TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT



dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY KAMPUNG SIAGA INDOSAT

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

CITRA PELAYANAN JASA KAPAL PENUMPANG PT PELNI OFFICE, JAKARTA

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

KEEFEKTIFAN PROGRAM SIARAN RADIO PERTANIAN CIAWI: KASUS IKLAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI KECAMATAN CIAWI, BOGOR.

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

Oleh: Andhini Nurul Fatimah A

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP EFEKTIVITAS PROGRAM ACARA TELEVISI CHARITY SHOW

METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

BAB III PENDEKATAN LAPANG

PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur)

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Populasi dan Contoh

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji)

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PENERAPAN CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) PADA PEMASARAN TANAMAN ANGGREK

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Oleh: ZAINUL AZMI A

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia)

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh : DWI ERNAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh: RENNY YUSNIATI A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

Transkripsi:

1 TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) Oleh: YUDIE APRIANTO A14204049

2 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN YUDIE APRIANTO. TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta). (Di bawah bimbingan Titik Sumarti) Pemanasan global merupakan masalah yang cukup menjadi perhatian dunia saat ini. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan lingkungan yang tidak tepat sehingga dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu perlu perubahan paradigma pengelolaan lingkungan yang mengedepankan kesetaraan hubungan manusia dengan alam. Kondisi seperti ini menuntut tidak hanya pemerintah dalam pengelolaan lingkungan, namun juga masyarakat dan instansi lainnya, seperti pihak swasta dan LSM. Salah satu contoh pengelolaan lingkungan yang merupakan inisiatif dari masyarakat adalah pengelolaan yang dilakukan di wilayah Kampung Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Seluruh rumahtangga menanam beragam tanaman, seperti tanaman hias, tanaman produktif, apotek hidup di pekarangan rumah, pagar dan tepi jalan di depan rumah masing-masing. Selain itu, mereka mengolah sampah domestik untuk didaur ulang sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti kompos dan barang kerajinan. Oleh karena itu, menarik untuk mengkaji mengenai bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan tersebut dan faktor-faktor apa saja yang menentukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan. Selain itu, tujuan lain penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang menentukan tingkat partisipasi tersebut. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode penelitian survai dengan didukung oleh data kualitatif. Metode yang digunakan adalah survai eksplanatoris. Jumlah responden yang diteliti adalah 100 orang. Analisis data menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Kampung Rawajati merupakan wilayah yang padat penduduk. Kepadatan penduduk wilayah ini mencapai 9.000 jiwa per kilometer persegi.. Rasio jenis kelamin sebesar 101 menunjukkan bahwa terdapat jumlah yang seimbang antara jumlah laki-laki dan perempuan. Wilayah ini sebagian besar didiami oleh para pensiunan, khususnya purnawirawan TNI AD. Hal ini disebabkan sebanyak enam

4 RT merupakan wilayah komplek Zeni TNI AD dan empat RT lainnya adalah perumahan umum. Warga Kampung Rawajati memiliki berbagai aktivitas, terutama dalam pengelolaan lingkungan. Berbagai aktivitas tersebut diwadahi oleh kelembagaan yang mengaturnya. Kelembagaan yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan antara lain PKK, KPS dan Kelompok Agrowisata. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun Kampung Rawajati memiliki keterbatasan lahan, tetapi didukung oleh sumberdaya manusia dan kelembagaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan Kampung Rawajati merupakan salah satu bentuk pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Pengelolaan ini menekankan pada pentingnya peran masyarakat dalam mendefinisikan sendiri kebutuhan, keinginan dan aspirasi serta membuat keputusan demi kesejahteraannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik dari warga Kampung Rawajati rata-rata berusia 51 tahun, mayoritas tingkat pendidikan responden lebih dari SMP dengan tingkat pendapatan kurang dari Rp 2.456.000,- dan mayoritas responden memiliki beban keluarga kurang dari tiga orang. Mayoritas responden memiliki pengalaman berkelompok yang rendah dan sebagian besar tinggal di wilayah Kampung Rawajati selama kurang dari 35 tahun. Selain itu mayoritas responden berpendapat bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, metode yang digunakan adalah dua arah dan pelayanan kegiatan baik. Secara umum, tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati sudah tergolong tinggi. Dalam tahapan partisipasi, menunjukkan bahwa tahap pengambilan keputusan merupakan tahap yang paling rendah sedangkan tahap pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi sudah tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh trust mereka terhadap elit RW dan pengelola, kesadaran untuk mengelola lingkungan yang tinggi, dan kebanggaan terhadap penghargaan yang telah didapatkan yang mendorong warga untuk tetap mengelola lingkungannya. Umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan beban keluarga tidak berhubungan nyata atau signifikan dengan tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati dalam pengelolaan lingkungan. Faktor yang memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat partisipasi adalah pengalaman berkelompok, lama tinggal, metode kegiatan dan pelayanan kegiatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati lebih dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan lingkungan, baik sosial maupun alam sekitar tempat tinggalnya.

5 TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) Oleh: Yudie Aprianto A14204049 SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

6 Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008

7 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Yudie Aprianto NRP : A14204049 Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul : Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing

8 Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. NIP. 131 569 245 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019 Tanggal kelulusan :

9 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (KASUS: KAMPUNG HIJAU RAWAJATI, RW 03, KELURAHAN RAWAJATI, KECAMATAN PANCORAN, KOTAMADYA JAKARTA SELATAN, PROVINSI DKI JAKARTA) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. Bogor, Agustus 2008 Yudie Aprianto A14202049

10

11 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, tanggal 10 April 1985, sebagai anak keenam dari enam bersaudara pasangan Purry Purwono dan Yeti Sriati. Penulis memulai pendidikan formal tahun 1992 di SDN Duren Tiga 01 Pagi, penulis juga pernah mengikuti lomba siswa teladan tingkat kecamatan. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan formal tingkat menengah di SLTP N 182 Jakarta tahun 1998-2001. Disamping itu penulis juga aktif dalam berbagai lomba Fisika, Bahasa Inggris hingga tingkat Jakarta Selatan. Setelah lulus tahun 2001 dari pendidikan tingkat menengah, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMU N 55 Jakarta sampai tahun 2004. Semasa SMU, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler beladiri Karate dan pernah menjabat sebagai ketua, serta mengikuti dan memenangkan lomba Karate. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjabat sebagai staf Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian IPB. Penulis pernah menjabat sebagai ketua koordinator English Debating Contest Zone-@ 2006. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan dan Dasar-dasar Komunikasi tahun 2005-sekarang. Penulis juga pernah tercatat sebagai staf Pengembangan Masyarakat organisasi Himpunan Profesi Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB.

12

13 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-nya, skripsi yang berjudul Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba untuk mengetahui tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga mendapatkan gambaran mengenai partisipasi serta kegiatan warga dalam pengelolaan lingkungan. Penulis berharap semoga materi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan masukan bagi penelitian selanjutnya dengan minat yang sama. Bogor, Agustus 2008 Penulis

14

15 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung, diantaranya adalah: 1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, perhatian dan masukan serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dosen penguji utama Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S. dan dosen komisi pendidikan Ratri Virianita, S.Sos, M.Si atas kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. 3. Mama, Bapak dan kakak-kakakku A Iyar, A Ade dan Mba Ningsih, Mbak Cici dan Om Idus, Mbak Edo dan Mbak Eka yang tak hentihentinya memanjatkan doa, memberikan dukungan secara moril maupun materi, serta kasih sayang kepada penulis. Kepada keponakankeponakanku Aviel, Ocha, Zihan, Ara, Tyo dan Sheva yang selalu membuat keceriaan sehingga menghilangkan rasa jenuh dan lelah dalam penulisan. 4. Bapak Supardi selaku wakil RW 03 Kelurahan Rawajati yang telah memberikan kesempatan meneliti serta memberikan segala yang

16 dibutuhkan penulis mengenai Kampung Rawajati. Ibu Eneng yang sangat membantu penulis dalam memperoleh data dan menyediakan makanan saat melakukan turun lapang. Ibu Nur, Ibu Ratna, serta segenap warga Kampung Rawajati yang selalu sedia memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis. 5. Grup COLE yaitu Zay, Ani, Bayu, dan Ucie untuk bantuan pemikiran, diskusi, informasi, kebersamaan serta terima kasih telah berkenan berbagi emosi dalam pendewasaan diri selama ini. 6. Teman seperjuanganku Qori dan Nita. Seluruh teman-teman KPM 41 khususnya Ilham dan Mira yang ikut memberikan masukan dan kritik, serta dorongan moril. 7. Teman-teman KKP Pasir Suren: Abdi, Bena, Cimay, dan Deri atas kenangan dalam kebahagian dan penderitaan saat serumah dan ber-kkp. Teman-teman di Wisma Gophis: Nunu, Edo, Wahyu, Teteg, Ferry, Zay, Juan, Afi, Iwan, Cecep, Haris, dan Windi untuk kebersamaannya dan persahabatan dengan toleransi yang tinggi dengan memberikan masukan dan kritik dalam penulisan, serta dukungan moril supaya fokus dalam penyelesaian skripsi. 8. Semua rekan yang telah memberikan sumbangsih sekecil apapun dalam penyelesaian skripsi ini.

17 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup... 6 2.1.1 Pengertian Lingkungan Hidup... 6 2.1.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup... 7 2.2 Community Based Management... 8 2.3 Partisipasi Masyarakat... 11 2.3.1 Konsep Partisipasi... 11 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi... 12 2.6 Kerangka Pemikiran... 14 2.7 Hipotesis Penelitian... 15 2.8 Definisi Operasional... 16 BAB III METODOLOGI

18 3.1 Metode Penelitian... 20 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 20 3.3 Teknik Pemilihan Responden.... 21 3.4 Teknik Pengumpulan Data... 22 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 23 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Lokasi Kampung Rawajati... 24 4.2 Kependudukan... 25 4.3 Kelembagaan Terkait dengan Pengelolaan lingkungan... 27 4.3.1 PKK... 28 4.3.2 Kelompok Penangkar Swadaya... 30 4.3.3 Kelompok Agrowisata... 31 4.3.4 Kelompok Arisan... 32 4.4 Ikhtisar... 33 BAB V PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT KAMPUNG RAWAJATI 5.1 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati... 34 5.2 Penghijauan... 37 5.3 Pengelolaan Sampah Terpadu.... 39 5.3.1 Pembuatan Pupuk Kompos dengan Sistem Bokasi... 41 5.3.2 Daur Ulang Sampah Anorganik... 42 5.4 Ikhtisar... 44 BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN

19 6.1 Karakteristik Individu... 45 6.1.1 Umur... 46 6.1.2 Tingkat Pendidikan... 46 6.1.3 Tingkat Pendapatan... 46 6.1.4 Jumlah Beban Keluarga... 47 6.1.5 Pengalaman Berkelompok... 47 6.1.6 Lama Tinggal... 48 6.2 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan.... 48 6.2.1 Metode Kegiatan... 48 6.2.2 Pelayanan Kegiatan... 49 BAB VII TINGKAT PARTISIPASI WARGA KAMPUNG RAWAJATI DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN 7.1 Tingkat Partisipasi Warga Kampung Rawajati dalam Pengelolaan Lingkungan... 50 7.2 Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 54 7.2.1 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 54 7.2.2 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 56 7.2.3 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 57 7.2.4 Hubungan Antara Jumlah Beban Keluarga dengan

20 Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 59 7.2.5 Hubungan Antara Pengalaman Berkelompok dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 61 7.2.6 Hubungan Antara Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 62 7.3 Hubungan Antara Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan.... 64 7.3.1 Hubungan Antara Metode Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 64 7.3.2 Hubungan Antara Pelayanan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan... 65 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 67 8.2 Saran... 68 DAFTAR PUSTAKA... 69 LAMPIRAN...... 72

21 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kependudukan Kampung Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati Tahun 2007... 25 2. Persentase Jumlah Penduduk Kampung Rawajati Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2007... 27 3. Karakteristik Kelembagaan yang Terkait dalam Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati... 28 4. Bentuk Bantuan di Kampung Rawajati Periode 2001-2005... 37 5. Karakteristik Individu, Kampung Rawajati, 2008... 45 6. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 49 7. Tingkat Partisipasi Warga Kampung Rawajati dalam Pengelolaan Lingkungan, 2008... 50 8. Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap-tahap Partisipasi, Kampung Rawajati, 2008.... 51 9. Jumlah Responden Menurut Umur dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008... 54 10. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008... 56 11. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008.... 58 12. Jumlah Responden Menurut Jumlah Beban Keluarga dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008.... 59 13. Jumlah Responden Menurut Pengalaman Berkelompok dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008... 61

14. Jumlah Responden Menurut Lama Tinggal dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008... 63 15. Jumlah Responden Menurut Metode Kegiatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008.... 64 16. Jumlah Responden Menurut Pelayanan Kegiatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008.... 65 22

23 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Komponen Lingkungan Hidup... 6 2. Kerangka Pemikiran... 15 3. Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah di Kampung Rawajati 40

24 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Lokasi Kampung Rawajati, Jakarta Selatan... 72 2. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman... 73 3. Struktur Kepengurusan RW 03 Periode 2007-2010... 74 4. Struktur Kepengurusan PKK RW 03 Periode 2007-2012... 75 5. Dokumentasi... 76

25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan bagian dari kehidupan setiap manusia. Lingkungan tidak hanya terdiri dari keragaman biotik dan abiotik, namun juga termasuk interaksi diantaranya. Lingkungan berperan dalam menjaga keseimbangan dari interaksi antara komponen biotik dan abiotiknya (Siahaan 2003). Dari segi ekonomi, lingkungan memberikan manusia sumber-sumber makanan dan bahan baku industri serta tempat untuk tinggal. Dari segi sosial, lingkungan memberikan sarana untuk bersosialisasi dan mengembangkan budaya. Melihat pentingnya fungsi lingkungan bagi manusia, maka dibutuhkan pengelolaan yang baik untuk menjaga lingkungan. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat dapat merusak lingkungan. Sebagai contoh yaitu pemanasan global tak lepas dari akibat perbuatan manusia. Begitu pula dengan bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan akan silih berganti melanda akibat daya dukung lingkungan yang tak lagi mampu menahan berbagai kerusakan (Suparmono 2008). Terutama di Pulau Jawa yang dihuni 60 persen penduduk Indonesia, kini tinggal memiliki hutan 19.828 kilometer persegi, atau kurang dari 15 persen luas daratan. Penggundulan hutan untuk pertanian, perkebunan, dan permukiman menimbulkan kerusakan ekologis. Suparmono menambahkan bahwa kebijakan pemerintah yang kurang tepat terhadap lingkungan hidup bisa dilihat dari kecenderungan eksploitasi berlebihan terkait dengan SDA di Jakarta, tren penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai resapan air berupa hutan kota, taman kota, dan cagar buah.

