BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondo Hutomo. kesehatan jiwa dengan visi Rumah Sakit pusat rujukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum Tempat penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan Rumah Sakit tipe A yang berada di Propinsi Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional.kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan. dukungan keluarga dengan kekambuhan klien skizofrenia dimana

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif yaitu untuk

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN

Puri Lukitasari 1, Ns. Eni Hidayati, M.kep 2, Abstrak. Kata Kunci : Pengetahuan, Halusinasi, Skizofrenia, Family Gathering

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan tingkat kreativitas pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dr.Kayadoe. RSUD Dr. M. Haulussy Ambon adalah rumah sakit negeri

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. metodologi dari konsep serta menyusun hipotesis; c) membuat alat ukur

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive correlational yaitu

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISA HASIL Gambaran Umum Responden Penelitian. Deskripsi data responden berdasarkan usia akan dijeleskan pada tabel dibawah ini:

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB 4 ANALISIS HASIL. (10%); 31, 34, dan 35 tahun berjumlah 3 orang (7,5%); 27 tahun. tahun masing-masing 1 orang (2,5%).

BAB 4 ANALISIS PENELITIAN Profil Partisipan Pada pengambilan data di lapangan, peneliti memperoleh partisipan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. melalui Sekretaris Daerah Provinsi Istimewa Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 4 ANALISIS HASIL. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang terdiri

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang sampel penelitian, hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DUKUNGAN KELUARGA DAN HARGA DIRI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. gambaran umum partisipan. mengenai gambaran umum partisipan.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB V HASIL PENELITIAN. Sebanyak 100 responden yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai

ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INDIKATOR KOLABORASI TERHADAP PRAKTEK KOLABORASI PERAWAT DOKTER DI UNIT RAWAT INAP RSJD

DUKUNGAN DENGAN BEBAN KELUARGA MENGIKUTI REGIMEN TERAPEUTIK ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Puskesmas Tegalrejo. 2 orang tenaga medis, 3 orang tenaga paramedik, Higienie

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 83 yaitu mahasiswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjadi sampel dalam penelitian mengenai pengaruh harga, kualitas produk, citra merek

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN KUALITAS HIDUP KLIEN SKIZOFRENIA DI KLINIK KEPERAWATAN RSJ GRHASIA DIY

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA KEPATUHA KO TROL BEROBAT PADA KLIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

Angket untuk Riset Partisipan Perawat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Psikologi Binus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dalam kriteria penelitian atau masuk dalam drop out sehingga tersisa 105

BAB 4 Analisis Hasil

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN HALUSINASI DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN HALUSINASI DI RSJD SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo Semarang, sebagai salah satu pusat rujukan klien dengan gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondo Hutomo Semarang merupakan milik pemerintah provinsi Jawa Tengah, dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan visi Rumah Sakit pusat rujukan pelayanan dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa Tengah (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo Hutomo Jateng 2011). Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondo Hutomo untuk pelayanan kesehatan jiwa pada klien gangguan jiwa adalah pelayanan rawat jalan 6 hari kerja, UGD 24 jam x 7 hari kerja, pelayanan rawat inap dengan VIP kelas 1, 2, dan 3, pelayanan rehabilitasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan family gathering, pelayanan rekreasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan integrasi ke Rumah Sakit Umum (RSU) daerah pantura selatan dan Utara, dan pelayanan di panti-panti sosial.

Dari data yang di dapat di RSJD Amino Gondo Hutomo Semarang, terdapat 362 klien skizofrenia yang kambuh selama periode agustus sampai dengan September 2011, klien skizofrenia yang kambuh dengan berbagai sebab, di antaranya adalah karena tidak adanya biaya berobat, klien tersebut sudah merasa sembuh, klien yang tidak mau minum obat, klien takut ketergantungan dengan obat psikotik, ketidaktahuan klien dan keluarga, jarak rumah klien dengan pelayanan kesehatan jiwa yang cukup jauh, kurangnya support sistem dari keluarga klien. RSJ Amino Gondohutomo Semarang pertama kali berdiri pada tahun 1948 di jalan Sompok Semarang, sebagai tempat penampungan klien psikotik akut (doorganshuizen). Pada tahun 1912 pindah ke kleedingmagazjin, sebuah gedung tua yang di bangun pada tahun 1978 di jalan cendrawasih tawang, namanya kemudian berubah menjadi doorganshuizen tawang. Sejak tanggal 21 Januari 1928 berganti nama menjadi Rumah Sakit JiwaPusat Semarang Kranzinnigenggestichten), dan mulai menerima klien-klien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari 1928 di tetapkan sebagai hari jadi RSJ pusat Semarang. Sejak tanggal 4 Oktober 1986, seluruh kegiatan RSJ pusat Semarang pindah ke Jalan Brigjen Sudiarto no 347 Semarang. Tanggal 9 februari 2001, berganti nama menjadi RSJ

Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dr. Amino Gondohutomo sendiri adalah seorang psikiater pertama di Indonesia yang lahir di Surakarta Jawa Tengah. Tangal 1 Januari 2002 RSJ pusat Dr. Amino Gondohutomo berubah nama menjadi RSJ daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang sesuai SK Gubernur Jawa Tengah no 440/09/2002, Februari 2002. 4.1.2 Pelaksanaan Penelitian Peneliti melakukan penelitian di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada tanggal 15 April 2012 30 April 2012 dengan nonprobality sampling yaitu memberikan kesempatan yang sama kepada semua populasi untuk menjadi sampel penelitian. Selama 15 hari penelitian jumlah sampel yang didapat mencapai 78 sampel penelitian.sampel dalam penelitian ini adalah klien skizofrenia yang mengalami kekambuhan dan sudah cukup kooperatif dan bersedia menjadi riset partisipan dari peneliti. Penelitian di lakukan di 4 ruangan yaitu ruangan 1,2,3, dan 4.Sebelum memberikan kuisioner kepada calon riset partisipan, peneliti terlebih dahulu melakukan bina hubungan saling percaya dengan calon riset partisipan. Peneliti juga melakukan cross check kebenaran data demografi yang diberikan oleh riset partisipan dari status klien yang ada di

masing-masing ruangan. Peneliti berada di masing-masing ruangan rata-rata antara 3-4 hari per ruangan. Selama melakukan penelitian, peneliti mengalami beberapa kendala diantaranya adalah kesulitan melakukan bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan klien-klien di RSJ, BHSP berlangsung sampai dua (2) hari untuk masing-masing ruangan sebelum pada hari ke tiga (3) dan ke empat (4) peneliti melakukan wawancara kepada klien-klien tersebut dengan dibantu oleh perawat ruangan dan juga oleh teman-teman praktikan dari institusi keperawatan lain yang sedang mengambil program Ners (Ns) di RSJ tempat peneliti melakukan penelitian. 4.1.3 Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian 4.1.3.1 Distribusi demografi Dalam penelitian ini, riset partisipan penelitian adalah klien skizofrenia yang mengalami kekambuhan yang menjalani perawatan di RSJ Amino Gondohutomo Semarang.Jumlah riset partisipan berjumlah 78 orang. Dengan usia yang beragam antara 16 67 tahun, lebih dari 50% tidak bekerja dan hanya mengecap pendidikan hanya sampai bangku SD. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat di tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik riset partisipan (N=78)

Karakteristik Demografi Frekuensi Prosentase (%) Jenis Laki-laki 41 52,6 Kelamin Perempuan 37 47,4 Umur 13 19 tahun 20 34 tahun 35 65 tahun > 65 tahun 8 47 22 1 10,3 60,3 28,2 1,3 Status Tingkat Pendidikan Pekerjaan Lama Menderita Skizofrenia Belum Menikah Menikah Duda Janda Tidak Tamat Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Buruh Pegawai Swasta Petani Wiraswasta Tidak bekerja < 1 tahun > 1 tahun 42 28 2 6 3 34 27 13 1 1 2 5 10 60 11 67 53,8 35,9 2,6 7,7 3,8 43,6 34,6 16,7 1,3 1,3 2,6 6,4 12,8 76,9 14,1 85,9 Sumber data : hasil penelitian di 4 ruangan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang per tanggal 15-30 april 2012 4.1.3.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Untuk mengetahui tingkatan dukungan keluarga partisipan penelitian dengan melakukan analisis data, kemudian dibuat tabel distribusi untuk menentukan atau menggolongkan tinggi rendahnya dukungan keluarga partisipan penelitian. Untuk mengetahui pengkategorian dukungan keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan afeksi digunakan rumus: statistik menurut Sudjana (2002): Panjang kelas (p) = Rentang kelas Banyak kelas Dalam rumusan di atas, menjelaskan bahwa : p = rentang/banyak kelas dan p merupakan panjang kelas, dengan 26 item maka, rentang kelas (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) yaitu 78-26 = 52 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 17. Dengan p = 17 dan nilai terendah 26 sebagai batas bawah kelas pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan atas kelas sebagai berikut : Dukungan keluarga Rendah : 26-43 Dukungan keluarga Sedang : 44-61 Dukungan keluarga Tinggi : 62 68 Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan keluarga pada klien Skizofrenia : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 22 28,2 2 Sedang 28 35,9 3 Rendah 28 35,9 Jumlah 78 100 Berdasarkan tabel Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga diatas yang menunjukkan bahwa frekuensi dukungan

keluarga dari klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang yang mendapat dukungan keluarga yang tinggi sebanyak 22 partisipan atau sebanyak 28,8% sedangkan partisipan dengan dukungan keluarga sedang dan rendah sebanyak 28 partisipan atau 35,9%. Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen emosional (Item 1 - item 10), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 30 dan nilai terendah adalah 10. Dukungan keluarga untuk komponen emosional tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut : Dukungan keluarga Rendah = 10-16 Dukungan keluarga Sedang =17-23 Dukungan keluarga Tinggi = 24-30 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga komponen Emosional No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 30 38,5 2 Sedang 21 26,9 3 Rendah 27 34,6 Jumlah 78 100 Dukungan keluarga untuk komponen dukungan emosional dalam penelitian ini untuk kategori tinggi berjumlah 30 partisipan (38,5%) atau yang tertinggi di banding kategori sedang dan rendah yang berjumlah 21 partisipan (26,9%) untuk

kategori sedang dan 27 partisipan (34,6%) untuk kategori rendah. Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen Informasi (Item 11 - item 17), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 21 dan nilai terendah adalah 7. Dukungan keluarga untuk komponen Emosional tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut : Dukungan keluarga Rendah = 7-11 Dukungan keluarga Sedang =12-16 Dukungan keluarga Tinggi = 17-21 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga komponen Informasi No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 25 32,1 2 Sedang 25 32,1 3 Rendah 28 35,9 Jumlah 78 100 Berdasarkan tabel 4.4 di atas dukungan keluarga untuk komponen dukungan informasi menunjukkan bahwa distribusi dukungan keluarga komponen informasi dengan kategori tinggi berjumlah 25 partisipan (32,1%), kategori sedang berjumlah 25 pastisipan (32,1%), dan kategori rendah berjumlah 28 partisipan (35,9%).

Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen Instrumental (Item 18 - item 20), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 9 dan nilai terendah adalah 3. Dukungan keluarga untuk komponen Instrumental tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut : Dukungan keluarga Rendah = 3-5 Dukungan keluarga Sedang =6-7 Dukungan keluarga Tinggi = 8-9 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga komponen Instrumental No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 13 16,7 2 Sedang 30 38,5 3 Rendah 35 44,9 Jumlah 78 100 Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa untuk distribusi dukungan keluarga komponen instrumental dengan kategori tinggi berjumlah 13 partisipan (16,7%), untuk kategori sedang sebanyak 30 partisipan (38,5%), dan untuk kategori rendah sebanyak 35 partisipan (44,9%). Untuk kuisioner dukungan keluarga komponen Penghargaan (Item 21 - item 26), nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 18 dan nilai terendah adalah 6. Dukungan

keluarga untuk komponen Penghargaan tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut : Dukungan keluarga Rendah = 6-10 Dukungan keluarga Sedang =11-14 Dukungan keluarga Tinggi = 15-18 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga komponen Penghargaan No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 15 19,2 2 Sedang 26 33,3 3 Rendah 37 47,4 Jumlah 78 100 Berdasarkan tabel 4.6 di atas dukungan keluarga untuk komponen dukungan penghargaan menunjukkan bahwa distribusi dukungan keluarga komponen Penghargaan dengan kategori tinggi berjumlah 15 partisipan (19,2%), kategori sedang berjumlah 26 pastisipan (33,3%), dan kategori rendah berjumlah 37 partisipan (47,4%). 4.1.3.3 Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia Untuk mengetahui frekuensi kekambuhan skizofrenia partisipan penelitian dengan melakukan analisis data, kemudian

dibuat tabel distribusi untuk menentukan atau menggolongkan tinggi rendahnya resiko bunuh diri partisipan penelitian. Penilaian frekuensi kekambuhan skizofrenia dinilai berdasarkan kejadian kekambuhan skizofrenia (Nurdiana, 2007).. Frekuensi Kekambuhan klien skizofrenia Tinggi : Bila klien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 2 kali, Sedang : Bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan Rendah : Bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh. Tabel 4.7 Frekuensi kekambuhan Klien Skizofrenia No Kategori Jumlah Prosentase (%) Partisipan 1 Tinggi 48 61,5 2 Sedang 23 29,5 3 Rendah 7 9,0 Jumlah 78 100 Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat di lihat bahwa frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan kategori tinggi mencapai 48 partisipan (61,5%), untuk kategori sedang berjumlah 23 partisipan (29,5%), dan untuk frekuensi kekambuhan dengan kategori rendah berjumlah 7 partisipan (9,0%). 4.1.4 Hasil Penelitian Uji Bivariat 4.1.4.1 Uji Normalitas

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu persyaratan analisis data penelitian yang akan di uji. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi atau penyebaran data.untuk menguji normalitas data, pada penelitian ini menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) 16. Dasar pengambilan keputusan adalah : Jika nilai sig > 0,05 maka data distribusi dikatakan normal, dan Jika nilai sig < 0,05 maka data distribusi dikatakan tidak normal. Tabel 4.8 Uji Normalitas Variabel Peneliitian Sig. Kolmogorov- Sig. Shapiro- Smirnova Wilk Dukungan keluarga.000.003 Frekuensi kekambuhan.000.000 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setelah di lakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data dukungan keluarga. Dari hasil tes di atas menunjukkan nila sig 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa data dukungan keluarga tidak berdistribusi normal. Uji Kolmogorov Smirnov juga dilakukan pada data frekuensi kekambuhan yang hasilnya menunjukkan bahwa nilai sig 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi

normal. Oleh karena itu, maka peneliti menggunakan uji alternatif yaitu uji Rank Spearman. 4.1.4.2 Hubungan Dukungan keluarga dengan Frekuensi kekambuhan klien Skizofrenia Setelah seluruh data-data terkumpul, kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan korelasi Spearman dengan bantuan program komputer program SPSS 16 (Statistical Program for Social Science 16). Dari hasil pengolahan data secara statistik diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.9 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi Dukungan keluarga Frekuensi Kekambuhan Kekambuhan Klien Skizofrenia Dukuangan Keluarga Frekuensi Kekambuhan Correlation 1.000.385** Coefficient Sig. (2-..001 tailed) N 78 78 Correlation.385 ** 1.000 Coefficient Sig. (2-.000. tailed) N 78 78 Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p) 0,01< 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo. Nilai koefesien korelasi (ρ) 0,385 yang berarti terdapat derajat hubungan yang lemah antara dukungan keluarga terhadap

frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Pada tabel 4.9 dapat dilihat juga bahwa koefisien korelasi antara dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia yaitu (p) = 0,01 pada penilaian <(0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa Hipotesis (H 1 ) diterima yaitu ada hubungan dukungan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dukungan keluarga Tabel 4.10 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Emosional frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Frekuensi Kekambuhan Dukuangan Keluarga Frekuensi Kekambuhan Correlation 1.000.301 Coefficient Sig. (2-tailed)..007 N 78 78 Correlation.301 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed).007. N 78 78 Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan nilai signifikansi (p) 0,007(p>0,05) dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai 0,301 yang berarti terdapat hubungan antara dukungan keluarga komponen emosional dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Tabel 4.11 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Informasi frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukuangan Frekuensi

Dukungan keluarga Keluarga Kekambuhan Correlation 1.000.453 Coefficient Sig. (2-tailed)..001 N 78 78 Correlation.453 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed).000. N 78 78 Berdasarkan tabel 4.11menunjukkan bahwa nilai Frekuensi Kekambuhan signifikansi (p) 0,01 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga komponen informasidengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dukungan keluarga Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Frekuensi Kekambuhan Instrumental dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukuangan Keluarga Frekuensi Kekambuhan Correlation 1.000.279 Coefficient Sig. (2-tailed)..013 N 78 78 Correlation.279 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed).013. N 78 78 Berdasarkan tabel 4.11menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p) 0,013 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga komponen instrumentaldengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Tabel 4.13 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Dukungan keluarga 4.2 Pembahasan penghargaan dengan frekuensi kekambuhan klien Frekuensi Kekambuhan skizofrenia Dukuangan Keluarga Frekuensi Kekambuhan Correlation 1.000.351 Coefficient Sig. (2-tailed)..002 N 78 78 Correlation.351 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed).002. N 78 78 Berdasarkan tabel 4.12menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p) 0,02 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga komponen penghargaan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. 4.2.1 Data demografi Hasil penelitian menunjukkan bahwa kliean gangguan jiwa skizofrenia yang mengalami kekambuhan di RSJ Dr. Aminogondohutomo Semarang berusia antara 20-34 tahun sebanyak 47 riset partisipan (60,3%), dengan frekuensi 78 riset partisipan berada pada rentang usia dewasa muda. Sedangkan pada usia dewasa tengah pada rentang usia 35-65 tahun terdapat sebanyak 22 riset partisipan (22,8%), riset partisipan dengan usia dewasa lanjut terdapat 1 riset partisipan (1,3%).

Dari data tersebut mayoritas riset partisipan dari penelitian ini terdapat pada rentang usia dewasa muda. Pada usia dewasa muda indivisu mempertahankan hubungannya dengan orang tua dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputusan dan memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, karir, dan melangsungkan pernikahan. Namun pada tahap usia dewasa muda inilah ketika individu mengalami kegagalan misalnya dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan dan pernikahan akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain dan putus asa akan pekerjaan (Dalami, 2009) Individu yang mengalami kegagalan dalam melanjutkan pendidikan juga menjadi salah satu faktor penyebab gangguan jiwa hasil penelitian menunjukkan bahwa riset partisipan yang tidak tamat sekolah dan tidak bersekolah sebanyak 3 riset partisipan (3,8%), sedangkan prosentase terbesar adalah riset partisipan yang hanya mengeyam pendidikan sampai tingkat SD yaitu sebanyak 34 riset partisipan (43,6%), untuk tingkat SMP terdapat 27 riset partisipan (34,6%), SMA sebanyak 13 riset partisipan (16,7%), dan perguruan tinggi 1 riset partisipan (1,3%). Berarti hampir separuh dari total riset partisipan memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Hal ini di pertegas oleh Santoso (2010) bahwa pendidikan berpengaruh terhadap

proses perkembangan intelek dan sosial yang sudah dimulai dari rumah.hal ini makin dipertegas oleh Yosep (2009), yang menyatakan bahwa ketidakmampuan mengatasi kehidupan dan tekanan hidup karena kurangnya tingkat pengetahuan dapat menyebabkan gangguan jiwa. Peneliti sendiri berpendapat bahwa tingkat pendidikan yang rendah membuat seorang individu kesulitan untuk mengatasi setiap masalah yang datang, sehingga semakin lama individu tersebut tidak tahu cara mengatasi masalah yang ada, akan membuat individu mengalami stress yang berkepanjangan dan akan berujung pada gangguan jiwa. Dalam Yosep (2009), dia berpendapat bahwa masalah ekonomi merupakan masalah yang paling dominan sebagai pencetus gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini terlihat dalam penelitian ini di mana terdapat 60 riset partisipan (76,9%) dari total 78 riset partisipan tidak bekerja atau pengangguran. Sehingga masalah pengangguran merupakan salah satu faktor pencetus masalah gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan sehingga terjadi tingkat pengangguran yang cukup tinggi yang akhirnya menyebabkan stress berkepanjangan dan berujung pada gangguan jiwa. Dalam Yosep (2009) juga mengatakan bahwa masalah kemiskinan seperi pengangguran dan atau tidak

bekerja di Indonesia yang mencapai 40 juta rakyat di Indonesia telah menyebabkan rakyat mengalami keterpurukan, tingkat pendidikan rendah, daya beli lemah, gizi buruk, lingkungan yang buruk telah menyebabkan banyak rakyat Indonesia mengalami gangguan jiwa. Peneliti juga memiliki pendapat bahwa kehilangan pasangan hidup, atau tidak ada pasangan hidup dalam hal ini, riset partisipan yang belum menikah dan janda/duda, seperti kehilangan faktor pelindung atau pendukung yang mendukung atau membantu menanggulangi masalah dan tekanan kehidupan yang ada, dapat membuat seorang individu mengalami stress bahkan sampai mengalami gangguan jiwa. dari hasil penelitian di temukan bahwa lebih dari separuh riset partisipan belum menikah 42 (53,8%), meskipun hampir semua riset partisipan berada pada usia subur atau usia produktif yang siap menikah. Hal ini kembali dipertegas oleh Yosep (2009) bahwa kondisi keluarga yang tidak mendukung seperti perpisahan orang tua atau perceraian, komunikasi yang kurang baik antara orang tua dan anak, pada akhirnya menyebabkan seseorang mengalami perubahan dalam kehidupan sehingga ketika tidak mampu melakukan adaptasi dan tidak mampu mengatasi masalahmasalahnya maka timbul keluhan-keluhan kejiwaan yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 48 riset partisipan (61,5%) bukan merupakan klien baru, atau sudah dirawat lebih dari 2 (dua) kali dalam kurun waktu 1 tahun, sedangkan yang baru 1 (satu) kali di rawat dalam kurun 1 tahun terdapat 23 riset partisipan (29,5%). Berdasarkan pengamatan dan pengalaman klien selama praktek dan selama melakukan penelitian di RSJD Amino Gondohutomo Semarang, peneliti berpendapat bahwa klien di RSJ sering kambuh karena berbagai faktor, di antaranya adalah kurangnya dukungan keluarga kepada klien jiwa yang di rawat di RSJ, seperti mengingatkan untuk menkonsumsi obat secara teratur setelah pulang ke rumah, dan juga jarang mengantar klien jiwa kontrol secara teratur setelah klien pulang ke rumah. Dalam bukunya Dalami (2009), mengatakan bahwa masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009) yang menyatakan bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan menyebabkan tingkat kekambuhan yang tinggi, serta kurangnya mendapat kunjungan dari anggota keluarga selama di rawat di RSJ akan memperlambat proses penyembuhan klien. 4.2.2 Hubungan Dukungan keluarga dengan Frekuensi kekambuhan

Hasil hubungan menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p) 0,00<0,05 dan Nilai koefesien korelasi (ρ) 0,385 yang berarti terdapat hubungan dengan derajat hubungan yang lemah antara dukungan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gomdohutomo. Hasil penelitian Dukungan Keluarga menunjukkan bahwa klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo semarang yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi sebanyak 22 partisipan (28,8%) sedangkan sisanya mendapatkan dukungan keluarga yang rendah dan sedang berjumlah 28 (35,9%). Karena rendahnya dukungan keluarga terhadap klien skizofrenia (28,8%) maka mengakibatkan tingginya frekuensi kekambuhan. Hal ini di dukung oleh Mcfarlane (1995) dalam Buku ajar keperawatan jiwa, yang menyatakan bahwa penyuluhan dan terapi keluarga diketahui mengurangi efek negatif skizofrenia sehingga mengurangi angka relaps (kambuh). Frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan kategori tinggi mencapai 48 partisipan (61,5%), untuk kategori sedang berjumlah 23 partisipan (29,5%), dan untuk frekuensi kekambuhan dengan kategori rendah berjumlah 7 partisipan (9,0%).

4.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga komponen emosional dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukungan emosional dapat berupa dukungan yang memberikan klien rasa nyaman, merasa dicintai, memberikan dukungan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian, sehingga klien merasa berharga dan diterima. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga untuk komponen dukungan emosional dalam penelitian ini untuk kategori tinggi berjumlah 30 partisipan (38,5%) atau yang tertinggi di banding kategori sedang dan rendah yang berjumlah 21 partisipan (26,9%) untuk kategori sedang dan 27 partisipan (34,6%) untuk kategori rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa klien skizofrenia tidak cukup mendapatkan dukungan emosional yang membuat mereka merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, klien skizofrenia kurang mendapatkan empati dan perhatian dari keluarga sehingga menjadi salah satu penyebab klien skizofrenia mudah kambuh. Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Dari pengalaman peneliti selama berada di RSJ, klien skizofrenia kurang

mendapatkan dukungan emosional dari keluarga selama di rawat di RSJ, karena keluarga jarang mengunjungi klien di RSJ. 4.2.4 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Informasi dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukungan Informasi, keluarga yang berperan dalam menghimpun dan memberikan informasi kepada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, memberikan informasi tempat, dokter dan terapi yang baik bagi klien. Dukungan ini termasuk di dalamnya memberikan pangarahan dan solusi terhadap masalah yang dialami penderita. Dukungan keluarga untuk komponen dukungan informasi menunjukkan bahwa distribusi dukungan keluarga komponen informasi dengan kategori tinggi berjumlah 25 partisipan (32,1%), kategori sedang berjumlah 25 pastisipan (32,1%), dan kategori rendah berjumlah 28 partisipan (35,9%). Dari data hasil penelitian di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 28 partisipan dari total 78 partisipan mendapatkan dukungan informasi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa peran keluarga dalam memberikan informasi kepada klien masih rendah, sehingga menjadi salah satu faktor rentan dalam kekambuhan klien skizofrenia. Hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan 41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia

karena keterbatasan informasi yang diterima tentang cara perawatannya. 4.2.5 Hubungan Dukungan Keluarga komponen Instrumental dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukungan Instrumental atau dukungan nyata, dapat berupa bantuan pengobatan biaya perawatan penderita anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Bentuk dukungan ini juga dapat berupa perawatan saat penderita mengalami sakit jasmani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga komponen instrumental dengan kategori tinggi berjumlah 13 partisipan (16,7%), untuk kategori sedang sebanyak 30 partisipan (38,5%), dan untuk kategori rendah sebanyak 35 partisipan (44,9%). Sebanyak 35 partisipan dari total 78 partisipan mendapatkan dukungan instrumental yang rendah, dan sebanyak 30 partisipan mendapatkan dukungan yang cukup dari keluarga. Dari pengalaman peneliti sendiri selama melakukan penelitian di RSJ, mayoritas klien dibiayai oleh pemerintah dengan menggunakan jasa Jamkesmas, bahkan ada yang di biayai oleh dinas sosial dari kota tempat klien tersebut tinggal, hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya bantuan dana dari keluarga terhadap klien skizofrenia. Menurut (Andri, 2008) Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga

menderita skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur. Menurut Mubin, dkk (2008) keluarga yang memiliki klien gangguan jiwa mengalami stigma yang buruk dari masyarakat dan lingkungan tempat tinggal serta aib bagi keluarga sehingga keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. 4.2.6 Hubungan Dukungan Keluarga komponen penghargaan dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia Dukungan penghargaan, dukungan ini berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada klien. Dalam dukungan penghargaan, kelompok dukungan dapat berupa memepengaruhi persepsi akanancaman. Dukungan keluarga dapat membantu klien mengatasi masalah dan keluarga bertindak sebagai pembimbing klien dalam menghadapi masalah klien. Dari data penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga untuk komponen dukungan penghargaan dengan kategori tinggi berjumlah 15 partisipan (19,2%), kategori sedang berjumlah 26 pastisipan (33,3%), dan kategori rendah berjumlah 37 partisipan (47,4%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang memberikan motivasi secara optimal kepada klien sehingga klien sering dikucilkan dan tidak diajak melakukan aktivitas sehari-

hari.klien skizofrenia kurang mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengatasi masalah dan keluarga kurang memainkan perannya dengan bertindak sebagai pembimbing klien dalam menghadapi masalah klien. Hal ini dipertegas oleh (Cohen,1984) Dukungan keluarga dapat membantu klien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri klien. Sebenarnya tempat terbaik bagi klien skizofrenia adalah berada di tengah-tengah keluarga yang mau memperhatikan dan membimbing klien skizofrenia menuju kehidupan yang lebih baik.yang sangat dibutuhkan klien skizofrenia adalah dukungan dari keluarga dalam bentuk cinta, kasih sayang dan perhatian dari keluarga.