BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib

dokumen-dokumen yang mirip
2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam setiap kata. Maka tanpa bahasa, seseorang tidak dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang

BAB 3 KERANGKA TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau persamaan; misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia (Harimurti, 2008: 152).

Bagan 3.1 Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditulis oleh sastrawan terdahulu, namun dewasa ini penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia a. Macam-macam paragraf 1. Berdasarkan sifat dan tujuan (a) Paragraf pembuka (b) Paragraf penghubung

BAB I PENDAHULUAN. Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi, guru sebagai pendidik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Paradigma inilah

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dipakai dalam berkomunikasi secara lisan akan tetapi juga

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam mengakses informasi dalam pelbagai hal. Kita semakin dimudahkan

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS Kedudukan Pembelajaran Menyimpulkan Isi Bacaan dalam KTSP

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan insan yang produksi, kreatif, inovatif, dan berkarakter.

dan menentukan jalannya pengajaran. Pembelajaran tidak lagi satu arah, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan mengenai tata bahasa. Pengetahuan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi bagi setiap insan. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghadiri sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh pendidikan terbaik. Di lembaga pendidikan tersebut, peserta didik melakukan kegiatan belajar yang dibimbing oleh tenaga pendidik profesional. Dengan menempuh pendidikan, peserta didik berkesempatan memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang diharapkan akan berguna bagi masa depan mereka. Pentingnya pendidikan bagi masa depan seseorang diamini oleh Ed Markey yang mengungkapkan bahwa education is not only a ladder of opportunity, but it is also an investment in our future pendidikan tidak hanya merupakan tangga kesempatan, tetapi juga investasi untuk masa depan (www.brainyquote.com). Namun, sejatinya pendidikan tidak hanya diperoleh dengan menghadiri lembaga pendidikan formal. Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa seseorang tetap bisa mendapatkan pengetahuan atau keterampilan, meskipun hanya belajar dari keluarga atau kerabatnya (2001: 72). Dengan kata lain, pendidikan tidak selalu dikaitkan dengan pengetahuan yang besifat akademis. Chandra dan Sharma (2004: 1) mengungkapkan bahwa education is the process of developing the inner abilities and powers of an individual pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan kekuatan dari dalam diri seseorang. 1

2 Pernyataan ini menyiratkan bahwa pendidikan adalah segala bentuk pembelajaran yang mampu membawa perubahan terhadap cara orang berpikir, merasakan, maupun bertindak ke arah yang lebih baik. Dalam menjelaskan konsep pendidikan, Ed Markey, Chandra dan Sharma melakukan satu hal yang sama, yaitu sama-sama menggunakan metafora. Burke menyatakan bahwa metafora merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk melihat sesuatu dari segi yang lain (1945, dalam Ritchie, 2013: 6). Ed Markey memandang pendidikan sebagai investasi, sedangkan Chandra dan Sharma melihat pendidikan sebagai proses. Menurut ketiganya, pendidikan m emiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik yang dim iliki oleh investasi dan proses. Hal ini dikarenakan metafora melibatkan proses transfer dan analogi dimana karakteristik suatu hal dipindahkan ke hal lain yang berbeda, namun secara tidak langsung memiliki persamaan (Oxford English Dictionary). Dalam hal ini, metafora digunakan untuk menjelaskan konsep pendidikan karena konsep pendidikan bukanlah hal yang mudah untuk dipahami. Pendidikan mengandung pengertian yang sangat luas dan cukup rum it. Danim mengatakan bahwa sebagian dari fenomena kependidikan bersifat kompleks yang sama sekali tidak dimengerti oleh pikiran, tanpa menjelaskannya dengan metafora (2013: 5). Oleh karena itu, sebagian orang menggunakan metafora untuk menangkap gagasan utama yang terkandung dalam sebuah konsep yang cukup rumit dan sulit dimengerti, seperti konsep pendidikan. Berdasarkan penjelasan di atas, metafora mampu menjembatani manusia untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekitarnya, khususnya hal-hal yang bersifat

3 rumit dan abstrak. Ungerer dan Schmid (2006: 118) mengatakan bahwa metafora tidak hanya berfungsi untuk memperindah bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, tetapi menunjukkan cara berpikir seseorang terhadap hal-hal dalam kehidupannya. Hal ini membuktikan bahwa metafora memiliki peran kognitif. Dalam pandangan kognitif, metafora sering disebut sebagai metafora konseptual. Metafora konseptual dirumuskan sebagai sebuah proses kognitif yang memungkinkan seseorang membicarakan sebuah konsep sebagai ranah sasaran yang biasanya bersifat abstrak melalui konsep lain sebagai ranah sumber yang biasanya lebih konkret (Lakoff dan Johnson, 1980). Proses kognitif untuk menghasilkan metafora konseptual menunjukkan bahwa bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dengan kognisi manusia. Charteris-Black mengungkapkan bahwa pengalaman sehari-hari menentukan bagaimana seseorang berpikir tentang dunia dan hal tersebut diwujudkan dalam bahasa (2004: 15). Selain itu, beberapa penelitian telah dilaksanakan untuk membuktikan hubungan antara metafora dan kognisi manusia. Penelitian tersebut dilakukan antara lain oleh Mc Neill (1992), Gibbs (1994), dan Gentner (2001) (dalam Rahmawati, 2014: 3). Hubungan ini mengisyaratkan bahwa kognisi manusia bisa dilihat dari bahasa yang digunakan. Dengan demikian, bagaimana seseorang memandang suatu konsep dapat ditelusuri dengan menelaah metafora yang terkandung dalam tuturan yang dihasilkan. Namun, untuk mengetahui kognisi manusia melalui metafora konseptual, ada aspek utama yang harus diperhatikan. Pemetaan merupakan bagian yang esensial dari metafora konseptual karena pemetaan inilah yang mampu

4 menjelaskan makna yang terkandung dalam ungkapan metaforis tersebut (Kövecses, 2010: 16). Pemetaan tercipta dari korespondensi yang sistematis antara konsep dari ranah sumber dan konsep dari ranah sasaran. Korespondensi yang sistematis tersebut merupakan hasil dari proses transfer beberapa fitur semantik yang dimiliki konsep dalam ranah sasaran kepada konsep dalam ranah sumber. Dengan demikian, terciptala h metafora yang dihubungkan oleh kedua konsep dari dua ranah yang berbeda. Metafora konseptual terdiri dari tiga bagian penting, yaitu ranah sasaran (target domain), ranah sumber (source domain), dan pemetaan antara kedua ranah tersebut (mapping) (Kövecses, 2010: 17). Hubungan dari ketiga elemen metafora konseptual ini dapat dilihat secara lebih konkret melalui contoh ungkapan metaforis yang disampaikan oleh Aristotle berikut ini: the roots of education are bitter, but the fruit is sweet. Dalam ungkapan metaforis ini, dapat diketahui bahwa kata education pendidikan berperan sebagai ranah sasaran, sedangkan roots (akar) dan fruit (buah) berperan sebagai ranah sumber. Dengan demikian, pendidikan dianggap seperti tanaman yang dapat menghasilkan buah. Sebuah contoh sederhana di atas memperjelas hubungan yang dimiliki antara metafora dan kognisi manusia bahwa kognisi manusia menentukan metafora yang diproduksi. Ketika penutur menyampaikan suatu konsep melalui konsep lain, penutur tersebut mengetahui bahwa fitur semantik yang terkandung dalam kedua konsep tersebut saling berkorelasi. Dengan memahami korelasi yang terbentuk tersebut, kognisi penutur dalam memandang sebuah konsep (sebagai ranah sasaran) melalui konsep lain (ranah sumber) dapat dike tahui.

5 Seperti halnya dengan konsep pendidikan yang seringkali disampaikan atau dipahami oleh sebagian besar penutur, terutama penutur bahasa Inggris, melalui konsep lain. Kognisi penuturlah yang akan menentukan konsep-konsep lain yang dipakai untuk menggambarkan konsep pendidikan. Kognisi penutur tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor budaya, pengalaman penutur selama menempuh pendidikan, dan lain-lain. Sebagian besar penutur m enggunakan kata education dalam menyampaikan opini mereka tentang konsep pendidikan. Namun, penutur lain menggunakan katakata lain untuk mewakili konsep pendidikan, baik secara eksplisit maupun implisit. Kata-kata tersebut masih memiliki hubungan semantik dengan kata education, misalnya melalui hubungan hiponimi dan metonim i. Dengan demikian, dalam konstruksi metafora, konsep pendidikan dapat direalisasikan dengan kata education dan kata-kata lain yang masih memiliki relasi semantik. Fakta bahwa kognisi manusia dapat diketahui melalui metafora konseptual membuat peneliti tertarik untuk menelaah lebih dalam tentang metafora konsep pendidikan. Pendidikan sebagai konsep yang abstrak, rumit, dan sangat luas tentu saja akan mendorong sebagian besar penutur, khususnya penutur bahasa Inggris, untuk mengungkapkan pandangan mereka tentang konsep pendidikan menggunakan metafora. Oleh karena itulah, peneliti merasa terdorong untuk mengetahui kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang pendidikan melalui metafora.

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merangkum beberapa rumusan masalah yang akan dijawab melalui hasil penelitian sebagai berikut. 1. Apa saja realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris? 2. Apa saja realisasi ranah sumber pada pembentukan metafora pendidikan dalam bahasa Inggris? 3. Bagaimana korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam metafora pendidikan dalam bahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang sudah disebutkan di atas sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris 2. Mendeskripsikan realisasi ranah sumber pada pembentukan metafora pendidikan bahasa Inggris 3. Menjelaskan korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam metafora pendidikan dalam bahasa Inggris 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, masalah dibatasi pada lingkup konsep pendidikan yang berperan sebagai ranah sasaran. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kognisi penutur Bahasa Inggris secara umum dalam memandang pendidikan melalui metafora. Oleh karena itu, ungkapan

7 metaforisyang digunakan sebagai data haruslah mengandung konsep pendidikan sebagai ranah sasaran yang dimetaforakan melalui ranah sumber. Di samping itu, penelitian ini juga membatasi konsep pendidikan yang dimaksud. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat ditinjau dari dua macam makna, yaitu makna sempit dan makna luas. Penelitian ini difokuskan pada konsep pendidikan dalam makna sempit. Hal ini berpengaruh terhadap penyaringan katakata yang merealisasikan konsep pendidikan dalam metafora yang diproduksi penutur bahasa Inggris. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baik secara praktis maupun teoritis. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan gambaran secara mendalam tentang kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang konsep pendidikan. Metafora yang terkandung dalam tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh penutur bahasa Inggris dianalisa untuk menemukan cara pandang mereka dalam menganggap pendidikan. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya penelitian di bidang ilmu linguistik kognitif, khususnya tentang metafora konseptual, untuk memverifikasi teori yang sudah ada. Di samping itu, penelitian ini diharapkan pula mampu menjadi acuan referensi bagi peneliti yang tertarik untuk mengkaji metafora konseptual. 1.6 Tinjauan Pustaka Metafora merupakan salah satu topik bahasa yang sangat menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila telah banyak orang yang

8 melakukan penelitian dalam bidang metafora. Berikut merupakan gambaran mengenai beberapa kajian metafora yang telah menginspirasi penelitian ini. Penelitian tentang metafora konseptual dilakukan oleh Rahmawati dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015 dalam tesisnya yang berjudul Metafora Konseptual Language dalam Bahasa Inggris. Dalam penelitian ini, Rahmawati membahas mengenai metafora konseptual tentang konseplanguage yang terkandung dalam tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh penutur Bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui realisasi language sebagai ranah sasaran, ranah sasaran yang terbentuk, dan korespondensi metaforisnya. Dengan memadukan kerangka linguistik kognitif, metafora konseptual, dan analisi komponensial makna, hasil penelitian Rahmawati menunjukkan bahwa metafora dapat digunakan sebagai sarana untuk melihat kognisi penutur tentang konsep bahasa melalui tuturan yang diproduksi. Penelitian Rahmawati memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian dalam bidang yang sama sehingga terdapat kemiripan antara penelitian Rahmawati dan penelitian ini. Kemiripan tersebut tampak pada tujuan yang ingin dicapai, teori yang digunakan, metode analisis data atau langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data, dan objek kajian yang sama -sama ungkapan metaforis yang dihasilkan oleh penutur bahasa Inggris. Meskipun begitu, terdapat perbedaan mendasar antara kedua penelitian ini, yaitu ranah sasaranyang dikaji. Dalam tesisnya, Rahmawati mengkaji metafora konseptual tentang konsep bahasa, sedangkan penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji metafora konseptual tentang konsep pendidikan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam realisasi ranah

9 sumber dan ranah sasaran, serta identifikasi korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sumber dan ranah sasaran. Metafora konseptual juga menjadi pusat perhatian dalam penelitian yang dilakukan oleh W ulansari dari Universitas Gadjah Mada dalam tesisnya yang bertajuk Pemetaan Metafora dalam Naskah Pidato Nelson Mandela pada tahun 2014. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan makna dan ranah metafora dalam naskah pidato Nelson Mandela berdasarkan elemen -elemen pembentuknya dan untuk mendeskripsikan konsep-konsep metafora yang tercermin dalam naskah pidato Nelson Mandela. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan pendekatan semantik kognitif, Wulansari berhasil memperoleh kesimpulan bahwa ranah dan konsep yang ditemukan menunjukkan keefektifan dan keunikan metafora sebagai penanda realitas. Terdapat kemiripan antara penelitian ini dan penelitian W ulansari dikarenakan penelitian Wulansari juga turut memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian mengenai metafora konseptual. Kemiripan terletak pada pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan semantik kognitif yang diajukan oleh Kövecses, Lakoff dan Johnson. Sementara itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara penelitian ini dan penelitian Wulansari, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Penelitian Wulansari bertujuan untuk mencari tahu nilai-nilai kehidupan dan perjuangan yang dimiliki seorang negarawan, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai cara pandang penutur bahasa Inggris terhadap konsep pendidikan yang sangat dekat dengan kehidupan mereka.

10 Penelitian mengenai metafora konseptual juga pernah dilakukan oleh Pasaribu pada tahun 2013. Dalam jurnalnya yang berjudul A Cognitive Linguistic Analysis of Indonesian Love Metaphors, dapat diketahui bahwa Pasaribu bertujuan untuk mengkaji metafora konseptual yang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia dalam mengungkapkan konsep cinta. Dengan demikian, kognisi penutur bahasa Indonesia dalam memikirkan konsep cinta dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep abstrak seperti cinta dikonseptualisasikan menjadi berbagai macam metafora konseptual dalam bahasa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa penelitian Pasaribu dan penelitian ini berangkat dari tujuan yang sama, yaitu melihat kognisi penutur dalam memandang suatu konsep. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian Pasaribu dan penelitian ini sama -sama menggunakan kutipan-kutipan atau tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh penutur bahasa. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian Pasaribu dan penelitian ini dalam hal objek, data, dan metode pengum pulan data. Selain itu, penelitian Pasaribu dilakukan untuk melihat kognisi penutur bahasa Indonesia sedangkan penelitian ini dilakukan untuk melihat kognisi penutur bahasa Inggris. Metafora juga menjadi fokus dalam kajian yang dilakukan oleh Skinnemoen pada tahun 2009. Dalam tesisnya yang berjudul Metaphors in Climate Change Discourse, Skinnemoen memusatkan perhatiannya terhadap metafora yang digunakanoleh media massa ketika memberitakan isu climate change perubahan iklim yang saat ini lebih banyak bermuatan politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat empat (4) ranah sumber yang paling banyak digunakan untuk

11 membicarakan perubahan iklim, yaitu MOVEMENT, WAR, PERSONAL RELATIONSHIP, dan HOUSE. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian Skinnemoen dan penelitian ini. Penelitian Skinnemoen dan penelitian ini sama-sama bertujuan untuk mengetahui bagaimana penutur bahasa memandang suatu hal. Oleh ka rena itu, salah satu teori yang digunakan hampir sama pula, yaitu teori metafora konseptual. Sementara itu, perbedaannya terletak pada ranah sasaran yang dikaji: Skinnemoen memilih perubahan iklim, sedangkan dalam penelitian ini konsep pendidikan dipilih untuk dijadikan sebagai ranah sasaran. Selain itu, perbedaan lain terletak pada metode analisis data dan sumber data dimana dalam penelitian kedua hal tersebut berkaitan dengan kajian terhadap wacana surat kabar. 1.7 Landasan Teori Mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang konsep pendidikan, peneliti menggunakan kerangka teori semantik kognitif, yaitu teori metafora konseptual dan analisis komponen makna. Untuk menganalisis data yang berupa metafora, peneliti menerapkan teori metafora konseptual oleh Lakoff dan Johnson (1980) untuk menentukan jenis-jenis metafora dan ranah sumber yang terbentuk dalam data metafora bahasa Inggris mengenai pendidikan. Sementara itu, pendekatan analisis komponen makna diaplikasikan untuk menentukan fitur-fitur semantik yang dimiliki oleh ranah sumber dan ranah target sehingga konseptualisasi metafora bisa diketahui. Berikut adalah penjelasan yang lebih detail mengenai teori dan pendekatan tersebut.

12 1.7.1 Metafora Konseptual Secara umum, metafora diartikan sebagai salah satu gaya bahasa yang mengandung perbandingan atau persamaan antara suatu hal dengan hal lain. Kedua hal tersebut dibandingkan secara implisitatau dengan cara menciptakan analogi. Dalam the Oxford English Dictionary yang dikutip dari Ritchie (2013: 4), metafora didefinisikan sebagai gaya bahasa yang mengandung proses pemindahan dan analogi dimana karakteristik suatu hal dipindahkan ke hal lain yang berbeda, namun secara tidak langsung memiliki persamaan. Diartikan sebagai gaya bahasa mengakibatkan banyak orang beranggapan bahwa metafora hanya dapat ditemui atau digunakan dalam karya sastra, seperti puisi dan novel. Akhirnya metafora seringkali dipahami sebagai gaya bahasa yang secara garis besar berfungsi untuk tujuan estetika dan retoris. Meskipun fakta bahwa metafora seringkali digunakan dalam karya sastra dan untuk tujuan estetika tidak dapat dihindari, sesungguhnya metafora mudah sekali ditemukan dalam kegiatan sehari-hari. Hanya saja manusia seringkali tidak menyadarinya. Tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan bahasa, metafora juga kerap kali digunakan sebagai cara seseorang dalam memikirkan sesuatu dan seringkali tercermin dalam tindakan. Manusia berbicara menggunakan metafora, melakukan tindakan sehari-hari dengan memakai metafora, dan berpikir menggunakan metafora. Kenyataan inimenunjukkan bahwa terdapat aspek kognitif dalam metafora. Lakoff dan Johnson, dalam bukunya yang berjudul Metaphors We Live By, mengatakan bahwa our ordinary conceptual system, in terms of which we both

13 think and act, is fundamentally metaphorical in nature(1980: 3). Pernyataan ini membuktikan bahwa metafora tidak hanya dilihat sebagai fenomena bahasa biasa yang digunakan untuk mengungkapkan ide atau gagasan secara menarik; namun, lebih dari itu metafora memiliki hubungan erat dengan kognisi seseorang. Sistem konseptual manusia yang bersifat metaforis menjadikan tindakan dan cara berpikirnya juga metaforis. Oleh karena itu,dapat dikatakan bahwa metafora berperan dalam menjembatani manusia dalam memikirkan hal-hal yang terjadi di sekitarnya dan dapat digunakan untuk mengetahui kognisi manusia. Terdapat cabang ilmu linguistik yang secara khusus membicarakan tentang hubungan antara bahasa dan kognisi manusia, yaitu linguistik kognitif. Linguistik kognitif meyakini bahwa bahasa merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem kognitif manusia. Bahasa dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan kemampuan kognitif yang lain, seperti persepsi, emosi, penalaran, dan lain sebagainya. Dirven and Verspoor (1998, dalamskinnemoen, 2009: 17) menyatakanbahwathese other cognitive abilities interact with and are influenced by language. Dalam sistem kognisi manusia, bahasa berperan dalam mempengaruhi kemampuan kognitif yang lain. Dalam bidang linguistik kognitif, metafora lebih sering disebut sebagai metafora konseptual. Istilah metafora dan metafora konseptual sama-sama dipahami sebagai usaha tidak hanya untuk memahami suatu konsep, tetapi juga melakukan sesuatu dengan cara memandangnya dari segi lain atau dari konsep lain yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakoff dan Johnson:the essence of metaphor misunderstanding and experiencing one kind of thing in

14 terms of another(1980: 5). Sebagai contoh, terdapat ungkapan metaforis LIFE IS A JOURNEY kehidupan adalah perjalanan. Metafora ini menunjukkan bahwa mansuia memahami konsep LIFE kehidupan dengan cara memandangnya dari konsep lain, yaitu JOURNEY perjalanan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa cara yang digunakan manusia dalam memikirkan konsep LIFE sama dengan cara yang digunakan dalam memikirkan konsep JOURNEY. 1.7.2 Domain atau Ranah dalam Metafora Konseptual Selain definisi yang perlu dipahami secara menyeluruh, ada hal lain yang perlu diketahui lebih mendalam tentang metafora konseptual, yaitu domain atau ranah yang terkandung dalam metafora konseptual. Domain atau ranah dalam metafora konseptual dapat diartikan sebagai rangkaian informasi atau struktur pengetahuan yang logis dan jelas tentang hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia (Brown dan Miller, 2013: 141). Kövecses menyatakan bahwa terdapat dua domain atau ranah dalam metafora konseptual dimana suatu konsep dari ranah satu digunakan untuk memahami konsep dari ranah yang lain (2010: 4). Kedua ranah yang terdapat dalam metafora konseptual tersebut memiliki nama khusus, yaitu ranah sumber (source domain) dan ranah target (target domain). Ranah sumber adalah ranah yang berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan metafora, sedangkan ranah sasaran adalah ranah yang mengandung gagasan yang ingin disampaikan melalui metafora. Dalam metafora konseptual, ranah sumber umumnya menggunakan konsep-konsep yang sudah akrab atau dekat dengan kehidupan manusia. Konsep-konsep tersebut bersifat lebih konkret. Ranah sumber umumnya berasal dari peristiwa-peristiwa yang

15 dialami oleh manusia dengan lingkungan nyata di sekitarmya (Charteris-Black, 2004: 15). Konsep-konsep seperti perang, perjalanan, makanan, dan tumbuhan merupakan beberapa contoh konsep konkrit dimana manusia secara nyata mengalami dan berinteraksi langsung dengan konsep-konsep tersebut. Sementara itu, ranah sasaran biasanya menggunakan konsep-konsep yang lebih abstrak. Konsep yang abstrak merupakan konsep yang sukar digambarkan. Karena sifatnya yang abstrak tersebut, manusia seringkali menemukan kesulitan dalam memahami makna yang terkandung dalam konsep tersebut. Konsep-konsep seperti argumen, cinta, gagasan, dan emosi merupakan beberapa contoh konsep yang sifatnya abstrak. Konsep-konsep abstrak ini merupakan konsep-konsep yang ingin dipahami dan dideskripsikan dengan lebih jelas dan menyeluruh oleh manusia. Hurford, dkk. (2007: 331), mengatakan bahwa konsep dalam ranah sumber yang pada umumnya mengandung aspek-aspek yang sudah dikenal dan sering dialami oleh manusia mendorong manusia untuk menjadikan konsepkonsep konkret tersebut sebagai dasar untuk memudahkan mereka dalam memahami konsep-konsep yang lebih abstrak. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ungkapan sehari-hari yang sering diproduksi oleh penutur bahasa Inggris, antara lain sebagai berikut: He s without direction in life. I m where I want to be in life. I m at a crossroads in my life. He s never let anyone get in his way. She s gone through a lot in life. (Kövecses, 2010: 3) Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa penutur bahasa Inggris memandang konsep yang abstrak dari konsep lain yang lebih konkret. Konsep

16 LIFE kehidupan merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak mudah untuk dipahami. Di sisi lain, konsep JOURNEY perjalanan adalah konsep yang lebih konkrit, terlebih lagi sering dialami oleh manusia. Hal ini mempermudah para penutur bahasa Inggris dalam memahami konsep LIFE kehidupan. Kata -kata seperti without direction, where I want to be, at a crossroads, go places, let anyone get in his way, dan to have gone through adalah kata-kata yang lazim digunakan penutur bahasa Inggris untuk menceritakan perjalanan. Dengan kata lain, penutur bahasa Inggris memikirkan dan memaknai konsep kehidupan yang bersifat abstrak dengan cara yang sama ketika mereka membicarakan tentang konsep perjalanan yang sifatnya lebih konkrit. 1.7.3 Pemetaan Konseptual Seringkali suatu konsep dari ranah sumber yang digunakan untuk memahami konsep lain dari ranah sasaran merupakan dua hal yang sangat berbeda dan tidak ada kaitan sama sekali. Namun, manusia tetap dapat memahami makna yang terkandung dalamungkapan metaforis tersebut. Beberapa contoh ungkapan metaforis tentang LIFE IS A JOURNEY di atas mengungkapkan bahwa sejatinya LIFE kehidupan dan JOURNEY perjalanan adalah dua hal yang berbeda. Namun, kedua konsep ini saling dikaitkan dalam ungkapan metaforis. Konsep kehidupan dan perjalanan tersebut diyakini saling berkorelasi. Ungerer dan Schmid menyatakan bahwa dalam metafora, manusia menciptakan hubungan antara dua konsep yang tampaknya tidak berkorelasi sama sekali (2006: 118). Kedua konsep yang berasal dari dua ranah berbeda tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang mendasar. Hubungan yang mendasar itu

17 tercipta karena adanya korespondensi yang sistematis antara konsep dari ranah sumber dan konsep dari ranah sasaran. Gagasan ini didukung oleh Kövecses yang menyatakan bahwa terdapat seperangkat korespondensi yang sistematis antara ranah sumber dan ranah sasaran dimana elemen-elemen yang dimiliki konsep sasaran berkorespondensi dengan elemen-elemen yang dimiliki konsep sumber (2010: 7). Dengan memahami korespondensi antara konsep sumber dan sasaran, makna sebenarnya yang terkandung dalam ungkapan metaforis dapat dimengerti dengan lebih jelas. Seperangkat korespondensi yang sistematis tercipta melalui prosesmapping atau pemetaan. Mapping pemetaan adalah suatu proses dalam metafora konseptual dimana elemen-elemen suatu konsep dalam ranah sumber dipetakan ke dalam elemen-elemen konsep laindalam ranah sasaran. Kövecses mengungkapkan bahwa pemetaan inilah yang mampu menjelaskan makna yang terkandung dalam ungkapan metaforis karena pemetaan menciptakan korespondensi yang sistematis antara elemen-elemen dalam ranah sumber dan elemen-elemen dalam ranah sasaran (2010: 16). Oleh karena itu, metafora konseptual dapat pula dipahami sebagai suatu proses pemetaan satuan ekspresi kebahasaan yang dimiliki oleh suatu konsep kepada satuan ekspresi kebahasaan lain yang dimiliki oleh konsep lain (Arimi, 2015: 126). Pemetaan dari ranah sumber ke ranah sasaran dalam metafora konseptual bersifat parsial, bukan total. Lakoff and Johnson menyatakan bahwa apabila pemetaan dalam metafora konseptual bersifat total, hal ini berarti bahwa suatu konsep adalah konsep lain (1980: 13). Asumsi ini bertentangan dengan apa yang

18 sebenarnya dimaksud dengan metafora konseptual dimana metafora konseptual memungkinkan manusia untuk memandang atau memaknai suatu konsep dari konsep lain. Dalam kenyataannya, hanya sebagian aspek dari suatu konsep dalam ranah sasaran yang dipetakan ke dalam konsep lain dalam ranah sumber. Begitu pula sebaliknya; aspek-aspek yang dimiliki ranah sumber tidak seluruhnya terlibat dalam pemetaan dari ranah sasaran (Kövecses, 2010: 91). Oleh karena itu, metafora konseptual menuntun manusia untuk memahami secara parsial apa yang dimaksud dengan suatu konsep. Sifat parsial ini tidak dapat dihindari dalam pemetaan metaforis antara ranah sumber dan ranah sasaran. Lakoff dan Johnson sering menyebutnya dengan istilah highlighting dan hiding (1980: 10). Setiap konsep mengandung beberapa elemen atau aspek yang menyusunnya. Ketika sebuah konsep dalam ranah sumber dibandingkan dengan konsep lain dalam ranah sasaran, hanya satu atau dua elemen yang menyusun konsep-konsep tersebut yang difokuskan atau ditonjolkan; inilah yang disebut highlighting. Dengan kata lain, dalam pemetaan metafora memfokuskan atau menonjolkan hanya satu atau beberapa elemen yang dim iliki suatu konsep. Pada waktu yang bersamaan, aspek-aspek lain yang dim iliki oleh suatu konsep tersebut menjadi tidak menonjol atau biasa disebut dengan istilah hiding. Ketika metafora hanya memusatkan satu aspek dari suatu konsep, beberapa aspek lainnya dari konsep tersebut menjadi tersamarkan atau bahkan hilang. Penjelasan ini didukung oleh Kövecses yang mengungkapkan bahwa the metaphors highlight certain aspects of a concep t and at the same time hide other aspects of it (2010: 92).

19 1.7.4 Metafora Universal dan Metafora Terikat Budaya Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh metafora konseptual adalah universal dan beragam. Beberapa metafora konseptual bersifat universal, tetapi beberapa metafora konseptual yang lain terikat budaya. Metafora konseptual yang bersifat universal memungkinkan metafora yang sama hadir di bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Sementara itu, metafora konseptual yang terikat budaya merupakan metafora yang terbatas dan hanya hadir dalam satu budaya aja. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa metafora yang bersifat universal merupakan metafora primer, sedangkan metafora yang terikat budaya merupakan me tafora yang lebih kompleks yang terbentuk dari metafora primer. M etafora konseptual mampu hadir dalam bahasa dan budaya yang berbeda - beda dikarenakan adanya pandangan yang sama terhadap hal-hal yang dialami secara jasmaniah dengan dunia sekitarnya oleh beberapa golongan masyarakat yang berasal dari latar belakang budaya yang beraneka ragam (Kövecses, 2010: 200). Menurut Kövecses, hal ini disebabkan oleh keberadaan metafora primer yang terlahir dari fungsi-fungsi tubuh manusia dan interaksinya dengan dunia sekitar (2005: 4). Dengan kata lain, metafora primer bersifat universal karena metafora primer berakar pada hal-hal yang paling dasar yang dialami oleh setiap manusia. Salah satu contoh metafora primer yang bersifat universal adalah HAPPINESS IS UP. Metafora primer ini tidak hanya hadir dalam budaya Inggris, tetapi juga ditemukan dalam budaya Cina. Meskipun bersifat universal, m etafora konseptual juga memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan budaya. Budaya mempengaruhi seseorang yang berasal

20 dari suatu masyarakat tertentu dalam memikirkan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu budaya akan menentukan cara berpikir seseorang yang menganut budaya tersebut. Dengan demikian, cara pandang suatu masyarakat akan berbeda dari masyarakat lainnya. Metafora seringkali digunakan oleh manusia untuk menjembatani mereka dalam memahami hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Menurut Lakoff dan Johnson (1980), manusia memandang dunia dan memahami hal-hal yang terjadi di sekitarnya dengan menggunakan metafora. Dengan adanya perbedaan cara pandang yang digunakan, metafora yang digunakan suatu masyarakat untuk memikirkan dan memahami dunia dan isinya akan berbeda pula dari masyarakat lainnya. 1.7.5 Analisis Komponensial Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, maupun informasi kepada sesamanya, manusia memilih bahasa sebagai instrumen utama untuk menyampaikan pesan. Pesan tersebut disampaikan melalui kalimat-kalimat yang terdiri dari kata-kata yang dirangkai secara sistematis sesuai dengan tata bahasa yang dimiliki oleh suatu bahasa. Kata merupakan elemen bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Hal ini dikarenakan setiap kata memiliki makna. Makna yang dimiliki oleh suatu kata berbeda dengan kata yang lain. Perbedaan makna antara kata yang satu dengan kata lainnya disebabkan oleh adanya perbedaan kom ponen-komponen makna yang menyusun setiap kata. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Palmer (1976: 85): the total meaning of a word is seen in terms of a number of distinct elements or components of meaning. Komponen-komponen makna berfungsi sebagai fitur

21 pembeda dalam hal makna antara kata satu dan kata lainnya. Dengan kata lain, makna suatu kata secara keseluruhan dapat dipahami dengan cara melihat sejumlah komponen makna yang menyusun kata tersebut sehingga dapat diketahui perbedaan makna antara kata yang satu dengan kata yang lain. Untuk mengetahui komponen-komponen makna yang dim iliki oleh sebuah kata, analisis komponensial dapat diterapkan. Jackson menyebutkan bahwa melalui analisis komponensial, kom ponen-komponen makna yang membangun sebuah kata dapat dijelaskan secara lebih terperinci sehingga dapat dibandingkan dengan komponen-komponen makna yang membangun kata lain (2013: 79). Wijana dan Rohmadi menambahkan bahwa selain untuk kata-kata yang mengandung makna yang sama, analisis komponensial juga dapat digunakan untuk menganalisa kata-kata yang berasal dari medan makna yang sama (2008: 89). Analisis komponensial dapat pula digunakan untuk menganalisa metafora untuk diketahui makna yang terkandung di dalamnya. Dengan metode analisis komponensial, komponen-komponen makna yang menyusun leksikon ranah sumber yang kemudian ditransfer ke dalam komponen-komponen makna yang menyusun leksikon ranah sasaran dapat diketahu i. Dengan demikian, korespondensi yang tercipta antara ranah sumber dan ranah sasaran dapat diperoleh secara akurat. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Nida (1964, dalam Eesa, 2003) bahwa komponen makna dapat digunakan untuk membantu menentukan makna metafora dengan cara membandingkan komponen

22 makna yang membangun leksikon kedua ranah untuk dicari persamaan komponen makna antara keduanya. Dalam melakukan analisis komponensial untuk metafora, terdapat dua metode yang ditawarkan oleh Cohen (1993) dan Leech (1981) (dalam Eesa, 2003). Kedua metode ini memiliki kemiripan dalam hal membagi dan mengelompokkan komponen makna (Eesa, 2003). Metode yang dilakukan Cohen (1993) adalah dengan membagi komponen makna menjadi dua macam, yaitu komponen makna dasar (basic features) dan komponen makna konotatif (connotative). Sementara itu, Leech (1981) membagi komponen makna menjadi dua, yaitu komponen makna empiris dan komponen makna inferensial. Komponen makna konotatif dan inferensial merupakan komponen makna yang dipertimbangkan untuk menentukan makna metafora. 1.8 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena instrumen utama yang menguraikan dan menjelaskan karakteristik data yang sebenarnya adalah peneliti sendiri. Kemudian penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif karena peneliti mengerjakan penelitian ini dengan cara menguraikan data dan karena hasil penemuan terakhir penelitian berwujud deskripsi (Poedjosoedarmo, 2012, 13). Pelaksanaan metode ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.

23 Ketiga tahap pelaksanaan penelitian ini akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut. 1.8.1 Metode Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini adalah ungkapan-ungkapan metaforis dalam bahasa Inggris yang mengandung konsep pendidikan. Dalam penelitian ini, data dikum pulkan dengan mengaplikasikan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Sementara itu, teknik simak bebas libat cakap diterapkan dalam penelitian ini karena data yang diambil merupakan data dari sumber tulisan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudaryanto (dalam Kesuma, 2007: 44) bahwa teknik simak bebas libat cakap tidak hanya dapat diterapkan untuk menelaah data dari sumber lisan, tetapi juga diterapkan untuk mengamati data dari sumber tertulis. Pada tahap ini, peneliti menyimak data yang berupa kutipan-kutipan dalam bahasa Inggris yang diungkapkan oleh para tokoh dunia tentang cara pandang mereka terhadap pendidikan. Kutipan-kutipan tersebut diambil dari laman-laman internet bertajuk BrainyQuote dan Goodreads dan dari buku berjudul Pengantar Kependidikan: Landasan, Teori, dan 234 Metafora Pendidikan karya Danim tahun 2013. Laman-laman internet dan buku tersebut memuat kutipan-kutipan mengenai pendidikan dalam jumlah yang cukup signifikan yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh penting dari berbagai profesi, misalnya presiden, politikus, penulis, ilmuwan, negarawan, filsuf, dan lain sebagainya. Di samping itu, dalam melakukan pencarian data tersebut, peneliti memfokuskan perhatiannya pada

24 variasi data secara kualitatif, yaitu variasi ranah sumber yang terbentuk dan ranah sasaran yang digunakan dalam metafora pendidikan. Oleh sebab itu, peneliti menghentikan pencarian data apabila data yang diperoleh telah dirasa cukup. Teknik yang selanjutnya dilakukan adalah teknik catat. Setelah melakukan penyimakan, peneliti mencatat kutipan-kutipan tentang pendidukan yang bersifat metaforis saja. Berdasarkan hasil pengamatan, kutipan-kutipan dalam bahasa Inggris tentang konsep pendidikan yang berhasil didapatkan dan dicatat kurang lebih sebanyak137 buah. Kutipan-kutipan yang terkumpul ini dijadikan data untuk penelitian ini yang selanjutnya akan dianalisis di tahap berikutnya. 1.8.2 Metode Analisis Data Setelah data berhasil terkumpul, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilaksanakan oleh peneliti untuk menganalisis data. Langkah pertama adalah mengklasifikasikan data. Klasifikasi data dilakukan berdasarkan jenis data yang didapat. Oleh karena itu, data yang terkumpul diklasifikasikan menjadi dua macam berdasarkan realisasi konsep pendidikan yang berperan sebagai ranah sasaran, yaitu 1) realisasi pendidikan secara eksplisit dan 2) realisasi pendidikan secara implisit. Langkah kedua adalah menentukan ranah sumber. Menentukan ranah sumber atau pembanding dalam data metafora yang tersedia sangat penting untuk dilakukan. Langkah ini dilakukan dengan menerapkan teori metafora konseptual yang diusung oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan Kövecses (2010).

25 Langkah ketiga adalah mencari hubungan korespondensi antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam data metafora pendidikan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis komponen makna. Untuk mengetahui komponen makna yang menyusun sebuah kata, peneliti menggunakan Cambridge Advanced Learner s Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Offline versi 1.5.1 yang menyediakan definisi setiap kata secara lengkap dan memadai. Komponen makna menuntun peneliti dalam menentukan fitur-fitur semantik ranah sumber yang ditransfer ke dalam fitur-fitur semantik ranah sasaran. Untuk mengetahui fitur-fitur semantik yang ditransfer tersebut, konteks yang terkandung dalam ungkapan metaforis ditinjau secara lebih mendalam karena juga dijadikan sebagai penentu. Dengan demikian, dapat diketahui korespondensi antara ranah sasaran dan ranah sumber yang terbentuk dalam metafora bahasa Inggris. 1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dalam penelitian ini adalah metode informal. Metode ini dianggap tepat untuk penelitian ini karena peneliti akan mendeskripsikan hasil analisis data dengan kata -kata. Sudaryanto menyatakan bahwa metode informal adalah metode yang diaplikasikan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata biasa (1993: 145). Kata-kata biasa yang dimaksud bisa juga berupa istilah-istilah yang bersifat teknis. Dengan ini metode ini,berbagai realisasi konsep pendidikan dalam metafora bahasa Inggris, ranah sumber dari konsep pendidikan dalam metafora bahasa

26 Inggris, dan korespondensi metaforis yang terbentuk dapat dipaparkan, dideskripsikan, dan diberi argumentasi dengan berpegangan pada konsep da n kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini. 1.9 Sistematika Penyajian Laporan penelitian ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut. Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka,landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Selanjutnya adalah Bab II yang berisi tentang hasil analisis yang menjawab pertanyaan nomor satu dalam rumusan masalah, yaitu tentang realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris. Kemudian dilanjutkan oleh Bab III yang menyajikan hasil analisis yang menjawab pertanyaan nomor dua dalam rumusan masalah, yaitu tentang ranah sumber yang terbentuk dalam metafora berbahasa Inggris tentang pendidikan. Diteruskan oleh Bab IV yangberisi tentang pemetaan atau korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sumber dan ranah sasaran dalam metafora pendidikan berbahasa Inggris. Terakhir adalah Bab V yang menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diajukan penul is untuk penelitian selanjutnya.