BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini, sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

kebutuhan khusus seperti itu saja, bisa terjadi juga pada anak yang sulit bersosialisasi dengan banyak orang. Anak dengan kesulitan sosialisasi sepert

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB II LANDASAN TEORI. paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pendidikan adalah faktor yang berperan besar bagi kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

PENDAHULUAN. Layanan pendidikan menyangkut tentang keseluruhan upaya yang. dilakukan untuk mengubah tingkah laku manusia demi menjaga kesinambungan

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG IKLIM KELAS DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMA NEGERI 2 KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. siap pakai dan berkualitas. Berkaitan dengan itu, pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

IKLIM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BILINGUAL PADA SEKOLAH DASAR BERSTANDAR INTERNASIONAL KELAS IV SDII AL-ABIDIN SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Belajar, Junal Anima, (Vol. XI, No. 42, Januari-Maret/1996), hlm Murjono, Inteligensi dalam Hubungannya dengan Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi. Manusia terkadang merasa semangat untuk melakukan sesuatu dan

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). SBMPTN 2013 merupakan satu-satunya pola seleksi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pengaruh Penerapan Metode Cooperative Learning Model Jigsaw Pada Layanan Bimbingan Klasikal...

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP PENGGUNAAN STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING SISWA KELAS X DAN XI UNGGULANPADA SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

BIOSFER: JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB) 2016, Volume 9 No 2, ISSN:

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN. B. Desain Penelitian Desain penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar di dalam kelas. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan termasuk unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahan-perubahan perilaku yang bersifat positif yang berorientasi pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti lingkungan, sarana, fasilitas, kondisi fisiologis dan psikologis. Sedangkan hasil dari pemrosesan tersebut adalah prestasi belajar. Purwanto (2006) menambahkan bahwa prestasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi pembelajaran siswa. Menurut Spitzer (2000), salah satu strategi pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan siswa adalah 1

2 kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan selfregulated learning. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur dalam proses belajarnya sendiri (Schunk & Zimmerman, 1998). Konsep self-regulated learning diartikan sebagai kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar (Zimmerman, 1989). Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Ormord (2003) kemudian menambahkan bahwa self-regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self-regulated learning akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa self-regulated learning berkorelasi positif dengan prestasi akademik siswa. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Fasikhah dan Fatimah (2013) terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2011 dengan nilai p < 0,003. Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan bahwa self-regulated learning bukan sebagai kemampuan mental seperti

3 inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan terdapat empat belas strategi self-regulated learning yang dapat digunakan oleh siswa yaitu evaluasi terhadap diri (self-evaluating), mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencari informasi (seeking information), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating), mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), meminta bantuan guru (seek teacher assistance), meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), mengulang tugas atau test sebelumnya (review test /work), mengulang catatan (review notes), dan mengulang buku pelajaran (review texts book). Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor individu (personal influences), faktor perilaku (behavioral influences) dan faktor lingkungan (environment influences). Dikarenakan dalam menjalankan proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan keempat belas strategi seperti yang dikemukakan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons

4 (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) maka dalam penggunaan strateginya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya sama seperti faktorfaktor self-regulated learning. Di mana pada faktor lingkungan sendiri, Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Kemudian Dewantoro (dalam Hadi, 2003) juga menggolongkan lingkungan belajar menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat proses belajarmengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah, termasuk suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi metode belajarnya (Moos, dalam Baek & Choi, 2002). Suasana yang dialami siswa dalam kelas tersebut lazim disebut iklim kelas. Istilah iklim kelas digunakan untuk mewakili kata-kata lain seperti learning environment, group climate, dan classroom environment (Subiyanto & Hadiyanto, 2003). Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Menurut Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001), iklim kelas memiliki tujuh aspek yaitu kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan kesetaraan. Di mana pada aspek kekompakan siswa mengukur sejauh mana siswa saling mengenal,

5 membantu dan mendukung satu sama lain. Pada aspek dukungan guru mengukur sejauh mana guru memperlakukan siswa sebagai teman, percaya kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa. Pada aspek keterlibatan dalam pembelajaran mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih pada proses belajar di kelas dan berpartisipasi di dalam diskusi. Pada aspek investigasi menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa dalam mencari tahu untuk mengatasi masalah di kelas. Pada aspek orientasi tugas mengukur sejauh mana siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru. Sedangkan pada aspek kerjasama mengukur sejauh mana siswa saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar. Terakhir, aspek kesetaraan mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru. Wilson (dalam Khine & Chiew, 2001) menambahkan bahwa iklim kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar. Persepsi siswa akan iklim kelas merupakan penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap kelas (dalam Nair, 2001). Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pemahaman keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam

6 kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. Menurut Myers (dalam Sampson, 2009), persepsi siswa akan iklim kelas didasarkan pada seberapa baik guru menciptakan lingkungan dimana terdapat hubungan yang bernilai, saling mendorong dan mendukung. Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas yang positif akan meningkatkan keterlibatan mereka di dalam kelas, memiliki hubungan personal antara guru dengan siswa, menggunakan cara belajar yang inovatif, serta memiliki aturan-aturan tingkah laku yang jelas. Dengan kata lain, saat siswa mempersepsikan iklim kelasnya positif maka siswa akan cenderung menggunakan strategi belajar yang efektif dan secara tidak langsung prestasi siswa pun akan meningkat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baek & Choi (2002) pada 1,012 siswa kelas X dan XI di Korea menunjukkan bahwa iklim kelas memiliki hubungan yang positif dengan prestasi akademik siswa. Dengan kata lain, semakin positif iklim kelas maka semakin tinggi pula prestasi akademik siswa. Lebih jauh lagi, Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 siswa kelas 2 sekolah menengah pertama di Belanda dengan menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ) mengemukakan bahwa iklim kelas memiliki korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar siswa. Seperti yang diketahui bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi banyak dijumpai pada kelas-kelas unggulan. Pengertian kelas unggulan dalam buku pedoman penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1996) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol

7 dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi pelajaran tertentu. Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, prestasi akademik yang pernah diraih oleh siswa-siswi kelas unggulan di SMA Negeri 3 Medan terhitung cukup banyak yaitu juara 1 pada Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Provinsi pada tahun 2012, Kompetisi Drama Bahasa Inggris tingkat Kota Medan pada tahun 2011, Debat Bahasa Inggris tingkat Kota Medan dan Provinsi pada tahun 2011, Debate Competition Tingkat SMA pada tahun 2009 dan beberapa prestasiprestasi lainnya (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014). Kelas unggulan di SMA Negeri 3 Medan diakui oleh beberapa guru yang mengajar di kelas unggulan dan kelas reguler memiliki iklim kelas yang menuntut partisipasi siswa yang tinggi, orientasi tugas yang tinggi, serta kemandirian belajar yang tinggi maka tuntutan akan menggunakan strategi self-regulated learning lebih tinggi pada kelas unggulan dibandingkan pada kelas reguler. Hal ini dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara dengan salah satu guru yang mengajar di kelas unggulan dan kelas reguler berikut ini: Di kelas unggulan, siswa kami berikan kesempatan sebesar-besarnya menunjukkan kemampuan mereka dan membuat mereka tertarik untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi di kelas. Disini kami lebih banyak memberikan mereka semua soal-soal sebagai bentuk dukungan kami karena seperti yang kita tahu bahwa siswa kelas unggulan itu sudah tersaring berdasarkan prestasi mereka sehingga secara tidak langsung kemampuan mereka lebih baik dari siswa lainnya.

8 (Komunikasi Personal, 2014) Di kelas unggulan ini, siswa-siswanya sudah menyadari bahwa manfaat belajar itu yaa untuk mereka sendiri, bukan untuk guru. Jadi disini, mereka sudah menyadari bahwa menjawab soal dan pertanyaan dari guru yaa gunanya buat mereka sendiri. (Komunikasi Personal, 2014) Berdasarkan kutipan wawancara, dapat dilihat bahwa iklim kelas yang terbentuk pada kelas unggulan adalah adanya keterlibatan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi di kelas, adanya dukungan guru yang besar terhadap siswa dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menunjukkan kemampuan siswa melalui soal-soal yang guru berikan untuk diselesaikan, adanya orientasi terhadap tugas yang tinggi sehingga mereka merasa harus dalam menyelesaikannya dengan baik serta adanya kesetaraan guru memperlakukan siswa di dalam kelas. Hal ini juga sejalan dengan pendapat beberapa siswa kelas unggulan terhadap iklim kelasnya, yaitu : Kami lebih kayak kompetitif gitu la kak. Di kelas kami memang saling kenal, tapi kalau lagi belajar apalagi di kasi soal buat dikerjain, yaudah kami cari tahu masing-masing tapi sebenarnya kami kadang suka belajar bareng juga kayak kerja kelompok disana kami saling bantu kak. (Komunikasi Personal, 2014) Berdasarkan kutipan wawancara pada salah satu siswa kelas unggulan juga menunjukkan bahwa adanya kekompakan antara para siswa yang ditunjukkan dengan saling mendukung satu sama lain walaupun mereka mengerjakan soal masing-masing. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa iklim kelas unggulan dan reguler berbeda sehingga pada dasarnya siswa kelas

9 unggulan dituntut memiliki strategi belajar yang efektif untuk mendukung proses belajar yang berlangsung di sekolah yaitu strategi self-regulated learning. Hal ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut ini : Kami di kelas banyak di kasi soal-soal gitu kak. Kayaknya sih guru sengaja ngasinya karena mereka percaya kami bisa kak. Yaudah mau ga mau kami harus belajar sendiri-sendiri kak. Kadang biar aku ngerti, aku ngerjain soal-soal di buku sendiri kak, terus liat-liat catatan atau buku lagi biar ngerti. Usaha sendiri la pokoknya kak. (Komunikasi Personal, 2014) Ohhh... Kalau di kelas unggulan agak ribet gitu sebenarnya kak. Apalagi kalau lagi diskusi soal kan biar enggak ketinggalan sama yang lain dan cepat siapnya, aku buat macem ngeringkas yang pentingpenting gitu kak biar enak ngapalnya. Terus aku kadang lama sebelum ujian, aku udah belajar kak, jadi waktu udah dekat ujiannya aku tinggal ngulang aja. (Komunikasi Personal, 2014) Persaingannya nampak kali kak karena di kelas unggulan kawannya pintar - pintar kali. Terus, nanti pas istirahat, yang lain pada ngerjain soal gitu kak, yauda jadi ngikut juga. Saya jadi rajin ngerjain soal-soal terus cek sendiri berapa soal yang saya jawab betul (Komunikasi Personal, 2014) Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terlihat bahwa iklim kelas yang terjadi di kelas unggulan menuntut para siswanya untuk menerapkan strategi self-regulated learning. Dalam hal ini, iklim kelas yang terjadi menuntut siswa untuk menggunakan strategi self-regulated learning yang tepat yaitu saat siswa merasa mendapat dukungan dari gurunya, mereka akan cenderung meninjau ulang buku catatan atau buku pelajaran mereka agar mereka dapat mengerti pelajaran yang sedang dibahas. Begitu juga saat orientasi siswa terhadap tugas tinggi dan menuntut keterlibatan siswa dalam pembelajaran, siswa tersebut berusaha mengatur materi pembelajaran dengan

10 membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba. Strategi lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan saat mereka menekankan investigasi dalam kegiatan belajar di kelas, maka siswa akan cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya dengan mengecek kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa iklim kelasnya menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut akan melakukan strategi dengan cara mencari bantuan teman. Ditambah lagi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aufia (2013) terhadap siswa kelas X SMA Negeri Bukit Tinggi menunjukkan bahwa secara umum siswa SMA kelas unggulan memiliki skor penggunaan strategi self-regulated learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA kelas akselerasi. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas peneliti merasa perlu untuk meneliti pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan?

11 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan, serta sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Dengan mengetahui pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan alternatif bagi guru dan pihakpihak yang terkait sebagai dasar penyusunan metode pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas unggulan. E. Sistematika Penulisan Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab dimulai dari bab I sampai bab V. Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

12 BAB II : Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka tentang self-regulated learning, persepsi iklim kelas, kelas unggulan dan SMA Negeri 3 Medan. Bab ini juga mengemukakan dinamika hubungan persepsi iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning serta hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian. BAB III : Metode Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan. Disini akan dijabarkan mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil analisa data penelitian dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.