BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikoordinasikan dengan batasan-batasanwyang relatif dapat diidentifikasi dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional suatu negara salah satu yang mencakup di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia industri merupakan dunia yang berisikan perusahaan-perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kerja selalu dipenuhi oleh para pelamar setiap harinya. Pekerjaan adalah suatu aspek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KUESIONER. DIISI OLEH PENELITI 1. Nama Pewawancara : Kelompok : 2. Tanggal Wawancara : Waktu :... WIB

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan suatu

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan organisasi tersebut, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INSENTIF DAN BERPIKIR POSITIF DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB III METODE PENELITIAN

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja karyawan. Perusahaan dan karyawan pada hakekatnya saling

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek

BAB I PENGANTAR. A.Latar Belakang Masalah. yang masih kekurangan guru PNS sehingga memaksa sekolah-sekolah yang

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi beroperasi dengan mengkombinasikan sumber dayanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI MENGAJAR ANTARA GURU DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA DAN MADRASAH MU ALLIMIN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu pemicu keberhasilan perusahaan dikarenakan oleh sumber

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan komponen yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan inti dari sifat biologis, kognitif, dan aturan-aturan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

RETNO SAWITRIAVI F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. Seiring makin meningkatnya pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja sebagai buruh pabrik memiliki tantangan tersendiri terutama bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi atau perusahaan merupakan suatu kesatuan sosial yang dikoordinasikan dengan batasan-batasanwyang relatif dapat diidentifikasi dan bekerja terus menerusiuntuk mencapai tujuan bersama (Robbins, 2003). Tujuan dan sasaran tersebut dapat tercapai jika perusahaan mendapatkan laba dan terjaminnya kualitas sumber daya manusiannya. Salah satu perusahaan tersebut adalah perusahaan rokok, di Indonesia perusahaan rokok terus berkembang dan masih menjadi penyumbang pajak terbesar dari cukai rokok. Industri ini menjadi motor penggerak ekonomi dengan tingkat volume industri yang sangat besar. Walaupun menjadi motor penggerak ekonomi yang besar namun masih banyak kesenjangan yang di alami oleh sumber daya manusianya. Salah satu perusahaan rokok yang terus berkembang dan masih mengalami kesenjangan adalah PR. Berkah Nalami (PR. BN), perusahaan tersebut memproduksi dan memasarkan rokok kretek di daerah Jawa Timur. Perusahaan tersebut juga memiliki beberapa cabang perusahaan yang berada di daerah lain di Jawa Timur. Daerah pemasaran rokok kretek ini cukup luas yaitu di area Jawa Timur sehingga untuk memenuhi tuntutan pasar yang besar parbrik tersebut memiliki target tersendiri setiap bulannya. Sistem produksi perusahaan ini masih menggunakan semi tradisional modern, sebagian alat masih menggunakan alat tradisional dan sebagian lagi sudah menggunakan alat yang modern. 1

2 Pabrik rokok tersebut menerapkan sistem gaji bulanan dan terkadang terdapat bonus harian. Bonus harian yang dimaksud adalah semakin banyak karyawan memproduksi batang rokok maka semakin banyak bonus yang akan diterimanya. Peraturan tersebut diterapkan perusahaan agar karyawan dapat memproduksi barang dengan tepat waktu waktu. Perusahaan melakukan cara tersebut untuk memberi efek motivasi dan kepuasan karyawan dalam bekerja. Jika karyawan melakukan tugas dengan baik selama periode tertentu karyawan akan mendapatkan bonus tersendiri semisal liburan atau uang dan tunjangan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas kesejahteraan subjektif sangat penting dimiliki oleh setiap karyawan, karena dengan merasa sejahtera karyawan akan lebih produktif dalam bekerja. Definisi kesejahteraan subjektif sendiri menurut Diener, dkk., (2006) mengacu padanbagaimana orang menilai hidup secara positif, termasuk penilaian variabel kepuasan hidup, banyak merasakan afek positif seperti emosi dan suasana hati yang positif, dan kurangnyanafek negatif yang dirasakan seperti depresi dan kecemasan. Poerwodarminto (1988) menjelaskan afeknmerupakan perasaan dan emosi yang menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan, pada kualitas senang dan tidakmsenang, nyaman dan tidak nyaman yang mewarnai perasaan. Adapun menurut Biswar (dalam Utami, 2012) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi individu terhadap kehidupannyanyang berkaitan dengan komponen kognitif dan emosional yang mencakup tiga komponen utama, yaitu banyaknya mengalami afek positif, sedikitnya mengalami afek negatif, serta pendapat pribadi mengenai kepuasan hidup. Veenhouven (dalam Hamdana, dkk.,

3 2015) menjelaskan bahwa kesejahteraannsubjektif merupakan tingkat di mana seseorang menilai kualitas kehidupannyansebagai sesuatu yang diharapkan dan merasakan emosi-emosi yang menyenangkan. Menurut Diener, dkk., (2006) kesejahteraan subjektif memiliki tiga aspek, antara lain: (1). Life Satisfaction atau kepuasan hidup, merupakan penilaian secara umum terhadap kehidupan seseorang atau dapat diartikan sebagai bentuk kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman disertai dengan kegembiraan. (2). Afek menyenangkan, afek positif terkait dengan pengalaman emosi yang menyenangkan dan perasaan hati yang menyenangkan. Dapat terbagi menjadi antusias, tertarik dengan pekerjaan, penuh tekad, gembira, penuh inspirasi, waspada, aktif, kuat, bangga, penuh perhatian. (3). Afek yang tidak menyenangkan, perasaan negatif merujuk kepada rendahnya tingkat pengalaman emosi yang tidak menyenangkan. Dapat dipisahkan menjadi takut akan sesuatu, takut, kecewa, tertekan, gelisah, gugup, malu, bersalah, mudah marah, memiliki musuh. Kesejahteraan subjektif hendaknya harus dimiliki oleh setiap karyawan yang bekerja di dalamnya, pendapat tersebut sesuai dengan konsep Diener (dalam Utami, 2009) yaitu kesejahteraan subjektif dianggap merupakan faktor yang dapat mereduksi keberadaan tekanan mental dan merupakan salah satu indikator kualitas hidup individu dan masyarakat yang baik. Menurut pendapat tersebut, jika kesejahteraan subjektif belum dimiliki secara maksimal oleh karyawan maka akan berdampak buruk. Dampak yang ditimbulkan antara lain produktivitas kerja dan kinerja yang menurun. Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan, jika produktivitas kerja seorang karyawanncenderung menurun maka

4 pengaruhnya adalah merosotnyaisuatu perusahaan (Almigo, 2004). Robbins (2003) mengemukakan bahwa kinerja karyawan merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasim(motivation), dan kesempatanm(opportunity). Sehingga jika kesejahteraan subjektif karyawan menurun maka ketiga hal tersebut akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan. Adapun efek negatif yang akan dialami karyawan yang tidak merasa sejahtera menurut Diener, dkk., (2006) adalah menjadinmudah emosi, karyawan akan mudah marah dalam bekerja sehingga dapat menimbulkan konflik dalam lingkungan kerja. Adapun efek negatif lainnya yaitu, mudah merasa cemas yang disebabkan oleh berbagai tuntutan kerja, sehingga saat bekerja karyawan akan sering melakukan kesalahan. Berbagai efek yang dialami tersebut akan berdampak pada motivasi kerja karyawan yang menurun sehingga produktivitas karyawan juga akan menurun dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri. Sebaliknya menurut Diener, dkk., (2006) efek positif jikankesejahteraan subjektif dimiliki secara maksimal oleh karyawan adalah kegembiraan, saat karyawan merasa gembira maka dapat memacu kinerjanya lebih baik lagi. Rasa bangga terhadap pekerjaan dan hasil kerjanya juga akan dimiliki jika karyawan memiliki kesejahteraan subjektif. Menurut Veenhoven (dalam Utami, 2009) individu yang kebahagiannyantinggi memiliki stres yang lebih sedikit, sehingga karyawan yang memiliki tingkat stres rendah dalam bekerja dapat melakukan pekerjaan dengan optimal. Berbagai efek tersebut dapat berdampak positif bagi individu itu sendiri, dan perusahaan dapat lebih meningkatkan produktivitas untuk memenuhi tuntutan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Flügel & Johnson (dalam

5 Utami, 2012) afek positif dapatnmenimbulkan perasaan aktif dan energik, sehingga membuat lebih produktif. Ritonga (2010) pada Opini Harian Kompas menjelaskan bahwa berdasarkan data SAKERNAS tahun 2009 penduduk usia produktif 20-54 tahun yang berpendidikan terakhir SMA sederajat lebih mudah terserap sebagai tenaga kerja daripada lulusan perguruan tinggi. Jumlah angkatan kerja menurut pendidikan pada tahun 2008 yaitu SMA 22.778 orang, Akademi/D, I, II, III 2.464 orang, Universitas 2.922 orang, sumber BPS Sakernas 2009. Karyawan yang berpendidikan SMA ke bawah banyak yang menjadi karyawan produksi, namun upah yang didapatkan belum dapat mencukupi kebutuhan fisik minimum, padahal harapan karyawan bekerja untuk memperbaiki tingkat kehidupan dan memenuhi kebutuhan hidup. Adanya kenyataan ini, menimbulkan rasa tidak puas dalam diri karyawan yang semakin lama semakin menumpuk. Data di atas diperkuat dengan hasil survei awal yang telah di lakukan Hartanti (2011) tentang kepuasan hidupndi PT. X, sebuah perusahaan kemasan plastik menunjukkan bahwa 91% dari 218 karyawan produksi menyatakan bahwa yang menjadikan ketidakpuasan hidup saat itu adalah masalah gaji yang minim dan kurang sesuai dengan kebutuhan. Hasil survei kedua untuk mendapat gambaran kategori kesejahteraan subjektif terhadap 68 orang karyawan diperoleh hasil bahwa kesejahteraan subjektif yang tergolong cukup sebanyak 40 orang (58.82%), rendah sebanyak 22 orang (32.35%), dan sangat rendah berjumlah 9 orang (8.82%). Data tersebut menunjukan kesejahteraan subjektif karyawan produksi masih berada pada

6 level menengah kebawah, hal ini dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi seperti gaji dan beban kerja. Selanjutnya hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Oktober 2016 dengan 7 karyawan PR. Berkah Nalami menunjukan 7 karyawan belum memiliki kesejahteraan subjektif, contohnya para karyawan kurang dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya. Karyawan merasa kehidupannya monoton, karena hanya dapat melakukan suatu pekerjaan tanpa adanya kemajuan atau promosi kerja. Masalah lainnya adalah gaji, pendapatan yang diterima hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari sehingga karyawan menginginkan agar diberi kenaikan gaji secara berkala. Dari berbagai hal tersebut karyawan merasa dirinya belum puas dalam kehidupannya dan belum dapat membahagiakan keluarganya secara utuh. Adapun masalah kepedulian, karyawan mengatakan bahwa antara sesama rekan kerja perasaan perduli itu masih kurang terlihat dikarenakan rasa saling memiliki pada masing-masing karyawan tidak begitu kuat, karyawan beralasan bekerja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berbagai masalah tersebut kadang membuat karyawan merasa tidak bahagia sehingga berdampak pada motivasi dalam menjalankan pekerjaannya yang rendah. Saat bercerita tentang kepastian masa depannya karyawan merasa takut jika sewaktu-waktu perusahaan tersebut bangkrut dan mendapat PHK dari perusahaan dengan berbagai alasan dan tanpa diberi pesangon. Permasalahan lainnya karyawan mengatakan kurangnya hari libur, karyawan menginginkan setidaknya dapat libur 2 hari pada setiap minggunya atau paling tidak dalam sebulan mendapat cuti lebih

7 banyak untuk beristirahat. Karyawan menilai bahwa dirinya kurang puas dalam bekerja karena tenaga dan pikirannya terlalu diforsir untuk bekerja, karyawan beralasan saat bekerja dituntut untuk selalu konsentrasi dan memiliki stamina prima, sehingga dengan mendapat libur yang cukup karyawan dapat merasa fit saat kembali masuk kerja dan dapat menjalankan pekerjaannya lagi, namun hal tersebut belum didapatkan oleh karyawan. Pada afek positif karyawan kurang terlihat bangga dengan pekerjaannya, menurut karyawan saat ditanya masalah gaji dan alasan kenapa bersedia bekerja di perusahaan tersebut, karyawan terlihat malu-malu untuk menjawab dan hanya beralasan mau bekerja karena himpitan ekonomi. Adapun rasa kasih sayang yang kurang terlihat di lingkungan kerja. Karyawan terlihat kurang menghargai antar sesama rekan kerja, hal ini ditunjukan saat sedang istirahat makan siang ada karyawan yang sedang berpuasa namun karyawan lain dengan acuh tanpa permisi makan di depannya, hal tersebut kadang membuat jengkel karyawan lain. Dari data observasi raut wajah karyawan juga nampak tegang walaupun saat istirahat hal ini dikarena saat bekerja karyawan dituntut untuk konsentrasi penuh agar tidak melakukan kesalahan. Berbagai data tersebut yang membuat afek menyenangkan karyawan tidak dapat tercapai secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan di lingkungan kerja. Pada afek tidak negatif data wawancara dan observasi menunjukan karyawan mudah tersulut emosi, menurut karyawan dirinya tidak suka diganggu saat bekerja, sehingga jika ada yang mengajak bercanda atau membuat ulah maka karyawan akan mudah bersikap negatif seperti judes bahkan marah. Karyawan juga

8 merasa cemas apakah dirinya mampu untuk memenuhi target atau tidak, jika target yang dibebankan pada karyawan tidak terpenuhi maka rasa bersalah dan malu itupun muncul dengan sendirinya, perasaan tersebut muncul karena karyawan merasa dirinya terlihat tidak mampu di depan rekan kerjanya. Tuntutan kerja yang mengharuskan karyawan bersikap sesuai ketentuan perusahaan kadang membuat karyawan merasa tertekan sehingga karyawan terlihat sedih jika gagal dalam memenuhinya, selain itu target yang di bebankan pada masing-masing karyawan membuat kecemasan tersendiri bagi karyawan tersebut jika tidak dapat memenuhi target yang dibebankan. Berbagai data di atas sangat mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada karyawan yang bekerja di pabrik tersebut. Menurut Utami (2009) seseorang dikatakan memilikimkesejahteraan subjektif yang tinggi jika mengalami kepuasan hidup dan mengalami kegembiraan lebih sering, serta tidak terlalu sering mengalami emosi yang tidak menyenangkan, seperti kesedihan dan kemarahan. Sebaliknya, seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah jika tidak puas dengan hidupnya, mengalami sedikit afeksi dan kegembiraan, dan lebih sering mengalami emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan. Mengacu dari pendapat di atas, maka kesejahteraan subjektif dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel yang dapat meningkatkan atau menurunkannya. Menurut Ariati (2010) kesejahteraan subjektif sendirindapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah harga diri positif, kontrol diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial yang positif, memiliki arti dan tujuan dalam hidup. Berbagai faktor tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif namun faktor dukungan sosial rekan kerja yang masuk dalam relasi sosial yang positif menjadi

9 salah satu faktor yang akan diteliti dengan melihat seberapa besar peranannya dalam menentukan kesejahteraan subjektif. Sumber kepribadian yangmsehat menekankan pada beberapa kekuatan individu, salah satunya adalah kekuatan sosial (Schultz, 2005). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayati (2012) menunjukkan ada hubungannantara kepuasan terhadap imbalan dan dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif wanita karier dengan peran ganda sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Setiap terjadinya peningkatan dukungan sosial rekan kerja maka akan diikuti oleh peningkatan kesejahteraan subjektif. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Gedermann, dkk., (2007) yang menunjukkan bahwandukungan sosial memiliki korelasi yang signifikan dan positif dengan kesejahteraan subjektif. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa dukungan sosial memiliki korelasi positif dengan kesejahteraan subjektif dan dengan kedua aspeknya, yakni afek positif dan kepuasan. Sedangkan afek negatif pada dukungan sosial memiliki korelasi negatif. Menurut data observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Oktober 2016 di PR. Berkah Nalami, 7 karyawan mengatakan dirinya belum mendapat bantuan atau dukungan sosial dari rekan kerja saat mengalami suatu masalah atau kendala dalam kehidupan sosial maupun di dalam lingkungan kerja. Karyawan juga menambahkan saat mengalami kesulitan dalam pekerjaannya rekan kerjanya cenderung menghindar dan enggan untuk membantu. Adapun saat bekerja karyawan tersebut bersikap acuh terhadap rekan kerja yang lain. Karyawan juga mengatakan sangat jarang mendapatkan bantuan materil dari rekan kerja,

10 padahal karyawan sangat membutuhkan bantuan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang mendadak seperti membayar hutang atau untuk mengurangi beban hidup yang sedang dialami. Berbagai uraian di atas menunjukan bahwa dukungan sosial yang diberikan antara karyawan rendah. Dukungan sosial terutama dukungan sosial rekan kerja merupakan faktor internal organisasi yang akan membantu seseorang keluar dari suatu permasalahan, apalagi permasalahan tersebut berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalahntindakan yang dilakukan oleh orang lain untuk memberikan dukungan pada individu lain. Adapun dukungan tersebut juga mengacu pada persepsi seseorang bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan yang tersedia dari orang lain. Lebih lanjut Sumaryono (1994) menjelaskan dukungan sosialnrekan kerja merupakan perilaku saling menunjang antar individu dalam proses bekerja. Menurut Lane (2004) konsep dukungan sosial rekan kerja yaitu ketersediaan dukungan dari rekan kerja yang dirasakannindividu saat membutuhkan. Dukungan sosial rekan kerja merupakan salah satu jenis dukungan sosial yang bersumber dari internal dunia kerja individu (Lane, 2004). Ganster, dkk., (1986) menjelaskan dukungan sosial rekan kerja berhubungan secara langsung integrasi seseorang pada lingkungan sosialndi tempat kerjanya. Mengacu dari pendapat tersebut, dukungan sosial rekan kerja merupakan bentuk bantuan yang di sediakan seseorang di lingkungan kerjanya. Dukungan sosial sendiri mempunyai beberapa aspek, menurut Sarafino (2006) terdapat empat aspek dan setiap aspek mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain adalah: (1). Aspek emosional, dukungan ini melibatkan rasa empati dan

