Teknik aplikasi dan efektivitas formula VGR untuk penurunan tingkat layu pentil kakao



dokumen-dokumen yang mirip
III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO. Abstrak

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

Volume 9, Nomor 1, Juli 2013

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. PEMBAHASAN UMUM. Produktivitas tanaman kakao di Indonesia masih tergolong rendah.

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2 (2): ISSN: Agustus 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

Sigti Fatimah Syahid dan Ika #ariska2) ABSTRACT

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

LAPORAN DEMPLOT PEMUPUKAN ORGANIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR NASA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum Lam.

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM PADA TEKNIK BUD CHIP TIGA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN NU-CLEAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STRAWBERRY

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

Eliminasi Gugur Bunga dan Buah Tanaman Kakao Theobroma cacao) dengan Suplay Hormon Auxin. Muhammad Yusuf Idris Universitas Andi Djemma ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

SKRIPSI OLEH : HONDY HARTANTO

I. PENDAHULUAN. sebagai penghias meja kerja dalam bentuk vas bunga, dan dapat dikombinasikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian energi global saat ini mencapai sekitar 400 Exajoule (EJ)

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN PENGARUH AUKSIN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

1. Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Oleh: Agus Astho Pramono dan Nurmawati Siregar

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PERLAKUAN ROOTONE F PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG Aglaonema Donna Carmen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

METODOLOGI PENELITIAN

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

PENGEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

Transkripsi:

Menara Perkebunan, 2000, 70(1), 12-19 Teknik aplikasi dan efektivitas formula VGR untuk penurunan tingkat layu pentil kakao Application techniques and effectivity of VGR formulas to reduce cherelle wilt in cacao D. SANTOSO & A. RAHMAWAN Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor 16151, Indonesia Summary Indonesia cacao plantations have relatively low productivity, which actually can be improved by reducing cherelle wilt using vegetative growth retardant (VGR) formula with proper composition. This paper describes research progress aimed to formulate molecular inducer capable of reducing cherelle wilt in cacao plantation. The main constituent of the formula was VGR of chloro choline type with additional component of a acidic buffer. Chemical environment was adjusted for better effectiveness of the formula. The application to examine the affectivity was conducted by several ways with the aqueous solution at 25 to 200 ppm. The observation was recorded twice a week. Examination in experimentation showed that foliar spray at upper side was the best among 6 methods tested. Experiments done in a commercial plantation demonstrated that VGR was able to reduce cherelle wilt in cacao. Addition of acidic buffer improved the performance of VGR formula. At 3 and 4 weeks after the treatments with the VGR formulas, cherelle wilt were decreased to become 18.8% and 39.9%. These numbers were significantly lower than the percentages of cherelle wilt on the trees sprayed only with water, which reached to 48.8% dan 64.6% at 3 and 4 weeks after treatments respectively. [Key words: Theobroma cacao, cherelle wilt, VGR formula] Ringkasan Produktivitas perkebunan kakao Indonesia relatif rendah. Usaha peningkatan produktivitasnya dapat ditempuh melalui pengurangan jumlah layu pentil kakao, dengan cara mengaplikasikan formula zat pengatur tumbuh dari jenis penghambat pertumbuhan vegetatif (VGR) berkomposisi sesuai. Makalah ini membahas hasil penelitian tentang pengembangan suatu teknologi praktis untuk menurunkan tingkat layu pentil kakao. Sebagai komponen utama adalah VGR jenis kloro kolin dengan suplemen bufer asam. Kondisi kimiawi tertentu formula tersebut merupakan pertimbangan tambahan dalam mendapatkan keefektifan yang lebih baik. Aplikasinya dilakukan dengan berbagai cara pada tanaman yang sedang berbuah kecil (pentil) dengan konsentrasi VGR bervariasi antara 25 hingga 200 ppm. Pengamatan dilakukan secara periodik dua kali dalam satu minggu. Dari enam cara aplikasi yang diuji, penyemprotan lapis atas daun merupakan cara yang terefektif. Percobaan pada tanaman kakao di kebun percobaan maupun kebun komersial menunjukkan bahwa VGR mampu menekan layu pentil kakao. Formula VGR yang mengandung bufer asam memiliki daya pengurangan layu pentil lebih baik daripada yang tanpa bufer. Pada pengamatan 3 dan 4 minggu setelah aplikasi formula VGR, tingkat layu pentil pada pohon kakao yang disemprot dengan formula VGR berbufer hanya sekitar 18,8% dan 39,9%. Sementara itu pada pohonpohon yang hanya disemprot dengan air, layu pentil pada waktu pengamatan tersebut mencapai 48,8% dan 64,6%. 12

Santoso & Rahmawan Pendahuluan Produktivitas kebun kakao di Indonesia sangat bervariasi. Sebagai contoh, satu kebun kakao yang pengelolaannya tergolong baik, produktivitasnya bervariasi dari 300 kg/ha hingga 1.580 kg/ha (Santoso et al., 2001). Nilai rata-rata variasi produksi kakao Indonesia tersebut sekitar 900 kg/ha. Angka ini jelas tergolong rendah apabila dibandingkan dengan potensinya yaitu sekitar 3.375 kg/ha (Duke, 1983). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman kakao tersebut adalah adanya kelayuan pentil kakao. Tingkat layu pentil kakao tergolong tinggi, yaitu 70 90% dari seluruh buah kakao yang terbentuk pada satu pohon (McKelvie, 1957). Layu pentil pada kakao yang merupakan penyakit fisiologis ini diduga karena beberapa faktor. Persaingan dalam mendapatkan nutrisi yang ketersediaannya terbatas antara buah muda, buah tua dan tunas-tunas muda merupakan salah satu penyebab (Alvim, 1977). Buah menjadi layu karena kandungan fitohormon di dalam biji/buah rendah sehingga kemampuan untuk menyerap asimilat juga rendah. Studi mengenai IAA pada buah kakao memberikan indikasi bahwa translokasi karbohidrat dari jaringan sumber ke pemakai berkaitan dengan peran fitohormon tersebut (Tjasadihardja, 1987). Selain itu, bahan tanam (kultivar) dan adanya luka pada kulit buah juga dapat menjadi penyebabnya. Luka tersebut memacu aktivitas polifenol oksidase sehingga menghambat aktivitas IAA (Susanto, 1994). Laporan riset fisiologis terkini tentang fenomena layu pentil kakao menyebutkan beberapa hasil (Prawoto, 2000). Trakea tangkai pentil yang layu mengalami penyumbatan oleh lendir (mucilage) dan berkas jaringan pengangkut mati lebih awal dari jaringan sekitarnya. Selain itu, kadar giberelin dan auksin pada pentil yang layu cenderung rendah. Dinyatakan juga bahwa teknologi pengendalian layu pentil kakao masih belum menunjukkan hasil yang konsisten. Perkembangan organ reproduksi tanaman pada buah dapat dikendalikan dengan zat kimia tertentu terutama zat pengatur tumbuh (ZPT). Hormon GA dan sukrosa menginduksi pembungaan pada tanaman model Arabidopsis (Blazquez et al., 1998). Pada tanaman hortikultura, peranan ZPT untuk mengatur perkembangan sink tissue dilaporkan dan dibahas dalam beberapa publikasi (Gianfagna, 1990; Rademacher, 1995); Tzoutzoukou et al., 1998). Pada tanaman kakao usaha untuk mempelajari dan memperbaiki perkembangan buah kakao dilaporkan oleh Winarsih & Prawoto (1991), Tjasadihardja (1987), Santoso (1999), dan Prawoto (2000). Pengaruh ZPT terhadap perkembangan organ reproduksi tergantung pada aktivitas zat tersebut dan kuantitasnya. Kuantitas tersebut pada prakteknya adalah jumlah yang dapat masuk ke dalam sel target. Oleh karenanya praktek aplikasi yang efektif memegang peranan penting. Untuk NAA, efektivitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor formulasi (Schonherr et al., 2000). Laporan terdahulu menyebutkan bahwa teknik aplikasi mempengaruhi efektivitas masuknya ZPT ke dalam sel tanaman kakao (Santoso, unpublished). Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas cara-cara yang umum untuk aplikasi VGR, ZPT dari jenis penghambat pertumbuhan vegetatif, ke tanaman kakao dalam kaitannya dengan usaha untuk mengurangi tingkat layu pentil kakao. Teknik aplikasi tersebut meliputi, penyemprotan langsung ke buah, penyemprotan ke daun, olesan pada kayu dan kulit batang, serta penyiraman di sekitar pohon. Masuknya VGR ke dalam sel dan pengaruhnya terhadap turunnya layu pentil merupakan parameter yang diukur. Selain itu, lamanya VGR dapat bertahan dan 13

Teknik aplikasi dan efektivitas formula VGR. pengaruhnya juga dibahas. Pada tahap awal efektivitas VGR dalam menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman diuji secara in vitro menggunakan tanaman tembakau. Pengujian in vitro Bahan dan Metode Pengujian efektivitas VGR dilakukan secara in vitro menggunakan planlet tembakau. Kondisi kultur jaringan tembakau diuraikan sebelumnya (Santoso et al., 2001). Ke dalam media MS (Murashige & Skoog) hangat 60 o C yang mengandung 0,5 ppm BAP dan 0,2% Fitagel dicampurkan sejumlah larutan stok VGR hingga konsentrasi 2 50 ppm. Setelah media menjadi padat dan dingin, potonganpotongan batang planlet tembakau dengan 1-2 helai daun, dikulturkan pada media padat tersebut. Pertumbuhan vegetatif diamati berdasarkan panjangnya batang planlet tembakau. Aplikasi Dengan berbagai teknik, aplikasi VGR dilakukan menggunakan larutan stok dalam air pada konsentrasi 400 ppm. Keasaman larutan stok tanpa atau dengan komponen lainnya, diatur hingga ph antara 4,5 5,0. Untuk penyemprotan dilakukan langsung ke buah muda kecil (pentil) atau langsung ke daun. Untuk olesan kulit batang, terlebih dahulu kulit batang yang mati kering dihilangkan lalu laruran stok tersebut dioleskan menggunakan kuas yang halus. Cara olesan kayu mirip dengan olesan kulit batang. Penyiraman dilakukan 50 cm di seputar pohon. Aplikasi dilakukan pada keadaan teduh sore hari. Untuk tujuan pengujian efektivitas cara aplikasi dalam memasukkan VGR, parameter yang diamati adalah konsentrasi VGR yang masuk ke dalam jaringan daun. Daun dipilih sebagai jaringan target, karena sebagian besar metabolisme utama dari tanaman terjadi di daun. Dalam aplikasi VGR untuk menurunkan layu pentil kakao, parameter yang diamati adalah kuantitas pentil layu atau pentil segar yang berkembang lebih lanjut. Kuantifikasi dilakukan hingga pentil yang segar berkembang seukuran dan bebas kelayuan, yaitu lebih besar dari 10 cm atau hingga empat minggu setelah penyemprotan pertama. Penyemprotan pada buah kakao diulang pada minggu ke 3. Penyemprotan dilakukan pada saat teduh, sore atau pagi hari, dan tidak hujan hingga 3 jam setelah penyemprotan. Ekstraksi dan analisis VGR Untuk memastikan bahwa komponen aktif dari formula terserap oleh jaringan tanaman, analisis adanya komponen tersebut dilakukan dengan kombinasi antara ekstraksi dan teknik kromatografi. Kuantitas ZPT yang masuk ke dalam jaringan kakao kemudian dianalisis dengan HPLC. Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam jaringan uji yang telah dicuci bersih dengan akuades, menggunakan metanol sebagaimana diuraikan oleh Prawoto (2000) untuk analisis kandungan hormon giberelin dan auksin dalam jaringan tanaman kakao. Hasil dan Pembahasan VGR menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman. Pemakaian VGR dapat memberikan pengaruh fisiologis langsung terhadap tanaman dalam penghambatan pertumbuhan vegetatif. Untuk menguji aktivitas VGR telah dilakukan pengujian in vitro menggunakan planlet tembakau. Tampak bahwa morfologi planlet yang kerdil oleh aktivitas penghambatan pertumbuhan vegetatif dari 14

Santoso & Rahmawan. Gambar 1. Pengujian in vitro aktivitas VGR terhadap planlet tembakau. Gambar kiri adalah planlet pada media dengan 50 ppm VGR, kanan tanpa VGR Figure 1. VGR, ppm In vitro assay of VGR activity to tobacco plantlet. Left panel is the plantlet on the media with 50 ppm VGR, right is without VGR Tabel 1. Efek level VGR terhadap Pertumbuhan tumbuhan vegetatif planlet tembakau in vitro Table 1. The effect of VGR level on the growth of tobacco plantlet in vitro Panjang ruas, cm Internode, cm Jumlah daun Leaf number 0 1,1 7,5 2 1,1 7,0 5 0,7 4,5 10 0,4 6,0 20 0,3 4,3 50 0,2 3,3 VGR di dalam media kultur (Gambar 1). Secara visual sangat jelas bahwa VGR menghambat pertumbuhan memanjang pada planlet uji. Sementara itu makin tinggi kadar VGR hingga 50 ppm di dalam media kultur makin kuat pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan vegetatif planlet uji. Dengan konsentrasi uji tertinggi, pemanjangan ruas batang terhambat sekitar 81,8% yaitu dari 11 mm pada kontrol menjadi 2 mm pada planlet uji (Gambar 1). VGR juga menyebabkan terjadinya penghambatan pertumbuhan vegetatif antara lain dapat dilihat dari jumlah helai daun pada setiap planlet (Tabel 1). Makin tinggi kadar VGR dalam media kultur, jumlah helai daun dari planlet yang tumbuh pada media tersebut makin sedikit jumlahnya. Pada media yang mengandung 50 ppm VGR, jumlah daun rata-rata hanya 3,3 helai per planlet. Sementara itu pada kultur kontrol tanpa VGR jumlah rata-rata daun 7,5 helai per planlet. Aktivitas penghambatan vegetatif VGR diduga terjadi melalui penghambatan biosintesis asam giberelat (GA). Menurut Watimena et al. (1992) GA memiliki fungsi fisiologis mempengaruhi pemanjangan dan pembesaran sel dari organ. Terhadap jaringan batang menyebabkan pertambahan panjang ruas atau batangnya. Di dalam alur biosintesis giberelin, VGR berinteraksi negatif dengan enzim ent-kauren sintetase (Davies, 1995). Interaksi ini menghambat aktivitas enzim tersebut sehingga menyebabkan turunnya kadar GA di dalam sel yang pada akhirnya proses pemanjangan sel dan jaringan juga berlangsung lebih lambat. Aplikasi VGR Aplikasi senyawa bioaktif pada tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada karakteristik baik tanaman maupun senyawa tersebut. Penyiraman di sekitar pohon, cara dan hasilnya diuraikan oleh Winarsih & Prawoto (1991). Pengerokan kulit batang yang diikuti dengan olesan formula, disebutkan efektif dalam menyembuhkan pohon karet yang terserang kering 15

Teknik aplikasi dan efektivitas formula VGR. alur sadap (Siswanto, 1995). Demikian juga, penyemprotan pada daun yang sampai saat ini banyak digunakandalam aplikasi bahan kimia terhadap tanaman (Schonherr et al., 2000). Cara-cara tersebut diuji efektivitasnya dalam memasukkan VGR ke dalam sel tanaman kakao. Empat dari enam cara yang diuji menunjukan adanya efektivitas. Penyem-protan melalui daun bagian atas lebih efektif dibandingkan dengan bagian daun lainnya (Tabel 2). Efektivitas penyemprotan melalui daun terkait dengan kesesuaian sifat daun dan kondisi larutan VGR-nya. Proses transpor pasif non-ionik dapat dimodifikasi dengan mengatur kondisi larutan bahan aktif (Schonherr et al., 2000). Sedangkan lapisan atas lebih efektif daripada lapisan bawah kemungkinan terkait dengan distribusi stomata pada kedua bagian daun tersebut. Menurut Mayer et al. (1973), distrubusi dan ukuran stomata pada tanaman sangat bervariasi, tergantung dari spesies dan keadaan lingkungan dimana tanaman tersebut berkembang. Menurut Prawoto (komunikasi pribadi) stomata daun kakao hanya terdapat pada lapisan bawah daun. Oleh karena itu kemungkinan lainnya adalah efektivitas tersebut terkait dengan kesesuaian sifat fisik/kimiawi antara bahan aktif formula dengan lapisan luar organ daun kakao. Pada ph yang lebih rendah dari pka VGR menyebabkan populasi non-ionik dari molekul VGR meningkat jumlahnya. Kondisi ini memudahkan VGR masuk ke dalam sel di jaringan daun karena kesesuaian hodropobisitas antara jaringan epidermis daun dengan larutan VGR. VGR yang telah masuk ke dalam sel jaringan daun menjadi encer oleh cairan sitoplasma sel yang membuat kelarutannya lebih baik dan meningkatkan mobilitasnya di dalam jaringan tanaman kakao. Fenomena ini dikuatkan oleh data yang menunjukkan bahwa kandungan VGR yang relatif cukup tinggi juga ditemukan pada daun yang tidak disemprot atau disebut tetangga (Tabel 2). Mobilitas semacam ini secara logis akan terjadi juga pada jaringan pertunasan. VGR menurunkan tingkat layu pentil kakao Pengaruh VGR terhadap penurunan layu pentil kakao mulai terjadi pada satu minggu setelah pengamatan, dan tertinggi pada minggu ke 3. Pada minggu ke 4, pengaruh tersebut mulai melemah (Gambar3). Fenomena fisiologis ini dapat dikaitkan dengan proses molekuler dan sintesis hormon giberelin (GA). Biosintesis GA terhambat oleh masuknya VGR ke dalam sel Penambahan komponen 100 ppm Tabel 2. VGR terdeteksi dalam jaringan daun kakao setelah aplikasi Table 2. VGR detected in the cacao leaf tissue after application Metode aplikasi Application method Kontrol, H 2O Control Oles kulit batang Bark wiping Oles kayu batang Wood wiping Semprot daun atas Upper foliar spray Semprot daun atas, tetangga Upper foliar spray, next leaf Semprot daun bawah Lower foliar spray Semprot daun bawah, tetangga Lower foliar spray, next leaf Semprot buah Fruit spray Siram, 50 cm seputar pohon Watering 50 cm around the tree VGR ppm 0,00 0,00 0,00 4,07 5,25 0,86 1,14 0,18 0,91 16

Santoso & Rahmawan bufer ph 4,5 dapat menekan tingkat layu pentil pada tanaman kakao sehingga level GA-nya menurun. Penurunan ini menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat atau berlangsung lebih lambat. Oleh sebab itu metabolit yang perlu dialokasikan ke jaringan vegetatif menjadi lebih sedikit, konsekuensinya aliran metabolit ke arah pertumbuhan reproduktif atau buah menjadi lebih banyak. Realokasi ini menyebabkan pertumbuhan buah kakao menjadi lebih baik. Melemahnya pengaruh VGR yang teramati jelas setelah tiga minggu menyebabkan level GA di dalam sel mulai normal kembali. Pengaruh penambahan bufer larutan asam dalam formulasi terhadap efektivitas VGR dalam menurunkan tingkat layu pentil kakao, diuji pada kakao di kebun. Penambahan komponen 100 ppm bufer 4,5 dapat menekan tingkat layu pentil pada minggu ke 3 sebesar 61,3%, yaitu dari 48,6 % pada VGR tanpa bufer, menjadi 18,8 % pada kadar VGR yang sama dengan bufer. Dari data tersebut diduga bahwa membaiknya kinerja VGR pada ph 4,5 terkait dengan efektivitas masuknya VGR ke dalam jaringan kakao. Pada tingkat keasaman tersebut, VGR berada dalam bentuk non-ionik. Dalam keadaan keseimbangan pka VGR sekitar 5,4. Bentuk inonik tersebut sesuai dengan karakteristik molekuler dari lapisan luar daun kakao, yaitu adanya lapisan lilin menyebabkan daun kakao bersifat sedikit hidropobik. Kesesuaian sifat keduanya ini akan memudahkan larutan VGR yang diaplikasikan di daun, terserap lebih efektif. Kemungkinan tambahan adanya komponen di dalam bufer tersebut melalui mekanisme tertentu meningkatkan aliran fotosintat Pentil tumbuh segar, % Growing small fruit, % 100 80 60 40 0 1 2 3 4 Minggu setelah penyemprotan Week after spraying Gambar 3. Kinetika penurunan layu pentil oleh penyemprotan air tanpa VGR ( ), VGR 25 ppm ( ) dan 100 ppm ( ). Figure 3. Kinetics of cherelle wilt by spraying with water ( ), 25 ppm ( ) and 100 ppm VGR ( ) Tabel 3. Pengaruh penambahan bufer asam ke formulasi dengan 50 ppm VGR Table 3. The effect of acidic buffer addition to the formula with 50 ppm VGR Perlakuan Treatment Tingkat kelayuan komulatif (%) pada minggu Cummulative cherelle wilt (%) at week I II III IV Tanpa bufer Without buffer Dengan bufer With buffer 20,7 40,8 48,6 64,6 9,4 15,8 18,8 39,9 17

Teknik aplikasi dan efektivitas formula VGR. Tabel 4. Residu VGR pada biji kakao dan ambang batas yang diterima di (AB) beberapa negara. Table 4. VGR residue in the caca o bean and acceptable maximum limit (AML) in some countries Perlakuan / batas di negara VGR, ppm Treatment/country limit Perlakuan VGR 500X2 VGR treatment AB Kanada (Canada AML) 0,100 Sumber : Anonim (2002) ke arah jaringan non-fotosintetik terutama jaringan penyimpanan buah kakao yang sedang berkembang. Tercukupinya kebutuhan metabolit tersebut membuat perkembangan buah, terutama yang muda menjadi lebih baik. Hal tersebut menyebabkan tingkat layu pentil kakao menurun. Residu VGR di dalam biji kakao 0,004 Perlakuan VGR 1000 VGR treatment 0,008 AB Australia (AML) 0,750 AB Eropa (Europe AML) 0,500 AB Inggris (UK AML) 0,050 AB Jepang (Japan AML) 1,000 Untuk mengetahui keamanan biji kakao sebagai pangan, dilakukan analisis residu VGR di dalam biji dari pohon kakao yang mendapat perlakuan VGR. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa residu VGR yang ditemukan dalam biji kakao sangat rendah, antara 0,004 0,008 ppm. Angka ini jauh lebih rendah daripada ambang batas yang ditetapkan di beberapa negara, antara lain di Inggris 0,05 ppm (Tabel 4). Berdasarkan residu VGR dalam biji kakao dan ambang batas yang diterima di (AB) beberapa negara ternyata residu tersebut ngat rendah yaitu sekitar 8 16% dari ambang batas (Anomin, 2002). Kesimpulan Penyemprotan pada lapisan atas daun merupakan cara yang paling efektif untuk mengaplikasikan formula VGR dalam menurunkan tingkat layu pentil kakao. Penambahan komponen bufer dalam formulasi dapat meningkatkan pengaruh VGR dalam penurunan tingkat layu pentil kakao. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dibiayai dari anggaran proyek PAATP Badan Litbang Departemen Pertanian Nomor PL.420.0103.320/P2KP3 tahun 2001. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada PTP Nusantara VIII atas fasilitas tanaman kakao di kebun Rajamandala, Bandung, Jawa Barat dan Koperasi Logistik KOPEL, Jakarta atas segala dukungan kerjasamanya. Daftar Pustaka Alvim, P.T. (1977). Ecological and physiological determinants of cocoa yield. In. Proc. V Int. Cacao Conf. 1975. Ibadan Nigeria, p.25-38. Anonim (2002). Agrochemicals, maximum recidu limits. [serial online] http:// www.awri. com.au/agrochemicals/mrls/ Blázquez, M.A., R. Green, O. Nilsson & M.R. Sussman (1998). Gibberellins promote flowering of Arabidopsis by activating the LEAFY promoter. Plant Cell, 10, 791-800. 18

Santoso & Rahmawan Davies, P.J. (1995). Plant hormones. Boston, Kluwer Academic Publisher, 833p. Duke, J.A. (1983). Theobroma cacao L. sterculiaceae: chocolate, cacao, cocoa. Handbook of energy crops. Unpublished (up date from Web site, January 9, 1998). Gianfagna, T.J. (1990). Natural and synthetic growth regulators and their use in horticultural and agronomic crops. In P.J. Davis (ed). Plant hormones and their role in plant growth and development. London Kluwer Acad. Publ., p. 614-635. Mayer, B.S., D.B. Anderson, R.H. Bohning & D.G. Fratianne (1973). Introduction to plant physiology, 2 nd edition, New York, Littion Edu Publ. Inc. p.69-95. McKelvie, A.D. (1957). Physiological of fruiting. Ann. Rep. West African Cacao Res. Inst., 1956-1956, 71-76. Nilsson, O., I. Lee, M.A. Blázquez & D. Weigel (1998) Flowering-time genes modulate the response to LEAFY activity. Genetics, 150, 403-410. Prawoto, A.A. (2000). Kajian fenomena layu pentil kakao (cherelle wilt) serta perkembangan upaya pengendaliannya. Dalam Simposium Kakao 2000, Surabaya, 26-27 September 2000. Rademacher, W. (1995). Growth retardants: Biochemical features and application in horticulture. Acta Horticulturae, 394, 57-73. Santoso, D. (1999). Metabolic engineering to improve production and quality of cocoa beans. Jurnal Agribisnis, 3, 14-21. Santoso, D., S.Wiryadiputa, T. Chaidamsari & R.A. de Maagd (2001). Development of cacao resistant to pod borer: a prioritized application of plant genetic engineering. In. Koesnandar et al. (eds.) Proc. Int. Biotech. Conf., Yogyakarta Oct 23-26, 2001, p. 95-100. Schonherr, P. Baur & BA Uhlig (2000). Rates of cuticular penetration of 1- naphthyl-acetic acid (NAA) as affected by adjuvants, temperature, humidity and water quality. Plant Growth Reg., 31, 61-74. Siswanto (1995). Penanda molekul sebagai penduga dini untuk beberapa karakter penting tanaman karet. Dalam Danimihardja et al. (eds). Laporan Tahunan 1995. Bogor, Puslit Bioteknologi Perkebunan, 33p. Susanto, F.X. (1994). Tanaman kakao, budidaya dan pengolahan hasil Yogyakarta, Penerbit Kanisus, 33p. Tjasadihardja, A. (1987). Hubungan antara pertumbuhan pucuk, perkembangan buah serta tingkat kandungan asam indol asetat di dalam biji dan layu pentil kakao. Bogor, Sekolah Pascasarjana IPB, 124p. Disertasi Tzoutzoukou, C.G., C.A. Pontikis & A Tolia-Marioli (1998). Effect of gibberellic acid on bloom advancement in female pistachio (Pistacia vera L.). J. Hort. Sci. & Biotech., 73, 517-526. Watimena, G.A., L.W. Gunawan, N.A. Matjik, E. Syamsudin, N.M.A. Wiendi & A. Ernawati (1992). Bioteknologi Tanaman. Lab. Kultur Jaringan Tanaman. Bogor, Depdikbud, Dirjendikti. PAU IPB. 309p. Winarsih, S. & A. Prawoto (1991). Pengaruh konsentrasi cultar dan letak aplikasi terhadap daya hasil kakao. Pelita Perkebunan, 7, 74-78. 19

20