Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE TAKAKURA

ABSTRACT. Keywords: Organic Waste, Water Content, Size Materials, Composting Methode, Mature Compost ABSTRAK

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE OPEN WINDROW

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 2 (2017)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Kompos Dengan Variasi Penambahan Dosis Abu Boiler Serta Penggunaan Bioaktivator EM-4

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa)

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

PENGARUH JENIS BIOAKTIVATOR PADA LAJU DEKOMPOSISI SAMPAH DAUN KI HUJAN Samanea saman DARI WILAYAH KAMPUS UNHAS. Hasanuddin, Makassar, 2014 ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Tinjauan Pustaka

Pengaruh Variasi Tinggi Tumpukan Pada Proses Pengomposan Limbah Lumpur Sawit Terhadap Termofilik

PENGARUH LAJU AERASI DAN PENAMBAHAN INOKULAN PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI *

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

TINJAUAN PUSTAKA II.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

PENGOMPOSAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN SLURRY DARI FERMENTASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh penambahan EM-

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMASI PENGOMPOSAN SAMPAH KEBUN DENGAN VARIASI AERASI DAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

Pengolahan Lumpur Tinja Pada Sludge Drying Bed IPLT Keputih Menjadi bahan Bakar Alternatif Dengan Metode Biodrying

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

TATA CARA PENELITIAN

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

PERBEDAAN FISIK DAN KIMIA KOMPOS DAUN YANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL DAN EM 4

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

MATERI DAN METODE. Materi

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 3 No. 2, Juni 2015,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

EFEKTIVITAS PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DENGAN TIGA SUMBER AKTIVATOR BERBEDA

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

I Putu Gde Suhartana Kajian Proses Fermentasi Sludge

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH IKAN PADA PROSES PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI URIN SAPI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA MAKRO (CNPK)

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

EFEKTIFITAS DOSIS EM4 (Effective Microorganism) DALAM PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK

PENGARUH PENAMBAHAN SERPIHAN KAYU TERHADAP KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK SEJENIS DALAM KOMPOSTER RUMAH TANGGA

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan

JURNAL INTEGRASI PROSES. Website:

UPAYA MEMPERCEPAT PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

Pembuatan Kompos Limbah Organik Pertanian dengan Promi

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mochamad Arief Budihardjo *)

EVALUASI KINERJA CO-COMPOSTING BAGAS DENGAN BLOTONG PADA KAPASITAS PROSES YANG DITINGKATKAN MOH SUBIYANTORO

PENGGUNAANAK TIVATOR KOMPOS SAMPAH ORGANIK RUMAH. Muchsin Riviwanto dan Andree Aulia Rahmad (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN

PENGARUH BIOAKTIVATOR MOL TAPAI PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH LUMPUR KELAPA SAWIT YANG DISTERILKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN SAMPAH SAYUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAKAKURA SERTA PENGARUH EM4 DAN STATER DARI TEMPE PADA PROSES PEMATANGAN KOMPOS.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

Transkripsi:

PENGARUH KADAR AIR DAN UKURAN BAHAN TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK TPST UNIVERSITAS DIPONEGORO DENGAN METODE COMPOSTING TUB Sindi Martina Hastuti *), Ganjar Samudro **), Sri Sumiyati **) Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275 email: sindimartina25@gmail.com Abstrak Banyaknya pepohonan yang ada di sekitar kita menyebabkan banyaknya sampah daun yang dihasilkan.sampah daun merupakan salah satu sampah organik yang dapat dijadikan kompos. Pengomposan dapat dilakukan dengan memvariasikan faktor-faktor yang mempengaruhi prosesnya, diantaranya adalah kadar air, ukuran bahan dan metode pengomposan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kadar air dan ukuran bahan terhadap pengomposan sampah organik yaitu sampah daun kering dan menentukan kadar air optimum untuk pengomposan sampah organik berupa daun kering. Pengomposan dilakukan dengan menggunakan MOL tetes tebu dan memvariasikan kadar air (kadar air 40%, 50%, 60%). Ukuran bahan dicacah menjadi ukuran 1 cm; 1,5 cm dan 2 cm. Waktu pengomposan berlangsung selama 30 hari menggunakan metode composter tub. Pengukuran suhu, ph dan kadar air dilakukan setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian, kadar air dan ukuran bahan yang optimum adalah 50% dengan ukuran bahan 2 cm dengan hasil kadar C- Organik sebesar 28,087%, kadar N-Total sebesar 1,915%, rasio C/N sebesar 14,668, kadar P-Total sebesar 0,175%, dan kadar K-Total sebesar 1,943%. Sedangkan untuk hasil pengujian toksisitas menggunakan uji GI, nilai GI pada kadar air 50% adalah 105,47 yang menunjukkan bahwa kompos bebas toksik, sudah matang dan stabil. Kemudian dari hasil uji mikrobiologi menunjukan bahwa jumlah total koliform yang ada pada kompos tidak lebih dari 1000 MPN/gr yaitu 27 MPN/gr. Kata kunci: Kompos; MOL; kadar air; tetes tebu; sampah organik; ukuran bahan Abstract [The Effect of Water Content and Material Size on Organic Waste Composting at Diponegoro University with Composting Tub Method]. The number of trees that are around us imposes leaf litter produced. Leaf litter is one of the organic waste that can be composted. Composting can be done by varying the factors that influence the process, including the water content, the size of the materials and methods of composting. The purpose of this study was to analyze the effect of the water content and material size to the composting of organic waste is dried leaf litter and determining the optimum water content and material size for composting organic waste in the form of dried leaves. Composting is done by using LMO molasses and varying the water content (moisture content of 40%, 50%, 60%). The size of the chopped material to a size of 1 cm; 1.5 cm and 2 cm. Composting period lasts for 30 days using the composter tub. Measurement of temperature, ph and water content is done every day. Based on the research results, the water content andmaterial size that the optimum is 50% and 2 cm with the results of the levels of C-Organic amounted to 28,087%, levels of N-total amounted to 1.915%, C/N ratio of 14,668, the levels of P-total of 0.175 %, and levels of C-total amounted to 1.943%. As for the results of toxicity testing using test GI, the GI value of 50% water content is 105,47 which indicates that the compost free of toxic, is mature and stable. Then, from the microbiological test results showed that the number of total coliform that exist in the compost no more than 1000 MPN/g at 27 MPN/g. Keywords: Compost; MOL; water content; molasses; organic trash; material size 1 *) Penulis

1. PENDAHULUAN Saat ini sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat masih banyak yang tidak ditangani dengan baik.masih banyak sampah organik yang hanya dibiarkan terkumpul, ditimbun atau bahkan dibakar, hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran dalam jangka waktu yang lama.area kampus tentunya menghasilkan sampah.pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan di kampus juga diperlukan.berbagai macam jenis sampah dihasilkan pada area kampus tersebut, seperti sampah daun dan sampah yang berasal dari kantin-kantin yang terdapat pada kampus tersebut.sampah organik dapat memberikan manfaat apabila dikelola dengan baik.misalnya sampah organik berupa daundaunan dapat menambah kandungan unsur hara di dalam tanah. Salah satu cara penanganan sampah organik adalah dengan menjadikannya kompos. Menurut Huda (2013), kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Pengomposan yang dilakukan memerlukan perlakuan yang sesuai agar kompos yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Salah satu pengelolaan sampah adalah dengan melakukan pengumpulan sampah sementara dari suatu kawasan.adanya TPST di Universitas Diponegoro memberikan manfaat dimana sampah yang dihasilkan di area kampus Universitas Diponegoro dapat terkelola dengan baik. Selain itu, adanya TPST juga dapat mengurangi timbulan sampah yang dibuang ke TPA dan membantu dalam hal pemilahan sampah yang akan masuk ke TPA. Kegiatan yang ada di TPST meliputi pemilahan sampah dan pengomposan sampah organik. Komposisi sampah organik di wilayah kampus mungkin sedikit berbeda dengan komposisi sampah organik yang berasal dari pemukiman. Sebagian besar sampah yang dihasilkan adalah berupa daundaunan.daun-daunan mempunyai potensi untuk dijadikan kompos.namun, biasanya waktu yang diperlukan untuk melakukan pengomposan cukup lama. Penanganan sampah organik dengan menggunakan pengomposan dapat dilakukan dengan membuat variasi perlakuan terhadap 2 *) Penulis kompos.variasi perlakuan terhadap kompos dapat dilakukan untuk melihat variasi mana yang paling baik untuk melakukan pengomposan (Isroi, 2008). Variasi perlakuan yang dapat dilakukan diantaranya adalah jenis reaktor, pembalikan, aerasi, ukuran bahan, kadar air dan aktivator. Menurut Luqman (2013), perbedaan perlakuan berupa laju aerasi, pembalikan dan penambahan starter akan berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme pada kompos. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012) terhadap kompos dengan bahan sampah perkotaan yang divariasikan kadar airnya menunjukkan bahwa hasil kompos terbaik adalah pada kadar air 40% dan 50%. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh kadar air dan ukuran bahan terhadap hasil pengomposan sampah organik Universitas Diponegoro dengan metode composting tub. 2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan selama 30 hari di TPST Universitas Diponegoro.Jenis penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium.langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan persiapan penelitian berupa sampling bahan kompos dan pembuatan MOL tetes tebu.tahapan pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan bahan berupa tetes tebu (molase) 150 ml, bioaktivator EM4 150 ml, air kelapa 1500 ml, dan air tajin 3000 ml. 2. Mencampurkan bahan-bahan tersebut kemudian diaduk hingga merata. 3. Memasukkan bahan yang telah tercampur ke dalam botol kemudian ditutup rapat dan difermentasi selama 7 hari. MOL yang sudah jadi ditandai dengan bau alkohol yang tajam. Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan terhadap bahan kompos.tujuan dilakukannya uji pendahuluan ini adalah untuk mengetahui kandungan awal yang ada di dalam bahan, meliputi ph, temperatur, kadar air, C-organik, N-total, P-total, K-total, dan rasio C/N. Setelah itu mempersiapkan wadah yang digunakan untuk pengomposan. Wadah yang digunakan untuk pengomposan adalah berupa ember plastik berukuran tinggi 40 cm dengan

diameter 30 cm, yang diberi lubang di sekelilingnya dengan diameter lubang 1 cm dan jarak antar lubang 4 cm untuk aerasi. Lubang aerasi dibuat dengan menggunakan solder atau paku yang dipanaskan Setelah bahan dan wadah telah siap, maka akan dilakukan penentuan variasi komposisibahan kompos. Variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1.Variasi Perbandingan Bahan Kompos Sampah Ukuran Organik bahan (kg) (cm) Kode Variasi A1 1 A2 1,5 A3 2 B1 1 B2 1,5 1,5 B3 2 C1 1 C2 1,5 C3 2 3 *) Penulis MOL Tetes Tebu (ml) 1:4 dengan air Kadar Air (%) Selama proses pengomposan, setiap hari dilakukan pengukuran temperatur, ph, dan kadar air. Setelah 30 hari dilakukan pengujian hasil kompos.analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kompos. Adapun metode analisis yang dilakukan sama dengan analisis yang dilakukan pada uji pendahuluan serta ditambah dengan uji toksisitas kompos (Germination Index) dan kandungan mikrobiologi kompos. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Uji Pendahuluan Bahan Kompos 40 50 60 Tabel 2. Hasil Uji Pendahuluan Kualitas Bahan Kompos Parameter Sampah Daun MOL Tetes Tebu ph 5,98 6,28 Referensi Kondisi Awal Pengomposan 5,5 9 (Rynk, 1992) 40 65 (Rynk, 1992) Kadar air (%) 6,09 - C-Organik (%) 42,140 6,573 - N-Total (%) 0,79 0,071 - P (%) 0.013 0.0167 - K (%) 0.115 0 - Rasio C/N 53,316 92,9 40 80 (Dalzell, et. al1987) 3.2 Hasil Uji Kompos 3.2.1 Analisis Hubungan Kadar Air dan Ukuran Bahan dengan Hasil Pengomposan 3.2.1.1 Analisis Temperatur Pengomposan Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari pada tumpukan kompos.berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui bahwa semua variasi kompos telah mencapai fase termofilik. Temperatur ( C) 50 45 40 35 30 25 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (hari) Gambar 1.Grafik Perubahan Temperatur Kompos A1 B1 C1 A2 B2 C2 A3 B3 Gambar 1.merupakan grafik perubahan temperatur pada kompos. Pada grafik tersebut terlihat bahwa temperatur kompos mengalami kenaikan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas bakteri dalam mendegradasi sampah organik. Kenaikan suhu pada awal pengomposan menandakan bahwa proses pengomposan berjalan dengan baik (Langgu, 2015).Temperatur mencapai puncak pada hari pertama pengomposan. Kompos mencapai temperatur puncak pada suhu 47 C. Menurut Tchobanoglous (1993), pada fase mesofilik dalam proses pengomposan, mikroorganisme akan bekerja pada suhu 30-38 C, sedangkan bakteri termofilik akan beraktivitas pada suhu 45 C-55 C. Dengan demikian berarti kompos telah masuk ke fase termofilik pada hari pertama pengomposan. Kemudian suhu menurun pada hari kedua dan kembali ke fase mesofilik karena suhu yang dicapai kurang dari 45 C.Menurut Yulianto (2009), pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan bahan organik

menjadi NH 3 +, CO 2, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah. Penurunan temperatur yang cepat dapat terjadi karena tumpukan kompos yang terlalu rendah, sehingga panas yang dihasilkan tidak dapat diisolasi. Menurut setyorini (2006), semakin tinggi volume timbunan kompos, maka semakin besar isolasi panas. Timbunan yang terlalu dangkal akan mudah untuk kehilangan panas karena bahan tidak cukup untuk menahan panas.berdasarkan grafik tersebut, tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara variasi kompos yang berbeda-beda. Temperatur masing-masing variasi sebagian besar memiliki pola yang sama 3.2.1.2 Analisis ph Pengomposan Pengukuran ph pada tumpukan kompos dilakukan setiap hari selama proses pengomposan. Nilai ph awal kompos variasi kadar air 40% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturut-turut adalah 7,5; 5,9; 6,9, sedangkan ph awal kompos variasi kadar air 50% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturut-turut yaitu 6,8; 6,1; 6,6;. Kemudian untuk kompos variasi kadar air 60% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturut-turut adalah 6,1; 6,3; 7. Gambar 2 merupakan grafik perubahan ph selama proses pengomposan seluruh variasi ph 9 8 7 6 5 4 3 0 6 12 18 24 30 Waktu (hari) Gambar 2. Grafik Perubahan ph Kompos Berdasarkan gambar 2., dapat diketahui bahwa pada awal pengomposan ph mengalami penurunan bersamaan dengan peningkatan temperatur. Hal tersebut menandakan bahwa A1 B1 C1 A2 B2 C2 A3 B3 terjadi aktivitas mikroorganisme.berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada seluruh variasi kompos. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Somjai dan Sapudom (2011), bahwa tidak terdapat perbedaan ph yang signifikan pada kadar air 40% - 75%. ph akhir dari pengomposan dari masing-masing variasi yaitu variasi kompos kadar air 40% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturutturut adalah 7,3; 7,2; 7,1, sedangkan variasi kompos kadar air 50% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturut-turut adalah 7,2; 7,3; 7,2 dan variasi kompos kadar air 60% dengan ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm berturut-turut adalah 7,3; 7,2; 7,2. Semua variasi kompos telah memenuhi standar SNI 19-7030-2004. 3.2.1.3 Analisis Kadar Air Pengomposan Pada penelitian ini, kadar air dipertahankan pada nilai 40%, 50% dan 60% untuk masing-masing ukuran bahan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm. Pengukuran kadar air dilakukan setiap hari agar kadar air tetap terjaga. Apabila kadar air kurang dari yang ditentukan, dilakukan penambahan air dengan menghitung terlebih dahulu jumlah air yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan (3.1) berdasarkan Ministry of Agriculture and Food (1998). Sedangkan apabila kadar air melebihi dari yang ditentukan maka dilakukan pembalikan agar udara masuk ke dalam tumpukan dan mengeringkan bahan. Gambar 3 berikut merupakan grafik perubahan kadar air setiap harinya selama 30 hari pengomposan. Kadar Air (%) 80 60 40 20 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 Hari ke- Gambar 3. Grafik Kadar Air Kompos A1 B1 C1 A2 B2 C2 A3 B3 C3 Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa pada awal pengomposan kadar air mengalami penurunan. Hal ini disebabkan 4 *) Penulis

oleh adanya kenaikan suhu dari kompos akibat adanya aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan kandungan air pada kompos menguap. Setelah hari pertama, suhu kompos menurun sehingga kadar air tidak berkurang sebanyak ketika suhu kompos mengalami kenaikan. Pada hari selanjutnya penurunan kadar air pada kompos disebabkan oleh suhu udara lingkungan sekitar yang cukup panas sehingga menyebabkan penguapan. 3.2.1.4 Analisis C-Organik Pengomposan C-Organik (%) 35 30 25 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% Nilai maksimal C-Organik menurut SNI 19-7030-2004 (9,8-32) Gambar 4. Grafik Kadar C-Organik Kompos Berdasarkan gambar 4, dapat diketahui bahwa hasil kadar C-Organik yang paling rendah yaitu pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 60%. Sedangkan hasil kadar C-Organik paling tinggi yaitu pada variasi ukuran bahan 1 cm dengan kadar air 60%. Kadar C-Organik untuk masing-masing variasi ukuran bahan 1 cm paling rendah pada kadarair 40%, sedangkan paling tinggi pada kadar air 60%. Pada variasi ukuran bahan 1,5 cm, kadar C-Organik paling rendah berada pada kadar air 60%, sedangkan paling tinggi pada kadar air 40%. Sementara itu untuk variasi ukuran bahan 2 cm, kadar C-Organik paling rendah berada pada kadar air 50% dan paling tinggi pada kadar air 60%. Penurunan kadar C-Organik dalam proses pengomposan terjadi karena karbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk mendegradasi bahan organik. Selama proses pengomposan, CO 2 akan menguap sehingga kadar karbon akan berkurang juga (Pandebesie, 2012). 3.2.1.5 Analisis N-Total Pengomposan Berdasarkan hasil pengujian akhir, semua variasi kompos telah memenuhi standar SNI 19-7030-2004 karena kadar N-Total seluruh variasi berada di atas 0,4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar N-Total. Meningkatnya presentase N-Total pada masa pengomposan dikarenakan proses dekomposisi bahan kompos oleh mikroorganisme mengubah ammonia menjadi nitrit. Nitrogen merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam tanah yang berperan penting dalam proses pelapukan bahan organik. Nitrogen ini diperlukan dalam proses fotosintesis (Hajama, 2014). N-Total (%) 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% Nilai minimal kadar N-Total menurut SNI 19-7030-2004 (>0,4%) Gambar 5. Grafik Kadar N-Total Kompos Berdasarkan gambar 5, secara keseluruhan kadar N-Total paling tinggi adalah pada variasi ukuran bahan 1 cm dengan kadar air 40%, sedangkan yang paling rendah adalah variasi ukuran 1,5 cm dengan kadar air 40%. Kadar N-Total paling tinggi untuk variasi ukuran bahan 1 cm adalah pada kadar air 40% dan paling rendah pada kadar air 60%. Kadar N-Total tertinggi untuk variasi ukuran bahan 1,5 cm adalah pada kadar air 50%, sedangkan yang terendah pada kadar air 40%. Pada variasi ukuran bahan 2 cm, kadar N-Total paling tinggi adalah pada kadar air 50%, dan paling rendah pada kadar air 40%. Berdasarkan hasil tersebut, pengomposan dengan kadar air 50% menghasilkan perubahan N-Total yang lebih besar daripada pengomposan dengan kadar air 40% dan 60%. Penambahan kadar N-Total diakibatkan oleh terlepasnya ikatan nitrogen oksida menjadi 5 *) Penulis

nitrogen bebas sehingga menambah kandungan N-Total dalam timbunan kompos (Fanny, 2013). Pelepasan ikatan nitrogen tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Sehingga, pada pengomposan dengan kadar air 50%, mikroorganisme lebih aktif dalam mendegradasi bahan organik karena menghasilkan N-Total yang rata-rata lebih besar dibandingkan dengan kadar air 40% dan 60%. 3.2.1.6 Analisis Rasio C/N Pengomposan Rasio C/N 30 20 10 0 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% Nilai Rasio C/N optimal menurut SNI 19-7030-2004 (10-20) Gambar 6. Grafik Rasio C/N Kompos Berdasarkan gambar 6, secara keseluruhan rasio C/N yang paling rendah adalah pada variasi ukuran bahan 1 cm dengan kadar air 40%, sedangkan yang paling tinggi pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 50%. Rasio C/N paling rendah pada variasi ukuran bahan 1 cm adalah pada kadar air 40%, sedangkan yang paling tinggi adalah pada kadar air 60%. Rasio C/N paling rendah pada variasi ukuran bahan 1,5 cm adalah pada kadar air 60%, sedangkan yang paling tinggi adalah pada kadar air 50%. Rasio C/N paling rendah pada variasi ukuran bahan 2 cm adalah pada kadar air 50%, sedangkan yang paling tinggi adalah pada kadar air 40%. Perbedaan perlakuan terhadap kadar air menghasilkan rasio C/N kompos yang berbeda pula. Pada kompos dengan kadar air 50% memiliki rasio C/N yang rata-rata lebih rendah dibandingkan rasio C/N pada kompos dengan kadar air 40% dan 60%. Sedangkan berdasarkan ukuran bahannya, semakin kecil ukuran bahan kompos, rasio C/N yang dihasilkan rata-rata semakin kecil. 3.2.1.7 Analisis P-Total Pengomposan Berdasarkan standar SNI 19-7030-2004, secara keseluruhan kadar P-Total kompos sudah melebihi standar minimalnya yaitu >0,1%. Suswardany, et al. (2006) menjelaskan pada proses pengomposan sebagian fosfor dihisap oleh mikroorganisme untuk membentuk zat putih telur dalam tubuhnya. Semakin banyak mikroorganisme akan membuat kompos cepat matang sehingga mikroorganisme memiliki kesempatan untuk menghisap fosfor pada kompos yang telah matang tersebut. Gambar 7 berikut ini adalah grafik perbandingan kadar P-Total masingmasing variasi: P-Total (%) 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% Nilai P-Total optimal menurut SNI 19-7030-2004 (>0,1%) Gambar 7. Grafik Kadar P-Total Kompos Berdasarkan gambar 7, secara keseluruhan kadar P-Total yang paling tinggi adalah pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah pada variasi ukuran bahan 2 cm dengan kadar air 40%. Kadar P-Total paling tinggi pada variasi ukuran bahan 1 cm adalah pada kadar air 50%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 60%. Kadar P-Total paling tinggi pada variasi ukuran bahan 1,5 cm adalah pada kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 40%. Kadar P-Total 6 *) Penulis

paling tinggi pada variasi ukuran bahan 2 cm adalah pada kadar air 50%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 40%. Berdasarkan kadar airnya, nilai P-Total untuk kadar air 50% rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kompos dengan kadar air 40% dan 60%. Sedangkan berdasarkan ukuran bahannya, kompos dengan ukuran bahan 1,5 cm memiliki kadar P-Total yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran bahan 1 cm dan 2 cm. 3.2.1.8 Analisis K-Total Pengomposan K-Total (%) 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 2cm-40& 2cm-50% 2cm-60% Nilai K-Total optimal menurut SNI 19-7030-2004 (>0,2) Gambar 8. Grafik K-Total Kompos Berdasarkan gambar 8, secara keseluruhan kadar K-Total yang paling tinggi adalah pada variasi ukuran bahan 1 cm dengan kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 40%. Kadar K-Total paling tinggi pada variasi ukuran bahan 1 cm adalah pada kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 50%. Kadar K-Total paling tinggi pada variasi ukuran bahan 1,5 cm adalah pada kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 40%. Kadar K-Total paling tinggi pada variasi ukuran bahan 2 cm adalah pada kadar air 60%, sedangkan yang paling rendah adalah pada kadar air 40%. 3.2.1.9 Analisis Toksisitas Kompos Analisa toksisitas kompos dilakukan untuk mengetahui apakah kompos beracun bagi tanaman atau tidak.analisa toksisitas dilakukan menggunakan uji Germination 7 *) Penulis Index (GI) atau indeks perkecambahan.perhitungan indeks pekecambahan sesuai dengan persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3).Nilai GI lebih dari 80% menunjukkan hilangnya senyawa fitotoksin pada kompos (Zucconi dkk, 1981).Nilai ini tidak hanya sebagai indikasi hilangnya fitotoksisitas pada kompos tetapi juga sebagai indikasi kematangan kompos (Selim dkk, 2012). Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa seluruh variasi kompos memiliki nilai GI di atas 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa fitotoksisitas kompos telah hilang dan kompos telah matang. Nilai GI tertinggi yaitu pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 60%, sedangkan nilai GI terendah yaitu pada variasi ukuran bahan 1,5 cm dengan kadar air 50%. Nilai GI yang stabil adalah pada variasi kompos ukuran 1 cm. 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 1 cm-40% 1 cm-50% 1 cm-60% 1.5 cm-40% 1.5 cm-50% 1.5 cm-60% 2 cm-40% 2 cm-50% 2 cm-60% Batas minimum nilai Germination Index (GI) kompos menurut Zucconi, dkk (1981) Gambar 9.Grafik Hasil Uji GI (Germination Index) 3.2.1.10 Analisis Kandungan Mikrobiologi Pengomposan Pada analisis keberadaan total koliform pada kompos, diketahui bahwa seluruh sampel uji mengandung total koliform berada di bawah baku mutu SNI 19-7030-2004 yaitu 27 MPN/gram yang berarti tidak lebih dari 1000 MPN/gram.

3.2.2 Penentuan Hasil Optimum Pengomposan Penentuan hasil optimum pengomposan menggunakan metode skoring menurut Raharjo dkk (2016). Skor diberikan berdasarkan urutan dari angka 1-9, C-Organik dan rasio C/N semakin rendah nilainya maka skornya semakin bagus, sedangkan untuk N-Total, P-Total, K-Total, dan nilai GI semakin tinggi nilainya maka skornya semakin tinggi, untuk suhu semakin mendekati suhu tanah semakin bagus dan untuk ph semakin netral semakin tinggi skornya. Hasil optimum yang didapat adalah kadar air 50% dengan ukuran bahan 2 cm. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian ini adalah: 1. Kadar air dan ukuran bahan memberikan pengaruh pada hasil pengomposan, bahwa kadar air yang optimal adalah yang tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah dan semakin kecil ukuran bahan maka hasil pengomposan akan semakin bagus. 2. Kadar air dan ukuran bahan yang optimum dalam pengomposan dengan metode composting tub adalah kadar air 50% dengan ukuran bahan 1 cm. 3.3 Saran Saran yang dapat diberikan setelah adanya penelitian ini adalah: 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengomposan sampah daun kering menggunakan MOL tetes tebu. 2. Kadar air pada saat pengomposan harus dipantau lebih ketat agar dapat dipertahankan. 3. Dalam pengomposan perlu diperhatikan bahan organik yang akan menjadi bahan kompos. Disarankan untuk menghindari bahan yang sulit untuk dikomposkan seperti ranting. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi KomposdariSampahOrganik Domestik.Jakarta:Badan Standar Nasional Indonesia. Fanny, Rr, dkk. 2013. Pemanfaatan Blotong sebagai Aktivator Pupuk Organik.Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jatim. Hajama, Nursyakia. 2014. Studi Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Bahan Pembuatan Pupuk Kompos dengan Menggunakan Aktivator EM4 dan MOL serta Prospek Pengembangannya.Makassar : Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Huda, M. K. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urin Sapi dengan Aditif Tetes Tebu (Molasses) Metode Fermentasi.(Skripsi). Semarang : Unnes Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Kusuma, M.A. 2012. Pengaruh Variasi Kadar Air terhadap Laju Dekomposisi Kompos Sampah Organik di Kota Depok.(Tesis).Depok : Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Langgu, Y. 2015. Bioremediasi Limbah Kakao (Coklat) sebagai Bahan Pembuatan Kompos (Cair Dan Padat) dengan Aktivator EM4.Makassar : Universitas Hasanudin. Luqman, A. dan IDAA W. 2013.Optimasi Pengomposan dan Pengaruhnya terhadap Fluktuasi Mikroorganisme.Surabaya : Teknik Lingkungan ITS. Ministry ofagriculture andfood.1998.compostingfactsheet- BCAgricultural Composting 8 *) Penulis

Handbook(Second Edition 2 nd Printing). Canada:BC Ministry ofagriculture,food andfisheries. Pandebesie, E. S., Rayuanti, D. 2013. Pengaruh Penambahan Sekam pada Proses Pengomposan Sampah Domestik.Jurnal Lingkungan Tropis. Selim, Sh. M., Zayed, M. S., Atta, H. M., (2012), Evaluation of Phytotoxicity of Compost During Composting Process. Nature and Science 10(2). Setyorini, et al. 2006.Kompos.Bogor : Balitbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Somjai, K dan Sapudon, K. 2011.Effects Of C/N Ratio and Moisture Contents on Performance of Household Organic Waste Composting Using Passive Aeration Bin. International conference on chemical engineering and applications. Suswardany,D.L.,Ambarwati,danY. Kusumawati.2006.PeranEffective Microorganism-4(EM-4) dalam MeningkatkanKualitasKimiaKompos Ampas Tahu.Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tchobanoglous, G., H.Theisen, and S. Vigil. 1993, Integrated SolidWaste Management(Engineering Principles and ManagementIssues). McGraw- Hill,Inc.: Singapore. Yulianto, A.A, dkk. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu : Konversi Sampah Pasar Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi. Jakarta : Yayasan Danamon Peduli. Zucconi, F., A. Pera, M. Forte and M. de Bertoldi. 1981. Evaluating Toxicity of Immature Compost. Biocycle 9 *) Penulis