BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia ke Angola. Kelapa sawit juga ditanami sampai batas tertentu di tengah daerah hutan hujan di Kongo, Kenya, Indonesia, dan Malaysia. Ada sedikit penanaman di negara Amerika Tengah dan Selatan (Hartmann, et. al., 1981). Penanaman dan pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dimulai sekitar tahun 1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika jenisnya mulai dimanfaatkan untuk minyak nabati secara komersial. Bagaimanapun, dasar keturunan berdasarkan populasi penanaman telah diseimbangkan secara lebih sempit dan memberikan beberapa generasi dalam pembiakannya dan tekanan yang terpilih. Berbagai populasi mempunyai kemampuan saat ini menjangkau derajat tinggi keseragaman. Seluruh dunia, keturunannya diperoleh mula-mula dari empat pohon di Bogor digunakan sebagai induk betina dari material penanaman komersil dan pada suatu palma yang digunakan sebagai induk jantan yang menekankan hal keturunan yang sempit dari kelapa sawit yang sekarang dikembangkan (Rajanaidu, et. al., 1981). Kelapa sawit tumbuh sebagian besar di pantai barat Malaysia Barat, pada lahan yang sama untuk kelapa. Kelapa sawit juga tumbuh di beberapa lahan dekat pulau yang telah ditemukan cocok untuk kelapa sawit. Kelapa sawit tidak 1
2 dapat menguntungkan jika tumbuh di semua lahan tetapi hanya pada lahan yang subur. Tanah subur ini termasuk tanah subur di pantai barat. Keuntungan kelapa sawit yang bertumbuh dapat sangat tinggi lebih banyak dibanding kelapa. Satu masalah dalam pertumbuhan kelapa sawit adalah bahwa suatu pabrik sangat mahal diperlukan untuk menyiapkan minyak itu. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak: 1. Minyak berwarna kemerahan yang berasal dari bagian luar dari buah, umumnya dikenal dengan minyak sawit, dan 2. Minyak tidak berwarna atau pucat yang mirip minyak kelapa sawit yang berasal dari inti atau bagian pusat dari buah yang dikenal sebagai minyak biji-bijian (Kheong, et. al., 1969). Perkembangan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat. Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit kini semakin cerah baik di pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Sektor ini akan semakin strategis karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga. Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan target pemerintah, pada 2010 mendatang sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana 7% diantara berbasis minyak sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan atau peningkatan produksi kelapa sawit dalam jumlah besar.
3 Proyek ini mendapat sambutan positif. Beberapa waktu lalu telah ditandatangani 60 kesepakatan bersama antara berbagai pihak. Sampai tahun 2010, nilai proyek pengembangan BBN akan mencapai US$ 9 miliar- US$ 10 miliar yang disertai dana perbankan kurang lebih Rp 34 triliun. Tenaga kerja yang terserap diperkirakan mencapai 3,5 juta orang. Sementara itu di pasar dunia dalam 10 tahun terakhir, penggunaan atau konsumsi minyak sawit tumbuh sekitar rata-rata 8%-9% per tahun. Ke depan, laju pertumbuhan ini diperkirakan akan terus bertahan, bahkan tidak tertutup kemungkinan meningkat sejalan dengan trend penggunaan bahan bakar alternatif berbasis minyak nabati atau BBN seperti biodiesel. Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya tren pemakaian bahan dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi (kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku lainnya. Berdasarkan data dari Oil World, tren penggunaan komoditi berbasis minyak kelapa sawit di pasar global terus meningkat dari waktu ke waktu mengalahkan industri berbasis komoditas vegetable oil lainnya seperti minyak gandum, minyak jagung, minyak kelapa. Sejak 2004 penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai sekitar 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, mengalahkan komoditi minyak kedelai sekitar 25 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,8% per tahun.
4 Komoditi lainnya yang banyak digunakan adalah minyak bunga matahari yaitu sekitar 11,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 2,2% per tahun. Dengan ketersediaan lahan dan iklim yang mendukung, Indonesia berpeluang besar untuk memanfaatkan trend tersebut. Sejumlah kalangan (pengamat dan pelaku dunia usaha) optimis, Indonesia mampu menguasai dan menjadi pemain nomor satu di pasar industri kelapa sawit dunia yang kini dikuasasi oleh Malaysia. Saat ini saja Indonesia sudah menguasai 37% pasar dunia, sementara Malaysia sebesar 42%. Diperkirakan, dalam dua tahun ke depan pangsa pasar Indonesia akan dapat melampaui pangsa pasar Malaysia. Namun di sisi lain, banyak kalangan yang meragukan apakah Indonesia mampu mengoptimalkan daya saingnya untuk memperoleh nilai tambah (added value) yang maksimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Ini tidak terlepas dari kenyataan, sebagian besar produk kelapa sawit nasional masih diperdagangkan dalam bentuk CPO atau minyak goreng, belum masuk ke dalam tahap industri yang mempunyai nilai tambah besar seperti industri bio surfactant (Anonimous a. 2014). Tingginya permintaan minyak sawit makan di India, Cina dan di dalam negeri membuat Indonesia menjadi produsen teratas minyak sawit mentah, demikian menurut statistik yang digabungkan ilmuwan di Center for International Forestry Research (CIFOR). Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perkebunan dan pengolahan minyak sawit memegang peran kunci bagi ekonomi Indonesia. Meningkatnya permintaan bagi minyak makan secara domestik dan internasional menciptakan kondisi Indonesia menjadi pemimpin dunia dalam wilayah kumulatif perkebunan
5 dan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Pada 2011, perkebunan minyak sawit mencakup 7,8 juta hektar di Indonesia, termasuk 6,1 juta ha perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010, perkebunan-perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO, sementara pada 2011 menghasilkan 23,5 ton. Memasuki 2020, Indonesia berencana menggandakan produksi CPO menjadi 40 juta ton per tahun dan memperluas portfolio perkebunan dengan menambah 4 juta hektar. Tingginya permintaan minyak makan dari negara ekonomi berkembang di Asia seperti India dan China serta tingginya tingkat konsumsi domestik menjadi kekuatan pendorong utama di balik pertumbuhan ini.. Sekitar separuh produksi CPO Indonesia diekspor dalam bentuk belum diolah. Sebagian besar sisanya diproses menjadi minyak goreng dan sekitar separuhnya juga diekspor, demikian menurut Bank Dunia. Sisanya dikonsumsi di dalam negeri. Sekitar 75 persen perusahaan perkebunan dan produksi CPO berlokasi di Sumatera dan Kalimantan, wilayah di Indonesia dengan sejarah panjang pengembangan minyak sawit, baik perkebunan yang beroperasi dalam skala besar maupun skala kecil. Hampir separuh dari seluruh wilayah perkebunan dikelola oleh usaha kecil dan diyakini bahwa operasi usaha kecil berkontribusi secara signifikan terhadap perluasan perkebunan minyak sawit beberapa tahun terakhir. (Anonimous b.2014) Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah Sumatera Utara saat ini meningkat dengan sangat cepat. Perkembangan antar industri pabrik kelapa sawit ini memunculkan persaingan yang sangat
6 kompetitif antar perusahaan. Secara umum kondisi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya areal perkebunan baik perkebunan rakyat, swasta asing, maupun nasional dan perkebunan negara (PTPN). Luas tanaman dan produksi kelapa sawit berdasarkan pengelolaan tahun 2008-2012 seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan data yang disajikan di atas, diperoleh gambaran bahwa terjadi fluktuasi perkembangan areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data tersebut, secara umum terjadi peningkatan luas areal perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan sawit yang dikelola oleh rakyat mengalami peningkatan dari 379.853 ha pada tahun 2008 menjadi 405.921,08 ha pada tahun 2012 (naik 6,86 %), PTPN mengalami peningkatan dari 299.604 ha pada tahun 2008 menjadi 306.393,62
7 ha pada tahun 2012 (naik 3,88 %). Perkebunan Besar Swasta Nasional dari 237.462 ha pada tahun 2008 menjadi 248.500,45 ha pada tahun 2012 (naik 4,65 %), dan Perkebunan Besar Swasta Asing meningkat dari 106.948 ha pada tahun 2008 menjadi 115.202,57 ha pada tahun 2012 (naik 7,72 %). Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat secara umum produksi kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) juga mengalami peningkatan baik perkebunan rakyat, PTPN, perkebunan besar swasa nasional (PBSN) dan perkebunan besar swasta asing (PBSA) dari tahun 2008 hingga 2012. Dari data tahun 2008 sampai 2012, peningkatan produksi untuk perkebunan rakyat sebesar 9,8 %, PTPN sebesar 15,3 %, PBSN sebesar 4,14 %, dan PBSA sebesar 6,95 %. Dengan perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit. Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya. Sehingga perkebunan tersebut belum dapat memproduksi TBS secara optimal.
8 No Tabel 2. Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Kabupaten/ Kota Tahun 2009-2013 Kabupaten/Kota TBM Not Yet Productive Luas Tanaman / Area (ha) TM Productive TTM Unproductive Jumlah Total Produksi TBS Production Bunch of Palm (ton) 1 Nias 2 140,00 2 915,50 31,50 5 087,00 54022,71 2 Mandailing Natal 4 092,27 11 079,28 7,24 15 178,79 203597,33 3 Tapanuli Selatan - - - - - 4 Tapanuli Tengah 1 478,50 1 561,00 13,00 3 052,50 25 385,00 5 Tapanuli Utara 20,00 6,69 14,25 40,94 30,32 6 Toba Samosir 139,50 475,32 19,80 634,62 3281,14 7 Labuhanbatu 2 066,00 31 455,00 25,00 33 546,00 439159,09 8 Asahan 10 611,20 60 356,00 1 079,19 72 046,39 1 015 9 Simalungun 2 489,22 24 992,67 3,10 27 484,99 508 970,15 10 Dairi 40,00 112,00-152,00 967,00 11 Karo 217,00 558,00-775,00 6 597,64 12 Deli Serdang 3 158,65 10 784,05 119,00 14 061,70 175 472,36 13 Langkat 3 802,00 38 012,60 345,00 42 159,60 598 073,30 14 Nias Selatan 335,00 - - 335,00-15 Humbang Hasundutan 93,00 130,00 33,00 256,00 335,00 16 Pakpak Bharat 479,00 830,00 177,60 1 486,60 3 199,09 17 Samosir - - - - - 18 Serdang Bedagai 2 537,76 9 681,98 16,50 12 236,24 149 926,41 19 Batu Bara 2 061,00 6 186,50 376,00 8 623,50 89 431,82 20 Padang Lawas Utara 8 384,00 16 816,00 20,00 25 220,00 273 389,50 21 Padang Lawas Selatan 6 750,93 27 313,99 167,55 34 232,47 415 240,23 22 Labuhanbatu Selatan 2 032,00 39 420,00 520,00 41 972,00 608 975,27 23 LabuhanBatu Utara 5 623,00 60 983,00 612,00 67 218,00 857 323,91 24 Nias Utara - - - - - 25 Nias Barat - - - - - Kota/City 26 Gunungsitoli - - - - - Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009-2013 Tinggi rendahnya produktivitas TBS per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya. (Risza, 1994)
9 1.2. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh dari umur tanaman terhadap produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS). 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam melaksanakan penelitian yang berkelanjutan. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian mengenai perkebunan kelapa sawit. 1.5. Keaslian Penelitian 1. Model Penelitian : Dalam penelitian ini digunakan berbagai macam metode analisis yaitu, analisis regresi linear untuk menjelaskan pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS.
10 2. Variabel Penelitian : Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian atau fokus penelitian meliputi luas kebun dan lama bertani. 3. Besar Sampel : Sampel penelitian adalah petani sawit perkebunan rakyat sebanyak 30 orang. 4. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan pada tahun 2014. 5. Lokasi penelitian : Penelitian dilakukan di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.