26 Oleh karena, itu perlu perubahan paradigma pengelolaan lingkungan yang mengedepankan kesetaraan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dan lingkungan hidupnya dipengaruhi oleh bagaimana manusia memandang alam semesta dari segi agama, filsafat, nilai-nilai, serta tradisi pemikiran dan ilmu pengetahuan (Keraf 2002). Sepanjang peradaban manusia boleh dikatakan telah berkembang tiga teori etika lingkungan. Etika yang tumbuh awal, yaitu Etika Lingkungan Dangkal (Shallow Environmental Ethics) atau yang dikenal sebagai antroposentrisme, yaitu etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta dan etika ini dianggap sebagai penyebab krisis ekologi karena dari etika ini lahir sikap dan perilaku eksploitatif yang tidak peduli sama sekali terhadap keberlanjutan alam. Pada pertengahan abad 20 muncul Etika Lingkungan Medium (Intermediate Environmental Ethics) atau dikenal sebagai biosentrisme yang merupakan kritikan terhadap antroposentrisme. Etika ini berpandangan alam juga mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri terlepas dari kepentingan manusia. Awal 1970an, etika biosentrisme ini diperluas menjadi Etika Lingkungan Dalam (Deep Environmental Ethics) atau yang dikenal sebagai ekosentrisme yang berangkat dari pemahaman bahwa secara ekologis makhluk hidup dan lingkungan abiotiknya satu sama lain saling terkait, tidak dapat dipisahkan. Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku kepada semua realita ekologi (Keraf 2002). Untuk itu, diperlukan pengelolaan lingkungan yang memiliki paradigma ekosentrisme agar tercapai keberlanjutan baik dalam pengelolaan maupun dalam pemanfaatan.

27 Upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan perlu dilakukan oleh pemerintah bersama dengan stakeholders lainnya. Pengelolaan lingkungan menjadi tanggung jawab pemerintah, swasta, LSM dan juga masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan sangat diperlukan. Pemerintah dapat mengupayakan pembangunan di tingkat komunitas yang memfokuskan pada pemberdayaan warga komunitas. Hal ini dilakukan dengan melakukan power sharing agar masyarakat memiliki kemampuan dan kesetaraan dengan berbagai stakeholders lainnya (Nasdian 2003). Salah satu contoh kelembagaan untuk mengatasi permasalahan lingkungan di kota Jakarta yaitu Kampung Hijau. Kampung Hijau adalah sebutan bagi suatu daerah pemukiman warga baik di tingkat RT maupun RW yang menerapkan pengelolaan lingkungan berbasis komunitas. Lahan di Kampung Hijau sangat terbatas, namun masyarakat mengharapkan lingkungan menjadi tetap terjaga dengan baik. Keterbatasan tersebut membuat masyarakat mamanfaatkan lahan yang ada dengan merubah lingkungan sekitarnya menjadi hijau. Contohnya, di RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Seluruh rumahtangga menanam beragam tanaman seperti tanaman hias, tanaman produktif, apotek hidup di pekarangan rumah, pagar dan tepi jalan di depan rumah masing-masing. Selain itu mereka mengolah sampah domestik untuk didaur ulang sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti kompos dan barang kerajinan. Selama ini, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan hanya dilihat dalam konteks yang sempit atau dilihat hanya sebagai objek saja dan bukan subjek (pelaku). Kondisi ini menyebabkan peran serta

28 masyarakat menjadi terbatas sehingga partisipasi akan menjadi semu (Dianawati 2004). Semestinya, partisipasi masyarakat sepenuhnya dilihat dari keterlibatan masyarakat mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Lebih lanjut, melalui partisipasi tersebut masyarakat mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah mereka. Menarik untuk mengkaji mengenai bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat tersebut dan golongan manakah dari masyarakat tersebut yang memiliki partisipasi yang tinggi. 1.2 Perumusan Masalah Pengelolaan lingkungan dengan istilah Kampung Hijau merupakan upaya pengelolaan lingkungan yang berangkat dari masyarakat sebagai kepeduliannya terhadap lingkungan. Keberhasilan dalam pengelolaan ini tergantung dari kerjasama dan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat, serta dukungan dari pemerintah. Tinggi rendahnya partisipasi dalam pengelolaan program dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dalam diri individu maupun dari aktivitas pengelolaan lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini ingin mengkaji tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan dan menganalisis faktorfaktor apa saja yang menentukan partisipasi dalam pengelolaan lingkungan di RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

29 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengkaji tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan di RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan di RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pihak: 1. Memberikan sumbangan teoritis berupa tambahan khasanah keilmuan terutama bidang studi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. 2. Menjadi bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan khususnya pemerintah daerah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam pengelolaan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat.

30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup 2.1.1 Pengertian Lingkungan Hidup Manusia dengan segala aspek hidupnya bersama dengan komponen lingkungan alam dan lingkungan binaan/buatan dilihat sebagai suatu kesatuan dalam apa yang dinamakan lingkungan hidup (Marzali et al. 2002). Menurut UU No. 23/1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta makhluk lain. Secara skematis, komponen interaktif lingkungan hidup dapat digambarkan ke dalam tiga aspek, yaitu aspek alam, sosial, dan binaan/buatan (Gambar 1). Gambar 1. Komponen Lingkungan Hidup Sumber: Soetaryono, 2000 Lingkungan Alam Lingkungan Binaan/Buatan Lingkungan Sosial Kesatuan lingkungan hidup manusia dalam kajian pengelolaan lingkungan hidup (pengelolaan berbasis ekosistem, tata ruang dan pranata sosial) Selain itu, lingkungan hidup juga merupakan sebuah sistem yang utuh, kolektivitas dari serangkaian subsistem yang saling berhubungan, saling tergantung dan fungsional satu sama lain, sehingga membentuk suatu kesatuan ekosistem yang utuh. Dengan demikian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik, serta interaksi diantaranya dalam mencapai keberlangsungan.

31 Semua kegiatan manusia memberikan dampak pada lingkungan hidup. Dampak tersebut semakin besar seiring pertambahan manusia, kegiatan ekonomi, dan teknologi dalam merekayasa, serta penggunaan energi. Sejak awal perkembangan budayanya, manusia telah berusaha mengelola dampak yang dilakukannya terhadap lingkungan hidup. 2.1.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UU No. 23/1997, pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Selain itu menurut Marzali et al. (2002), pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum sehingga mendapatkan manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya untuk mengadakan koreksi terhadap lingkungan, agar pengaruh merugikan dapat dijauhkan dan dilaksanakan pencegahan melalui efisiensi dan pengaturan lingkungan sehingga bahaya lingkungan dapat dihindarkan dan keserasian dapat dipelihara (Matrizal 2005). Soerjani (1987) menyatakan bahwa ada tiga upaya yang harus dijalankan secara seimbang, yaitu upaya teknologi, upaya tingkah laku atau sikap dan upaya untuk memahami dan menerima koreksi alami yang terjadi karena dampak interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya atau juga mengusahakan sumberdaya alam lingkungannya untuk

32 mempertahankan jenisnya, dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya (Resosoedarmo et al. 1987). Manusia bersama lingkungan hidupnya berada dalam suatu ekosistem. Kedudukan manusia di dalam kesatuan ekosistem adalah sebagai bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan, karena itu kelangsungan hidup manusia tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya. Agar kelestarian ekosistem tersebut dapat terjamin, maka manusia harus menjaga keserasian hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Jika keserasian hubungan manusia dengan lingkungannya terganggu, maka terganggu pula kesejahteraannya. Jadi manusia dan lingkungannya merupakan ikatan yang tidak dapat dipisahkan, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi (Natsir 1986). Tingkah laku manusia selalu mempengaruhi keharmonisan dan keseimbangan lingkungannya, karena itu manusia akan berusaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidupnya untuk mempertahankan keseimbangan tersebut. Manusia berkeyakinan semakin tinggi kualitas lingkungan, maka semakin banyak pula manusia dapat mengambil keuntungan dan semakin besar pula daya dukung hidupnya (Wardana 1999). 2.2 Community Based Management Dalam persepektif otonomi daerah, prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam mencerminkan nuansa otonomi masyarakat lokal untuk menguasai, mengelola, dan memafaatkan sumberdaya alam lokal. Makna dan hakikat dari otonomi daerah harus diterjemahkan sebagai pemberian otonomi kepada masyarakat di daerah, masyarakat adat/lokal, dan bukan semata-mata pemberian otonomi kepada pemerintah daerah. Ini merupakan manifestasi dari

33 paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis komunitas (communitybased resource management), sebagai pengalihan dari pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis negara/pemerintah dengan strukturnya di daerah (state-based resource management) (Nurjaya 2008). Menurut Budi (2004), pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat (PSDABM) atau Community Based for Natural Resources Management (CBNRM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan. Ia juga menambahkan bahwa sampai sejauh ini persepsi dari pengelolaan berbasis masyarakat masih bervariasi, namun ada semacam kesepakatan atau persamaan pandangan bahwa Peran Masyarakat menjadi kunci utama. Dalam sistem pengelolaan ini masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimiliki, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya, serta membuat keputusan demi kesejahteraan mereka. Pengelolaan lingkungan merupakan upaya penting dalam menjaga keseimbangan sumberdaya. Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi sekarang yang dapat menikmati kekayaan sumberdaya, tetapi juga generasi mendatang. Dalam community based management (CBM) pengelolaan sepenuhnya dari tahap perencanaan hingga pengawasan dilakukan oleh anggota komunitas melalui organisasi yang sifatnya informal. Model ini menunjukkan partisipasi aktif masyarakat dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan sumberdaya yang mereka miliki sendiri (Satria 2002).

34 Prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah (Budi 2004): 1. Aktor utama pengelola adalah rakyat (masyarakat lokal, masyarakat adat). 2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol langsung oleh rakyat yang bersangkutan. 3. Batas antar kawasan unit pengelolaan kawasan komunitas setempat terdelineasi secara jelas dan diperoleh melalui persetujuan antar pihak yang terkait di dalamnya. 4. Terjaminnya akses dan kontrol penuh oleh masyarakat secara lintas generasi terhadap kawasan pengelolaan. 5. Terjaminnya akses pemanfaatan hasil SDA sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian (sustainability) oleh komunitas secara lintas generasi di dalam kawasan konsesi. 6. Digunakan tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat terhadap pertentangan klaim atas kawasan yang sama. 7. Adanya pengakuan dan kompensasi formal (legal) terhadap penggunaan pengetahuan tradisional (indegenous knowledge) masyarakat di dalam sistem pengelolaan yang diterapkan. CBM merupakan pendekatan dalam pengelolaan sumberdaya, misalnya lingkungan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat mendefinisikan sendiri kebutuhan, keinginan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat

35 keputusan demi kesejahteraannya. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat adalah pendekatan pengelolaan yang melibatkan kerjasama antar masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama. Masyarakat berpartisipasi secara aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaanya (Satria 2002). 2.3 Partisipasi Masyarakat 2.3.1 Konsep Partisipasi Partisipasi merupakan kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung oleh kondisi lingkungan tersebut (Adjid 1985). Menurut Cohen dan Uphoff (1977), pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengembilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Pengertian partisipasi lainnya didefinisikan oleh Sajogyo (1998) sebagai peluang untuk ikut menentukan kebijaksanaan pembangunan serta peluang ikut menilai hasil pembangunan. Dari berbagai pendapat tersebut, secara umum partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara aktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi juga diartikan dengan memberi manusia lebih banyak peluang untuk berperan secara efektif dalam kegiatan pembangunan (Cernea 1988). Cohen dan Uphoff (1977) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat.

36 2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut Pangestu (1995) adalah sebagai berikut: 1. Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi. Sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan

37 pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Menurut Silaen (1998), semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru. Faktor jumlah beban keluarga, menurut Ajiswarman (1996), menunjukkan bahwa semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Murray dan Lappin (1967) menyatakan bahwa terdapat faktor internal lain, yang mempengaruhi partisipasi yaitu lama tinggal. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal. Menurut Arifah (2002) faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi selain pelayanan yaitu metode kegiatan. Metode kegiatan yang dua arah atau interaktif dapat lebih meningkatkan partisipasi seseorang. Hal ini dikarenakan dengan metode yang dua arah maka antar penyuluh dan yang disuluh akan lebih terjalin hubungan erat, sehingga akan dapat meningkatkan partisipasi dalam suatu kegiatan.

38 2.4 Kerangka Pemikiran Kampung Hijau Rawajati merupakan upaya untuk melestarikan lingkungan sekitar yang ada di perkotaan. Selain itu, Kampung Hijau ini menggunakan prinsip partisipasi, yaitu menekankan pada peran masyarakat dalam mengelola lingkungan, mulai dari proses pengambilan keputusan hingga evaluasi dari kegiatan yang diadakan. Dalam berpartisipasi pada suatu kegiatan atau program tertentu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk berperan serta dalam kegiatan tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari karakteristik individu yang mempengaruhi partisipasi diduga, yaitu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok dan lama tinggal. Faktor eksternal merupakan pelaksanaan dalam suatu kegiatan pengelolaan lingkungan yang diduga mempengaruhi partisipasi, yaitu pelaksanaan pengelolaan lingkungan meliputi metode kegiatan dan pelayanan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan lingkungan. Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

39 Karakteristik Individu Umur Tingkat Pendidikan Jumlah Beban Keluarga Tingkat Pendapatan Pengalaman Berkelompok Lama Tinggal Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan Tahap Pengambilan Keputusan Tahap Pelaksanaan Tahap Menikmati Hasil Tahap Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Metode pelaksanaan kegiatan Pelayanan pelaksanaan kegiatan Keterangan: Gambar 2. Kerangka Pemikiran hubungan yang dihipotesiskan 2.5 Hipotesis Penelitian Dengan memperhatikan permasalahan dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang signifikan antara karakteristik individu (faktor internal) dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. a. Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. b. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. c. Ada hubungan yang signifikan antara jumlah beban keluarga dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. d. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

40 e. Ada hubungan yang signifikan antara pengalaman berkelompok dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. f. Ada hubungan yang signifikan antara lama tinggal dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. 2. Ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pengelolaan lingkungan (faktor eksternal) dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. a. Ada hubungan yang signifikan antara metode pelaksanaan kegiatan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. b. Ada hubungan yang signifikan antara pelayanan pelaksanaan kegiatan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. 2.6 Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah: Faktor internal atau karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan. Faktor internal meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah beban keluarga, pengalaman berorganisasi, dan lama tinggal. Umur adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika diwawancarai. Diukur dalam jumlah tahun berdasarkan tingkatan usia produktif. Tua > 51 tahun

41 Muda 51 tahun Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti responden. Diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal terakhir dan dengan acuan dasar wajib belajar sembilan tahun. Tinggi : > SMP Rendah: SMP Jumlah beban keluarga adalah mereka yang hidup satu atap dan satu dapur, atau satu dapur lain atap. Termasuk didalamnya adalah suami/istri, anak-anak, anggota keluarga lainnya ataupun bukan keluarga tetapi menjadi tanggungan responden. Diukur dengan jumlah jiwa. Besar > 3 orang Kecil 3 orang Tingkat pendapatan adalah rata-rata jumlah hasil kerja berupa uang yang diperoleh responden setiap bulan. Diukur dengan satuan rupiah. Tinggi > Rp 2.456.000,-/bulan Rendah Rp 2.456.000,-/bulan Pengalaman berkelompok adalah pernah atau tidaknya responden menjadi anggota suatu kelompok/lembaga/organisasi tertentu. Pengalaman ini meliputi banyaknya kelompok/lembaga/organisasi, posisi dalam lembaga/organisasi yang diikuti dan lamanya responden mengikuti suatu kelompok/lembaga/organisasi. Diukur dengan skor total. Tinggi : skor > 6 Rendah: skor 6

42 Lama tinggal yaitu lamanya responden tinggal di tempat ini sampai dengan dilakukan wawancara. Diukur dengan satuan tahun. Tinggi : > 35 tahun Rendah: 35 tahun Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar responden yang dapat memotivasi atau mendorong responden untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan. Faktor eksternal dari kegiatan pengelolaan lingkungan yang meliputi metode dan pelayanan pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan. Metode pelaksanaan kegiatan adalah pandangan responden mengenai bagaimana cara penyampaian dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Diukur dari interaktif/dua arah atau tidak interaktif/searah dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Dua arah: terdapat waktu tanya jawab Searah : tidak disediakan waktu untuk tanya jawab Pelayanan pelaksanaan kegiatan adalah pandangan responden mengenai kualitas pendampingan, pernah tidaknya ikut pelatihan dan fasilitas alat atau bahan baku suatu kegiatan pengelolaan lingkungan. Diukur berdasarkan skor yang didapat. Tinggi yaitu skor > 9 Rendah yaitu skor 9 Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan kelompok yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil.

43 Tahap pengambilan keputusan, dinyatakan sebagai keikutsertaan responden dalam mengikuti rapat/penyusunan rencana suatu kegiatan. Tahap ini meliputi keikutsertaan dan keaktifan responden dalam rapat. Tahap pelaksanaan, dinyatakan dalam keikutsertaan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan. Tahap menikmati hasil, yaitu keikutsertaan responden dalam merasakan manfaat dari kegiatan pengelolaan lingkungan. Tahap evaluasi, yaitu keikutsertaan responden dalam menilai suatu kegiatan. Penilaian terhadap tingkat partisipasi yaitu dengan menjumlah skor dari tiap tahapan. Sehingga tingkat partisipasi dapat dikategorikan menjadi Tinggi, yaitu skor > 24 Rendah, yaitu skor 24

44 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung datadata kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survai dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, sehingga dikategorikan dalam penelitian penjelasan (explanatory atau confirmatory research) (Singarimbun 1989). Hubungan kausal yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah hubungan faktor internal dan eksternal dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yaitu di RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa di lokasi ini merupakan daerah yang menerapkan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. Pada tahun 2003 Kampung Rawajati mendapat juara I Daur Ulang Sampah Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Tahun 2004 mengikuti lomba RW Terbaik, Ketahanan Pangan, Produk Unggulan, Taman PKK, Taman Rumah Sederhana, seluruhnya mendapat juara I untuk tingkat DKI. Keadaan lingkungan yang asri ini membawa Rawajati mendapatkan predikat RW terbaik diantara 2.900 RW se-provinsi DKI Jakarta dalam bidang ketertiban, kebersihan, penghijauan

45 dan keindahan. Pada tahun 2005, Kampung Rawajati menjadi juara II tingkat nasional untuk lingkungan bersih keluarga sehat dan terbaik, yang dinilai oleh tim penggerak PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) Pusat. Pada tahun yang sama tepatnya pada tanggal 18 Juni 2005 ditetapkan sebagai Kampung Agrowisata oleh Gubernur DKI Jakarta. Kampung ini juga mendapat penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi DKI Jakarta dan penghargaan produk makanan Betawi terbaik tahun 2006. Proses penelitian ini berlangsung mulai dari bulan April sampai Juni 2008. Dengan penjabaran antara lain untuk proses penyusunan proposal dan kolokium dilaksanakan pada awal bulan April 2008, studi lapang atau pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan April, Mei dan Juni 2008. Kemudian proses penulisan laporan hasil penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2008. 3.3 Teknik Pemilihan Responden Unit analisis dari responden yang dipilih adalah unit rumahtangga (RT). Unit pengamatan RT digunakan untuk pengumpulan data tentang karakteristik pelaku dan sejauhmana tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan dan pertimbangan pengelolaan lingkungan pada tempat penelitian sebagian besar dilakukan pada setiap rumahtangga. Jumlah responden merupakan 10 persen dari total populasi rumah tangga yang ada di Kampung Rawajati yaitu sebesar 100 rumahtangga. Responden adalah salah satu anggota rumah tangga yang melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan.teknik yang digunakan dalam mengambil sampel yaitu pengambilan sampel gugus sederhana (simple cluster sampling). Hal ini dilakukan karena

46 keterbatasan waktu biaya dan tenaga dari peneliti sehingga pengklusteran tidak dilakukan secara terstratifikasi berdasarkan lapisan masyarakat. Dasar pengklusteran yaitu RT atau Rukun Tetangga yang ada di Kampung Rawajati yaitu sejumlah 10 RT. Dari masing-masing RT tersebut dimabil secara acak sebanyak 10 responden sehingga total responden yang didapat sebesar 100 rumahtangga. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur yang menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam dengan responden sebanyak 100 orang dan informan yaitu wakil RW 03 Rawajati, ketua PKK beserta ketua Pokja, aparat RT serta ketua kelembagaan yang ada di Kampung Rawajati. Selain itu, dilakukan observasi langsung untuk memperoleh informasi yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara terstruktur. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah diperoleh dari Profil Kelurahan dan RW serta literatur yang terkait. Selain dengan wawancara dan observasi, pengumpulan data pendukung yang berupa data kualitatif digunakan dengan slip/potongan kertas khusus. Slip ini digunakan untuk mencatat keterangan tambahan responden yang bersifat kualitatif dengan mengacu nomor pertanyaan pada kuesioner. Slip ini kemudian disusun secara sistematis untuk digunakan saat menganalisis data (Singarimbun 1989).

47 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif dilakukan melalui tabulasi silang dan untuk melakukan uji hipotesis dilakukan dengan uji Korelasi Rank Spearman dengan software SPSS 13.0 for windows pada α=5% (Walpole 1995). Apabila nilai P value 0,05 maka tolak Ho pada α=5%, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara dua variabel yang diuji sehingga hipotesis penelitian diterima. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasikan fenomena yang ada di lapang.

48 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Lokasi Kampung Rawajati Pada tahun 1965, daerah Kelurahan Rawajati merupakan daerah rawa dan ditumbuhi banyak pohon jati sehingga dinamai sebagai Rawajati, namun seiring perkembangan daerah, kini daerah ini menjadi daerah perumahan yang padat. Kampung Rawajati merupakan nama yang diberikan kepada Rukun Warga (RW) 03, Kelurahan Rawajati. Kampung Rawajati terletak di wilayah Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan. Kampung Rawajati merupakan salah satu RW dari 8 RW yang ada di Kelurahan Rawajati. Kampung Rawajati memiliki luas wilayah sekitar 12,5 hektar dan terdiri dari sepuluh RT. Sebagian besar warga Kampung Rawajati merupakan daerah perumahan komplek Zeni TNI-AD yang terdiri dari enam RT yaitu RT 02 hingga RT 07 dan sisanya merupakan daerah perkampungan atau perumahan umum sebanyak empat RT yaitu RT 01, 08, 09 dan 10. Sebelah utara Kampung Rawajati merupakan wilayah RW 01 dan 02 Kelurahan Rawajati yang merupakan daerah pemukiman. Sebelah barat, berbatasan dengan wilayah RW 08 Kelurahan Rawajati dan daerah komplek perindustrian. Bagian Selatan, Kampung Rawajati berbatasan dengan RW 06 Kelurahan Rawajati, perumahan Kalibata Indah dan Sungai Ciliwung. Sebelah timur, Kampung Rawajati berbatasan dengan Sungai Ciliwung. Lokasi Kampung Rawajati berdekatan dengan daerah pusat perbelanjaan, yaitu Plaza Kalibata yang dahulu bernama Kalibata Mall. Selain itu, Kampung Rawajati juga berdekatan dengan stasiun kereta api Duren Kalibata. Hal ini

49 menjadikan Kampung Rawajati memiliki lokasi yang strategis, baik dalam hal kemudahan aksesbilitas transportasi dan perdagangan. 4.2 Kependudukan Masyarakat Kampung Rawajati terdiri dari berbagai umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Tabel 1. Kependudukan Kampung Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati Tahun 2007 RT Jumlah KK Jumlah Penduduk Tetap Musiman Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Total n % n % n % n % n % 01 163 295 8,15 258 8,11 - - - - 553 17,34 02 49 80 2,52 76 2,39 12 0,38 9 0,28 117 3,68 03 64 82 2,58 111 3,49 2 0,06 1 0,03 196 6,16 04 93 172 5,41 187 5,88 - - - - 359 11,29 05 83 147 4,62 139 4,37 9 0,28 7 0,22 302 9,5 06 82 91 2,86 99 3,11 - - - - 190 6 07 61 78 2,45 87 2,74 36 1,13 19 0,6 220 7 08 77 141 4,43 147 4,62 29 0,91 21 0,66 338 10,63 09 103 176 5,53 206 6,48 - - - - 382 12,01 10 160 199 6,26 175 5,5 45 1,42 44 1,38 463 14,56 Total 929 1461 45,94 1485 46,7 133 4,18 101 3,18 3180 100 Sumber: Data Statistik RW 03, 2007 Penduduk di Kampung Rawajati cukup padat dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 929 KK. Jumlah KK tertinggi terdapat pada RT 01 yaitu 17,55 persen dan RT 10 sebanyak 17,22 persen yang merupakan daerah perumahan umum, sedangkan RT dengan jumlah KK terendah terdapat pada RT 02 yaitu 5,27 persen dan merupakan daerah perumahan komplek Zeni TNI-AD. Jumlah penduduk RW 03 sebanyak 3.180 jiwa terdiri dari 1.594 orang laki-laki

50 dan 1.586 orang perempuan sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Seperti daerah lainnya di Jakarta banyak pendatang maupun musiman yang berdatangan dan keluar dari daerah ini dalam hal ini di RW 03 sebanyak 234 jiwa. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk tetap RW 03 terdiri dari 45,94 persen laki-laki dan 46,7 persen perempuan. Selain penduduk tetap, RW 03 juga didiami oleh penduduk musiman yang terdiri 4,18 persen laki-laki dan 3,18 persen perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa RW 03 memiliki keseimbangan antara jumlah laki-laki dan perempuan. Melalui data pada Tabel 1, dapat diperoleh rasio jenis kelamin pada wilayah RW 03. Rasio jenis kelamin didapat dengan membagi jumlah warga lakilaki dengan jumlah warga perempuan dan kemudian dikalikan seratus persen. Rasio jenis kelamin RW 03, yaitu 100,5 dan dibulatkan menjadi 101. Artinya terdapat 101 orang perempuan diantara 100 orang warga laki-laki. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa Kampung Rawajati memiliki kepadatan penduduk sebesar 25.440 jiwa per kilometer persegi. Angka tersebut didapat dari banyaknya jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah dengan satuan kilometer persegi. Menurut WHO, standard kepadatan suatu wilayah adalah 90 jiwa per hektar atau jika dikonversi menjadi 9.000 jiwa per kilometer persegi sehingga daerah Kampung Rawajati merupakan wilayah yang padat penduduknya.

51 Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Kampung Rawajati Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2007 Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Pegawai negeri 49 2,28 Pegawai Swasta 558 25,95 TNI/Polri 29 1,35 Wiraswasta 83 3,86 Buruh 585 27,21 Pensiunan 656 30,52 Lain-lain 190 8,84 Jumlah 2150 100 Sumber: Tim Penggerak PKK, 2005 Tabel 2 menunjukkan bahwa penduduk Kampung Rawajati paling banyak adalah didiami oleh pensiunan, yaitu sebanyak 30,52 persen. Hal ini karena sebagian besar wilayah ini atau enam dari sepuluh RT merupakan wilayah komplek Zeni TNI AD yang didiami oleh purnawirawan TNI AD. Jenis pekerjaan terbanyak setelah pensiunan adalah buruh, seperti pedagang dan kuli bangunan sebanyak 27,21 persen dan pegawai swasta sebanyak 25,95 persen. 4.3 Kelembagaan Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati memiliki berbagai kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan. Dalam pengelolaan lingkungan, Kampung Rawajati memiliki kelembagaan tertentu yang mengaturnya. Kelembagaan tersebut antara lain PKK, Kelompok Penangkar Swadaya (KPS), Kelompok Agriowisata dan Kelompok Arisan. Secara umum kelembagaan tersebut dijabarkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan perbedaan karakteristik kelembagaan dalam fokus, kegiatan dan pertemuan rutin. Penjabaran mengenai kelembagaan pada Tabel 3 dapat dilihat pada sub bab berikutnya.

52 Tabel 3. Karakteristik Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati, 2008 Karakteristik Kelembagaan PKK KPS Agrowisata Arisan Kesejahteraan Budidaya tanaman Penyambutan Silaturrahmi atau Fokus warga. tamu atau pengunjung kekerabatan Kegiatan Pertemuan Rutin Anggota Pemberdayaan warga. Kegiatan sosial. Penghijauan. Budidaya tanaman. Pengomposan. Pelatihan pertanian, perkebunan, pertamanan. Pemandu tamu Sosialisasi ke pihak luar/eksternal. Pengumpulan uang Kegiatan sosial seperti santunan Sosialisasi kegiatan RT atau RW. Perbulan. Perminggu. Perminggu Perbulan 564 perempuan dan 30 laki-laki dari sepuluh RT. 44 orang (laki-laki dan perempuan) warga Kampung Rawajati yang tertarik dengan budidaya tanaman dan didikung seluruh warga. Bagian dari anggota PKK dan KPS dengan dukungan seluruh warga. Warga di masingmasing RT. 4.3.1 PKK Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau yang lebih dikenal dengan PKK merupakan gerakan nasional yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat dengan wanita sebagai motor penggeraknya. PKK bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, maju dan mandiri. Keberadaan PKK di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai mitra kerja pemerintah berdasarkan visi dan misinya, memiliki tanggung jawab dalam memberdayakan keluarga sebagai unit kelompok terkecil dalam masyarakat. Tim PKK Kecamatan Pancoran melakukan pembinaan ke tingkat kelurahan dan RW bersama sektoral terkait mengacu pada visi dan misi yang dibuat oleh PKK DKI Jakarta dan disesuaikan dengan kondisi Kecamatan Pancoran pada umumnya dan Kelurahan Rawajati khususnya.

53 Tim PKK RW 03 Rawajati memiliki visi untuk mewujudkan keluarga sejahtera, maju dan mandiri yang mendukung terwujudnya Jakarta sebagai Ibukota Negara RI sejajar dengan kota-kota lain di dunia. Untuk hal tersebut misi yang nenjadi pedomannya yaitu mewujudkan keluarga melalui: Peningkatan mentalspiritual/perilaku hidup. Peningkatan pendidikan dan keterampilan. Peningkatan mutu pangan/makanan keluarga. Peningkatan derajat kehidupan. Peningkatan peran serta wanita dalam pembangunan. Memberdayakan organisasi PKK melalui peningkatan gerakan PKK. Tim PKK RW 03 terdiri dari sepuluh kelompok PKK RT yang total anggotanya terdiri dari 564 orang ibu dan 30 orang bapak. Dalam mencapai visi dan misinya, PKK RW 03 dibagi ke dalam lima kelompok kerja (pokja). Pokja I, yaitu Unggulan Keluarga dengan program kerja meliputi pertemuan anggota dan pengurus serta Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) dengan 55 anak asuh dan 50 orang lanjut usia. Program lainnya adalah kesenian paduan suara, kasidah, kerohanian, posko banjir dan dapur umum (insdentil), serta pembinaan anak remaja. Pokja II memiliki program kerja antara lain peningkatan sumberdaya manusia dengan menyelenggarakan kursus Bahasa Inggris, memasak dan menjahit. Selain itu, Pokja II juga menyelenggarakan pendidikan anak usia dini dengan jumlah siswa 180 orang dan 12 kader, serta perpustakaan. Pokja III yaitu Hatinya PKK dengan kegiatannya antara lain pengembangan dan aneka ragam pangan, pemilihan makanan khas tiap RT,

54 produksi olahan pasca panen, budidaya tanaman, penanganan sampah mandiri dan terpadu serta membudayakan pakaian khas Betawi. Selain itu Pokja III merupakan pokja pelopor dalam pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati. Pokja IV yaitu bagian penguatan Posyandu dengan kegiatan antara lain Posyandu Anggrek II dan III dengan jumlah balita 216 anak, kader dengan jumlah 12 orang dan lanjut usia sebanyak 60 orang. Program lainnya antara lain penyelenggaraan olahraga, gerakan jumat bersih yang dilaksanakan dua kali dalam sebulan, pelestarian lingkungan hidup serta membudidayakan hidup bersih dan sehat. Pokja V yaitu penguatan perekonomian keluarga dengan kegiatannya antara lain prakoperasi simpan pinjam, memperkenalkan produk dengan cara menyelenggarakan pameran dan penjualan di tempat (RW 03), menjual hasil produk Kampung Rawajati di Cafe Jamu, serta mendorong terwujudnya masyarakat yang produktif, kreatif dan inovatif. 4.3.2 Kelompok Penangkar Swadaya (KPS) Kelompok masyarakat di Kampung Rawajati memulai kegiatan lingkungan pada 1 Januari 2003 dengan tujuan untuk menggali potensi masyarakat agar lebih produktif dalam mengelola limbahnya. Kelompok ini diprakarsai oleh PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) yang diketuai oleh Ibu Nn dan didukung oleh Ketua RT, RW, Lurah dan Camat. Kelompok ini dikenal dengan nama Kelompok Peduli Lingkungan (KPL). KPL berorientasi pada penghijauan dengan kegiatan tanam-menanam saja. Perkembangan yang terjadi dengan adanya binaan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan KPL diganti dengan nama Kelompok Penangkar Swadaya (KPS) pada tahun 2004. Hal ini karena

55 kelompok ini mulai mengusahakan sendiri media tanam, pupuk serta bididaya tanaman baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual. Jumlah anggota KPS sebanyak 43 orang. Kegiatan yang dilakukannya antara lain melakukan penghijauan lingkungan, melakukan pengelolaan sampah mandiri dan terpadu, dan melakukan pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang produktif. KPS menyelenggarakan pertemuan rutin setiap hari Kamis pagi. Pertemuan ini diisi dengan kegiatan pelatihan maupun sosialisasi mengenai pertanian, perkebunan, pertamanan dengan narasumber dari Dinas Pertanian dan Kehutanan serta berbagai pihak lainya. 4.3.3 Kelompok Agrowisata Kelompok ini dibentuk setelah Kampung Rawajati mendapat predikat sebagai Kampung Agrowisata pada tanggal 18 Juni 2005 yang diberikan oleh Sutiyoso yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anggota dari Kelompok Agrowisata Rawajati merupakan bagian dari anggota KPS dan PKK di Kampung Rawajati. Kelompok ini diketuai oleh Bapak Wa yang merupakan seorang purnawirawan. Kelompok ini mempunyai tugas untuk menyambut tamu-tamu yang berdatangan dalam rangka studi banding atau mempelajari mengenai pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati. Mereka mempersiapkan segala keperluan bagi tamu yang datang dan menjadi pemandu tamu, serta mendemonstrasikan berbagai teknik dalam pengelolaan lingkungan, seperti penghijauan, pembuatan kompos dan pendaur ulangan sampah anorganik.

56 4.3.4 Perkumpulan Arisan Pada Kampung Rawajati terdapat beberapa kelompok arisan. Kelompok arisan ini diadakan pada tiap RT. Salah satunya yaitu yang terdapat di RT 07. Pada RT ini terdapat dua kelompok arisan yaitu Ruka dan Ruki. Ruka atau rukun ayah adalah kelompok arisan yang terdiri dari bapak-bapak yang ada di RT 07. Kegiatan arisan Ruka dilakukan setiap bulan dengan pengumpulan uang arisan sebesar Rp 7.500,-/minggu yang terbagi menjadi Rp 5.000,- sebagai uang pokok arisan dan Rp 2.500,- uang untuk kas mereka yang digunakan untuk konsumsi serta kegiatan sosial. Selain untuk menjaga kekerabatan antar warga, Ruka juga membahas mengenai pengelolaan sampah dan jadwal giliran untuk siskamling. Di RT ini terdapat kegiatan Jimpitan yang merupakan kegiatan sosial yang dilakukan dengan memberikan/menyisihkan beras sebanyak satu jimpit atau sekitar seperempat gelas. Jimpitan ini dilakukan pada setiap rumah tangga setiap harinya. Beras jimpitan ini akan diambil oleh petugas setiap bulannya untuk kemudian dibagikan kepada warga yang lanjut usia, janda atau warga yang layak untuk dibantu. Ruki atau rukun ibu merupakan kegiatan yang serupa dengan ruka, hanya saja lebih menekankan pada kegiatan sosial dan menjaga kekerabatan antar ibu di RT 07. Jumlah uang arisan yang dikeluarkan setiap ibu rumah tangga adalah sebesar Rp 35.000,-/bulan terdiri dari Rp 20.000,- sebagai uang pokok arisan, Rp 5.000,- untuk tabungan sembako, uang kas sebesar Rp 5.000,- dan uang untuk kegiatan sosial sebesar Rp 5.000,-. Perkumpulan arisan di Kampung Rawajati ini bertujuan untuk menjalin kebersamaan antar warga. Selain itu melalui arisan, warga dapat bertukar

57 informasi dan pendapat maupun sebagai saluran dalam menyampaikan pelatihan ataupun informasi mengenai pengelolaan lingkungan di wilayah Kampung Rawajati. 4.4 Ikhtisar Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat diketahui ciri-ciri dari Kampung Rawajati. Kampung Rawajati merupakan wilayah yang padat penduduknya. Rasio jenis kelamin sebesar 101 menunjukkan bahwa terdapat jumlah yang seimbang antara jumlah laki-laki dan perempuan. Wilayah ini sebagian besar didiami oleh para pensiunan khususnya purnawirawan TNI AD. Hal ini karena sebanyak enam RT merupakan wilayah komplek Zeni TNI AD dan empat RT lainnya adalah perumahan umum. Warga Kampung Rawajati memiliki berbagai aktivitas, terutama dalam pengelolaan lingkungan. Berbagai aktivitas tersebut diwadahi oleh kelembagaan yang mengaturnya. Kelembagaan yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan antara lain PKK, KPS dan Kelompok Agrowisata. Dalam sosialisasi maupun penyampaian aspirasi, warga tidak hanya melakukannya melalui kelembagaan tersebut, namun juga melalui kelembagaan lain seperti kelompok arisan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun Kampung Rawajati memiliki keterbatasan lahan, tetapi didukung oleh sumberdaya manusia dan kelembagaan dapat melakukan pengelolaan lingkungan.

58 BAB V PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT KAMPUNG RAWAJATI 5.1 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati Pada awal 2002 Ketua PKK Ibu Nn ditunjuk Kelurahan Pancoran menjadi kader kebersihan DKI. la bersama dengan anggota PKK dan beberapa warga berkunjung ke Kelurahan Banjarsari, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Dari kunjungan tersebut ia terinspirasi menggerakkan warga membangun RW 03 seperti Banjarsari yang bersih, asri, dan hijau. Selain melakukan kunjungan ke Banjarsari, mereka juga melakukan studi banding ke beberapa wilayah antara lain: Cihideung Bandung dan Kebon Jeruk Jakarta pada tahun 2002 untuk mengkaji mengenai budidaya dan penangkaran tanaman. Kota Wisata dan Kota Legenda Wisata pada tahun 2002 untuk mempelajari mengenai penataan lingkungan. Yayasan Pondok Pesantren Indonesia Ma had Al Zaitun, Indramayu tahun 2005 dengan tujuan untuk mempelajari mengenai pemanfaatan sampah dan ekosistem. Mula-mula pengurus PKK yang diajak melakukan penghijauan dan menjaga kebersihan di rumah masing-masing. Berikut komentar Ibu Nn: "Pengurus harus jadi pelopor warga lain. Selain untuk memberikan contoh, hal ini akan menumbuhkan warga untuk melakukan penghijauan" Hasilnya semua pekarangan rumah pengurus PKK menjadi hijau dan bersih. Pada awalnya yang ingin didahulukan adalah mengenai pengelolaan

59 sampah. Tetapi warga kurang tertarik dengan gagasan tersebut. Oleh karena itu gerakan dimulai dengan penghijauan. Warga digugah untuk peduli dan terlibat, karena ini menyangkut hajat hidup mereka sendiri. Awal 2003 serentak RW 03 Kelurahan Rawajati melakukan penghijauan dengan menanam tanaman obat di halaman rumah. Satu rumah minimal membuat tujuh pot tanaman. Meskipun hanya tumbuhan kecil, yang penting harus hijau adalah slogan yang dipakai untuk penghijauan di Kampung Rawajati. Pokoknya ga ada alasan buat untuk tidak ada lahan atau pekarangan untuk menanam. Pot diatas got pun ga apa-apa, malah jadi kelihatan lebih menarik (Ibu Nn) Setelah berhasil dengan tujuh pot, kemudian ditambah menjadi 10 pot dan hingga mencapai 30 pot, warga mulai mengeluh kekurangan pupuk maupun media untuk menanam. Dari permasalahan tersebut PKK mulai melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pengolahan sampah. Warga digerakkan mengolah sampah di rumah masing-masing. Sampah organik kemudian dijadikan pupuk organik sekaligus media menanam. Untuk itu PKK mengajarkan pembagian dua kantong sampah yaitu satu di dapur untuk tempat sampah dapur (sampah organik), satu di depan rumah sebagai tempat sampah nonorganik seperti kertas, beling, dan plastik. Bila warga tidak sempat mengolah sampah sendiri, di RT 08 disediakan tempat pembuatan pupuk organik yang dilakukan kader PKK secara sukarela. Gerakan penghijauan partikelir itu pun berhasil. Setiap RT memiliki tanaman unggulan yang diproduksi sebagai kapsul atau jamu. RT 05 misalnya, punya tanaman unggulan Mahkota Dewa, sedangkan di RT 10 setiap pekarangan warga ditanami lidah buaya yang diproduksi menjadi koktail lidah buaya

60 Kampung Rawajati mendapatkan bantuan atas usahanya dalam mewujudkan lingkungan yang hijau dan bersih. Bantuan antara lain disajikan pada Tabel 4. Kegiatan pengelolaan lingkungan di daerah ini mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari berbagai pihak. Pada tahun 2003 Kampung Rawajati mendapat juara I Daur Ulang Sampah Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Tahun 2004 mengikuti lomba RW Terbaik, Ketahanan Pangan, Produk Unggulan, Taman PKK, Taman Rumah Sederhana, seluruhnya mendapat juara I untuk tingkat DKI. Keadaan lingkungan yang asri ini membawa Rawajati mendapatkan predikat RW terbaik diantara 2.900 RW se-provinsi DKI Jakarta dalam bidang ketertiban, kebersihan, penghijauan dan keindahan. Pada tahun 2005, Kampung Rawajati menjadi juara II tingkat nasional untuk lingkungan bersih keluarga sehat dan terbaik, yang dinilai oleh tim penggerak PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) pusat. Pada tahun yang sama tepatnya pada tanggal 18 Juni 2005 ditetapkan sebagai Kampung Agrowisata oleh Gubernur DKI Jakarta. Kampung ini juga mendapat penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi DKI Jakarta dan penghargaan produk makanan Betawi terbaik tahun 2006.

61 Tabel 4. Bentuk Bantuan di Kampung Rawajati Periode 2001-2005 Tahun Sumber Bantuan Bentuk Bantuan 2001 2002 2003-2004 Kasi Pertanian dan Kehutanan Pancoran Kasi Pertanian dan Kehutanan Pancoran Kasi Pertanian dan Kehutanan Pancoran 2004-2005 Kasi Pertamanan Pancoran 2003-2005 Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2004 Tim PKK Kelurahan Rawajati 2005 Dinas Pertanian Sumber: Tim Penggerak PKK, 2005 5.2 Penghijauan Pelatihan diversifikasi pangan dan gizi. Benih bayam, kangkung, caisim, cabe. Tanaman buah jeruk nipis dan limau. Sarana produksi seperti pot, pupuk, kandang ayam, kolam lele. Peternakan ayam 40 ekor dan lele 1000 ekor. Pelatihan diversifikasi pangan dan gizi. Bantuan paket alat produksi yaitu panci, blender, timbangan, wajan, serokan. Bantuan vacuum. Pelatihan penagkaran swadaya. Pelatihan PTP dan Pemanfaatan TOGA. Sarana produksi. Tanaman TOGA dan buah Rumput untuk Taman PKK RW 03 Rawajati. Pemangkasan pohon-pohon besar serta pembuatan taman. Pelatihan mengenai pertamanan. Pompa air (jet pump). Incenerator. Tempat sampah sebanyak 60 buah. Bantuan dana untuk Posyandu. Pot plastik berdiameter 36 cm 120 buah. Pupuk kandang 110 karung. Pohon jambu 20 buah. Pelatihan budidaya. Tanaman buah 250 buah. Kegiatan penghijauan merupakan kegiatan awal dari pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati. Penghijauan dilakukan dalam skala rumah

62 tangga. Pada awalnya kegiatan penghijauan di RW 03 dimulai dengan kewajiban tiap rumah untuk minggu pertama mempunyai minimal tanaman 7 pot, minggu kedua 10 pot, minggu ketiga 30 pot, dan sampai minggu keempat hampir setiap rumah memiliki tanaman. Kemudian berkembang sehingga masing-masing RT memiliki tanaman unggulan. Penghijauan yang dilakukan oleh warga Kampung Rawajati tidak hanya bagi warga yang memiliki pekarangan. Bagi mereka yang tidak memilikinya maka penghijauan dilakukan dengan cara menanam secara hidroponik, pot tanaman yang digantung dan menanam di atas got yang telah ditutup dengan kayu, bambu atau semen. Penghijauan dengan memanfaatkan halaman belakang rumah dan tanah kosong untuk menanam tanaman seperti TOGA (Tanaman Obat Keluarga), aglonema dan tanaman hias lainnya sehingga dapat digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga, sumber gizi dan sumber pendapatan keluarga. Selain itu, penghijauan tersebut dapat mengembalikan fungsi daerah aliran sungai untuk menahan erosi, paru-paru kota dan tempat rekreasi. Kegiatan penghijauan lain yang dilakukan adalah penanaman pada lahan kosong seperti pada Taman PKK RW 03. Disini masing-masing RT menanam tanaman unggulannya untuk penghijauan sekitar dan dimanfaatkan untuk dijadikan bahan jamu atau obat-obatan. Selain itu di taman ini juga digunakan sebagai budidaya tanaman. Setiap RT menanam tanaman sebagai berikut: RT 01 menanam tanaman mpon-mpon atau tanaman bahan baku jamu seperti kunyit, cabe cakra dan jahe. RT 02 menanam Kamboja Jepang atau Andenium.

63 RT 03 menanam Kunyit. RT 04 menanam Teh Hijau. RT 05 menanam Mahkota Dewa. RT 06 menanam Pandan Wangi. RT 07 menanam Jahe Merah. RT 08 menanam Zodia dan Sirih. RT 09 menanam Lidah Mertua. RT 10 menanam Lidah Buaya dan Rosela. Dari masing-masing jenis tanaman tersebut dicantumkan nama ilmiah, nama lokal serta khasiatnya untuk kesehatan tubuh. Hal ini menjadikan pengunjung dapat memperkaya pengetahuan serta mendorong untuk menggunakan jamu atau obat tradisional dari tumbuhan. 5.3 Pengelolaan Sampah Terpadu Teknik pengolahan sampah di Kampung Rawajati mengacu pada prinsip 3R, yaitu Reduce atau mengurangi volume sampah, Reuse atau menggunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan dan Recycle atau mendaur ulang sampah menjadi barang lain yang bermanfaat dan memiliki nilai lebih. Pengelolaan sampah yang terpadu, seperti pemilahan sampah mulai dari sumbernya, menyediakan tempat sampah untuk sampah organik dan anorganik, menyediakan tempat pengumpulan sampah dengan fasilitas pengelolaannya, kegiatan daur ulang sampah organik menjadi kompos dan daur ulang sampah anorganik sebagai bahan baku pembuatan barang-barang kerajinan seperti tas, dompet, dan lain-lain.

64 Paradigma Lama Sampah Sampah Paradigma Baru Kumpul Pilah Angkut Olah Buang Dapat Upah Sumber: Nuryanto, 2008 Gambar 3. Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah di Kampung Rawajati Pada awalnya pengelolaan sampah di wilayah Kampung Rawajati masih konvensional yaitu memegang paradigma lama. Paradigma ini biasa dilakukan hampir di seluruh wilayah di Jakarta maupun di Indonesia yaitu sampah dari rumah tangga langsung dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian diangkut oleh petugas kebersihan ke tempat pembuangan akhir. Setelah adanya kesadaran serta berbagai pelatihan dan sosialisasi mengenai pengolahan sampah maka paradigma warga mengenai pengelolaan sampah mulai bergeser. Warga Kampung Rawajati mulai memandang sampah sebagai potensi sumberdaya yang untuk kemudian dapat dimanfaatkan. Sampah dari rumah tangga mulai dipilah menurut jenisnya yaitu sampah organik dan anorganik. Dari pemilahan ini warga memanfaatkan sampah organik untuk pupuk kompos bagi tanaman mereka dan sampah anorganik yang masih terpakai dapat digunakan sebagai pot ataupun dibuat menjadi barang lain yang memiliki nilai

65 jual. Selain itu sampah plastik seperti bekas refill pembersih lantai bisa dijual kepada kelompok PKK. Jika warga tidak memanfaatkan sampah yang sudah dipilah tersebut maka petugas kebersihan akan mengambil sampah tersebut. Sampah organik kemudian akan dibawa ke tempat pencacahan atau chopper yang ada di dekat Taman PKK RW 03 untuk diolah menjadi pupuk. Sampah organik yang dihasilkan oleh setiap KK per harinya menurut Bapak Su adalah berkisar 2,67 kg/kk yang terdiri dari 60 persen sampah organik, 28 persen sampah anorganik, 2 persen sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), dan 10 persen sampah kertas. Dalam waktu 3 bulan kompos padat yang bisa dihasilkan mencapai kurang lebih satu hingga tiga ton per bulan. Sedangkan untuk kompos cair, hasilnya mencapai 100 liter per bulan dengan catatan bahwa kompos cair ini diproduksi oleh 40 KK. Kegiatan ini mampu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) hingga 80 persen. Kompos padat dan cair tidak hanya dikonsumsi oleh warga saja tetapi juga dijual pada acara-acara pameran atau bazar yang diadakan empat hingga lima kali dalam setahun. Jumlah kompos yang terjual dalam satu kali pameran atau bazaar dapat mencapai 10 hingga 15 kilogram dengan harga Rp. 3.500 per kantong (satu kantong = tiga kilogram). Produk daur ulang dari kertas, styrofoam dan sampah anorganik juga dipamerkan dalam kegiatan tersebut. 5.3.1 Pembuatan Pupuk Kompos dengan Sistem Bokasi Warga Kampung Rawajati melakukan kegiatan pembuatan pupuk kompos untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi tanaman yang ditanam di sekitar rumah mereka. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: 1. Pilah sampah yang organik.

66 2. Sampah organik tersebut kemudian dicacah atau dihancurkan. 3. Sampah yang telah dicacah kemudian dicampurkan dengan dedak atau bekatul (pakan ayam). 4. Kemudian siapkan wadah untuk membuat cairan pemercepat mencampur satu sendok EM4 (bakteri penghancur), satu sendok gula pasir dan satu liter air. 5. Campurkan antara cairan tersebut dengan sampah yang telah dicacah dan diberi dedak. 6. Masukkan campuran tersebut ke dalam suatu wadah seperti karung atau drum dan disimpan selama kurang lebih lima hari namun jangan sampai terkena hujan atau panas matahari. 7. Kemudian pupuk kompos telah siap dan dapat digunakan untuk memupuk tanaman. Pembuatan pupuk dikerjakan secara kolektif dalam kelompok pada masing-masing RT maupun perorangan. Selain itu, bagi mereka yang tidak membuat pupuk, sampah organik yang dihasilkan akan dibawa ke tempat pemotongan sampah organik yang berada di kelompok KPS, pupuk yang dihasilkan dijual untuk umum dengan harga Rp. 3.500 per kantong (ukuran tiga kilogram). 5.3.2 Daur Ulang Sampah Anorganik Sampah anorganik yang dihasilkan warga Kampung Rawajati antara lain sampah plastik, botol, kertas, besi bekas, styrofoam, busa kaca dan lain sebagainya. Sampah tersebut didaur ulang oleh warga sendiri atau melalui kelompok PKK.

67 Botol plastik, botol kaca, kaca, gelas plastik, keramik, kaleng, dan aluminium foil sebagian diambil oleh pemulung sebagai mitra dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk didaur ulang. Botol, keramik, kaleng dan gelas plastik digunakan kembali untuk dijadikan pot bunga. Beberapa botol kaca yang masih bagus dan telah disterilisasi digunakan sebagai botol jamu. Kertas atau jenis yang tergolong kertas seperti buku, karton, koran yang masih bersih dikumpulkan di tempat penampungan berdasarkan kelompok untuk kemudian dijual ke tukang loak yang hasilnya untuk kas PKK. Selain itu juga didaur ulang oleh kelompok remaja atau juga PKK untuk dibuat menjadi kerajinan tangan. Sampah kain seperti kain perca dibuat untuk kerajinan tangan. Hasil daur ulangnya antara lain keset, taplak, bed cover, tatakan gelas, alas piring dan selimut. Sampah berupa plastik kemasan seperti bekas kemasan sabun cuci, kopi dan pembersih lantai juga didaur ulang. Sampah ini didapat dari sampah rumah tangga sekitar. Bahan ini cukup sulit didapat sehingga bagi warga yang tidak memanfaatkan plastik tersebut dapat menjual ke kelompok PKK untuk dibeli dengan harga Rp 5.000,- per kilogram namun sudah dibersihkan terlebih dahulu. Plastik ini akan dibuat menjadi produk baru berupa tas tangan, dompet dan tas pinggang. Pelatihan diadakan untuk menghasilkan produk yang bagus dan sesuai standar, karena selain untuk dijual eceran, juga ada pesanan dari pihak luar untuk menghasilkan produk tersebut dalam jumlah tertentu. Dalam upaya memenuhi pesanan tersebut, PKK mendatangkan pelatih dari luar untuk memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan. Pelatihan ini ditujukan untuk anggota PKK yang ingin menekuni usaha sampingan tersebut.

68 5.4 Ikhtisar Pengelolaan lingkungan di wilayah Kampung Rawajati merupakan kegiatan yang didasari oleh kepedulian warga terhadap lingkungan. Upaya ini dilakukan tidak hanya untuk menjaga kebersihan, kenyamanan dan keindahan di wilayah Kampung Rawajati, melainkan juga dipandang sebagai kegiatan yang dapat mendatangkan manfaat. Manfaat tersebut antara lain bertambahnya pengetahuan, keterampilan dan dapat memberikan pendapatan tambahan. Pengelolaan lingkungan Kampung Rawajati meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan dan menekankan pada Peran Masyarakat sebagai kunci utama sehingga pengelolaan ini merupakan pengelolaan berbasis masyarakat (Budi 2004). Hal ini juga didukung dengan kesadaran dan sumberdaya yang warga miliki serta mendefinisikan sendiri kebutuhan, keinginan dan aspirasi serta membuat keputusan demi kesejahteraannya.

69 BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1 Karakteristik Individu Karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah beban keluarga, pengalaman berkelompok dan lama tinggal. Karakteristik jenis kelamin responden tidak dianalisis pada penelitian ini, melainkan sebagai data tambahan. Hasil penelitian mengenai karakteristik individu tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Individu, Kampung Rawajati, 2008 Karakteristik Individu Jumlah Persentase Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Jumlah Beban Keluarga Pengalaman Berkelompok Lama Tinggal Laki-laki 54 54 Perempuan 46 46 Jumlah 100 100 > 51 tahun 50 50 51 tahun 50 50 Jumlah 100 100 > SMP 88 88 SMP 12 12 Jumlah 100 100 > Rp 2.456.000,00 39 39 Rp 2.456.000,00 61 61 Jumlah 100 100 > 3 orang 26 26 3 orang 74 74 Jumlah 100 100 Tinggi 41 41 Rendah 59 59 Jumlah 100 100 > 35 tahun 48 48 35 tahun 52 52 Jumlah 100 100

70 6.1.1 Umur Umur responden rata-rata adalah 51 tahun. Dalam penelitian terambil responden dengan proporsi yang sama antara yang tua maupun yang muda yaitu masing-masing sebanyak 50 orang. Walaupun demikian sebagian besar warga di Kampung Rawajati merupakan warga dengan umur yang relatif tua. Hal ini karena sebagian besar dari warga Kampung Rawajati adalah pensiunan TNI AD. Umur responden termuda adalah 25 tahun dan yang tertua adalah 80 tahun. 6.1.2 Tingkat Pendidikan Responden dengan tingkat pendidikan lebih dari menengah pertama atau SMP sebanyak 88 orang. Responden berpendidikan SMP ke bawah sebanyak sepuluh orang. Sisanya adalah responden dengan pendidikan SD sebanyak dua orang. Hal ini karena sebagian besar dari warga Kampung Rawajati adalah pensiunan TNI AD yang berpendidikan menengah ke atas. 6.1.3 Tingkat Pendapatan Penghasilan reponden berkisar antara Rp 300.000,00 hingga Rp 7.000.000,00. Rata-rata pendapatan dari responden adalah sebesar Rp 2.456.000,00. Sebanyak 61 orang responden memiliki pendapatan di bawah rata-rata dan 39 orang berpendapatan di atas rata-rata. Banyaknya pendapatan di atas rata-rata juga karena sebagian besar responden merupakan purnawirawan dengan pendapatan dari dana pensiunan yang sebagian besar sama, yaitu di atas Rp 2.000.000,00.

71 6.1.4 Jumlah Beban Keluarga Jumlah beban keluarga adalah banyaknya anggota keluarga atau orang yang harus ditanggung untuk dihidupi. Rata-rata jumlah beban keluarga responden adalah tiga orang. Jumlah anggota keluarga responden terkecil adalah satu anggota keluarga dan terbesar adalah tujuh anggota keluarga. Dari semua responden sebanyak 26 orang memiliki jumlah beban keluarga lebih dari tiga orang dan sebanyak 74 orang mempunyai jumlah beban keluarga kurang dari tiga orang. Sebagian besar responden memiliki jumlah beban keluarga kurang dari tiga orang karena mereka merupakan purnawirawan atau pensiunan yang tidak lagi memiliki tanggungan anak dan kebanyakan anak mereka tinggal di tempat yang berbeda atau telah berkeluarga. 6.1.5 Pengalaman Berkelompok Pengalaman berkelompok ditunjukan dari pernah atau tidaknya responden menjadi anggota suatu kelompok/lembaga/organisasi. Hal ini dinilai dari skor yang mencakup banyaknya kelompok/lembaga/organisasi, posisi dalam lembaga/organisasi yang diikuti dan lamanya responden mengikuti suatu kelompok/lembaga/organisasi. Rata-rata responden memiliki pengalaman berkelompok yang rendah yaitu sebanyak 59 orang. Lainnya sebanyak 41 orang mempunyai pengalaman berkelompok yang tinggi. Mereka rata-rata pernah mengikuti kelompok arisan yang ada di tingkat RT. Selain itu mereka juga ada yang pernah menjadi anggota Dharma Wanita, anggota koperasi, PKK dan Kelompok Penangkar Swadaya.

72 6.1.6 Lama Tinggal Rata-rata responden telah tinggal di Kampung Rawajati selama 35 tahun. Reponden dengan lama tinggal lebih dari 35 tahun sebanyak 48 orang. Sebanyak 52 responden telah tinggal di daerah ini selama kurang dari 35 tahun. Seperti kebanyakan daerah kota besar, Kampung Rawajati memang didiami oleh sebagian besar warga pendatang atau bukan asli dari wilayah ini. Hal juga ini dilihat dari sebagian besar dari wilayah Kampung Rawajati adalah komplek perumahan TNI AD. 6.2 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang menjadi faktor eksternal responden yaitu metode dan pelayanan kegiatan. Data mengenai pelaksanaan pengelolaan lingkungan tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Metode Kegiatan Pelayanan Kegiatan Jumlah Persentase Dua arah 97 97 Satu arah 3 3 Jumlah 100 100 Tinggi 96 96 Rendah 4 4 Jumlah 100 100 6.2.1 Metode Kegiatan Metode yang dilakukan penggerak dalam kegiatan pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati, menurut sebagian besar responden bersifat interaktif atau dua arah sebanyak 97 persen. Kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan serta himbauan dalam pengelolaan lingkungan yang dilakukan pihak penggerak menurut warga telah memberikan mereka kesempatan untuk menyuarakan apa

73 yang warga rasakan mengenai suatu kegiatan. Responden menganggap para penggerak menempatkan dirinya sejajar dengan mereka. Responden merasa bebas menyampaikan ide, masukkan atau keberatannya terhadap suatu kegiatan dalam pengelolaan lingkungan, berikut komentar seorang warga: Kegiatan disini merupakan hasil musyawarah warga, tiap RT juga bisa memberikan usul atau keberatan atas kegiatan yang akan dilaksanakan dan sama-sama mencari solusi dari permasalahan yang ada.(bpk Rg) 6.2.2 Pelayanan Kegiatan Pelayanan oleh penggerak dalam pengelolaan lingkungan menurut sebagian besar responden sudah baik atau mencukupi. Awal dari kegiatan pengelolaan lingkungan ini memang diberikan bantuan seperti tanaman dan pot. Selain itu pada awalnya warga masih menyediakan sendiri tempat sampah yang sederhana. Pengelola juga melakukan pelatihan-pelatihan dalam budidaya tanaman dan daur ulang sampah. Seiring berjalannya pengelolaan lingkungan ini, warga Kampung Rawajati memperoleh bantuan dari beberapa instansi, seperti dari Dinas Kebersihan atau dari LSM. Bantuan ini berupa tempat sampah dengan masing-masing jenisnya, chopper atau mesin pemotong sampah organik untuk kemudian dijadikan pupuk. Berikut komentar warga: Dulunya kita memang dikasih pot sama tanamannya tapi itu juga gak banyak. Tempat sampah juga cuma pake plastik yang udah dipisah oraganik dan anorganik. Namanya juga swadaya masyarakat De yah gini. Terus seiring kita dilihat orang-orang dari berbagai pihak baru kita dikasih bantuan kayak tempat sampah dan pemotong sampah.(bpk Sp)

74 BAB VII TINGKAT PARTISIPASI WARGA KAMPUNG RAWAJATI DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN 7.1 Tingkat Partisipasi Warga Kampung Rawajati dalam Pengelolaan Lingkungan Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara aktif dalam mengikuti suatu kegiatan. Bentuk partisipasi masyarakat Kampung Rawajati adalah dalam mengelola lingkungan, mulai dari proses perencanaan sampai dengan proses evaluasi kegiatan itu sendiri. Indikator partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan meliputi sikap dan peranannya dalam tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) yaitu pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi kegiatan. Ukuran yang menyatakan tingkat partisipasi masyarakat adalah dengan menjumlahkan skor total pada tahap-tahap partisipasi yang diperoleh dari masing-masing responden. Responden yang memiliki partisipasi tinggi adalah responden yang total skornya lebih dari 24, sedangkan responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah adalah responden dengan total total skor kurang dari atau sama dengan 24. Secara umum, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Partisipasi Warga Kampung Rawajati Lingkungan, 2008 dalam Pengelolaan Tingkat Partisipasi Jumlah Persentase Rendah 13 13 Tinggi 87 87 Jumlah 100 100 Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa 87 persen responden memiliki partisipasi tinggi, sedangkan 13 persen responden memiliki partisipasi rendah.

75 Tingkat partisipasi tinggi ini dapat dilihat dari aktifnya masyarakat dalam berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan, baik dalam penghijauan, pengomposan, pendaur ulangan serta kerja bakti di sekitar lingkungannya. Tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati dalam pengelolaan lingkungan dilihat dari tahapan partisipasi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap-tahap Partisipasi, Kampung Rawajati, 2008 Tingkat Partisipasi Tahap-tahap Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % Pengambilan Keputusan 38 38 62 62 100 (100%) Pelaksanaan 81 81 19 19 100 (100%) Menikmati Hasil 99 99 1 1 100 (100%) Evaluasi 76 76 24 24 100 (100%) Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi warga pada tahap pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi cenderung tinggi. Tingkat partisipasi terendah terdapat pada tahap pengambilan keputusan yaitu sebanyak 62 persen responden. Tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan rendah karena keterlibatan mereka dalam hal pemikiran baik berupa sumbangan ide, pendapat, masukkan atau kritikan, materi rendah. Keterlibatan mereka dalam rapat kegiatan pengelolaan yang utama biasanya hanya dihadiri oleh aparat RT seperti ketua, wakil atau sekretaris serta orang yang mewakili aparat untuk menghadiri rapat jika aparat tersebut berhalangan untuk hadir. Rapat-rapat atau sosialisasi awal yang biasanya juga disampaikan di sela-sela kegiatan pada RT seperti arisan misalnya, mereka juga sebagian besar masih sekedar hadir. Tahap menikmati hasil merupakan tahap partisipasi yang tertinggi yaitu sebanyak 99 persen. Mereka menyatakan bahwa dari kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan yang ada di Kampung Rawajati dapat memberikan hal

76 yang positif. Kegiatan tersebut tidak hanya memberikan hasil berupa lingkungan yang bersih dan sehat, tetapi juga tambahan keterampilan dalam pengelolaan lingkungan yang dapat mereka manfaatkan untuk memperoleh keuntungan berupa tambahan pendapatan, khususnya dalam budidaya pembibitan untuk dijual, pengaomposan, serta daur ulang sampah plastik menjadi tas. Pelaksanaan dari pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati juga tinggi, yaitu sebanyak 81 persen. Hal ini karena warga sebagian besar telah menanam tanaman untuk penghijauan. Mereka juga telah memilah sampah antara organik dan anorganik walaupun sebagian belum mendaur ulang sampah organik untuk dijadikan pupuk dan sampah plastik untuk dijadikan barang bernilai jual. Namun mereka memanfaatkan sampah seperti botol atau kaleng untuk dijadikan tempat pohon untuk menambah hijau lingkungan mereka. Tingkat partisipasi pada tahap evaluasi menunjukkan 76 persen tinggi dan 24 persen responden rendah. Hal ini karena dalam kegiatan evaluasi utama tidak hanya dihadiri oleh para pengelola tetapi juga didukung oleh aparat RT atau diwakilkan kepada orang lain. Pada tiap kegiatan pengelolaan responden tetap mengevaluasi walaupun hanya sekedar memberikan masukkan atau laporan secara lisan mengenai apa yang sudah dikerjakan beserta kendalanya pada tiap aparat RT atau orang yang bertanggung jawab pada suatu kegiatan. Partisipasi warga Kampung Rawajati dalam tahap pengambilan keputusan masih rendah, namun mereka memiliki partisipasi tinggi pada tahap pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa warga cenderung masih pada tahap mobilisasi dan belum merupakan partisipasi aktif (kemandirian). Seiring dengan manfaat yang dirasakan dan masukan bagi pengelola, maka

77 muncul trust terhadap pengelola, kesadaran lingkungan, dan kebanggan dari penghargaan yang diperoleh Kampung Rawajati. Warga memiliki trust atau kepercayaan yang tinggi pada elit RW maupun pengelola kegiatan. Kepercayaan warga terhadap elit RW atau pengelola mendasari tingginya pelaksanaan partisipasi dan kurang terlibatnya warga dalam perencanaan atau tahap pengambilan keputusan karena warga telah mempercayai para elit tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari kondisi daerah Kampung Rawajati yang merupakan wilayah perkotaan yang padat, sehingga warganya memiliki kesibukkan sendiri baik dalam pekerjaan ataupun urusan rumahtangga. Berikut keterangan seorang warga: saya mah ga ikut PKK atau KPS. Saya masih kerja jdai ga bisa ikut begituan. Saya ikut nanem-nanem gini emang disuruh penguruspengurusnya. Tapi lama-lama ternyata enak juga liat lingkungan kayak gini bersih, hijau. (Ibu Na) Kesadaran warga mengenai pentingnya kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar tempat tinggal juga mendasari tingginya pelaksanaan pengelolaan lingkungan Kampung Rawajati. Seiring dengan perubahan yang dirasakan dari kondisi lingkungan sebelum dan sesudah pelaksanaan pengelolaan lingkungan, maka warga memiliki kesadaran untuk tetap menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih, nyaman dan sehat, seperti keterangan berikut: awalnya emang susah banget buat ngajak warga buat nanem, milah, tapi lama-lama setelah ngerasain manfaatnya mereka mulai sadar. Ada juga yang bahkan jadi hobi nanem tanaman hias apalagi yang bisa dibisnisin. (Pak Da) Kampung Rawajati telah mendapatkan berbagai penghargaan dalam pengelolaan lingkungan sehingga masyarakat berusaha untuk tetap menjaga predikat yang pernah diraih. Penghargaan bagi Kampung Rawajati sebagai Kampung Agrowisata membuat kampung ini seringkali didatangi tamu-tamu dari

78 wilayah Jakarta hingga luar Jawa, baik untuk sekedar melihat-lihat, studi banding hingga sebagai percontohan untuk diterapkan ditempat lain. Hal ini juga menjadikan warga memiliki kebanggaan tertentu terhadap lingkungan dan berusaha untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan, seperti penuturan warga berikut: daerah sini pernah menangin beberapa lomba dan penghargaan di bidang lingkungan kayak piala Kalpataru, terus juga kan disini sering didatengin tamu yang pengen tahu gimana pengelolaan disini dari situ saya terdorong buat tetap menjaga lingkungan (Pak Ha) 7.2 Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan 7.2.1 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Menurut Silaen (1998), semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru. Tabel 9. Jumlah Responden Menurut Umur dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Umur Tingkat Jumlah Tua Muda Partisipasi n % n % n % Tinggi 46 92 41 82 87 87 Rendah 4 8 9 12 13 13 Jumlah 50 100 50 100 100 100 Tabel 9 menunjukkan bahwa pada responden berumur tua memiliki partisipasi tinggi yaitu sebesar 92 persen, sedangkan 8 persen responden memiliki partisipasi rendah. Hal ini juga tidak jauh berbeda pada responden berumur muda, yaitu sebesar 82 persen memiliki partisipasi tinggi dan sebesar 12 persen memiliki partisipasi rendah. Tingkat partisipasi responden berumur tua dan muda tidak jauh

79 berbeda, namun terdapat kecenderungan bahwa responden berumur tua memiliki partisipasi tinggi dalam pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati. Hal ini wajar jika memperhatikan bahwa sebagian besar warga Kampung Rawajati merupakan kompleks Zeni TNI AD yang dihuni oleh para purnawirawan TNI AD. Selain itu, mereka menyalurkan hobi mereka yaitu bertanam sambil ikut menjaga lingkungan agar tetap hijau. Berikut komentar seorang warga Kampung Hijau: Disini emang sebagian besar komplek TNI yang orangnya purnawirawan TNI, mereka setelah pensiun memang tergerak untuk terjun ke masyarakat dan lingkungannya. Saya juga purnawirawan, dan saya pada hobi sama tanaman jadi penghijauan disini bisa terwujud. (Bapak Pa) Warga berumur muda pada wilayah ini sebagian besar bekerja. Mereka memiliki kesibukkan dengan waktu kerja yang padat dan urusan rumah tangga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang warga berumur muda: Kalo saya masih kerja, jadi saya jarang ikut kumpul-kumpul di RT. Tapi saya diberi tahu jika ada acara arisan, kerja bakti atau pelatihan. Walaupun saya tidak ikut rapat tapi saya tetap ikut kerja bakti supaya lingkungan tetap bersih.(ibu Fi) Berdasarkan uji statistik dengan uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh hasil nilai korelasi sebesar 0,149. Hal ini mengindikasikan bahwa antara umur dan tingkat partisipasi berhubungan positif dan sesuai dengan penjabaran di atas. Hasil P value hubungan tersebut sebesar 0,70 sehingga jika dibandingkan dengan taraf nyata 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dan tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa baik responden dengan golongan umur tua maupun muda memiliki kesadaran untuk mengelola lingkungan.

80 7.2.2 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Pangestu (1995) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah memberi informasi dan pembinaan. Selain itu ia juga menyebutkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah, karena semakin banyak alternatif baginya untuk mencari kegiatan di luar suatu kegiatan. Tabel 10. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Tingkat Pendidikan Tingkat Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % n % Tinggi 76 86,83 11 91,67 87 87 Rendah 12 13,17 1 8,33 13 13 Jumlah 88 100 12 100 100 100 Hasil pada Tabel 10 menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi adalah 91,67 persen responden dengan tingkat pendidikan yang rendah, sedangkan 8,33 persen responden berpendidikan rendah memiliki partisipasi rendah. Sebanyak 86,83 persen dari responden berpendidikan tinggi. memiliki partisipasi rendah dan 13,17 persennya memiliki partisipasi rendah. Tingkat partisipasi antara responden berpendidikan tinggi tidak jauh berbeda dengan responden berpendidikan rendah, walaupun pada responden berpendidikan rendah memiliki kecenderungan yang tinggi dalam berpartisipasi. Responden dengan tingkat pendidikan yang rendah lebih tertarik untuk mencoba sesuatu yang baru terutama dalam penghijauan, pendaur ulangan sampah serta pemanfaatan lainnya dari pengelolaan lingkungan yang selain memberikan ilmu

81 baru bagi mereka Selain itu komentar Ibu Na yang memiliki tingkat pendidikan rendah menyebutkan: Saya misahin sampah organik dan anorganik. Yang organik saya taro dulu di tong, ntar klo uda banyak baru ditambahin bakteri sama dedak. Trus klo yang plastik kayak bekas kaleng saya pake lagi buat pot tanaman. (Ibu In) Penjabaran di atas sesuai dengan hasil uji statistik yang menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0,51 yang artinya antara tingkat pendidikan dan partisipasi memiliki hubungan negatif. Selain itu, dari hasil uji statistik Rank Spearman juga diperoleh P value sebesar 0,306 dan jika dibandingkan dengan taraf nyata 0,05 maka nilai P value lebih besar dari taraf nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan atau nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi. Selain itu dapat dikatakan bahwa bahwa baik responden dengan tingkat pendidikan tinggi maupun rendah ikut berpartisipasi dalam mengelola lingkungan. 7.2.3 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Selain umur dan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi (Pangestu 1995). Tingkat pendapatan warga Kampung Rawajati dibedakan menjadi dua kriteria yaitu pendapatan rendah dan pendapatan tinggi. Pendapatan responden dikatakan rendah apabila kurang dari atau sama dengan Rp 2.456.000,-/bulan dan dikatakan tinggi apabila lebih dari Rp 2.456.000,-/bulan. Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa responden dengan pendapatan tinggi mememiliki partisipasi yang tinggi yaitu sebesar 89,74 persen dan sebesar 10,26 persen memiliki partisipasi rendah. Responden dengan tingkat pendapatan

82 rendah sebesar 85,25 persen memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, sedangkan 14,75 persen memiliki partisipasi rendah dalam pengelolaan lingkungan. Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Tingkat Pendapatan Tingkat Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % n % Tinggi 35 89,74 52 85,52 87 87 Rendah 4 10,26 9 14,75 13 13 Jumlah 39 100 61 100 100 100 Pada kasus ini secara umum menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan tinggi menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat dengan pendapatan yang rendah mencoba untuk mendapatkan hasil sampingan dari pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati. Keterlibatan warga secara aktif dalam pengelolaan lingkungan akan membuka peluang-peluang baru untuk meningkatkan pendapatan contohnya dengan menjual hasil daur ulang plastik kemasan menjadi tas yang bernilai jual lebih tinggi khususnya bagi warga dengan pendapatan yang rendah seperti keterangan seorang warga berikut: Saya sih awalnya hanya coba-coba bikin tas dari sampah plastik buat dipakai sendiri, tapi lama-lama banyak yang tertarik bahkan ada yang pesen. Jadi sekarang mulai dijual buat orang yang mau aja, apalagi klo dateng tamu bisa nambain uang belanja sekalian hobi ngejahit. (Ibu En) Hasil koefisien korelasi menunjukkan hubungan yang positif antara tingkat pendapatan dan tingkat partisipasi yaitu sebesar 0,065. Hasil diatas juga diperkuat dengan hasil uji statistik Rank Spearman menunjukkan nilai P value dari korelasi tingkat pendapatan dan tingkat partisipasi sebesar 0,260 dan nilai ini melebihi taraf kepercayaan 0,05. Sehingga antara tingkat pendapatan dan tingkat partisipasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dalam penelitian ini atau hipotesis

83 penelitian ditolak. Hal ini menunjukkan antara responden berpendapatan tinggi maupun rendah memiliki kesadaran berpartisipasi dalam mengelola lingkungannya. 7.2.4 Hubungan Antara Jumlah Beban Keluarga dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Menurut Ajiswarman (1996), menunjukkan bahwa semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah beban keluarga dalam penelitian ini dibedakan menjadi tingi dan rendah. Jumlah beban keluarga dikatakan tinggi apabila berjumlah lebih dari tiga orang dan dikatakan rendah apabila berjumlah kurang dari atau sama dengan tiga orang. Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jumlah Beban Keluarga dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Jumlah Beban Keluarga Tingkat Jumlah Besar Kecil Partisipasi n % n % n % Tinggi 21 80,77 66 89,19 87 87 Rendah 5 19,23 8 10,81 13 13 Jumlah 26 100 74 100 100 100 Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa responden dengan jumlah beban keluarga kecil lebih banyak yaitu sebesar 74 persen, sedangkan responden yang memiliki jumlah beban keluarga yang besar hanya sebesar 26 persen. Tingkat partisipasi responden dengan jumlah beban keluarga kecil menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi yaitu sebesar 89,19 persen sedangkan 10,81 persen memiliki partisipasi rendah. Responden dengan jumlah beban keluarga yang besar menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 80,77 persen responden memiliki

84 partisipasi tinggi dan 19,23 persen menunjukkan tingkat partisipasi rendah dalam pengelolaan lingkungan. Secara umum tampak bahwa responden dengan jumlah beban keluarga besar maupun kecil memiliki partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan. Pada responden dengan jumlah beban keluarga besar cenderung memiliki partisipasi yang lebih rendah dari responden berjumlah beban keluarga kecil.. Mereka yang memiliki jumlah beban keluarga yang besar lebih banyak menekankan pada usaha atau kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka lebih memperhatikan untuk melayani anggota keluarga mereka, apalagi bagi mereka yang masih memiliki anak yang masih sekolah, namun mereka tetap melakukan pengelolaan lingkungan. Berikut penuturan seorang warga Kampung Rawajati: Wah De, kalo saya sih jarang banget ikut kumpul-kumpul buat ngurusin sampah apalagi buat kompos sama daur ulang. Soalnya anak saya masih kecil jadi saya kudu nyiapin keperluan anak saya kalo mau sekolah trus blom lagi nyiapin masak buat keluarga. Tapi kalo bersih-bersih terus misahin sampah sih ya saya kerjain (Ibu Ma) Hasil diatas juga diperkuat dengan nilai koefisien korelasi yang didapat yaitu -0,11 dan hal ini mengindikasikan bahwa hubungan kedua variabel ini negatif. Sebaliknya, hasil pengujian statistik Rank Spearman menunjukkan nilai P value sebesar 0,138 dan nilai ini lebih besar dari taraf nyata 0,05 sehingga dapat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah beban keluarga dengan tingkat partisipasi. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa baik responden dengan jumlah beban keluarga besar maupun kecil memiliki kesadaran untuk mengelola lingkungan.

85 7.2.5 Hubungan Antara Pengalaman Berkelompok dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Ajiswarman (1996) menyatakan salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan adalah pengalaman berkelompok. Seseorang yang memiliki pengalaman dalam berkelompok atau pernah menjadi anggota suatu lembaga atau organisasi maka partisipasinya dalam suatu kegiatan akan tinggi. Hal ini karena ia telah mengetahui akan manfaat dan pentingnya mengikuti suatu kegiatan. Pengalaman berkelompok dalam penelitian ini dibedakan menjadi tinggi dan rendah. Seseorang memiliki pengalaman yang tinggi apabila memperoleh skor dari kuesioner sebesar lebih dari enam skor. Sedangkan dikatakan rendah apabila skornya kurang dari atau sama dengan enam. Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Pengalaman Berkelompok dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Pengalaman Berkelompok Tingkat Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % N % Tinggi 40 97,56 47 79,66 87 87 Rendah 1 2,44 12 20,34 13 13 Jumlah 41 100 59 100 100 100 Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa responden dengan partisipasi tinggi adalah responden dengan pengalaman berkelompok yang tinggi yaitu 97,56 persen, sedangkan 2,44 persennya memiliki partisipasi rendah. Responden dengan pengalaman berkelompok rendah menunjukkan partisipasi tinggi yaitu 79,66 persen, sedangkan 20,34 persennya memiliki partisipasi yang rendah. Hal ini memberikan gambaran bahwa responden dengan pengalaman berkelompok tinggi lebih menunjukkan partisipasi tinggi dalam pengelolaan

86 lingkungan. Seorang warga Kampung Rawajati memberikan komentar sebagai berikut: Dulu saya pernah ikut pelatihan-pelatihan tentang pertanian, dan ikut anggota asosiasi pembuat jamu tradisional. Dengan pengalaman itu saya memberikan cara-cara membuat jamu dari hasil tanaman obat yang ditanam untuk penghijauan (Bpk Su) Hal ini juga diperkuat dengan nilai koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,0262 yang menunjukkan hubungan kedua variabel ini positif. Selain itu hubungan ini juga diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa nilai P value antara korelasi pengalaman berkelompok dan tingkat partisipasi adalah 0,004. Nilai lebih rendah dari taraf nyata 0,05 sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman berkelompok dengan tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis penelitian ini diterima dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pengalaman berkelompok seseorang maka semakin tinggi pula tingkat partisipasinya dalam pengelolaan lingkungan. 7.2.6 Hubungan Antara Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Murray dan Lappin (1967) menyatakan bahwa terdapat faktor internal lain, yang mempengaruhi partisipasi yaitu lama tinggal. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal. Lama tinggal seorang responden dibedakan menjadi dua yaitu tinggi bila responden telah tinggal di daerah ini selama lebih dari 35 tahun. Untuk responden

87 yang telah tinggal di daerah ini selama kurang dari atau sama dengan 35 tahun maka dikatakan rendah. Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Lama Tinggal dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Lama Tinggal Tingkat Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % N % Tinggi 45 93,75 42 80,77 87 87 Rendah 3 6,25 10 19,23 13 13 Jumlah 48 100 52 100 100 100 Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa responden dengan lama tinggal tinggi memiliki partisipasi yang tinggi pula yaitu sebesar 93,75 persen dan 6,25 persen memiliki partisipasi rendah. Pada responden dengan lama tinggal rendah menunjukkan 80,77 persen memiliki partisipasi tinggi dan 19,23 persen memiliki partisipasi yang rendah. Secara umum dapat dilihat bahwa responden dengan lama tinggal tinggi lebih menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi. Adanya dorongan rasa memiliki karena telah tinggal lama di wilayah ini, warga merespon positif kegiatan pengelolaan lingkungan. Hal ini diperkuat dengan komentar responden yang mengatakan: Dulu mah daerah sini gersang, gak ada tanaman rimbun. Rasanya panas banget kalau kemarau. Semenjak masyarakat RW 03 menggerakkan pengelolaan lingkungan saya sangat setuju trus tergerak untuk ikut kegiatan penghijauan dan hasilnya daerah sini jadi beda, hijau dan kalo pagi sejuk. Rasanya kalo udah masuk gang disini nyaman soalnya hijau semua.(bpk Ru). Demikian juga dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,193 yang artinya antara lama tinggal dan tingkat partisipasi berhubungan positif. Hasil uji statistik Rank Spearman didapat P value sebesar 0,027 yang nilai ini kurang dari 0,05 sehingga menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima sehingga hubungan kedua variabel ini signifikan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin

88 lama reponden tinggal di daerah tersebut maka semakin tinggi tingkat partisipasi mereka dalam pengelolaan lingkungan. 7.3 Hubungan Antara Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan 7.3.1 Hubungan Antara Metode Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Menurut Arifah (2002) faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi selain pelayanan yaitu metode kegiatan. Metode kegiatan yang dua arah atau interaktif dapat lebih meningkatkan partisipasi seseorang. Tabel 15. Jumlah Responden Menurut Metode Kegiatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Metode Kegiatan Tingkat Jumlah Dua arah Searah Partisipasi n % n % n % Tinggi 86 88,66 1 33,33 87 87 Rendah 11 11,37 2 66,77 13 13 Jumlah 97 100 3 100 100 100 Hasil pada Tabel 15 menunjukkan 88,66 persen responden mendapatkan metode kegiatan dua arah ternyata memiliki partisipasi tinggi dan 11,37 persen menunjukkan tingkat partisipasi yang rendah. Responden yang mendapatkan metode kegiatan searah menunjukkan partisipasi rendah sebanyak 66,67 persen dan sisanya yaitu 33,33 persen menunjukkan partisipasi yang tinggi. Secara umum responden mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Mereka dapat menyampaikan keluhan ataupun usul dalam setiap kegiatan. Hal ini memberikan dampak positif sehingga pelaksanaan dalam pengelolaan lingkungan dapat terwujud dengan baik. Seorang warga memberikan pendapatnya terhadap pengelolaan lingkungan di Kampung Rawajati sebagai berikut:

89 Setiap ada kegiatan kita selalu diberi kesempatan untuk memberikan pendapat. Kalau ada yang merasa keberatan maka ia bisa menyampaikannya dan kalau ada usul malah sangat dipertimbangkan sekali untuk kemudian menjadi perbaikan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan. (Bpk Ah) Hasil uji statistik didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0,281. Nilai tersebut menggambarkan bahwa hubungan kedua variabel positif. P value dari uji Rank Spearman hubungan dua variabel ini sebesar 0,002 dan nilai ini bahkan kurang dari taraf nyata 0,01 sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara metode kegiatan dan tingkat partisipasi dalam pengelolaan lingkungan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari nilai tersebut yaitu semakin interaktif atau dua arah suatu metode kegiatan maka semakin tinggi tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan. 7.3.2 Hubungan Antara Pelayanan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Pangestu (1995) menyebutkan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan dalam suatu kegiatan. Pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Tabel 16. Jumlah Responden Menurut Pelayanan Kegiatan dan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan, Kampung Rawajati, 2008 Pelayanan Kegiatan Tingkat Jumlah Tinggi Rendah Partisipasi n % n % n % Tinggi 86 89,58 1 25 87 87 Rendah 10 10,42 3 75 13 13 Jumlah 96 100 4 100 100 100 Pelayanan kegiatan yang tinggi atau baik menunjukkan partisipasi tinggi yaitu 89,58 persen responden dan sisanya sebesar 10,42 persen menunjukkan partisipasi rendah (Tabel 16). Sebanyak 75 persen warga merasa bahwa pelayanan

90 yang diberikan oleh pemrakarsa pengelolaan kegiatan rendah dan hal ini mengakibatkan tingkat partisipasi rendah dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Pada awal pengelolaan lingkungan khususnya penghijauan di daerah Kampung Rawajati, warga diberikan beberapa pot untuk ditanam di pekarangan mereka. Selanjutnya mereka mengeluhkan tidak adanya pot lagi untuk ditanam pohon, namun hal ini yang kemudian berawalnya pendaur ulangan sampah. Mereka dibebaskan menanam dengan wadah apa saja, bisa dari kaleng atau gelas minuman air mineral. Dua orang warga juga memberikan komentarnya mengenai pelayanan kegiatan dalam pengelolaan lingkungan sebagai berikut: Awalnya kita diberikan pot untuk menanam, namun untuk selanjutnya untuk menambah tanaman kita diperbolehkan pake wadah apa saja. Untuk rumah yang gang-gang tentunya tidak memiliki lahan, namun got-got yang ada di depan rumah atasnya ditutup pake semen, bambu atau kayu, trus dijadikan lahan untuk menanam. Hal ini menjadikan gang-gang disini jadi hijau rimbun juga bersih karena tidak ada lagi yang got mampet karena sampah. (Bpk Ya) Saya awalnya kalo belajar menjahit tas dari sampah plastik di rumah ketua PKK. Disana ada mesinjahit juga buat kita pada latihan bareng dan berbagi pengetahuan karena jahit tas dari sampah platik ini lebih susah dan disana juga kadang-kadang ada pelatihnya jadi bisa bikin tas yang bagus. (Bu Ha) Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0,376 dan P value sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelayanan kegiatan dan tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan. Hubungan kedua variabel ini bersifat positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik pelayanan suatu kegiatan pengelolaan lingkungan maka semakin tinggi tingkat partisipasi warga.

91 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan berikut: 1. Tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati dalam pengelolaan lingkungan secara umum sudah tergolong tinggi. Pada tahap pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi, partisipasi warga tergolong tinggi, namun tahap pengambilan keputusan masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi warga masih dalam tahap mobilisasi dan belum merupakan tahap artisipasi aktif (mandiri). 2. Faktor umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan beban keluarga tidak berhubungan nyata atau signifikan dengan tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati dalam pengelolaan lingkungan. 3. Faktor-faktor yang berhubungan nyata atau signifikan dari tingkat partisipasi warga Kampung Rawajati dalam pengelolaan lingkungannya yaitu pengalaman berkelompok, lama tinggal, metode kegiatan dan pelayanan kegiatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi warga lebih ditentukan oleh bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka, baik sosial maupun alam di sekitar tempat tinggal.

92 8.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tingkat partisipasi warga yang tinggi perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar pengelolaan lingkungan dapat berkelanjutan. Hal ini dapat diupayakan dengan diadakannya pelatihan atau kegiatan-kegiatan tambahan yang dapat memberikan keterampilan tambahan bagi warga dan pemberian apresiasi atau penghargaan bagi warga yang melakukan pengelolaan lingkungan secara terpadu berupa hadiah maupun piala bergilir, namun sebaiknya apresiasi ini diberikan tidak hanya pada tingkat RT namun juga secara individu. Hal ini memberikan rasa memiliki dan pengahargaan atas upaya warga dalam pengelolaan lingkungan. 2. Penambahan jenis produk hasil daur ulang plastik yang masih dapat diolah menjadi barang lain sehingga akan menarik warga untuk lebih giat mengelola lingkungan dan juga memberikan tambahan usaha bagi mereka. 3. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berkaitan dalam pengelolaan lingkungan. Diharapkan mereka mendapatkan berbagai tambahan pengetahuan atau keterampilan yang baru dalam pengelolaan lingkungan. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan melihat pengelolaan lingkungan berdasarkan stratifikasi sosial dan penelitian yang bersifat kualitatif.

93 DAFTAR PUSTAKA Adjid, D. A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Bandung: Orbit Sakti. Ajiswarman. 1996. Partisipasi Perantau Minang dalam Pembangunan Pedesaan (Studi Kasus: Kelompok Tani Subur Jaya, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arifah, N. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) (Studi Kasus di Kelompok Tani Subur Jaya, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Budi, D. S.2004. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. CIDA. Canada. Cernea, M. 1988. Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan. Universitas Indonesia. Jakarta. Cohen dan Uphoff. 1977. Rural Development: Concept and Measures for Project Design, Implementation, and Evaluation. New York: Cornel University. Dharmawan, A. H. 2002. Pengembangan Komunitas dan Pedesaan yang Berkelanjutan. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB. Dianawati, I. 2004. Dinamika Kelompok dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Proyek Pengembangan Ketahanan Pangan (Kasus Kelompok Tani Rukun Makmur, Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irwan, Z. D. 2002. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Keraf, A. S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Marzali, A. et al. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Matrizal, I. 2005. Partisipasi Masyarakat dalam Program Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Pemukiman Di Kota Banda Aceh-Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

94 Murray, R and Lappin B. W. 1967. Community Organization: Theory, Principles and Practice, 2 nd Eds. New York: Harper and Row Publisher. Nasdian, F. T. 2003. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Natsir, A. 1986. Peranserta Masyarakat dalam Penanggulangan Penyakit Schistosomiasis di Sulawesi Tengah. Tesis. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Nuryanto, N. 2008. Pembangunan Lingkungan dengan Memanfaatkan Potensi Sumberdaya Sampah. Rawajati Nurjaya, I N. 2008. Kearifan lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. http://manifestmaya.blogspot.com/2008/01/kearifan-lokal-danpengelolaan.html. diakses 20 Januari 2008. Pangestu, M. H. T. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Resosoedarmo, S et al. 1987. Pengantar Ekologi. Bandung: Penerbit Remadja. Sajogyo. 1998. Menuju Kemandirian Masyarakat. Prisma No. 1 Tahun XVII. Jakarta: LP3ES. Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: PT Cidesindo. Siahaan, N.H.T. 2003. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Silaen, S. B. J. 1998. Partisipasi Anggota Kelompok Masyarakat Desa Tertinggal Pada Kegiatan Proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singarimbun, M. 1989. Metode Penelitian dalam Metode Penelitian Survai. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed). Jakarta: LP3ES. Soerjani, M, Ahmad R, Munir R. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan. Jakarta: UI Press. Soetaryono, R. 2000. Dimensi Operasional Konsep Lingkungan Hidup Sosial dalam Kisi-kisi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan Lingkungan Sosial yang diselenggarakan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

95 Suparmono. 2008. Banjir, Longsor, dan Pengelolaan DAS. http://www.mediacenter.or.id/article/43/tahun/2008/bulan/01/tanggal/08/id /3071/ diakses 28 Februari 2008. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Penjelasan Tentang Konsep, Istilah, Teori, dan Indikator serta Variabel. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Tim Penggerak PKK. 2005. Progress Report dalam Lomba Pelaksana Terbaik Lingkungan Bersih dan Sehat Tingkat Nasional. Rawajati. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wardana, W. A. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Andi Offset.

Lampiran 1. Lokasi Kampung Rawajati, Jakarta Selatan 72 96

97 Lampiran 2. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 73 Correlations Spearman's rho umur tingkat pendidikan tingkat pendapatan beban pengalaman lama tinggal metode kegiatan pelayanan kegiatan tingkat partisipasi *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N tingkat tingkat metode pelayanan tingkat umur pendidikan pendapatan beban pengalaman lama tinggal kegiatan kegiatan partisipasi 1.000 -.062 -.144 -.091 -.224*.520**.176*.204*.149..271.077.183.013.000.040.021.070 100 100 100 100 100 100 100 100 100 -.062 1.000.232* -.132.120 -.015 -.065 -.075 -.051.271..010.095.117.442.260.228.306 100 100 100 100 100 100 100 100 100 -.144.232* 1.000 -.053.125.053 -.100 -.151.065.077.010..299.107.302.162.067.260 100 100 100 100 100 100 100 100 100 -.091 -.132 -.053 1.000 -.216* -.159 -.163 -.228* -.110.183.095.299..015.057.053.011.138 100 100 100 100 100 100 100 100 100 -.224*.120.125 -.216* 1.000 -.068.027.066.262**.013.117.107.015..250.393.256.004 100 100 100 100 100 100 100 100 100.520** -.015.053 -.159 -.068 1.000.169*.196*.193*.000.442.302.057.250..046.025.027 100 100 100 100 100 100 100 100 100.176* -.065 -.100 -.163.027.169* 1.000.562**.281**.040.260.162.053.393.046..000.002 100 100 100 100 100 100 100 100 100.204* -.075 -.151 -.228*.066.196*.562** 1.000.376**.021.228.067.011.256.025.000..000 100 100 100 100 100 100 100 100 100.149 -.051.065 -.110.262**.193*.281**.376** 1.000.070.306.260.138.004.027.002.000. 100 100 100 100 100 100 100 100 100

98 Lampiran 3. Struktur Kepengurusan RW 03 Periode 2007-2010 74 Ketua H. Anis Haryono, SE Wakil Ketua Bid Agro Soepardi Wkl Ketua Bid Peranan Wanita Hj. Ninik Nuryanto Wakil Ketua Bid Kesra H. Temu Widodo Wkl Ketua Bid Usaha dan Pemuda Samuel Sutanto Penasehat H. M. Amran H. A. Syamhudi, SE Sekretaris I. Napon Hadikaryanto II. Zenal Muttagien Humas Imron Rosidi Bendahara I. Zulfitri II. Darti Andi Seksi Rohani Islam Ust. Nurfajri Ust. Syarif H. Seksi Rohani Kristen Cristomus D. Seksi Sosial M. Ketang Neng Roro Seksi Sarana dan Prasarana Ngadiun T. Suhardjoni Seksi Pertamanan dan Kebersihan Suwaryoto Dedy K. Seksi Seni dan Agro R. Awarso Seksi Keamanan Hasan Gani Seksi Peranan Wanita Sutik Ngatio Nita Hertuty Seksi Wirausaha Hari M. Budiyanto Seksi Pemuda dan Olahraga Fajar W. Firlia Ayu A. RT 01 Ketua M. Wandi Sekretaris Supena Bendahara Chairudin RT 02 Ketua Andika M. Sekretaris Turiman Bendahara Siti Masitoh RT 03 Ketua Mukhtar Sekretaris Maeran Bendahara Ngadio RT 04 Ketua Purwanto Sekretaris Ilham Bendahara Joni Adi RT 05 Ketua Setyastuti Sekretaris Dewi S. Bendahara Yudi H. RT 06 Ketua Medi R. Sekretaris Dinihari L. Bendahara Suwaryanto RT 07 Ketua Nanang W. Sekretaris Kasijan Bendahara Suparjo RT 08 Ketua Rohmani Sekretaris Mujamal Bendahara Regianto RT 09 Ketua S. Romelah Sekretaris Aris F. Bendahara Imas D. S. RT 10 Ketua Salim Sekretaris Yan R. Bendahara Dedi B.

99 Lampiran 4. Struktur Kepengurusan PKK RW 03 Periode 2007-2012 75 Ketua Hj. Ninik Nuryanto Dewan Penyantun Ketua RW 03 H. Anis Haryono, SE Wakil Hj. Sri Hardiyati Amran Sekretaris Ibu Darti Bib Bendahara Ibu Hj. Yayah Anis Pokja 1 Ibu Hj. Rosmani Pokja 2 Ibu Neneng Amalia Pokja 3 Ibu Ema Waryoto Pokja 4 Ibu Lies Rantnaningtyas Pokja 5 Ibu Sutik Ngatiyo

100

101 Lampiran 5. Dokumentasi 76 Foto 1. Suasana Diskusi Warga dengan Pengunjung Foto 5. Suasana Asri di Taman PKK Foto 2. Pelatihan Pembuatan Tas dari Sampah Plastik Foto 6. Kantor RW 03 Rawajati Foto 3. Produk Recycle dari Sampah Foto 7. Suasana Salah Satu Gang di Kampung Rawajati Foto 4. Tempat Sampah Organik dan Anorganik di Depan Rumah Foto 8. Sosialisasi Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Kampung Rawajati