DUA Aku sebetulnya tidak terlalu tertarik membicarakan masalah cowok saat ini. Tapi tidak begitu halnya dengan Tyas. Tyas sangat bersemangat ketika dia menceritakan Jerry cowok yang ditaksirnya saat ini. Sore itu kita bertiga nongkrong di teras rumahku. Dimi sedang sibuk membaca novel Harry Potter yang terbaru, sementara Tyas sendiri membawa majalah remaja favorit. Tapi bukannya membaca, Tyas malah sibuk nyerocos tentang Jerry. Jerry itu keren banget. Aku tahu dia melirikku tadi pagi sewaktu aku masuk kelas! Aku yakin dia juga suka padaku. Cerita Tyas dengan mata berbinarbinar. Aku kasihan melihat Tyas. Dia sepertinya tidak menyadari bahwa alasan cowok-cowok mendekati dia selama ini kurang lebih hanya karena ingin meminjam PR-nya untuk dicontek. Tapi dengan matanya yang berbinar-binar dan bibir mungilnya yang terus bergerak sewaktu bercerita tentang Jerry, aku memilih untuk diam saja dan mendengarkan.
Hei, kalian tahu gak, tahun ini Pentas Seni agak sedikit berbeda. Kata Tyas. Maksudnya? tanya Dimi bingung. Ada kemungkinan Pentas Seni kita ber-setting seperti Prom Nite. Jadi nanti kita punya dance floor, tidak perlu kursi penonton. Jelas Tyas lagi. Kalo begitu kenapa namanya tidak Prom Nite saja? tanyaku heran. Karena kita gak pake Prom King & Queen, tahu! tukas Tyas riang dengan nada sedikit meremehkan. Mungkin dia menganggap aku dan Dimi sama-sama terlalu lugu dan tolol untuk tidak mengetahui perihal Prom Nite. Acaranya bakal seperti biasa, ada band, kabaret, tarian dan nyanyian. Tapi kita juga bakal bisa dansa di dance floor! Itu artinya kita bisa dansa dengan cowok yang kita suka! Tyas terlihat seperti ceret teko yang sudah matang, dengan uap yang meluap ke mana-mana. Wah, gawat dong. Aku kan gak punya pacar. Keluh Dimi. Itu satu lagi topik yang jadi permasalahan serius buatku. Maksudku, coba saja lihat, temantemanku rata-rata sudah punya cowok (dengan tidak 2
memperhitungkan Dimi dan Tyas loh). Dan dengan sudah punya cowok, sepertinya benteng pemisah antara geng populer dengan yang tidak populer terlihat semakin tinggi dan tebal. Serius loh. Cewek-cewek yang sudah punya cowok jadi terlihat lebih keren, dan mereka jadi lebih populer. Beda sekali dengan kita yang tidak punya cowok. Dan kalo anak-anak sekolahan mulai bergosip, mereka akan mulai dengan, Eh, tahu gak, si A kan baru putus dengan si B! dan yang lainnya menanggapi, Si B yang mana nih? dan orang pertama tadi akan menimpali, Itu loh, si B yang dulu sempat pacaran dengan si C! lalu teman-temannya akan menunjukkan respon dengan choir O panjang seraya manggut-manggut. See? Dengan punya pacar, kamu jadi terkenal, kan? Siapa yang mau sama cewek tinggi seperti aku? Dimi sekali lagi mengungkapkan keluhannya. Aku menelan ludah. Aku sendiri belum punya cowok. Aku bahkan belum pernah first kiss. Well, first kiss sering sekali menjadi topik utama cewek-cewek populer. Entah kenapa itu menjadi hal yang penting buat mereka. 3
Aku pernah bertanya pada ibuku tentang first kiss karena ingin tahu. Tapi ibuku hanya bilang, first kiss itu hanya pertukaran ludah antara mulut ke mulut. Mendengar jawaban ibuku seperti itu, hilang sudah minatku untuk menelaah lebih jauh tentang first kiss. Dimi, tenang saja. Pasti ada cowok yang mau sama kamu! seru Tyas riang. Dia mengucapkannya seolah-olah dia sendiri sudah punya pacar. Maksudku, hello, bukankah kita bertiga di sini semuanya masih single? Pikiranku mulai melayang ke mana-mana. Bayangan salah satu pemeran Werewolf di film Twilight yang keren dengan senyumnya yang menawan, cukup membuat jantungku berdegup kencang. Sepertinya aku lebih memilih untuk menjadi ceweknya daripada cowok-cowok populer di sekolahku. Aku membayangkan jika dia yang menjadi pasangan dansaku di acara Pentas Seni nanti (ingatkan aku untuk mengucapkan ini sebagai permintaan kedua dalam daftar 3 permintaan kepada jin yang keluar dari botol). Aku tidak bisa menahan senyum membayangkan ekspresi terkejut dan tidak percaya 4
teman-temanku (terutama dari geng populer, tentunya) ketika melihatku dan sang Werewolf ganteng berjalan memasuki gedung serbaguna kepunyaan sekolah tempat diadakannya acara Pentas Seni. Tentu saja dia bukan beneran Werewolf, maksudku, dia berperan sebagai Werewolf. Ah, tapi siapa yang peduli sih? Werewolf-nya kan berotot, cakep lagi. Aku membayangkan akan berdansa berdua penuh mesra seraya dipandangi iri oleh satu sekolahan. Ah, senangnya jika impianku ini jadi kenyataan.. Na. Shana Tyas melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku sehingga lamunanku saat itu buyar. Euh? Ya? aku tergagap dan buru-buru mengatur sikap. Kamu sendiri mau pergi sama siapa? Tyas terlihat menahan geli melihat tingkahku barusan. Mukaku langsung merona merah. Aku gak mau Tyas mengetahui lamunanku barusan. Berdansa dengan Werewolf gitu loh. Kalo dia tahu, dia akan menertawakanku habis-habisan. Aku euh, belum tahu. Jawabku pelan. Ada cowok yang menyukaiku saja sudah untung, pikirku lagi. 5
Gimana kalo kamu pergi sama Dirga? usul Dimi sambil tersenyum. Dirga? aku langsung terdiam. Berpikir. Dirga adalah temanku sejak SD. Rumahnya juga tidak jauh dari rumahku. Aku tidak pernah dekat dengannya. Bicara juga hanya sebatas menyapa. Setahun ini pun aku dan dia sering ngobrol karena kami satu grup les privat matematika. Aku tidak pernah terpikir untuk pergi dengan Dirga. Maksudku, dia anak yang baik. Dirga termasuk tipikal cowok yang senang berteman dengan siapa saja. Dia bisa masuk ke geng populer, tapi juga tidak keberatan untuk jalan-jalan dengan teman-temannya yang di luar geng populer. Tapi, terus terang, aku sama sekali belum melihat potensi yang dilihat oleh temantemanku ini tentang kenapa aku harus pergi ke Pentas Seni bersama dia. Iya, Dirga kan oke banget, Na. Kamu bukannya deket sama dia? tanya Tyas. Dia kelihatan semakin sumringah. Aku gugup. Aku gak terbiasa ditanya-tanya soal cowok. Aku sama dia cuma temen biasa kok. ujarku kepada Tyas. 6
Yang berarti membuka kesempatan lebarlebar untuk jadi pasangan dia di Pentas Seni nanti, Na! seru Tyas dengan semangat. Pipinya yang gembil ikut naik-turun mengiringi anggukannya. Dimi terkikik melihat tingkah Tyas. Aku aku gak yakin aku bisa datang ke Pentas Seni. Kataku sedikit tercekat, takut pernyataanku membuat teman-temanku kecewa. Ekspresi kaget langsung tergambar jelas di raut muka Dimi dan Tyas. Ketakutanku terbukti. Kenapa, Na? Kok tiba-tiba? Tyas kelihatan sedikit kecewa. Perutku mendadak terasa mulas. Melihat wajah Tyas yang kecewa ternyata membuat pencernaanku kacau. Dimi kemudian membuka suara, Aku juga gak yakin bisa datang ke Pentas Seni. Tyas tambah melotot. Kalian ini kenapa sih? Tyas kelihatan agak marah sekarang. Aku dan Dimi kemudian saling berpandangan. Aku gak yakin ada cowok yang mau pergi denganku. Kata Dimi. 7
Kalo aku, aku gak yakin ibuku membolehkanku pergi ke Pentas Seni. Itu betul. Ibuku agak strict kalo menyangkut urusan jam malam ( Tidak boleh pergi ke acara yang gak jelas kapan pulangnya! Kamu baru 14 tahun! kata ibuku tegas. Well, aku tidak bisa menyalahkannya, mengingat aku sudah tidak punya ayah dan aku anak perempuan tertuanya). Apalagi acara seperti Pentas Seni pasti belum selesai sebelum jam 12 malam. Yah, seenggaknya aku tidak sepenuhnya berbohong, selain karena aku punya alasan yang sama dengan Dimi gak yakin kalo ada cowok yang mau pergi denganku. Tyas membelalakkan matanya gak percaya. Kalian berdua gak seru banget sih! Tyas langsung berdiri dan keluar tanpa menoleh lagi dari kamarku. Aku dan Dimi terdiam melihat reaksinya. Ini bukan pertama kalinya Tyas bersikap pulang-tanpa-pamit kepada kami berdua. Dia marah, aku tahu. Aku dan Dimi hanya bisa menghela napas panjang melihatnya. Aku rasa menjalani masa puber memang bukan hal yang mudah. 8
Malam itu, setelah aku menelepon Tyas dan meminta maaf 1, aku merenung. Aku menghela napas sejenak. Memikirkan keinginan untuk mempunyai pacar cukup menggelitik rasa keingintahuanku. Aku sering melihat Saras si Ratu Populer dan Edo (cowoknya yang juga termasuk geng populer) di sekolah, selalu kelihatan berdua ke mana-mana dan mesra sekali. Kelihatan menyenangkan sekali bagi kita yang melihatnya. Yang aku ingat setiap pembicaraan anak-anak cewek di sekolah, mereka selalu menginterpretasikan cowok-cowok yang layak dipacari dengan kata-kata cakep, keren, tajir, atau punya mobil. Aku sendiri masih belum tahu kriteria cowok seperti apa yang layak untuk dijadikan pacarku. Sejujurnya, aku sendiri tidak menolak cowok yang cakep, keren, tajir, atau punya mobil. Karena, aku 1 Aku bilang padanya kalo aku akan mempertimbangkan lagi untuk datang ke Pentas Seni dan mengusahakannya. Ternyata Dimi juga melakukan hal yang sama. Tyas cerita bahwa Dimi baru saja selesai meneleponnya tepat sebelum aku meneleponnya. 9
yakin banget, itu bisa membuatku langsung populer dalam waktu singkat di sekolah. Saat itu aku lalu melihat komik-komik Sailor Moon-ku yang tergeletak berantakan di meja samping tempat tidurku. Hatiku berdesir sedikit ketika melihat gambar Topeng Tuxedo tokoh melankolis yang jadi pacar Sailor Moon. Mungkin cowok yang cakep, keren, tajir, atau punya mobil adalah suatu keharusan bagi cewek-cewek di sekolahku. Tapi aku sendiri, aku ingin jatuh cinta pada cowok yang memakai jas atau tuxedo. Bagiku, cowok yang memakai setelan jas atau tuxedo adalah cowok keren buatku. Sambil mengulum senyum, aku lalu mematikan lampu dan beranjak tidur. 10