BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank 1. Pengertian Bank Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan perekonomian, masyarakat membutuhkan uang untuk melakukan transaksi. Dalam melakukan transaksinya masyarakat dapat melakukannya dengan mendapatkan bantuan dari sebuah lembaga keuangan yang kita kenal dengan nama bank. Dengan adanya bank masyarakat menjadi terbantu untuk dapat menukarkan uangnya, transfer, membayar rekening listrik, air telepon ataupun pembayaran lainnya. Definisi bank menurut UU No. 14 tahun1967 Pasal 1 tentang Pokok-Pokok Perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, dan pengertian bank menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yaitu : bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 november 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian diatas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian sehat. Untuk menciptakan bank sehat tersebut antara lain diperlukan pengaturan dan pengawasan bank secara efektif. Sebagaimana diatur dalam undang-undang, bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yaitu bank bertindak sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara untuk menghimpun dana dari masyarakat dalm bentuk tabungan, giro ataupun deposito berjangka. Sementara itu, pihak-pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit tersebut dapat berupa kredit investasi, kredit modal kerja ataupun kredit konsumsi. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Pada dasarnya bank mempunyai empat alternatif untuk menghimpun dana untuk kepentingan usahanya, yaitu dana sendiri, dana dari deposan, dana pinjaman dan sumber dana lain.
Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adalah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan. Sebelum bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu dalam pengalokasian dana pihak ketiga, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Terdapat tiga hal menjadi perhatian bank untuk menjadi bahan pertimbangan, yaitu risiko, hasil dan jangka waktu. 2. Jenis jenis Bank Penggolongan bank tidak hanya berdasarkan jenis kegiatan usahanya, melainkan juga mencakup bentuk badan hukum, pendirian dan kepemilikan, dan target pasarnya. a. Menurut kegiatan usaha Setelah undang undang no 7 tahun1992 berlaku, jenis bank yang diakui secara resmi terdiri dari dua jenis yaitu : 1) Bank umum Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran.
2) Bank perkreditan rakyat Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. b. Menurut bentuk badan usaha Untuk memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat, suatu lembaga keuangan wajib memenuhi persyaratan mengenai susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Badan hukum suatu bank umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi atau perusahaan daerah. Sedangkan badan hukum bank perkreditan rakyat dapat berupa perusahaan daerah, koperasi, perseroan terbatas, bentuk lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. c. Menurut pendirian dan kepemilikan Bank umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesian dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan. Modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebasar tiga teriliun rupiah. Modal disetor bagi bank yang berbadan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perkoperasian. Sedangkan modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal bank.
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang bentuk badan hukumnya perseroan terbatas sangat dimungkinkan untuk mengalami perubahan kepemilikan. Perubahan kepemilikan ini terutama karena Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang bentuknya Perseroan terbatas dapat menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas nama. Saham yang harus diterbitkan berupa saham atas nama agar Bank Indonesia tetap dapat memonitor perubahan kepemilikan bank. Meskipun kepemilikanya sangat mungkin terjadi dengan cara jual beli saham dibursa efek, tetapi mengingat sahamnya atas nama maka perubahan tersebut dapat terus dipantau oleh Bank Indonesia untuk tujuan pengawasan dan pembinaan. d. Menurut target pasar Secara umum, jenis bank atas dasar target pasarnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu: 1) Retail Bank, Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabah-nasabah retail. Retail disini adalah nasabah-nasabah individual, perusahaan, dan lembaga lain yang skalanya kecil. Biasanya ditinjau dari jasa kredit yang diberikan, nasabah debitor yang dilayani adalah memerlukan fasilitas kredit tidak lebih daripada Rp 20 miliar. 2) Corporate Bank, Bank jens ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabah-nasabah yang berskala besar. Biasanya berbentuk korporasi, maka bank yang berkelompok ini disebut corporate bank. Pelayanan transaksi yang diberikan kepada suatu perusahaan sering kali membawa konsekuensi berupa
pelayanan yang harus diberikan juga kepada karyawan, direksi dan komisaris dari perusahaan tersebut secara individual. Pelayanan yang diberikan secara perorangan disini diarahkan untuk menjalin kerja sama yang lebih baik dengan nasabah-nasabah korporasi. 3) Retai-Corporate Bank, Bank jenis ini memberikan pelayanan tidak hanya kepada nasabah retail tetapi juga kepada nasabah korporasi. B. Tingkat Kesehatan Bank 1. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank Kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Menurut Triandaru (2006:51) bahwa kesehatan bank mencakup kemampuan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya, kegiatan tersebut meliputi: a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, b. Kemampuan mengelolah dana, c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitas atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
Penilaian terhadap faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur jusdgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan,dan proyeksi rasio rasio keuangan perbankan. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen resiko, dan kepatuhan bank. 2. Aturan Kesehatan Bank Berdasarkan undang undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh bank Indonesia, menetapkan bahwa : a. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian. b. Dalam memeberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank. c. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan penjelasan menegnai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberian kesempatan bagi pemeriksaan buku buku dan berkas berkas milik bank tersebut, serta wajib memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank tersebut. e. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap Bank. f. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik. g. Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang diteapkan oleh Bank Indonesia. 3. Faktor faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank (CAMELS) Dengan menyadari arti pentingnya tingkat kesehatan bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati hatian (prudential banking) dalam duni perbankan, maka Bank Indonesia perlu menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tenang kesehatan bank ini, perbankan diharapan selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank Indonesia mencakup berbagai aspek dalam kegiatan bank, mulai dari penghimpunan dana
sampai dengan pengguna dan penyalur dana. Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulanan untuk posisi bulan maret, juni, september, dan desember. Triandaru (2006:53), Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor faktor CAMELS yang terdiri dari : a. Permodalan (Capital) b. Kualitas Aset (Asset Quality) c. Manajemen (Management) d. Rentabilitas (Earnings) e. Likuiditas (Liquidity) f. Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar (Sensitivity to Market Risk) Ad.a. Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut: 1) Kecukupan pemenuhan kewajiban penyedian modal minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku, 2) Komposisi permodalan, 3) Trend ke depan/proyeksi KPMM, 4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank, 5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan), 6) Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, 7) Akses kepada sumber permodalan,
8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. Ad.b. Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut: 1) Aktiva produktif yang dilasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif, 2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit, 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif, 4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), 5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif, 6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif, 7) Dokumentasi aktiva produktif, 8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. Ad.c. Manajemen (Management) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut : 1) Manajemen umum, 2) Penerapan sistem manajemen resiko, 3) Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
Ad.d. Rentabilitas (Earning) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lin dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut : 1) Return on assets (ROA), 2) Return on equity (ROE), 3) Net interest margin (NIM), 4) Biaya operasional dibandingkan dengan pendapanan operasional (BOPO), 5) Perkembangan laba operasional, 6) Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan, 7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, 8) Prospek laba operasional. Ad.e. Likuiditas (Liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap kmponen komponen sebagai berikut : 1) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 tahun, 2) 1 month naturity mismacth ratio, 3) Loan to deposit ratio (LDR), 4) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang, 5) Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti, 6) Kebijakan dan pengelolahan likuiditas (Assets and liabilities management/alma),
7) Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber sumber pendanaan lainnya, 8) Stabilitas dana pihak ketiga (DPK). Ad.f. Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar (Sensitivity to Market Risk) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap resiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian trehadap komponen komponen sebagai berikut : 1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga, 2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar, 3) Kecukupan penerapan sistem manajemen resiko pasar. 4. Perhitungan/Analisis Komponen Faktor CAMELS Bank Indonesia secara berkala atau sewaktu-waktu memantau hasil perbaikan berdasarkan laporan pelaksanaan (action plan) yang disampaikan oleh bank. Apabila diperlukan dilakukan pemeriksaan khusus terhadap hasil perbaikan yang telah dilakukan oleh bank untuk memastikan kebenaran laporan yang disampaikan oleh bank tersebut. Sesuai lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia nomor 6/23/DPMP tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, dimana perhitungan/analisis komponen atas setiap faktor CAMELS sebagai berikut: a. Faktor Permodalan (Capital) Faktor capital atau permodalan digunakan untuk menilai sampai dimana bank memenuhi permodalan bank, kecukupan penyediaan modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Dengan modal sendiri yang cukup, bank dapat memanfaatkan sebagian dari pada modal untuk membiayai kebutuhan atas prasarana dan sarana operasi yang memadai. Penilaiannya dilakukan dengan menggunakan metode CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu dengan cara membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR merupakan indikator dari kecukupan modal suatu bank, yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan usaha dalam jangka panjang (Solvabilitas). Penyediana modal yang cukup merupakan hal yang penting, untuk mengimbangi pihak ketiga. CAR yang ideal sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank for International Settiements (BIS) sebesar 8%. Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko, dengan rumus: Total Modal Penyertaan CAR = x 100 ATMR Ket: Total Modal ATMR = Modal Inti + Modal Pelengkap = ATMR kredit + ATMR risiko pasar
Modal inti terdiri dari beberapa komponen, yaitu modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba tahun lalu, dan laba tahun berjalan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasi dan pinjaman subordinasi. Sedangkan komponen ATMR terdiri dari kas, tagihan yang dijamin oleh lembaga-lembaga tertentu, kredit yang diberikan, tagihan kepada lembaga-lembaga lain, aktiva tetap dan investasi, dan antarkantor netto. Menurut Judisseno (2002:136) penyertaan adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang tidak melalui pasar modal, serta dalam bentuk penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan kredit. b. Faktor Kualitas Aset (Asset Quality) Faktor yang dinilai yaitu kualitas aktiva produktif yakni sejauhmana bank memelihara kualitas aktivanya seproduktif mungkin sehingga menjamin hasil yang mendukung rentabilitas. Aktiva produktif menurut Judisseno (2002:135) diartikan sebagai penanaman dana bank baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antarbank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif. Dalam menilai kualitas aset ada dua rasio yang digunakan yaitu rasio kredit yang diberikan bermasalah dengan total kredit atau disebut juga dengan Non Performing Loans (NPL) dan pemenuhan penghapusan dan penyisihan aktiva produktif (PPAP). Dimana rasio NPL dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kredit non lancar NPL = Total Kredit x 100 Sedangkan untuk menghitung rasio PPAP yaitu pemenuhan penghapusan dan penyisihan aktiva produktif dengan cara sebagai berikut: PPAP = Peny. Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib Tujuan pembentukan PPAP menurut Rinaldy (2008:66) adalah untuk mengantisipasi jumlah kerugian yang akan terjadi akibat aktiva produktif tidak dapat ditagih (rugi). Dalam realisasinya jumlah PPAP dibentuk secara periodik oleh setiap bank. Namun pada saat menetapkan tingkat kesehatan bank, PPAP tersebut dihitung kembali yang didasarkan pada tingkat kaualitas aktiva produktif yang telah dikualifikasikan dan dibandingkan dengan jumlah yang telah dibentuk. c. Faktor Manajemen (Management) Secara kuantitatif faktor ini sebenarnya tidak dapat dijabarkan, namun secara teknis pengukuran keberhasilan manajemen dapat dilihat dari pencapaian operasional (realisasi) dibandingkan terhadap terget atau sasaran yang ditetapkan di awal tahun buku. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh manajemen harus pula dapat dipertanggung jawabkan baik terhadap ketentuan yang berlaku maupun terhadap kelangsungan hidup bank itu sendiri. Penilaian terhadap keberhasilan manajemen dapat dilihat dari aplikasi manajemen umum dan manajemen resiko yang diterapkan oleh para manajer suatu bank. Dimana bank yang memiliki komposisi dan jumlah serta kualifikasi anggota komisaris yang sesuai dengan ukuran, kompleksitas (karakteristik),
kemampuan keuangan, dan sasaran strategik bank. Bank memiliki komposisi dan jumlah serta kualifikasi anggota Direksi yang sesuai dengan ukuran, kompleksitas (karakteristik), kemampuan keuangan dan sasaran bank. Penilaian manajemen menurut Faud (2005:288) didasarkan kedalam 5 (lima) kelompok yaitu manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen rentabilitas, manajemen likuditas dan manajemen umum. Manajemen bank dinilai atas dasar 250 pertanyaan yang diajukan. d. Faktor Rentabilitas Faktor rentabilitas suatu bank yaitu dengan melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Rasio-rasio rentabilitas pada umumnya membandingkan antara perolehan laba (net income) dan operasional usahanya atau total aset. Yang menjadi acuan untuk menghitung rentabilitas adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO). Perhitungan ROA adalah dengan menggunakan cara sebagai berikut: Laba sebelum pajak ROA = x 100 Rata rata total aset Return on Asset (ROA) adalah perbandingan jumlah laba bersih terhadap rata-rata volume usaha. Besar kecilnya ROA menggambarkan tingkat produktivitas atau profit margin yang dicapai oleh suatu bank. Untuk menghitung besarnya ROE adalah dengan menggunakan rumus: Laba setelah pajak ROE = x 100 Rata rata total modal
Return on Equity (ROE) adalah pengukuran kemampuan bank untuk menghasilkan laba bersih ditinjau dari modal yang dimiliki. Rasio NIM dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Pendapatan bunga bersih NIM = x 100 Rata rata aktiva produktif Net Income Margin (NIM) adalah pengukuran kemampuan bank untuk menghasilkan laba atas kredit yang disalurkan. Nilai rasio BOPO dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Beban Operasional BOPO = Pendapatan Operasional x 100 Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) merupakan barometer dalam mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional dan tingkat efisiensi. Antara BOPO dan ROA mempunyai hubungan yang sangat erat dan timbal balik yaitu pengukuran efisiensi di satu sisi, dan produktivitas di pihak lain. e. Faktor Likuiditas Penilaian ini didasarkan untuk mengetahui kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban segeranya. Pengukuran likuiditas adalah pengukuan yang sifatnya dilematis, karena di satu sisi usaha bank yang utama adalah memasarkan dan/atau memutar uang para nasabahnya untuk mendapatkan keuntungan. Artinya bisnis perbankan harus memaksimalkan pemasaran uangnya dan sekecil mungkin
mencegah uang nganggur (ideal money). Di sisi lain, untuk dapat memenuhi kewajibannya terhadap para deposan dan debitur yang sewaktu-waktu menarik dananya dari bank, bank dituntut selalu dalam posisi siap membayar, yang artinya bank harus mempunyai cadangan uang nganggur yang cukup. Semakin tinggi tingkat likuditas berarti semakin banyak uang yang menganggur, semakin banyak uang yang menganggur berarti pemasaran uang tidak maksimal dan akhirnya bank tidak bisa memaksimalkan keuntungannya. Secara umum penetapan rasio likuditas yang baik adalh lebih besar dari 100% dengan kata lain harta lancar adalah sama dengan atau lebih dari utang lancarnya. Manfaat pengukuran likuditas bagi bank adalah mempertinggi kepercayaan masyarakat dan pemerintah. Penilaian rasio faktor likuiditas berpatokan pada Loan Deposit Rasio (LDR), dimana LDR diperoleh dengan cara membandingkan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain) dengan dana pihak ketiga yang terdiri dari giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antar bank). LDR dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Kredit LDR = Dana pihak ketiga x 100 Berdasarkan LDR ini dapat diketahui sejauh mana usaha pihak manajemen melakukan perpencaran dalam penempatan dananya, yaitu besarnya yang disalurkan dalam bentuk pemberian kredit dan yang ditanamkan dalam bnetuk penanaman dana lainnya.
f. Faktor Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to market risks) Faktor sensitivitas terhadap risiko pasar dapat dilihat dari penerapan sistem manajemen risiko pasar (Market Risks) yaitu meliputi pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi terhadap potensi ekspour risiko pasar, efektifitas pengendalian internal terhadap ekspour risiko pasar termasuk kecukupan fungsi audit internal. 5. Peringkat Komposit (Composite Rating) Berdasarkan hasil penilaian peringkat masing masing faktor ditetapkan peringkat komposite (composite rating) sebagaia berikut : a. Peringkat komposite 1 (PK-1), mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan, b. Peringkat komposite 2 (PK-2), mencerminkan bahwa bank tergoong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun bank masih memiliki kelemahan kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tidakan rutin, c. Peringkat komposite 3 (PK-3), mencerminkan bahwa bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif, d. Peringkat komposite 4 (PK-4), mencerminkan bahwa bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau
kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, e. Peringkat komposite 5 (PK-5), mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Proses penetapan peringkat komposite yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari masing masing faktor. Untuk mengetahui kriteria penetapan peringkat setiap faktor yang ada dalam komponen CAMELS dapat dilihat dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria Penetapan Peringkat Komponen CAMELS No Faktor Komponen Peringkat Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik 1 Permodalan (Capital) CAR KPPM > 10% 9% < KPPM 10% 8% KPPM 9% 7% KPPM 8% KPPM < 7% 2 Kualitas Aset (Quality Asset) NPL 0% < rasio < 2% 2% rasio < 5% 5% rasio 8% 8% < rasio 11% rasio > 11% PPAP 110% < rasio 105% < rasio 110% 100% rasio 105% 95% rasio < 100% rasio > 95% 3. Manajemen 4. Rentabilitas (Equity) ROA 2 % < ROA 1,25% < ROA 2% 0,5% ROA 1,25% 0% ROA < 0,5% ROA < 0% ROE 20 % < ROE 12,5% < ROE 20% 5% ROE 12,5% 0% ROE < 5% ROE < 0% NIM 2,5 % < NIM 2% < NIM 2,5% 1,5% NIM 2% 1% NIM < 1,5% NIM < 1% BOPO BOPO < 92% 92% BOPO < 94% 94% BOPO 96% 96% < BOPO 98% BOPO > 98% 5. Likuiditas (Likudity) LDR 50% < rasio 75% 75% < rasio 85% 85% < rasio 100% 100% < rasio 120% rasio > 120% 6. Sensitivitas Terhadap resiko pasar ( Sensetivity to market risks) Sumber : Surat Edaran Bank Sumut Nomor 056/DIR/DPP-PC/SE/04
6. Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar : a. Pemegang saham menambah modal, b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank, c. Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsipsyariah yang macet, dan emperhitungkan kerugian bank dengan modalnya, d. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain, e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban, f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain, g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan kewajiban bank kepada bank atau pihak lain. Apabila tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan atau menurut penilain Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuditas. Apabila direksi bank tidak menyeleggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untu mengeluarkan
penetapan yang berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut, penunjukan tim likuditas, dan perintah pelaksanaan likuditas sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.