BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Hadian Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Kamus besar Bahasa Indonesia (1990) menyatakan bahwa disiplin adalah tata Tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya), ketaatan (kepatuhan pada peraturan dan tata tertib, dan sebagainya, bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu. Secara teoritis Blandford (2005) mendefinisikan disiplin sebagai sebuah sistem yang mampu mengatur dan menentukan batasan sikap dan perilaku semua pihak yang terlibat. Hal ini sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh Ferrari (1995) bahwa kedisiplinan adalah kemampuan melaksanakan pekerjaan dan tugas dengan baik dan tepat waktu. Selanjutnya Christine & Mark (2007) mendefinisikan disiplin sebagai kemampuan pikiran dan sikap untuk menghasilkan pengendalian diri dan kebiasaan-kebiasaan untuk menaati peraturan yang berlaku. Rogers (2011) mengatakan bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan sebagai kesadaran individu untuk meningkatkan kualitas diri dan lembaga pendidikan. 11
2 Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah perilaku seseorang dalam menjalankan aturan yang telah ditetapkan dengan kemampuan mengontrol, memotivasi dan pengaturan waktu. A. 2. Indikator-indikator Kedisiplinan Menurut Blandford (2005) indikator-indikator kedisiplinan sekolah sebagai berikut ; 1. Kepatuhan menjalankan aturan belajar. 2. Perilaku disiplin berdasarkan ketentuan sekolah. Berdasarkan pendapat Blanford (2005) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator kedisiplinan sekolah adalah kepatuhan menjalankan aturan belajar dan menjalankan aturan yang ditentukan oleh sekolah. A. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Ferrari (2001) mengatakan bahwa perilaku indisipliner disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Lemahnya kemampuan memotivasi diri (self regulation) yang disebabkan adanya beban pikiran (Cognitive load). 2. Reinforcer yang diterima individu ketika melakukan perilaku indisipliner bersifat menyenangkan sehingga muncul keinginan untuk mengulangi perilaku tersebut. 3. Time Management yang buruk menyebabkan individu tidak mampu menentukan kapan dirinya harus bertindak dan melakukan tanggung jawabnya sesuai dengan waktu yang ditentukan. 12
3 B. Pelatihan Self Regulation, Assertiveness & Time Management (SAT) Ferrari (1995) mengembangkan pelatihan SAT berdasarkan penelitiannya tentang procartination yang menyebabkan munculnya perilaku ketidakdisiplinan. Ia mendefinisikan SAT (self regulation, assertiveness & time management training) sebagai program yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan diri dalam melakukan perilaku tertentu secara terstruktur dengan pengaturan, motivasi, pengendalian dan penggunaan waktu secara efisien dengan memberikan pelatihan self regulation, assertiveness dan time management. Johnson dan Johnson (2001) mengatakan bahwa pelatihan adalah proses belajar dengan tujuan experimental learning, dapat mempengaruhi peserta dalam tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif, memodifikasi sikap dan menambah ketrampilan berperilaku individu. Berikut penjelasan mengenai pelatihan SAT (self regulation, assertiveness and tima management) yang dikutip dari Ermida dan Apsari (2008) yang melakukan penelitian pada siswa SMA untuk menurunkan prokastinasi akademik. B. 1. Self Regulation Training Ferrari (2001) mengatakan bahwa pada diri seseorang akan muncul self regulation yang dipengaruhi oleh beban pikirannya (Cognitive load). Beban pikiran ini akan menentukan perasaan dan tindakan yang dilakukannya. Schunk & Zimmerman (1989) mengungkapkan ada dua pengaruh utama yang mempengaruhi berkembangnya Self Regulation Learning, yaitu pengaruh sosial dan pengaruh diri sendiri. Self Regulation Learning memiliki empat tingkatan 13
4 perkembangan yaitu tingkat pengamatan, peniruan, kontrol diri, dan regulasi diri. Berikut ini tabel perkembangan Self Regulation Learning. Tabel 2. Perkembangan Self Regulation Learning Level Perkembangan Pengaruh Sosial Pengaruh Diri Sendiri 1. Pengamatan (Observasional) 2. Peniruan (Emulative 3. Kontrol Diri (Self Controlled) 4. Pengaturan Diri (Self Regulated) Modelling, Instruksi verbal, Umpan Balik dari Lingkungan, Adanya Pengawasan, Peer Teaching, Cooperative Learning Standart dari diri sendiri, self reinforcement, Proses Self Regulatory, Self Efficacy. Tabel 2 menjelaskan bahwa perkembangan self regulation dimulai pada level pengamatan dan peniruan, dipengaruhi oleh lingkungan sosial baik dari guru, orangtua, pertemanan maupun proses pembelajaran kooperatif. Selanjutnya berkembang kontrol diri (self control) dan pengaturan diri (self regulated) yang dipengaruhi oleh standard dan kemampuan diri sendiri. Ferrari (1995) mengembangkan self regulation training sebagai pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengaturan diri dalam menjalankan kegiatan yang dibutuhkan. Schunk & Zimmerman (1989) mengemukakan mengenai 10 strategi untuk mengembangkan Self Regulation sebagai berikut : a. Self Evaluating, yaitu individu menilai kualitas tugas dan kemampuan dirinya untuk menentukan hal-hal apa saja yang telah diperoleh menggunakan standar dan tujuan yang dimilikinya. b. Organizing & Transforming, yaitu mengoganisasikan materi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran, disusun lebih sederhana dan mudah dipahami 14
5 c. Goal Setting and Planning, yaitu menyusun tujuan pembelajaran dan perencanaan belajar. Tahap ini membantu peserta untuk menyusun strategi dalam belajar dan fokus pada tujuan pelatihan. d. Seeking Information, yaitu mencari informasi sebanyak mungkin untuk mendukung proses belajar. e. Pointed, yaitu mencatat hal-hal penting dalam proses belajar. f. Environmental Structuring, yaitu mengatur aspek lingkungan fisik yang mendukung peningkatan tujuan belajar. g. Self Consequences, yaitu memahami akibat jika memperoleh keberhasilan atau kegagalan. h. Rehearsing and Memorizing, yaitu mengulang dan mengingat pembelajaran yang telah dilakukan. i. Seek Social Assistance, yaitu mencari bantuan jika mengalami kesulitan dalam belajar baik kepada guru, teman atau sumber terpercaya. j. Review Record, yaitu mereviu dan meninjau kembali catatan, tugas sebelumnya. B. 2. Assertive Training Menurut kamus bahasa Indonesia assertiveness berasal dari kata assertion yang memiliki arti menyatakan, menegaskan, menuntut atau titik tengah antara perilaku nonasertif dan agresif. Asumsi dasar yang melandasi pengertian assertive adalah setiap orang mempunyai hak (tetapi bukan kewajiban) untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat yang diyakini serta sikap seperti apa yang diinginkan atau tidak (Corey, 2007). 15
6 Williams (2001) menjelaskan bahwa assertif adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain melalui kemampuan mengungkapkan perasaan dengan perkataan, pemikiran dan tingkah laku. Alberti & Emmons (2002) menjelaskan bahwa assertif adalah perilaku yang memungkinkan remaja untuk bertindak atas dasar keinginan sendiri tanpa ada rasa cemas yang berlebihan, dapat mengekspresikan perasaan dengan wajar dan mendapatkan hak-haknya tanpa merugikan orang lain. Ferrari (1995) mengembangkan assertiveness training, pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan menyatakan pendapat, pikiran, ide dan perasaan seseorang kepada orang lain secara benar. Lebih lanjut Ferrari (1995) menjelaskan bahwa Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu peserta untuk dapat menyatakan pikiran dan perasaannya untuk menumbuhkan kemampuan bersikap pada seseorang. Assertiveness training juga mengajarkan bagaimana menempatkan sikap agar hak-hak pribadinya dan orang lain tidak dirugikan, mengurangi hambatan kognitif dan afektif yang menghambat aktualisasi sikap asertif dengan metode praktikal. B. 3. Time Management Training Rahmat (2013) mengatakan bahwa manajemen waktu adalah aturan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi tuntutan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan mengatur waktu agar efektif, yaitu kejelasan tujuan atau hasil, alokasi waktu yang cukup dan fokus pada kegiatan yang ingin dilakukan. 16
7 Selanjutnya Maccini (2003) mengatakan manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerak dan pengawasan produktivitas waktu untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang direncanakan Maccini (2003) menjelaskan bahwa time management training dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: mengecek kembali bagaimana penggunaanwaktu yang telah dilakukan sebelumnya, menentukan kegiatan utama apasaja yang membutuhkan penggunaan waktu, menyusun jadwal kegiatan, menentukan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan SAT adalah suatu pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengaturan diri, penentuan sikap, dan penggunaan waktu secara tepat dan efisien yang dilakukan secara sadar dan mandiri untuk mencapai tujuan tertentu. C. Remaja C. 1. Definisi Remaja Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence ini memiliki arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1990). Santrock (2001) mengartikan remaja sebagai masa transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Hurlock (1990) membagi batasan usia remaja antara tahun. Penjelasan tentang usia remaja ini dikaitkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis, mulai cemas 17
8 dan bingung tentang perubahan fisiknya, memperhatikan penampilan, sikapnya tidak menentu, suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib. C. 2. Perkembangan Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan perubahanperubahan pada individu baik secara psikologis, fisiologis, seksual, kognitif dan adanya berbagai tuntutan dari lingkungan agar mereka menjadi dewasa dan mandiri. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja pencarian identitas diri (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan peran kelompok teman sebaya yang cukup besar. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan disekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Papalia & Olds, 2001). Rice (1990) juga menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku remaja adalah teman sebaya. Pengaruh ini berkaitan dengan gaya hidup dan motivasi belajar. Kelompok teman sebaya akan mengikat kegiatan dan aktivitas secara bersamasama. Conger (1991) mengatakan bahwa pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun perkembangan kognitif memadai untuk menentukan tindakan sendiri, namun perilaku yang dilakukan banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber utama bagi remaja untuk menentukan gaya hidup. Remaja akan mencari informasi bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film yang bagus. 18
9 C.3. Perkembangan Moral Remaja Kohlberg (1996) mendeskripsikan penalaran moral remaja berada pada level moralitas konvensional. Pada level ini seseorang diharapkan mampu menginternalisasikan standar figur otoritas seperti guru dan orangtua. Selain itu kepedulian tentang menjadi baik, memuaskan orang lain, dan mempertahankan tatanan sosial menjadi tujuan dalam berperilaku. Secara umum remaja diharapkan mampu membantu orang lain dan mengembangkan idenya sendiri tentang apa yang dimaksud dengan orang yang baik. Pada tahap pembentukan moralitas, remaja terkadang melakukan pelanggaran-pelanggaran terutama dalam hal kedisiplinan. Hal itu wajar terjadi karena kesadaran akan pentingnya moralitas belum terbentuk secara matang dan masih mengalami perkembangan kearah kedewasaan. Namun, pelanggaranpelanggaran tersebut tidak serta merta hilang dengan sendirinya tanpa pengarahan nilai moral pada pelaku pelanggaran kedisiplinan (Hurlock, 2004). C.4. Kedisiplinan Remaja Bagi Remaja, tanggung jawab dalam melaksanakan tugas belajar dipengaruhi oleh minat mereka yang mulai terbentuk pada usia 11 tahun (Santrock, 2003). Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas belajar ini mempengaruhi kedisiplinan disekolah seorang remaja. Kedisiplinan sekolah tumbuh melalui kebiasaan berperilaku disiplin melalui proses belajar (learning by doing) pada diri seseorang Hal ini di sebabkan kedisiplinan merupakan sikap dan perilaku yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan seseorang terhadap lingkungan, 19
10 baik lingkungan keluarga, sekolah (pendidikan formal) dan masyarakat (Hurlock, 2004). Remaja akan belajar berdisiplin dari pengasuhan yang diberikan orangtua dan keluarga, selanjutnya lingkungan yang lebih luas lagi seperti lembaga pendidikan akan mengembangkan perilaku tersebut. Lembaga pendidikan membutuhkan metode yang efektif dan konsisten untruk membentuk kedisiplinan disekolah. Kedisiplinan sekolah pada remaja dibentuk dengan menggambarkan bagaimana perilaku disiplin yang diinginkan, memetakan kedisiplinan apa saja yang diharapkan hingga mengarahkan perilaku disiplin secara aplikatif (Rogers, 2011). D. Pelatihan SAT untuk Meningkatkan Kedisiplinan Remaja di SMA. Blanford (2005) mengatakan bahwa sikap dan perilaku pelajar yang melakukan pelanggaran sekolah disebabkan ketidakmampuan para pelajar mengontrol, memotivasi, menentukan, mengungkapkan dan menyusun strategi dalam menjalani tugas pendidikan. Sementara itu Ferrari (1996) menjelaskan bahwa perilaku indisipliner yang dilakukan remaja ini disebabkan kurangnya kemampuan memotivasi diri sendiri, kurangnya kemampuan menyelesaikan masalah disebabkan adanya beban pikiran (cognitive load), reinforcer yang tidak sesuai, pengaruh teman sebaya dan ketidakmampuan mengatur waktu. Pelanggaran perilaku ini dapat diatasi dengan memberikan pelatihan SAT (self regulation, assertiveness & time management training). Penelitian sebelumnya menggunakan pelatihan SAT (self regulation, assertiveness and time management) pernah dilakukan oleh Ernida dan Apsari (2008) untuk menurunkan 20
11 perilaku procastination (penundaan) pada siswa SMA. Hasilnya perilaku procastination (menunda) menurun dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Pelatihan SAT ini diberikan dalam tiga materi pelatihan yaitu self regulation training, assertiveness training dan time management training. Self regulation training diberikan dalam tiga rangkaian yaitu pertama tahap persiapan (goal setting and planning) yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang tujuan pelatihan. Tahap kedua pengenalan diri dan pemanfaatan potensi diri (self evaluating, seeking information and pointed). Tahap ketiga pemahaman tentang aturan sekolah dan cara pelaksanaan aturan sekolah (environment structuring, rehearsing & memorizing, dan seek social assistance. Selanjutnya materi assertiveness training juga diberikan dengan tiga tahap yaitu penguatan sikap (self statemant), kegagalan masa lalu menjadi motivasi untuk lebih berprestasi (self motivation) dan pemanfaatan pengaruh lingkungan untuk mendukung peningkatan perilaku disiplin (peer group). Berikutnya materi time management training yang diberikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pengenalan waktu (timing) dan tahap kedua pengaturan waktu dengan menyusun jadwal kegiatan harian (time management) Pelatihan SAT (self regulation, assertiveness & time management training) diharapkan dapat meningkatkan perilaku kedisiplinan remaja. Target perilaku yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Materi self regulation diharapkan mampu meningkatkan kesiapan mengerjakan tugas, bersikap sopan santun, kehadiran sesuai jadwal, jujur dan memiliki semangat belajar. Selanjutnya materi assertiveness diharapkan mampu meningkatkan kemampuan 21
12 mengungkapkan ide dan pendapat, mampu mengatakan yes or no saat diajak teman bermain, saling menghargai teman sebaya dan bersikap baik kepada orang lain. Materi time management diharapkan mampu meningkatkan kehadiran, pulang sekolah sesuai jadwal, siap tugas belajar sesuai waktu yang ditentukan dan selalu hadir disekolah. Beriku ini kerangka teoritis SAT: Gambar.1. Kerangka Teoritis Pelatihan SAT Perilaku indisipliner Remaja di SMA - Terlambat Hadir - Bolos/ cabut pada jam belajar - Tidak siap tugas belajar - Perilaku membangkang/tidak jujur - Perilaku mencuri - Malas belajar Self reg.training -Goal setting&planing -self evaluating -seeking inform & pointed -environment structuring Assertivenes -self statement -self motivation -Memilih teman yang tepat - Kurangnya kemampuan Self Regulasi, adanya Cognitive load (beban pikiran) yang mempengaruhi munculnya permasalahan perilaku - Reinforcer yang tidak tepat - Pengaruh lingkungan-teman sebaya - Ketidakmampuan mengatur waktu Pelatihan SAT Self Regulation, Assertiveness & Time Management Time Management -Timing &-Time management Self Regulation bertujuan membentuk kemampuan mengontrol, memotivasi dan mengendalikan diri Assertive training bertujuan membentuk kemampuan mengungkapkan ide, gagasan dan pendapat saat pembelajaran dan mampu memilih teman yang tepat dan mampu mengatakan yes or no pada teman sebaya secara assertive. 22 Perilaku Disiplin Meningkat TM bertujuan membentuk kemampuan memanfaatkan waktu dengan tepat
13 E. Hipotesa Hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Pelatihan SAT tidak efektif meningkatkan kedisiplinan remaja SMA. Ha : Pelatihan SAT efektif meningkatkan kedisiplinan remaja SMA. 23
BAB I PENDAHULUAN. Pertengahan September 2013 dunia dihebohkan dengan berita terbunuhnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertengahan September 2013 dunia dihebohkan dengan berita terbunuhnya seorang kepala sekolah oleh siswa SMA di Fuzou/China. Pembunuhan ini terjadi karena sang kepala
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
Lebih terperinciREGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA
70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated
BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung menuntut guru atau dosen untuk selalu mengembangkan keterampilan dan pola pikir.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul sejak pertengahan tahun 1980-an untuk memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahap perkembangan, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dijalani. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan
BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN
Hubungan Penggunaan Strategi Self-regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas VIII... 71 HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida
HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kedisiplinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedisiplinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Setiap profesi sangat menuntut kedisiplinan dalam mengerjakan suatu tanggung jawab. Salah satu profesi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang harus dilewati bagi setiap orang di Indonesia untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Lanjutan Atas (SMA) atau sederajatnya, merupakan suatu tingkatan pendidikan yang harus dilewati bagi setiap orang di Indonesia untuk dapat melanjutkan ke perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disiplin memiliki arti penting bagi setiap individu yang bertujuan atau ingin mencapai sesuatu. Sebagai contoh, individu yang ingin menjadi juara kelas, juara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang
Lebih terperinciREGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Abstraksi Penelitian ini adalah penelitian tentang regulasi belajar yang didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan hal-hal yang mengarah pada penelitian. Pokok pembahasan dalam bab ini antara lain: (a) latar belakang masalah; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penelitian; (d)
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan pelajaran pokok tiap jenjang pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran pokok tiap jenjang pendidikan disekolah. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang mendapatkan jam pelajaran yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami
Lebih terperinciPRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak seorang manusia dilahirkan, mulailah suatu masa perjuangan untuk mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa perkembangannya. Periodesasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, yang memerlukan perhatian agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal agar dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
125 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian Penggunaan Teknik Assertive Training untuk Mereduksi Kebiasaan Merokok Pada Remaja diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa menerima pendidikan di sekolah formal untuk mendapatkan bekal yang akan berguna dalam kehidupannya kelak. Sudah menjadi tugas siswa untuk belajar dan menimba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir penulis dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik pengaruh pemberian goal setting terhadap tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan proses belajar mengajar tertib dan lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penyandang cacat terdapat di semua bagian dunia, jumlahnya besar dan senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan pencapaian
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,
Lebih terperincisaaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN
saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator
Lebih terperincikebutuhan khusus seperti itu saja, bisa terjadi juga pada anak yang sulit bersosialisasi dengan banyak orang. Anak dengan kesulitan sosialisasi sepert
SELF REGULATED LEARNING PADA ANAK HOMESCHOOLING TUNGGAL MOHAMMAD HALILINTAR Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Homeschooling tunggal adalah konsep pendidikan sekolah rumah pada satu keluarga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS. para pegawai. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat memberikan
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Disiplin Berbicara masalah disiplin kerja pada organisasi atau instansi, maka sasarannya tertuju pada proses pelaksanaannya dan tingkat keberhasilan kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan
Lebih terperinciPSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi
PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinci