BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses pembelajaran yang melibatkan ketiga faktor tersebut adalah Self regulated learning. Zimmerman & Martinez-Pons, (1990) menyatakan bahwa Self regulated learning merupakan konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik menjadi pengatur bagi belajarnya sendiri. Selanjutnya Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mendefinisikan self regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang peserta didik mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perspektif sosial kognitif, peserta didik yang dapat dikatakan sebagai self regulated learner adalah peserta didik yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka (Zimmerman, 1989). Peserta didik tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Sejalan dengan pendapat Zimmerman, Schunk (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) menjelaskan self regulated learning berlangsung bila peserta didik secara

2 sistematik mengarahkan perilaku dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi tugas-tugas, melakukan proses dan mengintegrasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk diingat serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positif tentang kemampuan belajar (self efficacy) dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya. Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self regulated learning adalah proses belajar dimana peserta didik mengaktifkan kognisi, tindakan dan perasaan secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning Cobb (2003) menyatakan bahwa self regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan. a. Self efficacy Self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar (Bandura dalam Cobb, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning. Peserta didik yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi.

3 b. Motivasi Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki peserta didik secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Motivasi dibutuhkan peserta didik untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic) cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan lebih stabil/menetap bila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic). Walaupun demikian bukan berarti motivasi dari luar diri (extrinsic) tidak penting. Kedua jenis motivasi ini sangat berperan dalam proses belajar. Peserta didik kadang termotivasi belajar oleh keduanya, misalnya mereka mengharapkan pemenuhan kepuasan atas keingintahuannya dengan belajar giat, namun mereka juga mengharapkan ganjaran (reward) dari luar atas prestasi yang mereka capai. c. Tujuan (goals) Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self regulated learning yaitu menuntun peserta didik untuk memonitor dan mengatur usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi peserta didik untuk mengevaluasi performansi mereka.

4 Efek dari goal tergantung atas hasil (outcomes) yang diharapkan. Hasil ini dapat dikategorikan menjadi dua orientasi yaitu : orientasi pada pembelajaran (learning) dan orientasi pada penampilan (performance) (Meece dalam Cobb, 2003). Orientasi pada pembelajaran (learning goals) fokus pada proses pencapaian kemampuan dan pemahaman betapapun sulitnya usaha yang harus dilakukan untuk mencapai goal tersebut. Sedangkan orientasi pada penampilan (performance goal) fokus pada pencapaian penampilan yang baik di pandangan orang lain atau penghindaran penilaian negatif dari lingkungan. Menurut Cobb (2003) learning goals menghasilkan prestasi akademik yang tinggi dan menunjukkan penggunaan strategi self regulated learning melalui proses informasi yang mendalam (deep). 3. Perkembangan self regulated learning Schunk dan Zimmerman (1998) menyatakan bahwa kondisi individu, sosial dan lingkungan yang membuat peserta didik memiliki kompetensi self regulated learning pada awalnya berkembang dari pengaruh sosial lalu kemudian beralih pada pengaruh diri sendiri. Schunk dan Zimmerman (1998) menyatakan bahwa kemampuan self regulated learning muncul dalam serangkaian tingkat kemampuan regulasi yang meliputi empat tingkat perkembangan yaitu tingkat pengamatan, persamaan, kontrol diri dan regulasi diri. Pada level perkembangan pengamatan dan peniruan, kompetensi self regulated learning peserta didik berkembang dari pengaruh sosial yang meliputi guru, orang tua, pelatih dan teman sebaya. Selanjutnya pada level perkembangan

5 kontrol diri dan pengaturan diri, peserta didik sudah mampu menerapkan strategi self regulated learning secara mandiri. Untuk keterangan lebih lanjut perkembangan self regulated learning ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Perkembangan Self Regulated Learning Level Pengaruh Sosial Pengaruh Diri Sendiri Perkembangan 1. Pengamatan (observational) 2. Persamaan (emulative) Modeling, penjelasan secara verbal Bimbingan dan umpan balik dari lingkungan sosial 3. Kontrol diri (self controlled) 4. Pengaturan diri Standar dari diri sendiri, self reinforcement Proses self regulatory, (self regulated) keyakinan akan self efficacy a. Level Pengamatan (observational) Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model. Dalam hal ini guru yang bertindak sebagai model, menjelaskan bagaimana proses berpikir ketika sedang mengerjakan tugas. Dengan mempersepsikan kesamaan dengan model dan seolah-olah melakukan apa yang dilakukan oleh model akan membuat peserta didik (pengamat) termotivasi untuk mengembangkan kemampuan self regulated learning. b. Level Persamaan (emulative) Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama dengan kondisi umum dari model. Peserta didik (pengamat) tidak secara langsung meniru model, namun berusaha menyamakan gaya atau pola-pola

6 yang umum saja. Hal ini penting dalam perkembangan self regulatory karena peserta didik perlu menunjukkan strategi secara personal agar masuk ke dalam skema mereka. Pada fase ini bimbingan, umpan balik dan penguatan dari lingkungan sosial perlu diberikan agar peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran secara fungsional. c. Level Kontrol Diri (self controlled) Peserta didik sudah mampu menggunakan sendiri strategi- strategi belajar ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi, namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditunjukkan oleh model (seperti bayangan akan performansi model sebelumnya) dan sudah menggunakan proses self reward. d. Level Pengaturan Diri (self regulated) Merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai menggunakan strategistrategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta self efficacy untuk berprestasi. Peserta didik sudah bisa memilih kapan menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi berbeda, dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak sama sekali. 4. Strategi self regulated learning Strategi self regulated learning merupakan kompilasi dari perencanaan yang digunakan peserta didik untuk mencapai tujuan belajar (Cobb, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Spitzer (2000) menunjukkan bahwa strategi self regulated learning berkaitan erat dengan performansi akademik dimana peserta didik yang

7 menerapkan strategi self regulated learning mengambil alih afeksi, pikiran dan tingkah lakunya sehingga menunjang prestasi belajar yang baik. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Purdie, Hattie & Douglas, 1996) melakukan sebuah penelitian dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 10 kategori perilaku belajar sebagai strategi self regulated learning sebagai berikut : a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating) Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas tugas dan kemajuan pekerjaannya. Peserta didik memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini peserta didik membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki. b. Mengatur materi pelajaran (organizing & transforming) Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari peserta didik untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. c. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning) Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu peserta didik untuk menemu-kenali konflik dan krisis yang potensial serta

8 meminimalisir tugas-tugas yang mendesak. Perencanaan juga memungkinkan peserta didik untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin. d. Mencari informasi (seeking information) Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. e. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring) Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan. f. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring) Peserta didik berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik. g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences) Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas. h. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing) Peserta didik berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert.

9 i. Mencari bantuan sosial (seek social assistance) Bila menghadapi masalah dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik dapat meminta bantuan teman sebaya (seek peer asistance), meminta bantuan guru (seek teacher assistance) dengan bertanya kepada guru didalam maupun luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik. Peserta didik juga meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance) yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada topik yang tak dimengerti. Orang dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang lebih berpengalaman. j. Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record) Dalam strategi ini peserta didik meninjau kembali catatan pelajaran sehingga tahu topik apa saja yang akan diuji. Selanjutnya peserta didik meninjau kembali tugas atau tes sebelumnya (review test/work) yang meliputi soal-soal ujian terdahulu tentang topik-topik tertentu, juga tugas tugas yang telah dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar. Peserta didik juga membaca ulang buku pelajaran (review text book) yang merupakan sumber informasi yang dijadikan penunjang catatan sebagai sarana belajar. Dalam perspektif sosial kognitif keberadaan strategi self regulated learning ditentukan oleh tiga faktor yakni faktor pribadi, perilaku dan lingkungan (Bandura dalam Pintrich & Schunk,2002).

10 1. Faktor pribadi Self regulated learning terjadi pada derajat dimana peserta didik dapat menggunakan proses personal untuk secara strategis mengatur perilaku dan lingkungan belajar disekitarnya. Faktor ini meliputi penggunaan strategi mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), serta mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing). 2. Faktor perilaku Menunjuk pada kemampuan peserta didik dalam menggunakan self evaluation strategy sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Faktor ini melibatkan strategi konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences) dan evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating). 3. Faktor lingkungan Menunjuk pada sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, penataan cahaya yang tepat, dan pencarian sumber belajar yang relevan. Faktor ini meliputi strategi mencari informasi (seeking information), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan sosial (seek social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record).

11 B. Mahasiswa Mahasiswa menurut Salim dan Salim (dalam kamus umum bahasa Indonesia, 2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Menurut Sukadji (2001) mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Oleh sebab itu mahasiswa diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesarbesarnya dalam pendidikan tersebut. Selanjutnya Basir (1992) menjelaskan bahwa mahasiswa secara psikis dan fisik telah mencapai tahap awal dewasa dan telah meninggalkan masa remajanya, sehingga perilakunya dengan lingkungan sekitar sudah terarah, mengakui dan memahami norma, serta nilai yang harus ditaatinya. Menurut Winkel (1997) mahasiswa berada pada rentang usia 18 atau 19 tahun sampai 24 atau 25 tahun. Selanjutnya Winkel (1997) menjelaskan bahwa rentang usia mahasiswa ini masih dapat dibagi atas dua periode yaitu : 1. Usia 18 atau 19 tahun sampai 20 atau 21 tahun. Periode ini merupakan mahasiswa dari semester 1 sampai dengan semester IV. Pada rentang usia ini, pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut : Stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat Pandangan yang lebih realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya Kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan secara lebih matang Gejolak-gejolak dalam area perasaan mulai berkurang. Meskipun demikian ciri khas dari masa remaja masih sering muncul, tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa.

12 2. Usia 21 atau 22 tahun sampai 24 atau 25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII. Pada rentang usia ini pada umumnya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama bersifat psikologis, seperti : Mendapat penghargaan dari teman, dosen, dan sesama anggota keluarga lainnya Mempunyai pandangan spiritual tentang makna hidup manusia Memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik Selanjutnya Hurlock (1999) mengkategorikan usia mahasiswa ke dalam masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1999) masa dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun dimana tugas perkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan. Pada masa dewasa dini terjadi perubahan nilai dimana banyak nilai pada masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia. Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu dan rentang usia mahasiswa yaitu 18 atau 19 tahun sampai 24 atau 25 tahun serta berada pada masa dewasa dini dimana tugas perkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan.

13 C. Bekerja 1. Definisi bekerja Setiap orang yang bekerja disebut pekerja. Pekerja atau buruh di Indonesia menurut UU No. 13 tahun 2003 adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Shimmin (dalam De Klerk, 2005) menyatakan bahwa kerja sering diidentifikasikan dengan melakukan employment yaitu aktivitas yang dilakukan untuk orang lain dalam basis kontrak hal ini menyangkut hubungan pertukaran dimana seseorang memberikan talenta mereka kepada majikan untuk mendapatkan imbalan. Badan Pusat Statistik Indonesia (2000) mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu kegiatan ekonomi). Sejalan dengan hal tersebut, Mantra (2000) menyatakan bahwa bekerja yaitu melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan atau membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang dalam kurun waktu (time reference) tertentu. Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bekerja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk orang lain dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang dalam kurun waktu (time reference) tertentu.

14 2. Manfaat bekerja Anoraga (2001) mengemukakan bahwa melalui bekerja kita memperoleh uang dan uang tersebut dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Kebutuhan kebutuhan yang ada dapat dibagi : a. Kebutuhan fisiologis dasar Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan fisik atau biologis seperti makan, minum, tempat tinggal dan kebutuhan lain yang sejenis. b. Kebutuhan sosial Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena memerlukan persahabatan dan tidak akan berbahagia apabila ditinggalkan sendirian untuk jangka waktu yang lama. Pekerjaan seringkali memberikan kepuasan kebutuhan sosial, tidak hanya dalam arti memberikan persahabatan, tapi juga dalam aspek-aspek yang lain, seperti menjadi anggota kelompok tertentu yang memberikan rasa identifikasi diri dan rasa memiliki. Kebutuhan sosial lainnya dapat diperoleh dari hubungan antara atasan dan bawahan. c. Kebutuhan Egoistik 1) Prestasi Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan berprestasi (sense of achievement) untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting. Individu yang merasa pekerjaannya itu tidak penting sering tidak bersemangat dan mengeluh dalam menjalankan pekerjaannya.

15 2) Otonomi Seorang pekerja menginginkan adanya kebebasan, menginginkan semacam kreativitas dan variasi dalam menjalankan pekerjaannya juga inisiatif dan imajinasi yang mencerminkan keinginan individu untuk independen, bebas menentukan apa yang ia inginkan. 3) Pengetahuan Keinginan akan pengetahuan menjadi dorongan dasar dari setiap manusia. Manusia tidak hanya ingin tahu apa yang terjadi tapi juga ingin mengetahui mengapa sesuatu terjadi. Menjadi seorang ahli dalam suatu bidang memberikan perasaan puas bagi individu dan ini merupakan salah satu bentuk pemuasan kebutuhan egoistiknya. Manfaat lain yang diperoleh dengan bekerja dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990) yaitu : a. Bekerja dapat membentuk pola kehidupan individu, menciptakan irama dari hari ke hari, minggu ke minggu. b. Bekerja menyediakan jaringan hubungan tidak resmi c. Bekerja memberi individu identitas yang menyatakan siapa dan apa statusnya d. Pekerjaan menjadi dasar menunjukkan harga diri e. Pekerjaan memungkinkan individu untuk menunjukkan kemampuan dan keterampilannya.

16 D. Mahasiswa yang Bekerja 1. Definisi mahasiswa bekerja Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa menurut Sukadji (2001) mahasiswa merupakan sebagian kecil dari generasi muda yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Senada dengan hal tersebut, Basir (1992) menyebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Sedangkan bekerja sering diidentifikasikan dengan melakukan employment yaitu aktivitas yang dilakukan untuk orang lain dalam basis kontrak hal ini menyangkut hubungan pertukaran dimana seseorang memberikan talenta mereka kepada majikan untuk mendapatkan imbalan (Shimmin dalam De Klerk, 2005). Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang bekerja adalah mahasiswa yang mengambil peran sebagai orang yang mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu dalam tingkat pendidikan tinggi sambil melakukan suatu aktivitas yang dilakukan untuk orang lain dengan memberikan talenta mereka kepada majikan untuk mendapatkan imbalan. Bagi individu yang berusia tahun, menurut Cohen (dalam Ronen, 1981) bentuk pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu (part-time work). Hal ini disebabkan karena jadwal kerja paruh waktu lebih fleksibel daripada jadwal kerja penuh waktu sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal kuliah mereka. Menurut Ronen (1981) pekerjaan paruh waktu merupakan jadwal kerja yang

17 dilaksanakan minimal 20 jam dalam seminggu namun tidak lebih dari 40 jam dalam seminggu. 2. Alasan mahasiswa bekerja Alasan umum individu bekerja adalah karena uang (Anoraga, 2001). Jadi keinginan untuk mempertahankan hidup merupakan salah satu sebab terkuat yang dapat menjelaskan mengapa individu bekerja. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang bekerja. Menurut Motte dan Schwartz (2009) alasan utama mahasiswa bekerja adalah untuk mendapatkan sumber penghasilan. Selain itu Motte dan Schwartz (2009) mengemukakan alasan lain mahasiswa bekerja yaitu : a. Bekerja untuk membantu orang tua dalam membiayai kuliah Motte dan Schwartz (2009) menyatakan bahwa alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah yang hanya mendapatkan sedikit dukungan finansial dari keluarganya sehingga tak mampu menutupi seluruh biaya perkuliahan. b. Bekerja untuk membayar aktivitas waktu luang Alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tujuan utama mereka bekerja adalah mendapatkan penghasilan tambahan untuk membayar segala aktivitas waktu luang mereka yang tidak berhubungan dengan biaya pendidikan.

18 c. Bekerja sebagai suatu cara hidup mandiri Alasan ini dikemukakan oleh mahasiswa yang bekerja untuk mendapatkan kemandirian ekonomis dan tidak ingin bergantung pada penghasilan orang tua meskipun orangtua masih mampu membiayai perkuliahan. d. Bekerja untuk mencari pengalaman Mahasiswa bekerja untuk dapat merasakan langsung semua hal yang berhubungan dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan pengetahuan dan pengalaman langsung, mahasiswa akan lebih mudah memahami isi perkuliahan tersebut. E. Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja Kuliah sambil bekerja banyak memberi dampak bagi mahasiswa baik positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah dengan bekerja mahasiswa dapat membantu orang tua dalam membiayai kuliah, memperoleh pengalaman kerja serta kemandirian ekonomis (Motte & Schwartz, 2009). Sedangkan dampak negatifnya adalah bekerja bisa membuat mahasiswa lalai akan tugas utamanya, yakni belajar (Yenni, 2007). Mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara kuliah, kerja dan belajar. Hal ini juga didukung berdasarkan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Mahasiswa banyak yang mengaku kesulitan membagi waktu antara kuliah, kerja, istirahat dan urusan-urusan lain.

19 Pada dasarnya mahasiswa merupakan pembelajar aktif dan kritis yang dituntut untuk mampu mengatur diri dan waktunya serta menyelesaikan persoalan yang ia temui dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Agar sukses dalam pendidikan dan berhasil menerapkan ilmu yang diperolehnya, mahasiswa diharapkan memiliki kesiapan belajar di perguruan tinggi yang mencakup kesiapan mental dan kesiapan keterampilan belajar. Spitzer (2000) mengatakan bahwa salah satu keterampilan belajar yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan di perguruan tinggi adalah kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self regulated learning. Self regulated learning merupakan kemampuan peserta didik untuk dapat mengatur fungsi-fungsi yang ada di dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan (Zimmerman dalam Woolfolk, 2004). Berdasarkan definisi tersebut individu digambarkan sebagai pusat pengatur segala hal yang berhubungan dengan dirinya, dikaitkan dalam sebuah konteks realitas atau kenyataan. Artinya dalam definisi di atas disebutkan bahwa self regulated learning tidak sekedar bagaimana melakukan pengelolaan terhadap diri secara menyeluruh (afeksi, kognitif, dan tingkah laku), namun juga terkait dengan bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan belajar agar sesuai dengan kebutuhan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Wahyono (2008) yang menyatakan bahwa peserta didik yang menerapkan self regulated learning mendekati tugas belajar dengan berbagai strategi manajemen sumber daya seperti memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu

20 belajar secara efektif. Hal ini mulai dari merencanakan (menentukan) tujuan, target, strategi dan waktu belajar, menentukan sumber belajar yang akan digunakan, sampai menjalankan rencana tersebut secara teratur. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dampak negatif kuliah sambil bekerja yaitu bekerja bisa membuat mahasiswa mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara kuliah, kerja dan belajar. Faktor lingkungan sosial turut berperan dalam penerapan self regulated learning, dimana peserta didik yang menerapkan strategi self regulated learning akan mencari bantuan sosial (seek social assistance) melalui rekan sebaya, guru dan lingkungan fisik sekolah. Furr & Elling, (2000) menyatakan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja cenderung jarang terlibat dalam aktivitas kampus dan aktivitas sosial bersama teman-teman dibandingkan mahasiswa yang tidak bekerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ruscoe, Morgan & Peebles, (1996) yang membuktikan bahwa mahasiswa yang bekerja cenderung sering absen kuliah dan lebih sering datang terlambat dibandingkan dengan yang tidak bekerja. Faktor afeksi dan kognitif juga sangat dibutuhkan dalam penerapan self regulated learning karena afeksi dan kognisi yang tepat dapat mendukung munculnya tingkah laku yang diharapkan untuk mencapai tujuan belajar. Hasil penelitian Furr dan Elling (2000) menyebutkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak bekerja, hal tersebut dikarenakan kuliah sambil bekerja membutuhkan

21 waktu dan tenaga ekstra. Stres yang dialami mahasiswa tersebut tentunya akan mempengaruhi afeksi dan kognisi mahasiswa tersebut dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat diasumsikan bahwa terdapat perbedaan penerapan self regulated learning antara mahasiswa yang bekerja dengan mahasiswa yang tidak bekerja F. Hipotesa Penelitian Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah Ada perbedaan self regulated learning antara mahasiswa yang bekerja dengan mahasiswa yang tidak bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated BAB II LANDASAN TEORI A. Self regulated Learning 1. Defenisi self regulated learning Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated learning merupakan konsep bagaimana seorang peserta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN AKADEMIS 1. Pengertian Kecemasan Akademis Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai salah satu keadaan emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self Regulation Menurut Schunk (dalam Susanto 2006), regulasi adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa. Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psychological Well Being 2.1.1 Pengertian Psychological Well Being Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well being merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prestasi Akademik 1.1.Pengertian Prestasi Akademik Menurut Chaplin (2006) prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul

BAB II LANDASAN TEORI. Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul sejak pertengahan tahun 1980-an untuk memahami

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap negara, terutama bagi negara berkembang seperti negara Indonesia. Terlebih dalam dunia kerja, dimana banyak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Self Regulated Learning 2.1.1. Definisi Self Regulated Learning Menurut Zimmerman (1988), Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kedisiplinan A. 1. Pengertian Kedisiplinan Menurut Hurlock (2000) kedisiplinan berasal dari disciple yang berarti bahwa seseorang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam keseluruhan bentuk aktivitas dan kreativitasnya,

Lebih terperinci

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar sudah sejak lama menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning menyangkut self generation dan self monitoring pada pemikiran, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING ANTARA MAHASISWA YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA Siti Fani Daulay Fasti Rola Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kuliah sambil bekerja bukanlah hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komponen penting yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan adalah peserta didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum sebagai materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya Manusia tetunya menjadi focus perhatian semua kalangan masyarakat untuk bisa semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian. A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Lauster (Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana

BAB II LANDASAN TEORI. Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana BAB II LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir 1. Pengertian kematangan karir Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya,

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perbedaan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Bekerja dan Tidak Bekerja SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Metakognitif Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi, secara sederhana menurut Herman dan Suryadi (2008, hlm. 16) metakognisi diartikan sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

Pengaruh Penerapan Metode Cooperative Learning Model Jigsaw Pada Layanan Bimbingan Klasikal...

Pengaruh Penerapan Metode Cooperative Learning Model Jigsaw Pada Layanan Bimbingan Klasikal... 63 PENGARUH PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING MODEL JIGSAW PADA LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL TERHADAP PEMAHAMANSELF REGULATED LEARNING (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI Tata Boga 3 SMK Negeri 30

Lebih terperinci

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Amelia Elvina Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi Universiyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu bentuk dari organisasi adalah perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Self regulated learning 2.1.1. Pengertian Self regulated learning Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self regulated dan learning. Self regulated

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Abstraksi Penelitian ini adalah penelitian tentang regulasi belajar yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini zaman semakin berkembang, khususnya pada dunia pendidikan. Untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut, individu mengembangkan ilmunya dalam dunia

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada perilaku mengabaikan tugas di kelas yang dilakukan oleh anak dengan ADHD. Perilaku mengabaikan tugas merupakan perilaku anak yang tidak bisa memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mata Kuliah Psikodiagnostik merupakan mata kuliah khas dari program studi Psikologi. Mata kuliah ini menjadi khas karena hanya program studi Psikologi yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. dan evaluasi hasil belajar (Tahar dan Enceng, 2006). mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. dan evaluasi hasil belajar (Tahar dan Enceng, 2006). mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Kemandirian Belajar a. Pengertian Kemandirian belajar merupakan kesiapan dari individu yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan kepada pasien yang berada di ruang rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa transisi ini, remaja mengalami perubahan dalam aspek fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA

SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA Report generated on Wednesday, Aug 2, 2017, 11:38 AM Page 1 of 9 DOCUMENT SEMNAS_PENGARUH SRL_AIMA, IFA SCORE 100 ISSUES FOUND IN THIS TEXT 0 of 100 PLAGIARISM 0% Contextual Spelling Grammar Punctuation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kualitas yang dimiliki manusia adalah kemampuannya untuk melakukan kontrol atas dirinya (Schraw, Crippen, Hartley, 2006). Kemampuan tersebut menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci