BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus meningkat setiap tahunnya, salah satu hasil perikanan Indonesia adalah hasil perikanan berupa rajungan (Portunus pelagius), Indonesia banyak mengekspor hasil olahan rajungan ke berbagai negara di Asia ataupun di luar Asia. Setiap tahun, menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2000, Cold Storage (perusahaan pengolahan ikan) tanah air menghasilkan limbah kulit / kepala udang, cangkang kepiting dan hewan laut lainnya tidak kurang dari 56.200 metrik ton. Limbah tersebut terbukti kaya akan kitin, yang melalui proses tertentu akan dapat dihasilkan kitosan. Sebagai salah satu negara pengekspor rajungan, Indonesia tentu saja berpeluang memproduksi kitin atau kitosan. Dengan ekspor rajungan (umumnya kaleng) sekitar 4000 ton per tahun juga berpotensi menghasilkan kulit sebagai limbah sebanyak 1000 ton per tahun. Limbah tersebut berpotensi diolah menjadi kitin, dengan produksi sekitar 1700 ton per tahun (Agus, 2011). Dengan demikian jumlah hasil samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor maupun kaki rajungan yang umumnya 25-50 % dari berat, sangat berlimpah. Hasil samping ini, di Indonesia belum banyak digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan, terutama pengaruh pada bau yang tidak sedap 1
2 pencemaran air (kandungan BOD, COD dan TSS perairan disekitar pabrik chitin cukup tinggi) (Mustofa dan Agus, 2011). Pemilihan rajungan sebagai bahan baku pembuatan kitosan di dasarkan pada kadar kitin yang tinggi yakni berkisar antara 20-30% dan bahan yang mudah didapat karena rajungan banyak dikonsumsi masyarakat, Cangkangnya mengandung Protein, mineral dan kitin yang mencapai 22, 66%, Sehingga limbah ini sangat berpotensi menjadi produk yang lebih bernilai, yaitu kitosan. Kitosan merupakan polimer kationik yang bersifat nontoksis, dapat mengalami biodegradasi dan biokompatiel, kitosan juga memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai absorben limbah logam berat dan zat warna, pengawet, antijamur, antibakteri, kosmetik, farmasi, flokulan, dan antikanker, kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Purnawan, 2008). Beberapa aplikasi kitosan yang pernah dilaporkan antara lain oleh Rika silvia, et al. (2014) sebagai bahan pengawet ikan kembung, penelitian Killay (2013) digunakan sebagai antibakteri yang aman pada bahan pangan, aktivitas antibakteri kitosan dari ekstrak kulit udang dapat menghambat bakteri pembusuk pada ikan teri yang mengandung bakteri pathogen, penelitian rochima (2014) digunakan sebagai bahan minuman kesehatan berbasis kitosan, penelitian Mahatmanti (2013) digunakan sebagai antimikrobia pada ikan segar. Menurut Hafdani (2011) dalam Killay (2013) bahwa kitosan memiliki sifat antimikroba, karena dapat menghambat bakteri patogen dan mikroorganisme,
3 termasuk jamur, bakteri gram-positif, dan bakteri gram-negatif karena Senyawa kitosan mempunyai sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri sehingga pertumbuhan koloni berbagai bakteri dapat terhambat oleh senyawa ini. Menurut Kim et al (1998) dalam Purnawan (2008) menyebutkan bahwa gugus amina terprotonasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan menahan muatan ion negatif mikroorganisme, kitosan memiliki gugus amino (NH2) yang akan menjadi ammonium (NH3+) dalam medium asam. Muatan positif ion ini yang akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri, baik gram positif maupun gram negative. Bakteri E. coli merupakan salah satu penyebab tersering infeksi bakteri umum termasuk kolesititis, bakteremia, kolangitis, infeksi saluran kemih, diare pada wisatawan, dan infeksi klinik lain seperti meningitis pada bayi dan pneumonia. E. coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih baik yang diperoleh dari rumah sakit maupun komunitas. Penyebab infeksi pada 50% wanita yang mengalami infeksi saluran kemih, 4% kasus diare, dan 12-50% infeksi nosokomial adalah E. coli. Meningitis pada bayi yang disebabkan oleh E. coli sebanyak 8% sedangkan angka kematian dan angka kejadian terkait bakteremia oleh E. coli sama dengan angka kematian dan angka kejadian baksil Gram negatif aerobik (Madappa, 2011). Sumber kitosan sangat melimpah di alam terutama dari hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting, manfaatnya sangat banyak diberbagai bidang, akan tetapi keberadaanya kurang termanfaatkan dengan baik, melimpahnya sumber kitosan ini dapat dijadikan alternatif untuk bahan dasar produksi antibakteri yang
4 ramah lingkungan, berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kitosan yang dapat menghambat dan membunuh koloni bakteri E.coli, mendapatkan konsentrasi kitosan cangkang rajungan terbaik dalam menghambat dan membunuh koloni bakteri E.coli, dan memanfaatkan hasil penelitian sebagai sumber belajar berupa poster. 1.2 Rumusan Masalah 1. Berapakah Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap bakteri Escherichia coli? 2. Berapakah Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap bakteri Escherichia coli? 3. Bagaimanakah pengaruh berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap diameter zona hambat bakteri Escherichia coli? 4. Berapakah konsentrasi kitosan cangkang rajungan yang paling efektif dalam menghambat dan membunuh koloni bakteri Escherichia coli? 5. Bagaimanakah memanfaatkan hasil penelitian sebagai sumber belajar? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai KHM berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap bakteri Escherichia coli.
5 2. Untuk mengetahui nilai KBM berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap bakteri Escherichia coli. 3. Untuk mengetahui pengaruh berbagai tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) terhadap diameter zona hambat bakteri Escherichia coli. 4. Untuk mengetahui konsentrasi kitosan cangkang rajungan yang paling efektif dalam menghambat dan membunuh koloni bakteri Escherichia coli. 5. Memanfaatkan hasil penelitian sebagai sumber belajar berupa Poster. 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah: Peneliti menemukan tingkat konsentrasi kitosan cangkang rajungan yang efektif digunakan sebagai antibakteri E.coli, serta mengetahui KHM, KBM dan zona hambat yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan Bakteri E.coli. b. Bagi masyarakat 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan tingkat kosentrasi kitosan yang efektif dalam pengunaannya sebagai antibakteri. 2. Penelitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian- penelitian antibakteri berbasis kitosan cangkang rajungan.
6 c. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat digunakan guru sebagai media pembelajaran bagi siswa SMA kelas X dalam mempelejari materi mengenai invertebrata. d. Bagi Siswa 1. Menambah pengetahuan siswa dalam pengolongan hewan ke dalam filum berdasarkan pengamatan anatomi dan morfologi. 2. Membantu siswa dalam mempelajari kompleksitas jaringan penyusun tubuh hewan invertebrate khusunya Crustaceae dan perannya pada berbagai aspek kehidupan. 1.5 Batasan Masalah 1. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) yang didapatkan dari Institut Pertanian Bogor. 2. Bakteri yang dijadikan objek penelitian adalah bakteri Escherichia coli. 3. Konsentrasi kitosan cangkang rajungan (Portunus pelagius) yang digunakan adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan Kontrol 0 % ( Tetrasiklik 1%) 4. Parameter pengamatan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dan diameter zona hambat, KHM adalah Konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu dengan prosedur tabung enceran, indikator pengamatannya adalah tingkat kekeruhan biakan pada tabung enceran, KBM adalah konsentrasi terendah dari antibiotik yang ditunjukan dengan tidak adanya
7 pertumbuhan koloni mikroba, dengan prosedur media biakan padat (Dzen, 2003). 5. Metode yang digunakan adalah metode dilusi tabung dan difusi cakram, metode dilusi tabung adalah cara pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap antimikroba pada tabung reaksi yang berisi pembenihan bakteri indikator pengamatannya dengan melihat tingkat kekeruhan biakan dalam tabung reaksi, metode difusi cakram adalah cara pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap antimikroba yang mengunakan cakram kertas atau kertas saring yang mengandung antibmikroba, indikator pengamatannya dengan menghitung diameter zona hambatnya, zona hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba (Dzen, 2003). 1.6 Definisi Oprasional 1. Kitosan adalah senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga (Sukma, dkk, 2014). 2. Rajungan (Portunus pelagius) adalah salah satu jenis kepiting laut yang cangkangnya mengandung protein 18,18 %, mineral 19,97% serta kitin 22,66% ( Indriyani, 2006). 3. Bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri yang termasuk ke dalam golongan koliform dan secara normal hidup di dalam usus besar dan kotoran manusia maupun hewan (Yusuf, 2011).
8 4. Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan (Sulistyo, 1971 dalam Nuria, dkk 2009). 5. Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang tersedia di sekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi hasil belajar (Mulyasa, 2006). 6. Poster adalah poster merupakan salah satu media komunikasi visual berbentuk dua dimensional. Kehadirannya bertujuan menyampaikan suatu pesan, keinginan, mengumumkan sesuatu agar diketahui masyarakat dan mengingatkan mereka tentang hal-hal yang dianggap penting (Tinarbuko, 2006).