I. PENDAHULUAN. 19,30 juta ha (BPS, 2015). Curah hujan yang tinggi membuat Indonesia menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xviii. DAFTAR LAMPIRAN... xx I. PENDAHULUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas, kuatitas, dan kontinyutasnya. maupun dalam bentuk kering (Susetyo, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sebagai salah satu sumber protein hewani untuk

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

PEMBUATAN BIOPLUS DARI ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 2, Juni 2014

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Pada tahun 2013, luas areal perkebunan di Indonesia mencapai 70,449,000 juta ha (BPS, 2013). Luas perkebunan serai wangi di Indonesia telah mencapai 19,30 juta ha (BPS, 2015). Curah hujan yang tinggi membuat Indonesia menjadi negara yang subur sehingga menyebabkan mata pencaharian rakyatnya banyak yang bertani dan beternak, salah satu yang saat ini mulai dikembangkan kembali yaitu serai wangi. Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Komponen utama minyak serai wangi adalah sitronela dan geraniol yang masing-masing mempunyai aroma yang khas. Baik minyak sebagai komponen utama, maupun turunannya banyak digunakan dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan farmasi. Minyak atsiri serai wangi juga dapat digunakan sebagai insektisida, nematisida, anti jamur, anti bakteri, dan pembasmi hama gudang. Melihat banyaknya manfaat dari serai wangi menyebabkan kebutuhan pasar serai wangi meningkat 3-5%/ tahun sehingga pada saat ini serai wangi mulai dikembangkan kembali. Indonesia sejak masa-masa sebelum Perang Dunia II menjadi pengekspor utama komoditi tersebut. Di Indonesia mulai dikembangkan kembali di berbagai daerah salah satunya di Sumatera Barat kota Solok yang menjadi sentra pengembangan tanaman serai wangi. Menurut laporan Dinas Pertanian Kota Solok (2014), luas perkebunan tanaman serai wangi telah mencapai 25,5 Ha. Pengolahan serai wangi yaitu dengan cara penyulingan untuk menghasilkan 1

minyak atsiri dan dari proses penyulingan akan dihasilkan limbah. Penelitian yang dilakukan oleh Sukamto dan Djazuli (2011) membuktikan bahwa kandungan nutrisi limbah serai wangi cukup baik, dimana kandungan proteinnya yaitu 7,00%, lebih tinggi dari jerami padi yang hanya 3,93 %. Kandungan nutrisi lainnya yaitu ; lemak 2,3%, energi 3353,00 (kkal/ge/kg), serat kasar 25,73%, kalsium 0,35%, fospor 0,14% dan abu 7,91%. Komposisi nutrisi dari limbah serai wangi cukup menjanjikan sebagai sumber pakan serat alternatif pengganti rumput untuk ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah serai wangi sebagai pakan terkendala oleh beberapa faktor diantaranya; limbah serai wangi yang baru disuling mengandung air yang cukup tinggi, sehingga cepat busuk dan berjamur disamping itu juga masih mengandung minyak atsiri yang dapat menggangu kinerja mikroba rumen. Ortiz (1987) juga melaporkan bahwa limbah penyulingan serai wangi mengandung lignin yang cukup tinggi yaitu 11,1% sehingga kecernaannya rendah. Kendalakendala tersebut dapat dikurangi melalui teknologi pengolahan dengan amoniasi urea. Ternak ruminansia mempunyai keuntungan lebih dibandingkan dengan ternak monogastrik. Hal ini terjadi karena ternak ruminansia mamanfaatkan pakan berserat tinggi dan non protein nitrogen (NPN). NPN dan protein yang bermutu rendah akan didegradasi didalam rumen menjadi NH3 yang selanjutnya dirubah menjadi protein bermutu tinggi (Siregar, 2016) dimana 82% mikroba rumen memerlukan amonia untuk pertumbuhannya (Sutardi,1979). Produksi asam lemak terbang (VFA), konsentrasi NH3, dan ph rumen menggambarkan tingkat fermentabilitas bahan pakan. Pemberian serat yang tinggi pada ternak ruminansia 2

akan meningkatkan kadar VFA didalam rumen. Semakin tinggi produksi VFA menggambarkan bahan sangat fermentable sehingga energi yang tersedia bagi ternak semakin banyak. Pemanfaatan VFA bagi mikroba rumen yaitu sebagai sumber energi utama dan sumber kerangka karbon yang bersama-sama dengan sumber nitrogen dari NH3 untuk pembentukan tubuh mikroba (Siregar, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016), penggunaan limbah serai wangi amoniasi hingga 75% dapat menggantikan rumput lapangan ditinjau dari produksi VFA dan NH3, yang artinya limbah penyulingan serai wangi amoniasi bertindak sebagai pengganti hijauan. Limbah penyulingan serai wangi yang di amoniasi dengan level urea 4% telah terbukti mampu menurunkan kadar lignin dari 10,83% menjadi 8,50% (Putra, 2015) Pakan konsentrat merupakan pakan sumber protein dan energi, sedangkan pakan berserat merupakan sumber energi. Peningkatan kandungan energi berkaitan erat dengan peningkatan kandungan protein pakan guna untuk mendapatkan efisiensi pertumbuhan bobot badan ternak. Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas tinggi (Nst, 2015). Penggunaan limbah penyulingan serai wangi amoniasi dalam ransum perlu penambahan konsentrat yang bertujuan untuk menutupi kebutuhan zat-zat makanan essensial yang jumlahnya kurang pada limbah penyulingan serai wangi amoniasi. Pemberian pakan tambahan ini juga untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen sehingga dapat mengoptimalkan pencernaan secara fermentasi di rumen dan memaksimalkan degradasi serat sehingga kecernaan meningkat. Namun untuk mendapatkan produksi ternak yang tinggi, pemberian konsentrat 3

dengan komposisi dan proporsi yang tepat mutlak diperlukan. Bahan-bahan tersebut kemudian diformulasikan dalam ransum yang komplit (Nst, 2015). Secara umum ransum komplit (complete feed) untuk ruminansia adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari pakan berserat dan konsentrat. Pakan komplit adalah ransum berimbang yang telah lengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi (Teguh, 2012). Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan proporsi limbah penyulingan serai wangi amoniasi dan konsentrat dalam ransum yang optimum, sehingga didapatkan formula ransum komplit yang terbaik berdasarkan parameter karakteristik cairan rumen (ph, NH3, VFA) maka dilakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Imbangan Limbah Peyulingan Serai Wangi (Cymbopogon nardus L) Amoniasi dengan Konsentrat dalam Ransum Terhadap Karaktristik Cairan Rumen (ph, NH3, VFA ) Secara Invitro. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh imbangan limbah penyulingan serai wangi amoniasi dengan konsentrat dalam ransum terhadap karaktristik cairan rumen secara in-vitro 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan imbangan limbah penyulingan serai wangi amoniasi dengan konsentrat yang optimal dalam ransum terhadap karakteristik cairan rumen secara in-vitro. 4

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran tentang imbangan limbah penyulingan serai wangi amoniasi dengan konsentrat yang optimal dalam ransum ditinjau dari karakteristik cairan rumen secara in-vitro. 1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian proporsi limbah penyulingan serai wangi (Cymbopogon nardus L) amoniasi hingga 70% dengan konsentrat 30% dalam ransum dapat mempertahankan nilai ph, konsentrasi NH3 dan produksi VFA cairan rumen 5