BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Teori ini

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :

ANALISIS KESEHATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) STUDI KASUS PADA LPD DESA ADAT KEDONGANAN KUTA BADUNG TAHUN

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PADA KOPERASI LAUT SEJAHTERA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL SARI KOTA TEGAL

Analisis Kinerja Keuangan I Made Suidarma dan I Gusti Nengah Darma Diatmika 143

sampai dengan 30 September 2012 adalah sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT SEDANA YASA - TABANAN PERIODE DENGAN ANALISIS CAMEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BPR BKK KARANGMALANG CABANG KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah koperasi berasal dari cooperation (Inggris) atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskreptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori sinyal membahas mengenai bagaimana seharusnya sinyal - sinyal

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rasio permodalan diukur dengan membandingkan antara rasio Modal

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR BEPEDE KUTAI SEJAHTERA Tanggal : 30 Juni 2017

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR BEPEDE KUTAI SEJAHTERA Tanggal : 31 Maret 2017

Perhitungan Rasio Keuangan BPR Konvensional. Kas (0%) Sertifikat Bank Indonesia (0%) 0 0 0

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian pedesaan mempunyai peran sangat penting

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.

Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Periode Disusun oleh : Nama : Las Rohana Jurusan : Akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama-sama guna mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu baik dalam

Akuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G

BAB III METODE PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF : : :

LAMPIRAN-LAMPIRAN 70

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan perusahaan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:1-2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiata usahanya. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, seperti sekaa, banjar serta desa adat. Tradisi itu biasa disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Riestyana Indri Hapsari (2012) Pengaruh LDR, IPR, NPL, APYD, IRR, BOPO, FBIR,NIM, PR, dan FACR

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PT. BPR NARPADA NUSA TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian ini dan buku serta tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berupa uang/surat-surat berharga lainnya. hidup krama desa untuk menunjang pembangunan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TEORI PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK. bank, maupun OJK selaku pemilik otoritas dalam mengawasi bank. 1

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Definisi operasional dalam acuan penelitian ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Provinsi Bali memiliki keunikan dalam mengelola

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel bank umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri

Posisi Desember Pos-Pos

ANALISIS KINERJA BANK

III. METODE PENELITIAN

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 30 SEPTEMBER 2003 & 2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah Ibnu Fariz ini berjudul Pengaruh LDR,NPL, APB, IRR,PDN, BOPO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

PENILAIAN KEBERHASILAN BANK DENGAN PERHITUNGAN MATEMATIS

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MENGUKUR TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT BPR MASARAN MITRA ANDA KABUPATEN SRAGEN. Oleh: JUNI TRISNOWATI (Dosen FE-UNSA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan kinerja keuangan, diantaranya sebagai berikut:

Posisi Desember Pos-Pos

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peranan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

diteliti yaitu Bank BNI Syariah. Selanjutnya akan dibahas mengenai Sumber Data yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dinda Yani Kusuma (2011)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan atau kondisi keuangan bank dan non keuangan bank merupakan

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR DANA BINTAN SEJAHTERA Tanggal : 31 Maret 2016

BAB II LANDASAN TEORI. dalam kondisi sehat. Tingkat kesehatan BPR Hasa Mitra periode 2006 sampai

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR ALTO MAKMUR Tanggal : 31 Maret 2016

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR DANA BINTAN SEJAHTERA Tanggal : 30 Juni 2017

LAPORAN NERACA PUBLIKASI PT BPR DANA BINTAN SEJAHTERA Tanggal : 31 Maret 2017

BAB II KERANGKA TEORITIS. Definisi bank dan perbankan menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut baik perusahaan dagang, jasa, maupun manufaktur.

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN FINANSIAL BANK DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMEL PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE TAHUN

Lampiran 1. Perhitungan Nilai CAR BRI periode

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK MUAMALAT SYARIAH, Tbk CABANG DENPASAR. Eka Puji Lestari 1 Dr. Henny Rahyuda, SE., AK,.

N E R A C A Per 30 September 2009 Dan 2008 (Dalam Jutaan Rupiah) Pos - Pos

METODE PENELITIAN. Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I Bali Nomor 8 Tahun 2002, pasal 2 menyebutkan tentang pengertian Lembaga Perkreditan Desa. Lembaga Perkreditan Desa merupakan badan usaha milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. Yang dimaksud dengan krama desa adalah mereka yang menempati karang Desa Pakraman/karang Banjar Pakraman dan atau bertempat tinggal di wilayah Desa/Banjar Pakraman atau di tempat lain yang menjadi warga Desa/Banjar Pakraman. Menurut Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 58, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan sub sistem dalam jaringan perbankan dan dapat dipersamakan dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Melalui beberapa pengertian LPD yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa LPD adalah suatu lembaga atau badan usaha milik desa dan melakukan kegiatan usaha di lingkungan desa untuk krama desa dan merupakan subsistem dalam jaringan perbankan. 2.1.2 Fungsi dan tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Fungsi dan tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menurut peraturan Daerah Tingkat I Bali No. 8 tahun 2002 adalah :

1). mendorong pembangunan ekonomi masyarakat Desa melalui kegiatan menghimpun tabungan dan deposito dari Krama Desa. 2). memberantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu. 3). menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja bagi Krama Desa. 4). meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di Desa. 2.1.3 Kegiatan Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD) Sesuai dengan pasal 7 Peraturan Daerah Tingkat I Bali Nomor 8 Tahun 2002, menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan usaha yang dilakukan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah: 1). menerima atau menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito. 2). memberikan pinjaman hanya kepada krama desa. 3). menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar dari jumlah modal termasuk cadangan dan laba ditahan kecuali batas lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan atau bantuan desa. 4). menyimpan kelebihan likuiditasnya pada Bank Pembangunan Daerah Bali dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah bertindak sebagai perpanjangan tangan keuangan desa untuk meningkatkan ekonomi setempat. Lembaga Perkreditan

Desa (LPD) digunakan untuk menunjang bisnis setempat yang penting dan untuk meningkatkan kondisi kehidupan anggota masyarakatnya. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) didirikan juga untuk menyaingi pemberi pinjaman di desa setempat dan untuk menghilangkan rentenir dengan menyediakan kredit mudah dan sederhana. 2.1.4 Kedudukan LPD dalam sistem perbankan Dalam Pasal 58 Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Negeri (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Perkreditan Desa (BPK), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Produk Desa (BKPD) dan/atau Lembaga-lembaga yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Pasal 21 Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dinyatakan bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah satu dari : 1). Perusahaan Daerah 2). Koperasi 3). Perseroan Terbatas 4). Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa LPD merupakan sub sistem dalam jaringan perbankan yang dapat dipersamakan dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 2.1.5 Kinerja keuangan Nurdin (1996:2), dikatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Berkaitan dengan alat ukur (Home, 1994:11), dikatakan bahwa untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan perlu beberapa tolak ukur. Tolak ukur indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dan macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik dengan kondisi keuangan dan prestasi perusahaan bagi analisis yang ahli dan berpengalaman daripada analisis lainnya didasarkan atas data keuangan sendirisendiri yang tidak berbentuk rasio. Dari kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa kinerja keuangan perusahaan dan alat ukur atau tolak ukur prestasi (kinerja) keuangan perusahaan salah satunya yaitu rasio atau indeks yang berhubungan dengan data keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan suatu perusahaan dari segi financial (keuangan). 2.1.6 Aspek-aspek penilaian dalam kinerja keuangan LPD Dalam menilai kinerja LPD, digunakan beberapa aspek yang dimana jenisjenis faktor yang dinilai serta pembobotannya mengacu kepada Surat Keputusan Direksi PT. Bank BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007.

Rumusan penilaian tingkat kesehatan LPD dalam Surat Keputusan Direksi PT. Bank BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007 termasuk juga penilaian terhadap kinerja keuangannya memang sebagian besar mengacu pada SE Bank Indonesia No. 30/OPPB, yakni tentang penilaian tingkat kesehatan BPR dimana faktor yang dinilai adalah dari aspek modal, kualitas aktiva produktif, rentabilitas, manajemen, dan likuiditas. Namun demikian terdapat perbedaan yang mendasar pada rumusan penilaian LPD yaitu tidak dicantumkan secara langsung faktor manajemen sebagai kriteria penilaian. BPD Bali sebagai penanggung jawab terhadap seluruh LPD yang ada di Bali menetapkan faktor manajemen sebagai aspek tambahan dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan LPD. LPD merupakan lembaga keuangan milik desa pakraman, sehingga banyak kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan ditentukan oleh kebijakan dari desa pakraman masing-masing. Berbeda halnya dengan BPR yang dimana segala ketentuannya telah diatur oleh Bank Indonesia, termasuk didalamnya mengenai manajemen perusahaan. Rumusan penilaian tingkat kesehatan terhadap LPD dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rumusan Penilaian Tingkat Kesehatan LPD Faktor yang dinilai Komponen Bobot 1. Modal Rasio Modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko 30% 2. Kualitas Aktiva Produktif a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk 30% 10% 3. Manajemen a. Manajemen Umum b. Manajemen Risiko 0% 0% 4. Rentabilitas a. Rasio laba sebelum pajak terhadap total assets b. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional 10% 10% 5. Likuiditas a. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar b. Rasio kredit yang diberikan terhadap dana yang diterima 5% 5% Sumber : Surat Keputusan Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 Dari Tabel 2.1 dalam dilihat mengenai rumusan penilaian tingkat kesehatan LPD. Penilaian dilakukan berdasarkan pembobotan masing-masing faktor dan komponen yang telah ditentukan yaitu aspek modal, kualitas aktiva produktif, rentabilitas, manajemen, dan likuiditas, dan pembobotan ini mengacu pada Surat Keputusan Direksi PT. Bank BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal

5 Juni 2007. Nilai komponen dari faktor-faktor tersebut dilakukan berdasarkan nilai kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit sebesar 0 sampai 100. Nilai kredit tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi serta aspek-aspek lain yang secara materiil berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor. Predikat penilaian kesehatan suatu LPD ditetapkan berdasarkan total nilai kredit sebagai berikut : 1). nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat Sehat 2). nilai kredit 66 sampai 80 diberi predikat Cukup Sehat 3). nilai kredit 51 sampai dengan 65 diberi predikat Kurang Sehat 4). nilai kredit 0 sampai dengan 50 diberi predikat Tidak Sehat 2.1.6.1 Aspek permodalan Masalah modal dalam perusahaan sangat kompleks, mengingat modal tersebut berpengaruh terhadap berbagai aspek. Menurut Dahlan Siamat (2001:142), modal adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usulannya disamping memenuhi peraturan yang telah ditetapkan. Dari pengertian modal diatas, pada intinya menyatakan bahwa modal merupakan elemen dasar yang harus dimiliki oleh suatu perusahaan untuk dapat melaksanakan kegiatannya serta untuk dapat mempertahankan siklus kehidupan perusahaan.

Modal dapat dibagi menjadi : 1. Modal inti terdiri dari: 1) Modal Disetor Yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bagi bank yang terbentuk bukan koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. 2) Agio Saham Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 3) Modal Sumbangan Adalah modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. 4) Cadangan Umum Yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing bank. 5) Cadangan Tujuan Yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang dipisahkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.

6) Laba Yang Ditahan Yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 7) Laba Tahun Lalu Yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan pengumumannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. 8) Laba Tahun Berjalan Yaitu laba yang diproleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak, jumlah laba tahun buku berjalan tersebut diperhitungkan sebagai modal inti hanya 50%. Dalam hal tahun berjalan baik mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti. 2. Modal Pelengkap terdiri dari: 1) Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap Yaitu cadangan yang dibentuk dari penilaian kembali aktiva yang setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. 2) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Yaitu penyisihan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat

diperhitungkan sebagai komponen pelengkap adalah maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). 3) Modal Pinjaman Yaitu hutang yang didukung oleh instrumen yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri antara lain, tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar, mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi dan pembayaran bunga yang dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. Secara garis besar, modal berfungsi untuk: 1) menutupi biaya sendiri, pembelian gedung, inventaris, alat-alat kantor dan lain-lain. 2) modal yang besar menambah kepercayaan masyarakat. 3) menutupi kerugian seandainya dialami oleh bank. 4) mempertinggi solvabilitas (kekayaan lebih besar dari hutang). 5) menambah operasi perkreditan aktif yang besar. Berdasarkan SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007, untuk menghitung rasio permodalan dari LPD digunakan rumus: CAR = Modal ( inti dan pelengkap) ATMR x...(1)

Rasio ini menunjukkan sejauh mana modal dapat menutupi aktiva berisiko dan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan sebagai suatu proporsi tertentu dari aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Aktiva tertimbang menurut risiko merupakan nilai total masing-masing aktiva yang dimiliki setelah dikalukan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Adapun bobot penilaian terhadap jumlah modal inti, modal pelengkap dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Bobot Penilaian Modal Inti, Modal Pelengkap dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Keterangan Modal Inti : - Modal disetor - Modal donasi - Cadangan umum - Laba ditahan/tahun lalu - Rugi tahun lalu - Laba tahun berjalan Modal Pelengkap : - CPRR (maks 1,25% x ATMR) - Modal pinjaman/titipan (milik desa pakraman) - Cadangan revaluasi aktiva tetap - Akumulasi penyusutan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) : - Kas - Tabungan, deposito, giro di bank - Pinjaman yang diberikan - Aktiva tetap (netto) - Aktiva lain-lain Bobot 50% 0% 20% Sumber: SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007

2.1.6.2 Aspek kualitas aktiva produktif Menurut Zaki Baridwan (2000:19) aktiva adalah jumlah hutang dan modal atau harta yang dimiliki oleh perusahaan yang jumlahnya sama besar dengan jumlah passiva. Aktiva produktif adalah semua aktiva dalam bentuk rupiah maupun valuta asing yang dimiliki oleh bank dengan memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya yang meliputi: 1). kredit yang diberikan. 2). surat-surat berharga 3). penempatan dana pada bank lain baik dalam negeri maupun luar negeri, kecuali dalam bentuk giro. 4). penyertaan. Penetapan kolektibilitas aktiva produktif pada prinsipnya didasarkan pada: 1) untuk kredit yang diberikan didasarkan pada ketetapan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan peminjam yang ditinjau dari keadaan usaha yang bersangkutan. 2) untuk aktiva produktif lainnya didasarkan pada tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva produktif lainnya tersebut serta tingkat penghasilannya. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka kolektibilitas aktiva produktif digolongkan sebagai lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Kelancaran pengembalian kredit juga kelancaran pembayaran bunga secara kolektif termasuk angsuran kredit merupakan bagian penting dalam menentukan tingkat kelancaran dari kredit tersebut. Dengan demikian bank wajib membentuk

penyisihan penghapusan aktiva produktif yang cukup guna menutup risiko kemungkinan kerugian. 1) Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Menurut Artha (1999:7) kualitas aktiva produktif LPD dinilai atas dasar kolektibilitasnya yang terdiri dari Lancar (L), Kurang lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Besarnya bobot masing-masing aktiva yang diklasifikasikan sesuai dengan tingkat kolektibilitasnya adalah : a. 0% dari aktiva produktif digolongkan lancar. b. 50% dari aktiva produktif digolongkan kurang lancar c. 75% dari aktiva produktif digolongkan diragukan d. dari aktiva produktif digolongkan macet Bobot masing-masing aktiva produktif adalah : a. Antar bank aktiva (LPD lain) = b. Pinjaman diberikan = Dalam hubungannya dengan penilaian tingkat kesehatan LPD oleh Bank Pembangunan Daerah Bali berdasarkan SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007, penilaian terhadap rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) LPD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Aktiva Produktif yang diklasifikasikan Rasio KAP = x...(2) Aktiva Produktif

2) Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Setiap Bank wajib untuk membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) atau Cadangan Piutang Ragu-ragu (CPRR) yang cukup guna menutupi risiko kerugian. Aturan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) untuk usaha bank dilakukan berdasarkan kemungkinan risiko yang ditimbulkannya, yaitu berdasarkan risiko karena Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Berdasarkan SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007, besarnya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk adalah : a. 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan kredit Lancar b. 10% dari aktiva produktif yang digolongkan kredit Kurang lancar c. 50% dari aktiva produktif yang digolongkan kredit Diragukan d. dari aktiva produktif yang digolongkan Macet e. atau 1% sampai dengan 6% dari kredit yang beredar Adapun rumus rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) LPD adalah : PPAP yang dibentuk (CPRR) Rasio PPAP =.. (3) PPAP yang wajib dibentuk 2.1.6.3 Aspek rentabilitas Laba yang besar belum merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja secara efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan menghitung rentabilitasnya.

Menurut Bambang Riyanto (2001:35) rentabilitas adalah perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau rentabilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Cara menghitung rentabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam, tergantung pada laba dari aktiva mana yang akan dibandingkan satu dengan yang lainnya. Penilaian rentabilitas dibidang jasa sangat berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh bank. Dalam hubungannya dengan penilaian tingkat kesehatan LPD oleh bank BPD Bali mengenai cara penilaian Rentabilitas berdasarkan SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007, yaitu : 1) Return on Assets (ROA) Rasio laba sebelum pajak dalam satu periode terakhir terhadap ratarata volume usaha/assets dalam periode yang sama. Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laba sebelum pajak ROA...(4) Rata rata Asset 2) Rasio BOPO Rasio biaya operasional dalam satu periode terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama dengan rumus sebagai berikut : BOPO Biaya Operasional Pendapatan Operasional.. (5)

2.1.6.4 Aspek likuiditas Menurut S. Munawir (2002:31) likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Masalah likuiditas merupakan masalah yang berhubungan dengan kemampuan membayar kewajiban yang segera harus dibayar (Sudirman, 2000:192). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk menyediakan alat-alat pembayaran yang cepat, guna memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera jatuh tempo. Berdasarkan SK Direksi BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007, penilaian kuantitatif terhadap rasio likuiditas LPD didasarkan pada dua rasio yaitu : 1) Rasio likuiditas terhadap hutang lancar (Liquid Assets to Current Liabilities Ratio atau LACLR) dihitung dengan rumus : Keterangan : Alat Likuid LACLR......(6) Hutang Lancar a. Alat likuid : penanaman modal pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank lain pada bank. b. Hutang lancar : angsuran luar yang segera jatuh tempo berupa tabungan dan deposito.

2) Rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima (Loan to Deposit Ratio atau LDR) dihitung dengan rumus : LDR Pinjaman yang diberikan Dana yang diterima.....(7) Keterangan : a. Pinjaman yang diberikan : berupa pinjaman dalam bentuk kredit yang diberikan terhadap pihak ketiga. b. Dana yang diterima : tabungan, deposito, modal disetor, cadangan umum dan laba tahun berjalan yang diperhitungkan 50% sebagai modal inti. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Rika Candraningrat, (2005) meneliti tentang tingkat kesehatan LPD di kabupaten Badung dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kesehatan LPD di kabupaten Badung ditinjau faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPBB tahun 1997. teknik analisis data yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan langkah penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas. Hasil penelitian ini adalah untuk faktor permodalan yang diukur dengan rasio CAR, menunjukkan semua LPD termasuk kategori sehat. Untuk faktor kualitas aktiva produktif umumnya memiliki predikat kurang sehat, kecuali LPD Sibang Kaja, Angantiga dan Lukluk. Untuk semua LPD termasuk kategori

sehat. Untuk faktor Likuiditas menunjukkan sebagian besar LPD telah memenuhi skor maksimal, kecuali LPD Denkayu dan LPD Petang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek penelitian yaitu sama-sama melakukan analisis terhadap kinerja keuangan LPD. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitiannya dan rasio keuangan yang digunakan. Penelitian sebelumnya dilakukan pada LPD di kabupaten Badung, sedangkan penelitian ini dilakukan pada LPD yang terdapat di wilayah kecamatan Denpasar Selatan. Rasio keuangan yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu rasio likuiditas, Loan Deposit Rasio, CAR, BOPO, ROA dan ROE, sedangkan pada penelitian ini menggunakan rasio sama seperti penelitian sebelumnya tapi tidak menggunakan rasio ROE dan diganti dengan rasio Liquid Asset to Current Liabilities Ratio (LACLR). Arie Astuti, (2006) meneliti tentang kinerja keuangan LPD sebelum dan sesudah peristiwa Bom Bali I. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peristiwa Bom Bali I berpengaruh terhadap kinerja keuangan LPD di Provinsi Bali. Untuk memecahkan masalah tersebut digunakan teknik analisis data kuantitatif, yaitu dengan melakukan analisis rasio-rasio keuangan serta didukung dengan metode paired samples t-test untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah peristiwa bom Bali. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio likuiditas, Loan to Deposit Rasio, CAR dan BOPO sebelum dan sesudah terjadinya peristiwa bom

Bali I, sedangkan untuk ROA dan ROE, tidak tampak adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah peristiwa bom Bali I. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek penelitian dan teknik analisis datanya, yaitu sama-sama melakukan analisis terhadap kinerja keuangan LPD. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitiannya, dimana penelitian sebelumnya dilkukan pada LPD yang terdapat di Provinsi Bali, sedangkan penelitian ini dilakukan pada LPD yang terdapat di wilayah kecamatan Denpasar Selatan. Rasio keuangn yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu rasio likuiditas, Loan Deposit Rastio, CAR, BOPO, ROA dan ROE sedangkan pada penelitian ini menggunakan rasio yang sama tetapi tidak menggunakan rasio ROE dan diganti dengan Liquid Asset to Current Liabilities Ratio (LACLR). Yuli Wahyuningsih, (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Tingkat Kesehatan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Pecatu Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan analisis CAMEL dalam menilai tingkat kesehatan LPD yang terdiri dari Capital (Capital Adequancy Ratio atau CAR), Assets Quality (Kualitas Aktiva Produktif atau KAP), Management Quality (Manajemen), Earning (Rentabilitas) dan Liquidity (Likuiditas) yang mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek penelitian dan teknik analisis datanya, yaitu sama-sama melakukan analisis terhadap kinerja keuangan Lembaga Perkreditan Desa serta sama-sama

menggunakan rasio-rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian dan acuan mengenai kriteria penilaian tingkat kesehatan, dimana penelitian sebelumnya pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Pecatu Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung., sedangkan penelitian ini dilakukan pada LPD yang terdapat di wilayah kecamatan Denpasar Selatan. Penelitian sebelumnya mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 dimana terdapat aspek manajemen sebagai kriteria penilaian. sedangkan penelitian ini mengacu pada Surat Keputusan Direksi PT. Bank BPD Bali No. 0193.02.10.2007.2 tanggal 5 Juni 2007 dimana tidak menyertakan aspek manajemen sebagai kriteria penilaian.