.014.786 Lampung 1.903.514 1.708.063 1.843.739 Bangka-Belitung 2.174.227 1.863.983 2.079.250 Kepulauan Riau 3.672.507 2.939.167 3.454.228 DKI Jakarta 3.310.971 2.615.452 3.048.357 Jawa Barat 1.976.385 2.335.743 2.087.292 Jawa Tengah 1.712.887 1.350.743 1.565.697 D I Yogyakarta 1.948.779 1.616.417 1.822.676 JawaTimur 1.853.653 1.361.608 1.676.543 Banten 2.675.104 2.264.734 2.545.044 Bali 2.210.083 1.660.316 1.999.473 Nusa Tenggara Barat 2.048.074 1.557.874 1.872.931 Nusa Tenggara Timur 1.983.616 1.743.378 1.894.673 Kalimantan Barat 2.179.926 1.829.452 2.070.443 Kalimantan Tengah 2.365.116 1.853.790 2.215.984 Kalimantan Selatan 2.346.102 2.007.191 2.238.112 Kalimantan Timur 3.320.101 1.927.883 2.955.113 Kalimantan Utara 2.802.757 2.462.232 2.704.530 Sulawesi Utara 2.281.307 2.277.019 2.279.713 Sulawesi Tengah 2.098.129 1.729.425 1.965.819 Sulawesi Selatan 2.221.299 1.822.779 2.067.582 Sulawesi Tenggara 2.306.027 2.037.046 2.209.883 Gorontalo 1.850.558 1.827.964 1.840.827 Sulawesi Barat 2.221.546 1.909.725 2.105.908 Maluku 2.507.328 2.277.195 2.425.067 Maluku Utara 2.274.432 2.164.012 2.237.840 Papua Barat 2.842.773 2.613.781 2.780.917 Papua 3.397.680 2.479.195 3.178.084 Indonesia 2.177.763 1.863.179 2.069.306 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Berdasarkan dengan pembahasan sebelumnya, terdapat diskriminasi ratarata upah/gaji bersih pekerja menurut jenis kelamin hampir pada setiap provinsi. 26

Akan tetapi terdapat ketimpangan yang begitu tinggi dan ada pula yang relatif setara. Provinsi dengan perbedaan rata-rata upah/gaji bersih yang sangat besar diantaranya adalah Provinsi Papua, dimana untuk laki-laki rata-rata upah/gaji bersih mencapai Rp 3.397.680,- sementara untuk perempuan hanya Rp 2.479.195,-. Selanjutnya adalah Provinsi Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kepulauan Riau dan Riau. Berdasarkan data tersebut, ketimpangan yang besar terjadi pada daerahdaerah yang rata-rata upah/gaji bersihnya bernilai tinggi. Grafik 4.3. Rata-Rata Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan Buruh/Karyawan Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2015 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Pada Grafik 4.3 dapat diketahui perbedaan antara tingkat upah pekerja lakilaki dengan pekerja perempuan dan mengaitkannya dengan Upah Minimum Provinsi 27

(UMP) yang telah ditetapkan pada tahun 2015. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada semua provinsi kecuali Provinsi Aceh, khususnya untuk pekerja laki-laki rata-rata sudah mendapatkan upah di atas UMP. Sementara itu, masih cukup banyak wilayah provinsi yang tingkat upah rata-ratanya berada di bawah UMP untuk pekerja perempuan. Wilayah tersebut diantaranya ialah Provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh. Sulitnya perempuan untuk mendapatkan upah yang lebih besar dari laki-laki dikarenakan perempuan memiliki pekerjaan yang lebih banyak seperti pekerjaan rumah tangga, sehingga tidak hanya fokus dalam mencari uang. C. Diferensiasi Upah Menurut Lapangan Pekerjaan Tingkat upah pekerja secara nasional relatif masih rendah karena hanya 37,59 persen yang mendapatkan upah Rp 2.000.000,- atau lebih perbulan. Artinya terdapat sebanyak 62,41 persen yang mendapatkan upah bekerja selama sebulan kurang dari Rp 2.000.000,-. Bahkan masih banyak pekerja yang upahnya di bawah Rp 1.000.000,- yaitu sebanyak 14.503.921 orang pekerja atau 32,64 persen. Sementara itu, yang menerima upah Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.999.999,- sebanyak 29,77 persen atau 13.229.658 orang pekerja. Berdasarkan lapangan pekerjaan, upah rendah banyak didominasi oleh para pekerja di sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan yaitu sebesar 47,10 persen. Sementara itu, untuk sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan sebesar 36,66 persen dan Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi menyumbang 36,09 persen. Akan tetapi jika dilihat berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja, ketiga jenis lapangan pekerjaan tersebut adalah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan ketiga lapangan pekerjaan tersebut yang mampu menyerap hampir semua tenaga kerja namun nilai tambah yang dihasilkan dari sektor tersebut kurang memadai untuk membayar tenaga kerja secara layak. Teori involusi pertanian seperti mendapatkan pembenaran mengingat sektor ini sepertinya terus berproduksi akan tetapi tidak bertumbuh atau sangat kecil pertumbuhannya. Sementara itu, lapangan pekerjaan yang memberikan upah tinggi adalah Pertambangan dan Penggalian. Pada sektor lapangan pekerjaan tersebut sebanyak 28

57,87 persen pekerjanya mendapatkan upah Rp 2.000.000,- atau lebih. Hal tersebut juga terjadi pada sektor lapangan pekerjaan Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan dimana dari 1.912.289 orang yang bekerja, sebanyak 56,09 persen diantaranya mendapatkan upah Rp 2.000.000,- atau lebih. Selanjutnya sektor lapangan pekerjaan yang juga banyak memberikan gaji besar pada para pekerjanya adalah Listrik, Gas dan Air Minum. Lapangan pekerjaan tersebut memberikan upah sebesar Rp 2.000.000,- atau lebih bagi 52,25 persen pekerja yang ada di dalamnya. Besarnya upah yang diberikan oleh sektor pekerjaan tersebut disebabkan karena untuk bekerja dalam sektor tersebut dibutuhkan kualifikasi dan kualitas yang cukup tinggi pula. Tabel 4.2. Jumlah dan Persentase Pekerja Menurut Golongan Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan dan Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2015 Lapangan Pekerjaan Utama < 1.000.000 Upah/gaji Bersih Sebulan 1.000.000-1.999.999 2.000.000 + 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan 1.685.987 1.258.794 635.148 3.579.929 % 47.10 35.16 17.74 100.00 2 Pertambangan dan Penggalian 151.804 158.852 426.764 737.420 % 20.59 21.54 57.87 100.00 3 Industri 2.941.693 3.489.875 3.657.006 10.088.574 % 29.16 34.59 36.25 100.00 4 Listrik, Gas dan Air Minum 42.810 79.762 134.147 256.719 % 16.68 31.07 52.25 100.00 5 Konstruksi 833.251 1.379.231 987.068 3.199.550 % 26.04 43.11 30.85 100.00 6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 2.638.801 2.726.160 1.947.504 7.312.465 % 36.09 37.28 26.63 100.00 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 527.699 762.742 1.019.152 2.309.593 % 22.85 33.02 44.13 100.00 8 Lmbg Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan 471.705 730.540 1.535.426 2.737.671 % 17.23 26.68 56.09 100.00 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 5.209.955 2.643.440 6.359.074 14.212.469 % 36.66 18.60 44.74 100.00 Jumlah 14.503.921 13.229.658 16.701.611 44.435.190 % 32.64 29.77 37.59 100.00 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak menerima upah dalam jumlah yang sedikit/murah. Hal tersebut dapat dilihat pada sektor lapangan Total 29

pekerjaan Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan dimana untuk pekerja laki-laki yang menerima upah kurang dari Rp 1.000.000,- perbulan hanya 43,09 persen. Sementara itu, untuk pekerja perempuan persentase tersebut sebesar 63,39 persen. Berikutnya pada sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi persentase pekerja laki-laki yang menerima upah kurang dari Rp 1.000.000,- sebesar 33,38 persen sedangkan untuk pekerja perempuan sebesar 40,32 persen. Hal tersebut juga terjadi pada sektor lapangan pekerjaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan yang juga memberikan upah murah kepada pekerjanya. Pada lapangan pekerjaan ini sebesar 44,50 persen pekerja perempuan hanya mendapatkan gaji kurang dari Rp 1.000.000,- perbulannya. Tabel 4.3. Jumlah dan Persentase Pekerja Laki-Laki Menurut Golongan Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan dan Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2015 Lapangan Pekerjaan Utama < 1.000.000 Upah/gaji Bersih Sebulan 1.000.000-1.999.999 2.000.000 + 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan 1.238.004 1.053.064 582.135 2.873.203 % 43.09 36.65 20.26 100.00 2 Pertambangan dan Penggalian 139.338 148.224 404.225 691.787 % 20.14 21.43 58.43 100.00 3 Industri 1.753.311 2.225.689 2.459.593 6.438.593 % 27.23 34.57 38.20 100.00 4 Listrik, Gas dan Air Minum 40.250 73.823 122.459 236.532 % 17.02 31.21 51.77 100.00 5 Konstruksi 817.963 1.344.720 910.317 3.073.000 % 26.62 43.76 29.62 100.00 6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 1.488.827 1.712.138 1.259.678 4.460.643 % 33.38 38.38 28.24 100.00 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 493.782 691.666 870.018 2.055.466 % 24.02 33.65 42.33 100.00 8 Lmbg Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan 338.289 557.544 1.016.456 1.912.289 % 17.69 29.16 53.15 100.00 9 Jasa Kemasyarakatan. Sosial dan Perorangan 2.166.880 1.514.570 3.691.984 7.373.434 % 29.39 20.54 50.07 100.00 Jumlah 8.476.853 9.321.707 11.317.187 29.115.747 % 29.11 32.02 38.87 100.00 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Total 30

Sementara itu, ketimpangan gaji/upah antara laki-laki dan perempuan tidak hanya dapat dilihat dari tingkat upah terendah melainkan dapat dilihat dari persentase penerima gaji tertinggi yaitu yang menerima Rp 2.000.000,- atau lebih perbulannya. Pada sektor lapangan pekerjaan Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan untuk pekerja laki-laki terdapat sebanyak 20,26 persen yang mendapatkan upah Rp 2.000.000,- atau lebih perbulannya, sedangkan perempuan hanya 7,50 persen. Hal tersebut dapat disebabkan karena hanya sedikit pekerja perempuan yang memilih pekerjaan tersebut dikarenakan pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga yang cukup besar dalam melakukannya dan resiko yang harus dihadapai dalam bekerjapun cukup besar. Hal tersebut juga terjadi pada sektor lapangan pekerjaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan dengan persentase pekerja laki-laki sebesar 50,07 persen dan pekerja perempuan hanya 39,00 persen. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masih terdapatnya ketimpangan dalam pemberian upah antara pekerja laki-laki dan perempuan. Sementara itu, pada beberapa lapangan pekerjaan sudah menunjukkan adanya kesetaraan dalam hal pemberian upah kepada pekerja perempuan dan lakilaki. Hal tersebut dapat dilihat pada sektor lapangan pekerjaan Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan; Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi; serta sektor lapangan pekerjaan Listrik, Gas dan Air Minum. Pada ketiga sektor lapangan pekerjaan tersebut persentase pekerja perempuan yang mendapatkan upah sebesar Rp 2.000.000,- atau lebih perbulannya relatif berimbang dengan pekerja laki-laki. Adanya kesetaraan pemberian upah pada pekerja laki-laki dan perempuan dikarenakan perempuan mulai menyadari adanya kesenjangan sehingga pekerja perempuan lebih mempersiapkan dirinya dan meningkatkan kualitas dirinya untuk bersaing dengan pekerja laki-laki. 31

Tabel 4.4. Jumlah dan Persentase Pekerja Perempuan Menurut Golongan Upah/Gaji Bersih (Rupiah) Selama Sebulan dan Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2015 Lapangan Pekerjaan Utama < 1.000.000 Upah/gaji Bersih Sebulan 1.000.000-1.999.999 2.000.000 + 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan 447.983 205.730 53.013 706.726 % 63.39 29.11 7.50 100.00 2 Pertambangan dan Penggalian 12.466 10.628 22.539 45.633 Upah/gaji Bersih Sebulan Lapangan Pekerjaan Utama 1.000.000 - Total < 1.000.000 2.000.000 + 1.999.999 % 27.32 23.29 49.39 100.00 3 Industri 1.188.382 1.264.186 1.197.413 3.649.981 % 32.56 34.64 32.81 100.00 4 Listrik, Gas dan Air Minum 2.560 5.939 11.688 20.187 % 12.68 29.42 57.90 100.00 5 Konstruksi 15.288 34.511 76.751 126.550 % 12.08 27.27 60.65 100.00 6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 1.149.974 1.014.022 687.826 2.851.822 % 40.32 35.56 24.12 100.00 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 33.917 71.076 149.134 254.127 % 13.35 27.97 58.68 100.00 8 Lmbg Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan 133.416 172.996 518.970 825.382 % 16.16 20.96 62.88 100.00 9 Jasa Kemasyarakatan. Sosial dan Perorangan 3.043.075 1.128.870 2.667.090 6.839.035 % 44.50 16.51 39.00 100.00 Jumlah 6.027.279 3.908.186 5.384.778 15.320.243 % 39.34 25.51 35.15 100.00 Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2015 Total D. Diferensiasi Upah Menurut Jenis Pekerjaan Berdasarkan jenis pekerjaan dapat diketahui bahwa yang paling banyak memberikan upah tinggi yaitu sebesar Rp. 2.000.000.- atau lebih perbulannya adalah jenis pekerjaan Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan. Pada jenis pekerjaan tersebut sebanyak 77,51 persen pekerja yang terlibat di dalamnya mendapatkan upah dalam golongan tertinggi. Hal ini disebabkan karena jenis pekerjaan tersebut merupakan kelas pekerjaan yang lebih tinggi dari pekerjaan lainnya. Sementara itu, jenis pekerjaan yang paling banyak memberikan upah pada golongan terendah atau kurang dari Rp. 1.000.000.- perbulannya adalah jenis pekerjaan Tenaga Usaha Tani, Kebun, Ternak, Ikan, Hutan Dan Perburuan. 32