11 perhatian, (2). Aspek instrumental, bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung seperti materil, (3). Aspek informatif, dukungan yang bersifat informasi, (4). Aspek persahabatan, yaitu mengacu pada kesediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama orang tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan dukungan sosial memiliki empat aspek di antaranya adalah aspek emosional, informatif, instrumental dan persahabatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Harapan dari peraturan yang dibuat tersebut adalah agar semua warga negara bisa mendapatkan kesejahteraan pribadi atau subjektifnya masing-masing. Pada dasarnya kesejahteraan subjektif dapat terbentuk jika dari berbagai komponen yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup merepresentasikan dalam kesejahteraan dirinya dapat terpenuhi. Dukungan sosial yang diterima individu pada saat yang tepat, dapat memberikan motivasi dan semangat bagi individu dalam menjalani hidupnya karena dirinya merasa diperhatikan, didukung, danmdiakui keberadaanya (Desiningrum, 2014). Mengacu pendapat tersebut jika individu menerima dukungan sosial yang buruk, maka akan mengalami perasaan negatif seperti malas, merasa diabaikan dan tidak diakui yang membuat individu merasa tidak bahagia dan sejahtera dalam dirinya. Menurut Serason, dkk., (1983) individu dengan dukungan sosial yang positif selama hidupnya akan membantu terbentuknya harga

12 diri dan cenderung memandang segala sesuatu secara positif dannoptimistik dalam kehidupannya. Mengacu pendapat tersebut orang yang merasa optimis dan selalu berpikiran positif akan merasa hidupnya lebih bahagia dan dapat dikatakan memiliki kesejahteraan yang baik. Lingkungan sosial yang termasuk di dalamnya juga sangat mempengaruhi bagi munculnya kesejahteraan subjektif, sesuai dengan pendapat Veenhoven (dalam Utami, 2012) yang menyatakan kebahagiaan merupakan bagian dari kesejahteraan subjektif yang dapatnmemfasilitasi kontak sosial. Menurut Sarafino (2006) orang dengan dukungan sosial percaya bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan merasa bagian dari jaringan sosial seperti keluarga atau komunitas organisasi yang dapat membantunpada saat dibutuhkan. Sehingga dengan memberikan dukungan sosial yang baik di lingkungan kerja, maka dapat meningkatkan hal-hal positif dalam bekerja. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Hodson (1997) yang menyatakan dukungan sosial di tempat kerja dapat memberikan suatu kontribusi terutama pada produktivitasmdan kesejahteraan karyawan. Dukungan sosial membantu seseorang untuk mengubah situasi, mengubah reaksi dari situasi yang terjadi, dan mengubah reaksi emosinseseorang pada suatu kejadian (Thoit, 1986). Melihat pemaparan di atas dukungan sosial rekan kerja memiliki pengaruh pada kesejahteraan subjektif karyawan. Seorang karyawan dapat merasakan atau meningkatkan kesejahteraan subjektif secara positif jika mendapat dukungan sosial rekan kerja yang baik. Sebaliknya seorang karyawan dapat merasakan atau menurunkan kesejahteraan subjektif secara negatif jika mendapat dukungan sosial rekan kerja yang buruk. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil rumusan masalah

13 yang akan dijadikan landasan penelitian yaitu apakah ada hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif pada karyawan PR. Berkah Nalami? B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif pada karyawan PR. Berkah Nalami 2. Manfaat a. Teoritis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam bidang psikologi industri dan organisasi, selain itu juga untuk mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan kesejahteraan subjektif dan dukungan sosial rekan kerja pada karyawan PR. Berkah Nalami b. Praktis Jika hipotesis penelitian ini terbukti, maka perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif pada setiap karyawan, sehingga kinerja karyawan dapat lebih optimal. Adapun antara karyawan hendaknya dapat saling memberikan dukungan sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif, hal tersebut dilakukan agar karyawan terhindar dari hal-hal negatif saat bekerja. Bagi ilmuwan, agar dapat menjadi masukan dalam usaha mengembangkan ilmu-ilmu psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi.