VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING

dokumen-dokumen yang mirip
VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

BAB IV METODE PENELITIAN

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut secara tidak langsung dapat. yang disusun berdasarkan status kepemilikan lahan.

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

BAB IV METODE PENELITIAN

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

III KERANGKA PEMIKIRAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

IV METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

IV. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

VI ANALISIS RISIKO HARGA

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis pendugaan fungsi produksi stokastik frontier dan efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani JKS di daerah penelitian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Basis analisis dan pembahasan adalah performansi antar zona dan ukuran usahatani dari efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE. Pembahasan dimulai dari pengujian perbedaan sistem produksi dan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis antar zona agroklimat dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE. 6.1. Analisis Perbedaan Sistem Produksi antar Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE Sebelum memilih bentuk fungsi translog sebagai bentuk fungsi yang sesuai untuk digunakan di dalam penelitian ini, maka analisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sistem produksi antar zona dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE berbeda atau tidak. Untuk mencapai maksud tersebut maka penelitian ini membagi responden berdasarkan zona agroklimat (dataran tinggi dan dataran rendah) dan ukuran usahatani (< 1 ha dan 1 ha) pada daerah dataran tinggi. Pembedaan ini perlu diuji terlebih dahulu karena pembedaan tidak akan berarti jika sistem produksi petani jeruk keprok SoE antar zona dan ukuran usahatani yang berbeda itu sama. Jika petani responden pada zona agroklimat dan ukuran usahatani yang berbeda itu memiliki sistem produksi yang berbeda, maka analisis perlu dilakukan secara terpisah agar kesimpulan dan saran kebijakan

258 pengembangan usahatani jeruk keprok SoE ditujukan secara spesifik lokasi dan ukuran usahatani yang benar. Oleh karena alasan tersebut, maka perlu diuji terlebih dahulu apakah terdapat perbedaan sistem produksi antar zona agroklimat dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE. Beberapa hasil analisis fungsi stokastik frontier model translog adalah seperti tercantum pada tabel-tabel berikut dan secara detail dapat dibaca pada Lampiran 10 dan 11. Tabel 61. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010 Variabel Koefisien Standar Error T hitung Intersep (β 0 ) 2.997 0.257 11.654*** Jumlah Pohon Produktif (β 1 ) 0.438 0.042 10.389*** Kompos (β 2 ) 0.030 0.011 2.806*** Tenaga Kerja (β 3 ) 0.107 0.054 1.978*** Dummy Bibit (β 4 ) 0.239 0.154 1.555*** Dummy Zona (β 5 ) 1.007 0.084 12.030*** 2 σ 0.444 0.106 4.177*** γ 0.672 0.187 3.583*** LR 15.02*** Keterangan: *: nyata pada α = 1% dan **: nyata pada α = 5% Hasil analisis fungsi produksi dengan memasukkan dummy zona seperti tercantum pada Tabel 61 tersebut menunjukkan bahwa produksi jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi berbeda dengan sistem produksi jeruk keprok SoE pada daerah dataran rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai varibel dummy zona (β 5 ) yang signifikan pada α = 0.01. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya akan dibedakan antara petani yang berada di daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah. Pendugaan fungsi produksi dengan memasukan variabel dummy ukuran usahatani (β5) juga telah dilakukan untuk menguji apakah sistem produksi pada

259 ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar (< 1 ha) berbeda dengan sistem produksi pada ukuran usahatani 1 ha pada daerah dataran tinggi. Hasil analisisnya adalah seperti yang tercantum pada Tabel 62 berikut ini. Tabel 62. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani pada Usahatani Jeruk Keprok SoE Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010 Variabel Koefisien Standar Error T hitung Intersep (β 0 ) 5.326 0.406 13.117*** Jumlah Pohon Produktif (β 1 ) 0.222 0.061 3.695*** Kompos (β 2 ) -0.084 0.052-1.620*** Tenaga Kerja (β 3 ) -0.004 0.055-0.071*** Dummy Bibit (β 4 ) 0.622 0.180 3.464*** Dummy Ukuran Usahatani (β 5 ) -0.232 0.071-3.281*** 2 σ 0.359 0.063 5.664*** γ 0.839 0.077 10.941*** LR 19.25*** Keterangan: *: nyata pada α = 1% dan **: nyata pada α = 5% Dari Tabel 62 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara sistem produksi pada ukuran usahatani kecil (< 1 ha) dengan ukuran usahatani 1 ha. Semakin kecil ukuran usahatani, maka produksi jeruk keprok SoE semakin menurun. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembahasan pada masing-masing ukuran usahatani untuk daerah dataran tinggi perlu dilakukan secara terpisah. 6.2. Pengujian Hipotesis dan Penentuan Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Usahatani Jeruk Keprok SoE Pada bagian ini ada dua hipotesis yang diuji. Hipotesis nol yang pertama adalah bahwa model fungsi produksi translog memiliki nilai nol atau Ho: β = 0; s k. Jika hipotesis ini benar, maka fungsi produksi frontier Cobb- sk

260 Douglas adalah sesuai untuk merepresentasikan data dari petani-petani jeruk keprok SoE dibandingkan dengan bentuk fungsi produksi frontier translog. Hipotesis nol yang kedua adalah bahwa tidak ada efek inefisiensi teknis di dalam model fungsi produksi forntier atau Ho: γ = δ 0 = δ1 =... = δ8 = 0. Jika hipotesis ini benar, maka fungsi produksi rata-rata tradisional atau ordinary least square adalah sesuai untuk merepresentasikan data dibandingkan dengan model fungsi produksi stokastik frontier bentuk translog. Kedua hipotesis nol ini diuji untuk berbagai model analisis yakni untuk dataran tinggi, dataran rendah dan semua ukuran usahatani pada zona dataran tinggi; di mana model fungsi produksi stokastik frontier untuk semua unit analisis tersebut adalah sama. Hasil pengujian hipotesis-hipotesis tersebut tercantum pada Tabel 63 berikut ini. Dari tabel tersebut diketahui bahwa hipotesis nol yang mengatakan bentuk fungsi Cobb-Douglas lebih sesuai untuk merepresentasikan data dibandingkan dengan translog ditolak untuk semua model analisis, baik antara zona agroklimat maupun antar ukuran usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering di NTT. Dengan demikian, maka bentuk fungsi translog telah dipilih untuk diguanakan untuk merepresentasikan data dari petani-petani jeruk keprok SoE di dalam penelitian ini. Hipotesis nol yang kedua yang menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi teknis di dalam model frontier juga ditolak untuk semua model analisis, baik antara zona agroklimat maupun antar ukuran usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering di NTT. Dari hasil analisis dan pengujian hipotesishipotesis tersebut disimpulkan bahwa bentuk fungsi translog dan metode MLE sesuai untuk digunakan di dalam analisis data dari penelitian ini.

261 Tabel 63. Pengujian Hipotesis untuk Parameter-Parameter Fungsi Produksi Stokastik Frontier Translog Usahatani Jeruk Keprok SoE Hipotesis Nol Log- Likelihood LR Rasio df Critical Value 5% Keputusan Dataran Tinggi -81.39 Ho : β = 0; s k. -97.50 32.20 6 12.59 Tolak H 0 sk Ho : γ = δ = δ =. = δ 0-99.88 36.97 10 18.31 Tolak H 0 0 1... 8 = Dataran Rendah -108.50 Ho : β = 0; s k. -135.90 54.80 6 12.59 Tolak H 0 sk Ho : γ = δ = δ =. = δ 0-119.50 22.00 10 18.31 Tolak H 0 0 1... 8 = Ukuran Usahatani < 1 Ha Zona Dataran Tinggi -29.63 Ho : β. -39.70 20.20 6 12.59 Tolak H 0 sk = 0; s k Ho : γ = δ = δ =. = δ 0-40.50 21.82 10 18.31 Tolak H 0 0 1... 8 = Ukuran Usahatani 1 Ha Zona Dataran Tinggi -22.80 Ho : β. -29.70 14.20 6 12.59 Tolak H 0 sk = 0; s k Ho : γ = δ = δ =. = δ 0-42.30 39.05 10 18.31 Tolak H 0 0 1... 8 = Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 12, 13, 14 dan 15. 6.3. Model Empiris Fungsi Produksi Stokastik Frontier Jeruk Keprok SoE Model fungsi produksi stokastik frontier yang digunakan di dalam analisis ini adalah fungsi produksi translog. Bentuk fungsi ini lebih fleksibel dari bentuk fungsi lainnya karena memiliki koefisien estimasi dari second order terms dan interaksi antar variable-variabel input (Battese, 1992; Greene, 2000). Variabel-variabel penjelas dalam fungsi produksi ini yakni jumlah pohon produktif, umur tanaman produktif, kompos, tenaga kerja keluarga dan penggunaan bibit okulasi. Secara teori dinyatakan bahwa penggunaan pupuk, obat-obatan pengendalian organisme pengganggu tanaman, air irigasi, peralatan pertanian, penjarangan buah dan pemangkasan (baik pemangkasan bentuk maupun produksi) sangat besar pengaruhnya pada produksi JKS. Namun, para

262 petani di daerah penelitian tidak banyak yang menggunakan jenis input-input seperti itu, sehingga tidak dimasukkan di dalam analisis. Penelitian ini menggunakan model stokastik frontier dengan metode pendugaan maximum likelihood estimator (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode ordinary least square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi ( ) dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi ( ), interssep ( ) dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i (σ 2 2 v dan σ u ). Estimasi maximum likelihood (MLE) untuk parameter fungsi produksi stochastic frontier dari fungsi translog dan model efek dari inefisiensi teknis dilakukan secara simultan dengan menggunakan paket computer program Frontier 4.1 dari Coelli (1996). 6.3.1. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah Dua zona agroklimat yakni dataran tinggi dan dataran rendah memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Petani sampel di masing-masing zona menggunakan teknologi produksi yang sama. Untuk memperhitungkan perbedaan tingkat efisiensi teknis dengan teknologi yang sama itu, maka model fungsi stokastik frontier diformulasikan dan dianalisis secara terpisah. Jika tidak dilakukan analsis secara terpisah, maka koefisien estimasinya akan bias (Greene, 2000 dan Wollni, 2007). Kondisi penggunaan input produksi JKS petani contoh adalah seperti yang tercantum pada Tabel 64 berikut ini. Perlu dicatat bahwa jumlah penggunaan kompos, tenaga kerja dan bibit okulasi adalah

263 jumlah input yang digunakan untuk tanaman produktif saja. Tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk melakukan pemeliliharaan tanaman produktif yakni penyiangan, pemupukan, pemberantasan organisme pengganggu tanaman, pemangkasan dan penjarangan buah. Tabel 64. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi dan Rendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan Variabel Dataran Tinggi Dataran Rendah Mean Max Min Mean Max Min Faktor Produksi Produksi (kg) 487.30 1312.2 132.84 176.97 651.0 39.75 Jumlah Pohon Produktif (pohon) 63.00 223.00 13.00 44.00 106.0 9.00 Umur Tanaman Produktif (tahun) 14.45 21.70 7.00 11.94 21.8 6.50 kompos (kg) 7.67 64.80 2.16 3.50 49.5 0.00 Tenaga kerja Keluarga (HOK) 13.72 58.00 8.90 8.59 24.3 5.72 Bibit (dummy) 0.97 1.00 0.00 0.93 1.0 0.00 Faktor Inefisiensi Penidikan (tahun) 7.41 12.00 1.00 7.91 16.0 3.00 Pengalaman (tahun) 19.93 37.00 9.00 14.13 35.0 7.00 KPPL ( kali) 0.78 3.00 0.00 0.64 2.0 0.00 Umur Petani (tahun) 48.70 60.00 36.0 47.34 63.0 25.00 SPL (dummy) 0.83 1.00 0.00 0.90 1.0 0.00 MP (dummy) 0.87 1.00 0.00 0.63 1.0 0.00 KKT (dummy) 0.66 1.00 0.00 0.52 1.0 0.00 Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertanian lapangan; SPL: sumber pendapatan lain selain dari usahatani jeruk keprok SoE; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani. Tabel 65 menunjukkan hasil estimasi MLE parameter bersama dengan nilai t dari model efisiensi frontier dari usahatani JKS di Kabupaten TTS tahun 2010, pada zona dataran tinggi dan dataran rendah. Tabel tersebut menunjukkan hasil pendugaan bahwa nilai rasio generalized-likelihood (LR) dari fungsi

264 produksi stokastik frontier model ini adalah 36.97 untuk zona dataran tinggi dan 22.00 untuk zona dataran rendah. Semua nilai LR adalah lebih besar dari nilai tabel. Nilai rasio secara statistik nyata pada α = 5% untuk zona dataran tinggi dan dataran rendah yang diperoleh dari tabel distribusi χ 2 Chi Square. Artinya, semua fungsi produksi stokastik frontier untuk kedua daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE. Parameter γ dugaan merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (ui) terhadap varians total (ε i ) diperoleh nilai berkisar antara 0.94 untuk dataran tinggi hingga 0.70 untuk dataran rendah. Secara statistik, nilai yang diperoleh tersebut berbeda nyata dari nol pada α=5% untuk semua unit analisis. Angka ini menunjukkan bahwa 94% (dataran tinggi) dan 70% (dataran rendah) dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 6% (dataran tinggi) dan 30% (dataran rendah) disebabkan oleh efek-efek eksternal seperti iklim, serangan hama penyakit dan kesalahan permodelan. Secara rata-rata, efek inefisiensi teknis terhadap produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini adalah sangat besar (82%). Di zona agroklimat dataran rendah, variabilitas output yang dihasilkan adalah bukan saja berasal dari efek inefisiensi teknis, tetapi juga berasal dari faktor-faktor eksternal (30%) yang lebih besar dibandingkan di zona dataran tinggi (6%). Faktor eksternal tersebut antara lain adalah faktor kekeringan yang berkepanjangan (lebih dari delapan bulan dalam setahun), angin kencang pada saat jeruk berbunga (bulan Agustus-September) dan curah hujan yang rendah.

265 Tabel 65. Estimasi Parameter dan t Rasio Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Menggunakan MLE di Dataran Tinggi dan Rendah Variabel (Parameter) Dataran Tinggi Dataran Rendah Estimasi t rasio Estimasi t rasio Model Stochastic Frontier: Intersep (β 0 ) 0.802 0.255*** 5.730 1.005*** JPP (β 1 ) 1.555 1.931*** 0.714 0.786*** UTP (β 2 ) 0.006 0.035*** 3.008 1.790*** Kompos (β 3 ) 1.365 1.698*** 0.097 0.352*** Tenaga Kerja (β 4 ) 0.285 0.377*** 1.760 1.620*** 0.5*JPP 2 (β 5 ) -0.427-2.968*** 0.071 0.435*** 0.5*UTP 2 (β 6 ) 0.995 1.818*** 1.615 1.949*** 0.5*Kompos 2 (β 7 ) -0.248-1.580*** 0.114 3.270*** 0.5* Tenaga Kerja 2 (β 8 ) -0.037-0.235*** -0.187-4.890*** JPP*UTP (β 9 ) 0.289 0.996*** 0.124 0.356*** JPP*Kompos (β 10 ) -0.032-0.384*** 0.144 4.660*** JPP*Tenaga Kerja (β 11 ) 0.147 1.285*** 0.146 1.400*** UTP*Kompos (β 12 ) 0.259 1.665*** 0.085 1.637*** UTP*Tenaga Kerja (β 13 ) -0.131-1.638*** -0.107-2.098*** Kompos*Tenaga Kerja (β 14 ) 0.141 1.253*** 0.086 1.820*** Bibit (Dummy) (β 15 ) 0.634 2.605*** 0.198 1.990*** Elastisitas Produksi Parsial: JPP 0.88 1.16 UTP 4.03 1.34 Kompos 1.05 1.18 Tenaga Kerja 1.16 1.81 Return to scale 6.12 5.49 Parameter Varians: 2 σ 0.418 2.412*** 0.270 3.120*** γ 0.936 30.140*** 0.696 3.670*** Log-Likelihood -81.39-108.5 LR 36.97* 22.00* Responden 180 180 Luas Lahan JKS (ha/petani) 0.92 0.41 Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 12 dan 13. Keterangan: *: nyata pada α = 5%; **: nyata pada α = 10%; ***: nyata pada α = 15%; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif

266 Keadaan cuaca yang ekstrim kering (9-10 bulan kering, curah hujan yang hanya 1500 mm dalam setahun) (seperti yang sudah dibahas pada Bab V) sering merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani jeruk keprok SoE di daerah dataran rendah. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya produktivitas JKS (4 kg per pohon) di daerah dataran rendah lebih disebabkan oleh faktor-faktor selain faktor inefisiensi teknis. Perbaikan teknologi produksi yang berkaitan dengan kondisi agroklimat di daerah dataran rendah merupakan hal penting untuk segera dilakukan. Untuk dapat menyesuaikan kondisi ekstrim kering di daerah dataran rendah dengan varietas JKS, maka perbaikan bibit JKS yang sesuai dengan kondisi tersebut mutlak dilakukan. Oleh karenanya, produksi benih yang khas daerah dataran rendah perlu ditingkatkan. Upaya ini telah mulai dirintis oleh Pemerintah Daerah Provinsi melalui Balai Benih Induk yang ada di Kecamatan Batu Putih Kabupaten TTS dan di desa Nonbes Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Kedua Balai Benih Induk itu ditujukan untuk melakukan uji coba tanaman hortikultura khas daerah dataran rendah, termasuk jeruk keprok SoE (pers.com dengan Kepala Balai Benih Provinsi Nusa Tenggara Timur). Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi di dalam model (H0: γ=δ 0 =..=δ 8 =0) adalah juga ditolak pada tingkat signifikan sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan usahatani sampel baik di dataran rendah maupun dataran tinggi di kabupaten TTS beroperasi di bawah frontier efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE atau secara teknis belum mencapai produksi maksimumnya. Sebagai perbandingan, hasil penelitian Boshrabadi et al. (2006) menunjukkan bahwa nilai γ = 1, tidak menjadi persoalan di dalam studi efisiensi teknis produksi suatu komoditas pertanian.

267 Tabel 65 tersebut juga menunjukkan bahwa tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktor-faktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah-daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktorfaktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi jeruk keprok SoE baik di zona dataran tinggi, maupun zona dataran rendah. Tanda negatif untuk beberapa variabel kuadratik dan interaksi menunjukkan bahwa produksi jeruk keprok SoE menurun sejalan dengan bertambahnya penggunaan atau interaksi variabelvariabel tersebut pada proses produksi. Hasil perhitungan elastisitas produksi secara parsial (Tabel 65) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan faktor produksi seperti jumlah pohon produktif, umur tanaman produktif, kompos dan tenaga kerja akan memberikan peningkatan jumlah produksi jeruk keprok SoE. Semua faktor produksi pada daerah dataran tinggi memberikan efek yang besar (elastis) pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali untuk jumlah pohon produktif. Pada daerah dataran rendah, efek penggunaan faktor-faktor produksi tersebut di atas adalah elastis. Pada daerah dataran tinggi, misalnya, peningkatan jumlah tanaman produktif sebesar 10% akan meningkatkan produksi JKS sebesar 8%. Jumlah tanaman produktif memberikan efek yang kecil (inelastis untuk unit analisis daerah dataran tinggi) pada produksi JKS sejak jumlah kepemilikan tanaman produktif per hektar dari petani responden masih sangat sedikit yakni 63 pohon per ha dibandingkan dengan jumlah potensialnya sebesar 278 pohon per ha.

268 Angka-angka tersebut merefleksikan kenyataan ekonomi usahatani JKS yang berskala kecil di daerah lahan kering di daerah penelitian ini. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi tersebut adalah > 1 (increasing return to scale). Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering,baik untuk daerah dataran tinggi maupun daerah dataran rendah. Pada zona dataran tinggi, variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas (frontier) petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif dan tenaga kerja keluarga ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk keprok SoE petani responden. Sedangkan pada zona dataran rendah, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata yakni umur tanaman produktif, tenaga kerja dan penggunaan bibit okulasi. Pembahasan detail dari hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. Jumlah Tanaman Produktif. Tanaman produktif yang dimaksudkan adalah tanaman JKS yang sudah berumur 5 tahun. Hasil pendugaan seperti tercantum pada Tabel 65 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas (frontier) dari variabel ini ditemukan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi JKS pada daerah dataran tinggi. Jumlah tanaman produktif merupakan faktor produksi penting di dalam peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Respon produksi terhadap tanaman produktif pada daerah dataran tinggi adalah positif, namun inelastik (nilai elastisitas 0.9). Petani masih rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumlah pohon produktif. Hal ini bisa dibenarkan sejak jumlah

269 kepemilikan tanaman produktif petani sampel per hektarnya masih dibawah jumlah tanaman yang dianjurkan pada standard operational procedure (SOP) jeruk keprok SoE (Dinas Pertanian, 2010b). Tren yang berbeda terjadi pada daerah dataran rendah (nilai elasttisitas sebesar 1.2). Namun, pengaruh jumlah pohon produktif pada daerah dataran rendah adalah positif dan tidak nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan pohon produktif tidak memberikan variasi pada produksi jeruk keprok SoE. Jadi JPP dianggap konstan. Petani belum mengusahakan JKS secara besar-besaran karena adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi (modal dan tenaga kerja terampil) dan lingkungan fisik. JKS di daerah ini diusahakan pada lahan yang sempit (44 pohon per ha per petani) dan kritis sehingga produktivitasnya sangat rendah yakni 4 kg per pohon. Pengaruh faktor eksternal terutama iklim yang ekstrim kering di dataran rendah ini cukup besar (30%) terhadap variasi produksi JKS. Walaupun JPP tidak memberikan efek yang berarti pada produksi, petani tetap mengusahakan tanaman ini karena sebagai suatu aset ekonomi dan budaya (warisan, indikator umur dan prestise) yang penting. Usahatani jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini beroperasi di lahan kering yang kritis yang sudah membutuhkan perubahan teknologi peningkatan kesuburan untuk produktivitas tanaman yang tinggi. Sistem usahatani tradisional menunjukkan fakta bahwa pada satu unit lahan terdapat variasi tanaman JKS yang tinggi (baik yang produktif maupun yang non produktif). Share tanaman produktif di daerah dataran tinggi adalah 32% dan dataran rendah sebanyak 55% dari total kepemilikan tanaman jeruk per petani responden, seperti yang sudah dibahas pada Bab V. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa kepemilikan tanaman jeruk

270 keprok SoE daerah penelitian pada musim produksi tahun 2009-2010 didominasi oleh tanaman non produktif. Hal ini berarti bahwa petani masih memiliki peluang peningkatan jumlah tanaman produktif di masa datang, jika pengelolaan kebun mereka dilakukan secara baik dengan memperhatikan kesuburan lahan dan teknologi produksi lainnya. Kenyataan lain menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok SoE di kabupaten TTS adalah usahatani pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 30 0 (sebesar 68%) (Bappeda, 2010) terutama untuk daerah dataran tinggi, tanpa ada sentuhan teknologi konservasi seperti terasering, dan lain sebagainya. Lahan dengan kemiringan seperti itu adalah rentan terhadap erosi tanah terutama pada musim hujan pada bulan Desember-Maret. Di sisi lain, teknologi untuk meningkatkan kesuburan lahan di tingkat petani sangat sederhana, bahkan hanya membiarkan tanaman jeruk bertumbuh dan berkembang secara alamiah. Faktor kesuburan lahan ini yang telah menyebabkan jumlah kepemilikan tanaman produktif setiap petani contoh masih sangat rendah, dengan rata-rata 58 pohon (63 pohon per ha) untuk dataran tinggi dan 28 pohon (44 pohon per ha) untuk daerah dataran rendah. Jumlah kepemilikan tanaman produktif ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan jumah secara potensial yakni 278 pohon per hektar (Dinas Pertanian, 2010b). Umur Tanaman Produktif. Rata-rata umur tanaman produktif adalah 14.5 tahun untuk dataran tinggi dan 11.9 tahun untuk dataran rendah. Jeruk mulai berproduksi pertama sejak berumur 5 tahun dan produksinya mulai menurun setelah umur 15, 16 atau 17 tahun setelah tanam (seperti yang sudah dideskripsikan pada Bab V tulisan ini). Semakin tua suatu tanaman jeruk, maka

271 tingkat efisiensi semakin meningkat (berdampak positif) dan setelah mencapai umur teknis tertentu tingkat efisiensinya menurun (berdampak negatif). Informasi dari variabel ini juga akan mendorong petani apakah dia akan melakukan penanaman kembali (replanting), peremajaan atau tidak pada musim berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman produktif pada daerah dataran rendah berpengaruh positif dan nyata. Sedangkan pada zona pengembagan jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi, umur tanaman produktif berhubungan positif dan pengaruhnya tidak nyata. Semakin tua tanaman jeruk, maka produksinya semakin meningkat (positif), tetapi tidak berpengaruh nyata. Variabel ini dianggap konstan, di mana pertambahan umur tanaman tidak menyebabkan variasi produksi JKS. Pada kondisi umur tanaman produktif 14.5 tahun pada dataran tinggi produksi sudah konstan. Dengan memperhatikan kondisi produktivitas yang rendah (8.4 kg per pohon) dan konstan tersebut, mengindikasikan perlu adanya perawatan JKS yang intensif. Setelah umur 17 tahun, secara teknis dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak tanaman jeruk yang mati. Hasil analisis variabel umur kuadratik (bernilai positif) menunjukkan bahwa JKS yang dimiliki petani responden baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih berada pada kondisi umur teknis dan belum mencapai umur produksi maximumnya. Kunci tinggi-rendahnya produksi dalam hubungannya dengan umur tanaman adalah pemeliharaan dan kondisi nutrisi tanaman itu sendiri. Lahan kering dengan kondisi lahan yang kritis dan curah hujan yang rendah disertai dengan sistem pemeliharaan tanaman yang tradisional atau tidak intensif telah menyebabkan umur tanaman jeruk keprok pendek dan produktivitas rendah.

272 Jeruk keprok SoE adalah tanaman tahunan, sehingga dalam model translog, umur tanaman produktif juga dimasukkan sebagai salah satu variabel interaksi dengan variabel lainnya. Interkasi antara umur tanaman produktif dan kompos menunjukkan pengaruh positif dan nyata pada produksi jeruk keprok SoE. Interaksi antar umur tanaman produktif dan tenaga kerja adalah negatif dan berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE pada kedua zona penelitian ini. JKS kurang diperhatikan oleh para petani responden. Semakin bertambahnya umur tanaman, sebaiknya semakin mendapat perawatan yang lebih baik dari para pengelolanya. Indikator ini menyarankan agar para petani lebih merawat tanaman mereka secara intensif terutama untuk tanaman yang semakin tua, agar produksinya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman tersebut. Faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi JKS yang sangat penting. Hasil analisis elastisitasnya menunjukkan bahwa faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi yang paling elastis dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya, terutama untuk daerah dataran tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi JKS masih dapat ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya umur tanaman produktif. Hal ini dapat tercapai jika penggunaan tenaga kerja dan kompos semakin intensif. Kompos. Penggunaan kompos memberikan efek yang positif dan berpengaruh nyata pada unit analisis pada daerah dataran tinggi. Peningkatan penggunaan kompos memberikan efek yang besar dan elastis pada semua unit analisis yakni 1.05 untuk daerah dataran tinggi dan 1.18 untuk daerah dataran rendah. Jumlah dan kualitas kompos yang digunakan oleh petani sangat rendah bila dibandingkan dengan standar operasional prosedur yang telah dibuat oleh

273 Dinas Pertanian NTT (2010b). Rata-rata penggunaan kompos petani contoh pada daerah dataran tinggi selama musim produksi tahun 2009-2010 adalah 7.7 kg per petani atau 0.12 kg per pohon produktif. Jumlah ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan sebesar 20 kg per pohon produktif (Departemen Pertanian, 2008c). Selain jumlah yang sedikit, kualitas kompos yang diaplikasikan juga rendah. Pada daerah dataran rendah, penggunaan kompos berhubungan positif dan tidak memberikan efek yang berarti (dianggap konstan) bagi peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Walaupun penggunaan kompos masih berada jauh di bawah standar teknis yang direkomendasikan (hanya 0.08 kg per pohon produktif), kompos masih tetap digunakan oleh petani sebagai suatu sarana produksi JKS daerah lahan kering. Kompos yang digunakan petani adalah bahan organik yang langsung diambil dari kandang ternaknya sendiri, tanpa mengetahui dengan pasti tingkat kandungan nutrien pupuk kandang tersebut. Selain itu, petani responden juga hanya memberikan kompos pada tanaman produktif dengan kondisi buah yang kurang lebat pada tahun berjalan. Cara pemberian kompos seperti ini, dan juga kondisi kompos mentah yang diberikan pada tanaman jeruk telah menyebabkan kompos belum memberikan efek yang berarti pada tahun tersebut. Penggunaan kompos dengan jumlah sedikit itu menggambarkan kecilnya kemampuan petani untuk mendapatkan atau memproduksi dan menerapkannya pada usahatani jeruk mereka. Kompos tersedia sangat dekat dengan usahatani petani karena sebagian besar petani sudah mampu untuk memproduksinya sendiri. Kondisi ini yang mendorong petani untuk tetap menggunakan kompos di dalam

274 usahatani mereka. Kearifan lokal yang turun-temurun, ditambah dengan banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang memberikan pelatihan pembuatan pupuk organik untuk petani, telah menyadarkan petani akan pentingnya penggunaan pupuk organik pada usahatani daerah lahan kering dan kritis sebagai sumber unsur hara dan kelembaban tanah. Selain itu, hasil analisis interaksi kompos dengan jumlah dan umur tanaman produktif adalah positif. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kompos merupakan faktor penting untuk peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Perlu disadari bahwa usahatani jeruk keprok SoE adalah usahatani di daerah lahan kering dengan sistem tradisional tanpa menggunakan zat-zat kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman jeruk petani. Sandaran utama peningkatan produktivitas jeruk mereka adalah kesuburan tanah secara alamiah dan penggunaan kompos. Pupuk organik ini dapat dijadikan andalan sejak usahatani jeruk dilakukan pada daerah berbukit dengan kondisi lahan yang kritis, di mana tingkat kesuburannya rendah. Akibatnya, tingkat produktivitas usahatani jeruk masih sangat rendah. Upaya perbaikan produktivitas lahan usahatani jeruk keprok SoE merupakan prioritas pertama di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi. Petani jeruk keprok SoE membutuhkan sentuhan teknologi intensifikasi usahatani lahan kering yang sudah pada ambang kritis itu. Hal itu, misalnya dapat dilakukan dengan pembuatan terasering lahan, penggunaan kompos berkualitas, bibit berlabel biru, pengairan yang memadai, pemberantasan OPT yang berkelanjutan, dan perbaikan keterampilan dan pengetahuan (kemampuan manajerial) petani jeruk terutama bagi orang-orang muda.

275 Tenaga kerja. Pada zona dataran rendah, faktor produksi ini berhubungan positif, elastis dan berpengaruh nyata pada α = 10% terhadap produksi jeruk keprok SoE. Pada daerah dataran tinggi, penggunaan tenaga kerja keluarga berhubungan positif, elastis dan berpengaruh tidak nyata dengan produksi jeruk keprok SoE. Dengan demikian, variabel tenaga kerja dianggap konstan atau tidak menyebabkan adanya variasi pada produksi. Efek tenaga kerja terhadap produski masih belum nyata diduga disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang kurang profesional dengan tingkat pendidikan yang rendah (Sekolah Dasar) dan jumlah penggunaannya masih sedikit. Tenaga kerja keluarga belum serius mengelola jeruk keprok SoE. Mereka hanya menekuni usahatani jeruk keprok SoE pada skala operasi yang kecil (< 1 ha). Ini berarti bahwa terdapat kapasitas tenaga kerja yang masih belum didayagunakan (idle capacity), sebagai akibat ketiadaan investasi dan permodalan petani. Tenaga kerja lebih tertarik pada sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Akibatnya, usahatani jeruk tidak terawat. Sedangkan pendapatan dari luar usahatani jeruk itu tidak digunakan untuk menyewa tenaga kerja yang seharusnya lebih profesional untuk pemeliharaan tanaman jeruk keprok SoE. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan pemeliharaan tanaman produktif di dalam usahatani jeruk keprok SoE masih sangat kecil yakni hanya 13.72 HOK di daerah dataran tinggi dan 8.59 HOK untuk daerah dataran rendah per musim produksi tahun 2009-2010. Jumlah ini masih sangat rendah (90% lebih rendah) bila dibandingkan dengan standar penggunaan tenaga kerja sebesar 100 HOK untuk tanaman jeruk yang sudah berproduksi (Milla et al., 2002). Alokasi penggunaan tenaga kerja yang sedikit ini dapat dijadikan indikator bahwa

276 usahatani jeruk keprok SoE merupakan usahatani sampingan bagi petani jeruk pada proses produksi tahun 2009-2010. Kenyataan menunjukkan bahwa kebun jeruk petani yang tidak terawat dengan baik, bukan dikarenakan oleh ketiadaan tenaga kerja, namun lebih disebabkan oleh alokasi tenaga kerja keluarga petani ke sumber-sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Keanekaragaman kegiatan usaha rumahtangga petani jeruk seperti kegiatan usahatani jagung, ternak dan ubi-ubian telah menyebabkan sedikitnya perhatian petani pada usahatani jeruk keprok SoE. Selain itu, petani tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga yang lebih profesional di dalam pengelolaan usahatani jeruk mereka. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan pembiayaan petani terhadap input produksi ini, sebagai akibat rendahnya penerimaan dari usahatani jeruk keprok SoE. Penggunaan bibit okulasi. Efek penggunaan bibit okulasi terhadap produksi jeruk keprok SoE adalah positif dan nyata pada α = 5% untk daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Bibit okulasi yang digunakan petani tidak berlabel biru (100%). Penggunaan bibit yang tidak berlabel tidak memberikan jaminan tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi. Bibit yang digunakan petani untuk tanaman jeruk keprok yang sudah berproduksi sampai dengan tahun 2009-2010 lebih banyak (65%) adalah produksi sendiri dan dari para penangkar lokal yang tidak bersertifikat sebagai penangkar. Pasokan bibit dari Pemerintah sangat sedikit, tidak mampu memenuhi kebutuhan petani jeruk setiap tahun. Di pihak lain, 95% petani responden tidak mengetahui bagaimana cara untuk menghasilkan bibit vegetatif (mencangkok, menempel, menyambung) yang berkualitas baik. Petani responden pada umumnya (97%) tidak mengetahui penentuan bibit yang

277 baik atau bibit berkualitas (terutama dalam hal ukuran bibit, sumber batang bawah, batang atas dan umur bibit yang siap tanam). Pelatihan pembuatan bibit vegetatif berkualitas baik sangat perlu untuk segera dilakukan di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE tersebut. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa sumber bibit produksi petani sendiri bersumber dari pohon yang tumbuh di kebun mereka sendiri yang bukan merupakan pohon induk yang sehat (belum terdeterminasi oleh Dinas yang berwenang seperti Balai Sertifikasi Benih baik Kabupaten maupun Provinsi). Selain itu, pohon sebagai sumber benih (yang sudah dideterminasi) juga masih tetap berproduksi. Hal ini dibiarkan oleh petani, karena pohon tersebut merupakan sumber produksi pada tahun berjalan. Idealnya, pohon jeruk yang merupkan sumber benih vegetatif, selama menjadi pohon induk tidak boleh berproduksi agar lebih sehat dan kuat. Lima tahun terakhir (2006-2010) upaya Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi didukung juga oleh Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat baik lokal maupun internasional adalah memperluas areal tanam (jumlah pohon jeruk keprok yang dimiliki petani) sebagai uapaya mengatasi terancam punahnya jeruk keprok SoE yang tingkat kematiannya dari tahun ke tahun terus meningkat (selama periode tersebut di atas). Pemberian anakan jeruk kepada petani adalah dalam bentuk hibah. Salah satu dampak dari kebijakan ini adalah jumlah kepemilikan tanaman jeruk keprok SoE yang belum menghasilkan pada tingkat petani sampel lebih banyak (65%) dibandingkan dengan tanaman yang sudah berproduksi (35%) (seperti yang sudah dibahas pada Bab V disertasi ini). Namun, metode penanaman jeruk petani juga tidak memenuhi standar teknis budidaya.

278 6.3.2. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Ringkasan statistik data yang digunakan di dalam fungsi produksi stokastik frontier antar ukuran usahatani adalah seperti tercantum pada Tabel 66. Tabel 66. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan: Antar Ukuran Usahatani Variabel Faktor Produksi: Ukuran < 1 Ha Ukuran Usahatani Ukuran 1 Ha Mean Max Min Mean Max Min Produksi (kg) 246.3 1021.0 132.8 433.3 1312.2 135.0 Jumlah pohon produktif (pohon) 57.0 182.0 13.0 56.0 223.0 18.0 Umur tanaman produktif (tahun) 14.7 19.3 7.0 14.29 21.7 7.5 kompos (kg) 6.9 26.5 2.2 10.54 64.8 8.4 Tenaga kerja (HOK) 11.35 58.0 4.8 14.36 45.09 8.9 Bibit (dummy) 0.96 1.0 0.0 0.98 1.0 0.0 Faktor Inefisiensi: Penidikan (tahun) 7.27 12.0 3.0 7.51 12.0 1.0 Pengalaman (tahun) 17.78 33.0 9.0 19.61 37.0 9.0 KPPL ( kali) 0.82 3.0 0.0 0.77 1.0 0.0 Umur Petani (tahun) 48.55 60.0 36.0 48.80 58.0 37.0 SPL (dummy) 0.86 1.0 0.0 0.86 1.0 0.0 MP (dummy) 0.83 1.0 0.0 0.86 1.0 0.0 KKT (dummy) 0.66 1.0 0.0 0.70 1.0 0.0 Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertania lapangan;spl: sumber pendapatan lain selain dari usahatani JKS; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani Perlu diketahui bahwa jumlah kompos dan tenaga kerja keluarga yang tercantum pada tabel tersebut adalah jumlah input-input yang digunakan hanya untuk tanaman produktif selama musim produksi 2009-2010. Sedangkan bibit (dummy) adalah jenis bibit okulasi yang digunakan petani untuk kondisi tanaman

279 jeruk yang masih berproduksi pada tahun 2009-2010. Hasil estimasi parameter fungsi produksi stokastik frontier bentuk fungsi translog antar ukuran usahatani di zona dataran tinggi adalah seperti tercantum pada Tabel 67. Tabel 67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier dengan Menggunakan MLE Variabel Para Ukuran < 1 Ha Ukuran 1 Ha meter Estimasi t-rasio Estimasi t-rasio Model Stochastic Frontier: Intersep β0 0.452 0.447*** 0.989 0.307*** JPP β1 2.643 2.844*** 2.465 2.979*** UTP β2 0.075 0.177*** 0.233 1.422*** Kompos β3 1.481 1.490*** 0.741 1.494*** Tenaga kerja β4 0.771 1.590*** 0.322 0.421*** 2 0.5* JPP β5-0.904-2.952*** -0.625-3.802*** 2 0.5*UTP β6 0.662 1.685*** 0.141 1.707*** 2 0.5*Kompos β7-0.172-0.607*** -0.314-1.591*** 2 0.5*Tenaga kerja β8-0.071-0.221*** 0.026 0.174*** JPP *UTP β9 0.892 2.129*** 0.409 0.667*** JPP *Kompos β10 0.177 1.021*** 0.047 0.463*** JPP *Tenaga kerja β11 0.330 1.480*** 0.071 0.626*** UTP*Kompos β12 0.455 1.474*** 0.318 1.771*** UTP*Tenaga Kerja β13-0.193-1.548*** -0.337-1.737*** Kompos*Tenaga kerja β14 0.073 0.379*** -0.007-0.058*** Bibit (dummy) β15 0.510 1.652*** 0.809 3.864*** Elastisitas Produksi Parsial: JPP 2.53 1.34 UTP 5.72 1.64 Kompos 3.26 1.02 Tenaga kerja 1.55 1.56 Return to Scale: 13.07 5.55 Parameter Varians: 2 σ 0.184 4.877*** 0.809 0.905*** γ 0.999 226.840*** 0.972 31.230*** Log-Likelihood -29.63-22.78 LR 21.82* 39.05* Responden (orang) 74 106 Luas Lahan JKS (ha) 0.76 1.19 Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 14 dan 15. Keterangan: *: nyata pada α = 5%; **: nyata pada α = 10%; ***: nyata pada α = 15%; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif

280 Perlu dicatat bahwa semua responden penelitian di zona dataran rendah memiliki luas lahan usahatani jeruk keprok SoE kurang dari 1 ha. Dengan kondisi tersebut, maka zona dataran rendah tidak dimasukkan di dalam analisis antar ukuran usahatani (seperti yang dilakukan pada zona dataran tinggi). Ukuran usahatani menentukan efisiensi (Bizimana dan Ferrer, 2004). Ukuran usahatani sebesar satu ha dijadikan patokan dengan pertimbangan bahwa kebun jeruk keprok yang didaftar untuk diregistrasi dan yang berhak mendapatkan sertifikasi kebun dari Pemerintah (Pusat atau Daerah) adalah kebun jeruk yang berukuran minimal 1 ha (pers.com dengan staf Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2010). Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan ukuran usahatani yang mana yang memberikan nilai efisiensi teknis yang lebih tinggi, pada basis penggunaan teknologi produksi yang sudah dipraktekkan oleh petani contoh di daerah penelitian. Di zona dataran tinggi, dengan rata-rata ukuran usahatani sebesar 0.76 ha per petani (pada ukuran usahatani lebih kecil dari 1 ha) terdapat gangguan inefisiensi yang sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya nilai gamma yang sangat besar (0.99) dengan nilai rasio generalized-likelihood (LR) dari fungsi produksi stokastik frontier lebih besar dari nilai tabel distribusi χ 2 Chi Square. Nilai rasio secara statistik nyata pada α = 5% untuk semua basis analisis, baik pada ukuran usahatani kecil maupun luas. Artinya, semua fungsi produksi stokastik frontier untuk daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi di kabupaten Timor Tengah Selatan. Dengan kata lain, inefisiensi merupakan masalah utama di dalam usahatani jeruk keprok.

281 Tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktorfaktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi jeruk keprok SoE pada berbagai ukuran usahatani. Dari Tabel 67, untuk ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar diketahui bahwa variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas (frontier) petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos, tenaga kerja keluarga dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk petani responden. Sedangkan untuk ukuran usahatani yang 1 ha, semua variabel berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali tenaga kerja. Pengaruh jumlah pohon produktif terhadap produksi JKS adalah positif, elastis dan nyata. Peningkatan jumlah pohon produktif akan memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi kepada petani pengelola kebun jeruk keprok tersebut. Estimasi elastisitas produksi (parameter dugaan pada fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog tersebut) menunjukkan bahwa pada ukursan usahatani 1 ha, pengaruh dari umur tanaman produktif lebih besar (elastis) dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Peningkatan umur tanaman produktif sebesar 10% akan memberikan peningkatan produksi jeruk keprok sebesar 16.4% untuk ukuran usahatani yang lebih luas. Hal ini mengindikasikan bahwa petani sangat diharapkan untuk tetap meningkatkan

282 perawatan tanaman produktif jeruk pada usahatani mereka agar umur ekonomis tanaman tetap bertambah sejalan dengan pertambahan umur tanaman tersebut. Dari data diketahui bahwa tanaman produktif milik petani responden masih pada kondisi umur teknis yang produktif yakni 14 tahun. Hasil analisis fungsi kuadrat umur menunjukkan bahwa tanaman jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi pada kedua ukuran usahatani itu berpengaruh positif dan nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman JKS yang dimiliki petani belum saatnya diremajakan karena belum mencapai umur teknis dan produksi maksimum.yang dibutuhkan petani adalah perawatan tanaman produktif yang intensif agar lebih produktif dan efisien. Kurangnya perawatan tanaman produktif dapat diketahui dari interaksi umur tanaman produktif dengan tenaga kerja (petani) yang berpengaruh negatif dan nyata pada produksi JKS. Hasil perhitungan elastisitas parsial produksi tersebut juga menunjukkan bahwa kompos dan tenaga kerja memberikan efek yang besar (elastis) terhadap produksi JKS. Kenyataan menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok daerah lahan kering di Timor Barat masih merupakan usahatani organik, maka peningkatan jumlah dan kualitas kompos adalah hal yang sangat penting. Pertanian organik merupakan salah satu cara menghadapi tekanan globalisasi (di bidang hortikultura), yang lebih mementingkan produktivitas yang tinggi dengan teknologi modern (benih transgenik, pupuk kimia, obat hama) yang semuanya hasil rekayasa kimia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia; tanpa memperhatikan kondisi agroekologi setempat dan keberlanjutan pertanian itu sendiri (Winangun, 2005). Namun, tuntutan ini sulit untuk dipenuhi petani kecil dan tradisional yang memiliki masalah modal usaha.

283 Tenaga kerja hanya memberikan efek yang berarti dan paling elastis pada usahatani kecil. Perlu diingat bahwa tingkat pendidikan petani JKS yang rata-rata Sekolah Dasar dan kemampuan investasi petani yang rendah telah menyebabkan petani hanya mampu mengelola usahatani kecil lebih baik dibandingkan dengan usahatani yang lebih besar. Tenaga kerja upahan yang seharusnya lebih profesional tidak digunakan petani responden karena kekurangan biaya usahatani. Hal ini diduga telah menghasilkan analisis pengaruh tenaga kerja keluarga yang tidak nyata pada produksi JKS untuk ukuran usahatani 1 ha. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi JKS pada kedua ukuran usahatani di daerah dataran tinggi adalah > 1 (increasing return to scale). Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering pada dataran tinggi. Petani masih sangat rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumah penggunaan faktorfaktor produksi yang sudah ada pada usahatani jeruk keprok SoE mereka. Pada usahatani dengan ukuran kecil (< 1 ha) dan besar ( 1 ha), respons produksi terhadap semua faktor produksi yang digunakan adalah elastis. Faktorfaktor produksi tersebut merupakan faktor-faktor produksi yang penting untuk diperhatikan pada usahatani kecil dan tradisional, terutama tenaga kerja. Hasil ini sangat sesuai dengan hasil penelitian Wollni (2007), Dhehibi et al. (2007) dan Binswanger dan Sillers (1983). Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi utama (padat karya) di dalam usahatani kecil; sedangkan usahatani besar membutuhkan modal yang lebih besar (padat modal) dibandingkan dengan tenaga kerja.

284 Selain itu, pada usahatani kecil (kurang dari 1 ha) sebaiknya kegiatan usahatani lebih difokuskan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja keluarga agar pengelolaan kebun jeruk semakin intensif dan menarik minat petani. Pengelolaan kebun jeruk secara intensif mungkin dapat meningkatkan nilai ekonomi jeruk pada ukuran usahatani kecil, sehingga semakin menarik minat petani untuk secara serius memperhatikan dan memelihara tanaman jeruk keprok SoE di masa datang. Dengan strategi ini, petani dapat mengalokasikan tenaga kerja keluarga yang lebih banyak di dalam pemeliharaan tanaman jeruk mereka. 6.4. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE 6.4.1. Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog melalui pendekatan dari sisi input. Sebaran efisiensi teknis hasil estimasi MLE dari model yang digunakan ditampilkan pada Tabel 68. Hasil penelitian terdahulu (Kumbakar, 2001; Bakhsh, 2006; Ball, 1985; Boshrabadi et al., 2006; Dhehibi et al., 2007a dan 2007b; Lambarraa, 2007; Vedenov et al., 2007; Wollni, 2007) menunjukkan bahwa nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0.70. Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden, ditemukan bahwa pada dataran tinggi terdapat 50% dari total petani responden yang sudah efisien atau secara konsisten telah mencapai tingkat efisiensi lebih besar dari 70%; dengan rentangan minimum 0.21 hingga 0.95. Sedangkan jumlah responden petani yang nilai efisiensinya berada di bawah 0.70 adalah sebanyak 50% juga. Di

285 sini terlihat bahwa separuh dari jumlah petani jeruk keprpk SoE menderita permasalahan inefisiensi teknis di dalam produksi jeruk keproknya. Tabel 68. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Berdasarkan Zona Efisiensi Teknis (%) Datarn Tinggi Dataran Rendah Jumlah % Jumlah % ET 20 0 0.00 0 0.00 20 < ET 30 14 7.78 3 1.67 30 < ET 40 14 7.78 15 8.33 40 < ET 50 18 10.00 34 18.89 50 < ET 60 18 10.00 28 15.56 60 < ET 70 26 14.44 42 23.33 70 < ET 80 39 21.67 40 22.22 80 < ET 90 42 23.33 18 10.00 ET > 90 9 5.00 0 0.00 Mean efficiency 0.65 0.607 Min 0.21 0.268 Max 0.95 0.885 % Petani yang efisien ( > 70%) 50 32.2 Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Bila dibandingkan antar zona, maka jumlah petani yang cukup efisien di daerah dataran tinggi lebih banyak (50%) bila dibandingkan dengan daerah dataran rendah (32.2%). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar (68%) para petani jeruk di daerah dataran rendah menderita permasalahan inefisiensi di dalam berusahatani jeruk keprok mereka. Hanya 5% petani di daerah dataran tinggi yang memiliki nilai efisiensi teknis 90%. Petani di daerah dataran rendah belum ada (0%) yang memiliki tingkat efisiensi teknis 90%. Rentangan nilai efisiensi teknis petani jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi 0.21 hingga 0.95; dengan nilai rata-rata sebesar 0.65. Sedangkan nilai rata-rata efisiensi teknis untuk zona dataran rendah adalah 0.61 dengan nilai terendah 0.27 dan nilai tertinggi 0.89 (Gambar 44). Hal ini menyarankan bahwa

286 baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih terdapat peluang yang besar (> 40%) untuk meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE dengan menggunakan teknologi dan sumberdaya yang sudah ada. Petani responden masih memilikki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Dalam jangka pendek, petani JKS di daerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi dengan menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani yang paling efisien. Mean Efisiensi 0.92 Luas (Ha) Mean Efiisiensi (%) 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0.65 0.61 0.41 0,00 Dataran Tinggi Dataran Rendah Zona Sumber: Tabel 68. Gambar 44. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Zona Pengembangan Usahatani Jeruk Keprok SoE. Sebaran efisiensi teknis berdasarkan pada zona dataran tinggi dan dataran rendah pengembangan usahatani JKS di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 45 berikut ini. Dari Gambar diketahui bahwa jumlah petani di zona dataran tinggi yang sudah menjalankan usahatani JKS secara efisien (dengan tingkat efisiensi lebih besar dari 70%) lebih banyak dibandingkan dengan zona dataran rendah. Perbedaan ini erat kaitannya dengan perbedaan penggunaan

287 faktor-faktor produksi, inefisiensi (kemampuan manajerial petani), idle capacity dan kondisi lingkungan fisik dan non fisik (kebijakan) pada kedua daerah tersebut. 25,0 Dataran Tinggi Dataran Rendah 23.3 21.7 22.2 23.3 % Jumlah Responden 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 0.0 0.0 7.8 1.7 7.8 8.3 18.9 10.0 10.0 15.6 14.4 10.0 5.0 0.0 ET 20 20 < ET 30 30 < ET 40 40 < ET 50 50 < ET 60 60 < ET 70 70 < ET 80 80 < ET 90 ET > 90 Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Sumber: Tabel 68. Gambar 45. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Perbandingan nilai rata-rata efisiensi teknis antar ukuran usahatani di daerah penelitian tercantum pada Tabel 69. Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden antar ukuran usahatani (Tabel 69, Gambar 46), ditemukan bahwa jumlah petani yang cukup efisien (dengan nilai rata-rata efisiensi > 70%) di zona dataran tinggi dengan ukuran usahatani 1 ha adalah lebih banyak (43%) bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok yang lebih kecil dari satu ha (4%). Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan inefisiensi pada usahatani JKS yang lebih luas lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok SoE yang lebih kecil. Hal ini juga dapat dilihat pada nilai gamma seperti yang sudah dibahas pada sub bagian sebelumnya.

288 Tabel 69. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Ukuran Usahatani Pada Daerah Dataran Tinggi Efisiensi Teknis (%) Dataran Tinggi < 1 Ha 1 Ha Jumlah % Jumlah % ET 20 3 1.67 0 0.00 20 < ET 30 15 8.33 5 2.78 30 < ET 40 12 6.67 2 1.11 40 < ET 50 19 10.56 8 4.44 50 < ET 60 10 5.56 5 2.78 60 < ET 70 8 4.44 9 5.00 70 < ET 80 0 0.00 19 10.56 80 < ET 90 3 1.67 39 21.67 ET > 90 4 2.22 19 10.56 Mean efficiency 0.460 0.750 Min 0.165 0.238 Max 0.999 0.955 % Petani yang efisien ( > 70%) 3.9 42.8 Sumber: Data Perimer, 2010 (diolah). 25,00 ukuran Usahatani < 1 Ha 21.67 20,00 Ukuran Usahatani > = 1 Ha % Jumlah Responden 15,00 10,00 5,00 0,00 1.67 0.00 ET 20 8.33 20 < ET 30 2.78 6.67 30 < ET 40 1.11 10.56 40 < ET 50 5.56 4.44 4.44 2.78 50 < ET 60 60 < ET 70 5.00 0.00 10.56 70 < ET 80 1.67 80 < ET 90 2.22 10.56 ET > 90 Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Sumber: Tabel 69. Gambar 46. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Antar Ukuran Usahatani di Daerah Dataran Tinggi

289 Perbandingan antar ukuran usahatani menunjukkan bahwa hampir seluruh (96%) petani dengan ukuran usahatani kecil (< 1 ha) menderita permasalahan inefisiensi di dalam usahatani jeruk keprok SoE mereka. Tabel 69 tersebut juga membuktikan bahwa hanya 2.2% petani jeruk beroperasi di atas tingkat efisiensi 90% pada ukuran usahatani kecil sementara 11% untuk ukuran usahatani yang lebih besar ( 1 ha). Tabel 69 dan Gambar 47 menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis untuk ukuran usahatani 1 ha di zona dataran tinggi lebih besar (0.75) bila dibandingkan dengan ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar (0.46). Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas ukuran usahatani jeruk keprok SoE, maka tingkat efisiensinya semakin tinggi. Dengan demikian diharapkan bahwa petani dapat mampu meningkatkan ukuran usahataninya menjadi minimal satu ha per petani jeruk keprok SoE. Mean Efisiensi (%) dan Luas (Ha) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Mean Efisiensi Luas (Ha) 0.76 0.75 0.46 < 1 Ha 1 Ha 1.19 Ukuran Usahatani Sumber: Tabel 69. Gambar 47. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi